Analisis Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Produksi Nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, ALOKATIF DAN EKONOMI
PRODUKSI NANAS DI KABUPATEN SUBANG,
PROPINSI JAWA BARAT
RIATANIA RIZAL BASJRAH LUBIS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Analisis Efisiensi
Teknis, Alokatif dan Ekonomi Produksi Nanas di Kabupaten Subang, Propinsi
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Riatania Rizal Basjrah Lubis
NIM H363090151
RINGKASAN
RIATANIA RIZAL BASJRAH LUBIS. Analisis Efisiensi Teknis, Alokatif dan
Ekonomi Produksi Nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Dibimbing
oleh ARIEF DARYANTO, MANGARA TAMBUNAN dan HANDEWI
PURWATI SALIEM.
Nanas (Ananas comosus) adalah salah satu buah tropis yang terkenal di
dunia, berasal dari negara Brazil dan Paraguay yang tersebar di berbagai negara
tropis dan sub tropis sebagai komoditas buah komersial. Fluktuasi produksi nanas
Indonesia memiliki kecenderungan meningkat. Hal tersebut sejalan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat, semakin
tingginya kesadaran penduduk akan nilai gizi, serta bertambahnya permintaan
bahan baku industri pengolahan buah-buahan. Peningkatan produksi nanas di
Indonesia tidak sejalan dengan produksi nanas di Propinsi Jawa Barat yang
menurun. Peningkatan produksi nanas hanya dapat dilakukan salah satu cara
dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia secara lebih efisien.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efisiensi produksi nanas di
Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Metodologi yang digunakan adalah
menggunakan data primer yang didapatkan dari survei 142 rumah tangga petani di
Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat dengan pendekatan parametrik non
parametrik (Data Envelopent Analysis) untuk estimasi efisiensi teknis, alokatif
dan ekonomi serta Stochastic Frontier Analysis (SFA) untuk estimasi efisiensi
teknis. Nilai Inefisiensi teknis, alokatif dan ekonomi diestimasi menggunakan
regresi Tobit dengan sebelas variabel demografi, sosial ekonomi dan institusional
yang diduga memengaruhi inefisiensi teknis, alokatif dan ekonomi.
Hasil estimasi dengan menggunakan SFA memiliki nilai rata-rata efisiensi
teknis sebesar 0,34, dengan metode DEA nilai rata-rata efisiensi teknis sebesar
0,55 (CRS) serta 0,62 (VRS). Hal ini menunjukkan petani nanas di Kabupaten
Subang masih inefisien secara teknis dan masih berpotensi untuk dapat
meningkatkan efisiensi teknisnya. Secara umum, nilai efisiensi DEA dengan VRS
lebih besar dari CRSnya, sehingga petani nanas di lokasi penelitian tergolong
pada increasing return to scale (IRS) yaitu peningkatan outputnya lebih besar
daripada peningkatan input produksinya. Nilai efisiensi alokatif petani nanas
cukup rendah yaitu 0,74 dan nilai efisiensi ekonomi sebesar 0,41. Hal ini
menunjukkan bahwa produksi nanas masih berpotensi untuk ditingkatkan efisiensi
alokatif dan ekonomi.
Inefisiensi teknis produksi nanas dipengaruhi secara positif dan nyata oleh
umur, pangsa pendapatan sektor non pertanian, pola tanam serta secara negatif
dan signifikan oleh pendidikan formal dan kepemilikan lahan. Umur, pola tanam
dan kelompok tani mempengaruhi secara positif dan signifikan inefisiensi alokatif
sedangkan variabel pengalaman dan kepemilikan lahan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap inefisiensi alokatif. Umur juga memengaruhi positif dan nyata
terhadap inefisiensi ekonomi sedangkan pendidikan formal, kelompok tani dan
penggunaan kredit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inefisiensi
ekonomi.
Kata kunci: DEA, Efisiensi, SFA, Tobit
SUMMARY
RIATANIA RIZAL BASJRAH LUBIS. Technical, Allocative and Economic
Efficiency Analysis of Pineapple Production in Subang District, West Java
Province. Supervised by ARIEF DARYANTO, MANGARA TAMBUNAN and
HANDEWI PURWATI SALIEM.
Pineapple (Ananas comosus) is one of the popular tropical fruits, originally
from Brazil and Paraguay which spreads to various tropic and sub tropic countries
as commercial fruits. Indonesian pineapple production has fluctuated with
increasing trend. It is in line with the people’s growth, increasing people’s
income, people higher awareness on fruit’s good nutrition and increasing as the
input material for processing industries. Increasing on Indonesian pineapple
production was not in line with the decreasing of West Java pineapple production.
One of way to improve pineapple production is by using the resource inputs
efficiently.
