Pengaruh Perilaku Responden Berdasarkan Sikap terhadap Kejadian

pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan agar memahami tentang mekanisme penularan dan cara pemberantasan penyakit malaria, DBD dan Chikungunya. Tidak adanya pengaruh pengetahuan terhadap kejadian Chikungunya disebabkan oleh pengetahuan responden baik pada kelompok kasus maupun kontrol proporsinya tidak jauh berbeda. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan, pengendalian vektor dan pengobatan Chikungunya harus dilakukan, khususnya masyarakat di desa endemis yang berisiko tertular Chikungunya. Kegiatan intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan yang dilakukan secara simultan oleh petugas kesehatan baik di tingkat puskesmas, puskesmas pembantu dan bidan desa kepada masyarakat dan yang sangat penting adalah kembali mengaktifkan kader desa.

5.2.2. Pengaruh Perilaku Responden Berdasarkan Sikap terhadap Kejadian

Chikungunya Hasil penelitian diketahui bahwa responden pada kelompok kasus yang memiliki sikap yang kurang tentang Chikungunya sebesar 85,3, sedangkan kelompok kontrol yang mempunyai sikap baik sebesar 52,9, berarti kasus Chikungunya lebih besar terjadi pada rumah tangga yang keluarganya memiliki sikap kurang mendukung terhadap Chikungunya dibandingkan dengan rumah tanggga yang keluarganya memiliki sikap yang baik. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p0,05 maka dapat disimpulkan bahwa sikap berpengaruh terhadap kejadian Chikungunya. Universitas Sumatera Utara Terbukti dari hasil uji statistik bahwa diperoleh nilai OR sebesar 4,484 dengan 95 CI= 1,241 – 16,204, berarti rumah tangga yang keluarganya menderita Chikungunya berpeluang 4,4 kali memiliki sikap kurang dibanding dengan rumah tangga yang keluarganya tidak menderita Chikungunya. Hal ini menunjukkan bahwa respon masyarakat yang kurang mendukung dan masih cenderung bersikap tidak peduli dalam mencegah Chikungunya seperti tidak menutup tempat penampungan air, tidak mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air dan merasa pemberantasan nyamuk merupakan tanggung jawab petugas kesehatan. Hal ini memberikan petunjuk bahwa keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan Chikungunya di lingkungannya belum maksimal. Masyarakat baru mau melakukan kegiatan 3M setelah ada salah satu anggota keluarganya menderita Chikungunya. Faktor lain yang menyebabkan hal ini juga dimungkinkan oleh petugas kesehatan, petugas kelurahan dan kader yang kurang aktif dalam memotivasi masyarakat untuk mencegah terjadinya Chikungunya karena keterbatasan dana operasional. Sesuai dengan penelitian Harahap 2012, bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan Pencegahan Penyakit Chikungunya Menggunakan Metode Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN oleh Kepala Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Nurussalam Kabupaten Aceh Timur dengan nilai p = 0,020. Universitas Sumatera Utara Pengetahuan dan sikap masyarakat yang kurang mengetahui tentang tentang tandagejala, cara penularan dan pencegahan Chikungunya mempunyai risiko terkena Chikungunya. Dengan demikian upaya peningkatan pengetahuan tandagejala, cara penularan dan pencegahan serta pemberantasan Chikungunya perlu mendapatkan perhatian utama agar masyarakat lebih berperan dalam pemberantasan sarang nyamuk Depkes, 2007. Penularan penyakit Chikungunya tidak hanya ditentukan oleh perilaku masyarakat tetapi juga oleh faktor lain seperti demografi, mobilitas penduduk, iklim dan keadaan lingkungannya Sukamto, 2007. Keadaan tersebut mengakibatkan seseorang secara individu baik yang bersikap kurang baik maupun bersikap baik berisiko terinfeksi penyakit Chikungunya, namun dengan tingkatan berbeda. Perilaku warga yang kurang merespon kegiatan 3M mempunyai risiko lebih besar terinfeksi Chikungunya daripada perilaku warga yang mempunyai kebiasaan melakukan kegiatan 3M Santoso, 2011. Kegiatan intervensi dalam merubah sikap masyarakat yang kurang mendukung menjadi sikap yang mendukung, dapat dilakukan sejalan dengan upaya peningkatan respon masyarakat melalui media penyuluhan promosi kesehatan yang melibatkan peran serta aktif masyarakat termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama setempat dan organisasi swadaya masyarakat LSM serta organisasi kepemudaan. Universitas Sumatera Utara 5.2.3. Pengaruh Perilaku Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan terhadap Kejadian Chikungunya Hasil penelitian diketahui bahwa responden pada kelompok kasus yang mempunyai tindakan kurang tentang pencegahan Chikungunya sebesar 79,4, sedangkan kelompok kontrol yang mempunyai tindakan baik sebesar 61,8, berarti kasus Chikungunya lebih besar terjadi pada rumah tangga yang keluarganya memiliki tindakan kurang untuk mencegah Chikungunya dibanding dengan rumah tangga yang keluarganya memiliki tindakan baik. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tindakan berpengaruh terhadap kejadian Chikungunya dengan nilai OR sebesar 4,779 dengan 95CI= 1,434 – 15,923. Mengacu pada uji tersebut dapat dijelaskan bahwa rumah tangga yang keluarganya menderita Chikungunya berpeluang 4,7 kali memiliki tindakan kurang dibanding dengan rumah tangga yang keluarganya tidak menderita Chikungunya. Variabel tindakan dominan memengaruhi kejadian Chikungunya di Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara. Hal ini menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan responden pada umumnya masih rendah SMP, sikap masyarakat yang kurang mendukung atau tidak peduli dalam mencegah Chikungunya seperti tidak menutup tempat penampungan air, tidak mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air dan merasa pemberantasan nyamuk merupakan tanggung jawab petugas kesehatan. Selain itu juga jumlah anggota keluarga dalam rumah dapat memengaruhi kejadian suatu penyakit. Jumlah anggota keluarga pada umumnya Universitas Sumatera Utara di atas 4 orang dengan penghasilan yang rendah yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam pencegahan Chikungunya. Menurut Notoatmodjo 2003, pendidikan seseorang berpengaruh terhadap kesehatannya. Seseorang pendidikan tinggi lebih mudah menelaah atau memahami berbagai cara untuk mengatasi suatu penyakit seperti Chikungunya. Sesuai penelitian Rumatora 2011, diketahui bahwa kebiasaan tidak menggunakan kelambu waktu tidur sebagai faktor risiko kejadian Chikungunya OR= 4,171. Menurut Yatim 2007, menghindari gigitan nyamuk pada daerah yang penderitanya banyak adalah sangat penting dan upaya yang dapat dilakukan berupa penggunaan kelambu merupakan alat yang telah digunakan sejak dahulu. Penggunaannya dewasa ini sudah jauh berkurang karena dianggap kurang praktis. Banyak penduduk menganggap bahwa pengggunaannya menyebabkan perasaan yang lebih panas di ruangan yang telah penuh sesak, jumlah lubang per cm kelambu sebaiknya 6 – 8 dengan diameter 1,2 – 1,5 mm. Menurut Depkes 2005, bahwa penyebab munculnya wabah penyakit adalah disebabkan pertumbuhan penduduk yang tidak melalui pola tertentu, urban yang tinggi dan mobilitas penduduk yang tinggi. Agar masyarakat juga memiliki peran serta yang baik dalam pencegahan Chikungunya, seharusnya masyarakat memiliki pengetahuan yang mencapai tingkat analisis, aplikasi, sintesis dan evaluasi. Sikap yang mencapai tahap menghargai dan bertanggung jawab sehingga dapat benar-benar paham dan mau melaksanakan upaya pemutusan rantai kehidupan nyamuk sebagai penyebab Universitas Sumatera Utara Chikungunya. Keterlibatan petugas kecamatan, kader kesehatan, kepala lingkungan, PKK, tokoh masyarakat, tokoh agama dan lintas sektor lainnya perlu ditingkatkan agar dapat menurunkan kejadian Chikungunya. Bagi Kecamatan untuk lebih mengoptimalkan Pembentukan Kader Jumantik di tiap-tiap desa supaya dapat meningkatkan kinerjanya yang lebih baik terhadap kesehatan masyarakat dengan adanya masyarakat mengalami Chikungunya. Namun kinerja jumantik belum pernah dievaluasi sampai ini. Hal ini memungkinkan kejadian Chikungunya menjadi endemis dan perlu dirumuskan kembali kebijakan kinerja Jumantik sebagai petugas kesehatan yang dapat memberikan output dalam mencegah penyakit berbasis lingkungan ke arah yang lebih baik lagi di masa mendatang. Kegiatan intervensi yang dapat dilakukan berupa penyuluhan secara aktif kepada masyarakat sehingga dapat mengugah minat masyarakat dalam upaya partisipasi aktif dan peran serta masyarakat dalam mencegah terjadinya Chikungunya. Menganjurkan kepada masyarakat untuk menggunakan kelambu sewaktu tidur, kegiatan 3M, menggunakan kawat kasa pada lubang angin dan jendela serta meningkatkan kebersihan lingkungan perumahan dan melakukan gotong-royong.

5.3. Keterbatasan Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 18

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 2

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 8

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 35

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 85

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 5

Pengaruh Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2016

0 0 75

Pengaruh Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara

0 0 44

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chikungunya 2.1.1. Definisi Chikungunya - Pengaruh Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat terhadap Kejadian Chikungunya di Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara

0 0 37

PENGARUH LINGKUNGAN RUMAH DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN CHIKUNGUNYA DI KECAMATAN NISAM KABUPATEN ACEH UTARA

0 0 18