The purpose of this study was to analyze the production efficiency in West
Java Province. Primary data was used from conducting a survey of 142 pineapple
farmers in Subang District by non parametric approach to estimates the technical,
allocative and economic efficiency and parametric approach with Stochastic
Frontier Analysis (SFA) to estimate the technical efficiency. Score of technical,
allocative and economic inefficiencies was regressed using the Tobit regression
with eleven demographic, socio-economic and institutional variables which
expected influenced the technical, allocative and economic efficiencies.
Results of estimation by using SFA method was 0,34 with DEA method that
average technical efficiency scores were 0,55 (CRS) and 0,62 (VRS). These
showed pineapple farmers in Subang District still inefficient technically and still
had potencies to increase the technical efficiency. Generally, DEA – VRS
efficiency scores was higher compare to CRS scores, it means that the farmers
produce pineapple in increasing return to scale (IRS). Allocative efficiency scores
were quite low which average 0,74 also economic efficiency were 0,41. It showed
that pineapple production had potencies to improve the allocative and economic
efficiencies.
Technical inefficiency of pineapple production had positive and
significantly contributed by age, share of off-farm income and intercropping
cultivation and also negative and significantly contributed by formal education
and land ownership. Age, intercropping cultivation and member of farmer group
affected positively and significantly but experience and land ownership correlated
negatively and significantly to the allocative inefficiency. Age also influenced
positively and significantly to economic inefficiency while formal education,
member of farmer group and credit usage contributed negatively and significantly
to economic inefficiency.
Keywords: DEA, Efficiency, SFA, Tobit
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, ALOKATIF DAN EKONOMI
PRODUKSI NANAS DI KABUPATEN SUBANG,
PROPINSI JAWA BARAT
RIATANIA RIZAL BASJRAH LUBIS
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Yusman Syaukat, MEc
Dr Ir Heny K Daryanto, MEc
Penguji pada Ujian Terbuka: Prof (R) Dr Ir I Wayan Rusastra, APU
Dr Ir Harianto, MSc
Judul Disertasi : Analisis Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Produksi
Nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat
Nama
: Riatania Rizal Basjrah Lubis
NIM
: H363090151
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Arief Daryanto, MEc
Ketua
Prof Dr Ir Mangara Tambunan, MSc
Anggota
Dr Ir Handewi Purwati Saliem, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian
Dr Ir Sri Hartoyo, MS
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2014
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulisan disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi
ini disusun sebagai tugas akhir dari tugas belajar di Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Terselesaikannya disertasi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada :
1.
Dr Ir Arief Daryanto, MEc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir
Mangara Tambunan, MSc dan Dr Ir Handewi Purwati Saliem, MS sebagai
anggota Komisi Pembimbing atas curahan waktu, pikiran dan tenaga dalam
membimbing dan memberi masukan hingga selesainya penyusunan disertasi
ini.
2.
Tim penguji ujian tertutup Dr Ir Yusman Syaukat, MEc, Dr Ir Heny K
Daryanto, MEc, Dr Ir Meti Ekayani Shut, MSc dan Prof Dr M. Firdaus, SP,
MSi serta tim penguji ujian terbuka Prof (R) I Wayan Rusastra, APU, Dr Ir
Harianto, MSc, Dr Ir Sri Hartoyo, MS, Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi
atas masukan dan saran yang berguna untuk perbaikan disertasi ini. Seluruh
dosen Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang disampaikan
selama masa perkuliahan.
3.
Penghargaan kepada keluarga penulis, yaitu kedua orang tua penulis (alm)
Prof dr Rizal Basjrah Lubis dan Erna Rizal beserta kedua mertua Ir Iwan
Rivai Alam, MM dan Laxmy Nurlila atas doa dan dorongan moril yang
tiada henti kepada penulis.
4.
Suami penulis Mayor Kav. MS Prawiranegara, MM atas doa, pengertian,
kesediaan dan kesabaran mendampingi penulis selama menempuh
pendidikan pada Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB. Kedua putri
tercinta Rania Fazila Syarif Matondang dan Raizel Kayla Syarif Matondang
atas doa dan dorongan semangat kepada penulis.
5.
Teman-teman EPN angkatan 2009 yang telah menjadi sahabat dan
motivator dalam menghadapi suka dan duka selama menempuh pendidikan
di IPB berserta tim sekretariat EPN yang banyak membantu kelancaran
selama penulis menuntut ilmu di Program Doktor IPB.
6.
Pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu namun
telah banyak memberikan saran dan informasi selama penulisan disertasi
ini.
Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat
balasan yang terbaik dari Allah SWT. Harapan penulis semoga disertasi ini
bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat menambah
referensi bagi yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2014
Riatania Rizal Basjrah Lubis
DAFTAR ISI
1
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Kebaruan Penelitian
1
1
7
10
11
11
2 TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi Produksi
Efisiensi Teknis (TE)
Efisiensi Alokatif (AE)
Efisiensi Ekonomi (EE)
Konsep Pengukuran Efisiensi
Pendekatan Pengukuran Efisiensi
Pendekatan Non Parametrik
Pendekatan Parametrik
Faktor-faktor yang Memengaruhi Efisiensi Produksi
Studi Terdahulu
Pendekatan Parametrik
Pendekatan Non Parametrik
Membandingkan Pendekatan Parametrik dan Non Parametrik
Kerangka Konseptual
11
11
12
12
13
13
15
16
17
19
21
21
22
24
25
3 INDUSTRI NANAS DI INDONESIA
Varietas Nanas
Nanas dan Produk Turunannya
Produksi Nanas Dunia
Perdagangan Global
Nanas Segar
Nanas Olahan
Perusahaan Nanas Internasional
Posisi Daya Saing Produk Nanas Indonesia
Produksi Nanas di Indonesia
Sentra Produksi Nanas Indonesia
Industri Penglahan Nanas di Indonesia
26
26
27
27
29
29
29
30
31
32
36
37
4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Sampel
38
38
39
39
Metode Analisis Data
Stochastic Frontier Analysis (SFA)
Data Envelopment Analysis (DEA)
Regresi Tobit
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Karateristik Petani Nanas di
Kabupaten Subang
Umur Kepala Rumah Tangga
Pengalaman Usahatani Nanas
Pendidikan Kepala Rumah Tangga
Jumlah Anggota Keluarga Rumah Tangga Petani
Mata Pencaharian dan Pendapatan Petani Nanas
Luas Penguasaan Lahan
Output dan Input Produksi Nanas
Pendugaan Fungsi Produksi Nanas dengan Metode OLS dan MLE
Efisiensi Teknis Produksi Nanas
Efisiensi Teknis dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inefisiensi Teknis
dengan Metode SFA
Efisiensi Teknis dengan Metode DEA
Efisiensi Alokatif dan Ekonomi Produksi Nanas
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inefisiensi Teknis, Alokatif dan
Ekonomi
40
40
43
48
50
50
51
51
52
53
54
54
55
56
60
60
62
65
66
6 KESIMPULAN DAN S ARAN
Kesimpulan
Saran
74
74
75
DAFTAR PUSTAKA
76
LAMPIRAN
83
RIWAYAT HIDUP
99
DAFTAR TABEL
1 Jumlah Industri Besar dan Sedang Pengolahan Nanas di Indonesia Tahun
2005-2010
2 Negara Produsen Nanas Segar Terbesar di Dunia Tahun 2012
3 Nilai GDP Nanas Segar Terbesar di Dunia Tahun 2010 - 2012 (USD
juta)
4 Nilai Ekspor Nanas Segar dan Nanas Olahan Tertinggi di Dunia Tahun
2011
5 Daya Saing Produk Nanas Indonesia Tahun 1991 - 2011
6 Produksi Nanas Segar Berdasarkan Propinsi di Indonesia Tahun 2008 –
2012 (dalam Ton)
9
28
28
30
31
37
7 Perusahaan Nanas Olahan di Indonesia
38
8 Sentra Produksi Nanas di Propinsi Jawa Barat Tahun 2011
39
9 Variabel Input Produksi yang Digunakan pada Penelitian Efisiensi
Terdahulu
46
10 Struktur Umur Kepala Rumah Tangga Petani
50
11 Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman
52
12 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal
52
13 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
53
14 Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama
54
15 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Nanas
54
16 Jumlah Penguasaan Lahan Sawah dan Kebun Nanas oleh Responden
Petani Nanas
55
17 Variabel Output dan Input untuk Estimasi Efisiensi Teknis
56
18 Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Stokastik Frontier pada Budidaya Nanas
dengan Menggunakan Metode OLS dan MLE di Kabupaten Subang
57
19 Distribusi Frekuensi Efisiensi Teknis Petani Nanas dengan Metode Stochastic
Frontier Analysis (SFA) di Kabupaten Subang
60
20 Hasil Pendugaan Faktor yang Memengaruhi Inefisiensi Teknis dengan
Pendekatan SFA pada Budidaya Nanas di Kabupaten Subang
61
21 Distribusi Frekuensi Efisiensi Teknis Petani Nanas dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
63
22 Distribusi Frekuensi Skala Produksi Petani Nanas dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
64
23Distribusi Frekuensi Efisiensi Alokatif Petani Nanas dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
65
24 Distribusi Frekuensi Efisiensi Ekonomi Petani Nanas dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
66
25 Deskriptif Statistik Variabel yang Digunakan dalam Model Tobit (N=142) 67
26 Hasil Analisis Regresi Tobit (Inefisiensi Teknis)
68
27 Hasil Analisis Regresi Tobit (Inefisiensi Alokatif)
69
28 Hasil Analisis Regresi Tobit (Inefisiensi Ekonomi)
72
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Produksi Nanas Segar Dunia Tahun 1962-2012
Pangsa Produksi Nanas Segar Dunia Tahun 2012
Persentase Luas Panen dan Produksi Nanas Dunia Tahun 2012
Nilai Ekspor Komoditas Buah Indonesia Tahun 2007-2011 (dalam
USD)
5 Nilai Impor Nanas Segar Indonesia Tahun 2010-2011 (dalam USD)
6 Produksi Komoditas Buah Indonesia Tahun 1998-2012 (dalam Ton)
7 Propinsi Produsen Nanas Indonesia Tahun 2008-2012
1
2
2
3
4
4
5
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Input
Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Output
Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Faktor yang Memengaruhi Efisiensi
Kerangka Konseptual Penelitian
Produksi Nanas Segar Indonesia Tahun 1991-2011
Nilai Produk Bruto Nanas Segar Indonesia Tahun 1991-2010
Distribusi Nanas Segar Indonesia Tahun 1991 - 2010
Produksi dan Harga Produsen Nanas Indonesia Tahun 1991 - 2010
Rantai Pemasaran Produk Nanas Indonesia
Dekomposisi dari OTE menjadi PTE dan SE
Konsep Slack dan Radial Movement dengan Orientasi Input
Konsep Slack dan Radial Movement dengan Orientasi Output
14
15
18
20
25
32
33
34
35
36
43
44
45
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pohon Industri Nanas
2 Variabel yang Memengaruhi Inefisiensi Produksi dari Penelitian
Terdahulu
3 Hasil Analisis Stochastic Frontier Analysis (SFA) Petani Nanas di
Kabupaten Subang
4 Hasil Analisis DEA
5 Hasil Analisis Regresi Tobit
83
84
85
92
96
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nanas (Ananas comosus) adalah salah satu buah tropis yang terkenal di
dunia, berasal dari negara Brazil dan Paraguay yang tersebar di berbagai negara
tropis dan sub tropis sebagai komoditas buah komersial (Jacob dan Soman 2006).
Pertumbuhan produksi nanas di dunia selama lima dekade terakhir meningkat
sebesar 505,7 persen dari 3.852.463 ton pada tahun 1962 menjadi 23.333.886 ton
pada tahun 2012 dengan peningkatan produksi rata-rata sebesar 3,8 persen per
tahun (FAO 2014) (Gambar 1).
Sumber : FAO (2014)
Gambar 1 Produksi Nanas Segar Dunia Tahun 1962 – 2012
Negara produsen nanas segar terbesar di dunia pada tahun 2012 berasal dari
benua Asia dan Amerika Latin yaitu Thailand (2.650.000 ton), Costa Rica
(2.484.729 ton), Brazil (2.478.178 ton), Filipina (2.397.628 ton) dan Indonesia
(1.780.889 ton) dengan total pangsa produksi nanas segar dari lima negara
tersebut sebesar 47,69 persen. Walaupun kelima negara tersebut di atas
mengalami peningkatan produksi dari tahun 2011 ke tahun 2012 rata-rata sebesar
8,2 persen namun pangsa produksi kelima negara tebesar produsen nanas
mengalami penurunan dari 50,8 persen pada tahun 2011 (Gambar 2). Tiga negara
berasal dari kawasan Asia Tenggara yaitu Thailand, Filipina dan Indonesia
mampu menghasilkan 27,6 persen dari total produksi nanas segar dunia pada
tahun 2012, menurun dari 29,6 persen dari tahun 2011 (FAO 2014). Penurunan ini
disebabkan adanya peningkatan produksi nanas yang lebih besar di negara lain.
2
Sumber : FAO (2014)
Gambar 2 Pangsa Produksi Nanas Segar Dunia Tahun 2012
Seperti buah tropis lainnya, nanas banyak diproduksi di negara berkembang
terutama di beberapa negara di Benua Asia, Afrika dan Amerika. Pada tahun
2012, Nigeria merupakan negara dengan luas panen nanas terbesar yaitu 180.000
ha (17 persen dari total luas panen nanas dunia) dengan pangsa produksi sebesar
5,74 persen. Thailand berada diurutan kedua dengan luas panen sebesar 105.000
ha (9,93 persen dari total luas panen nanas dunia) dengan pangsa produksi sebesar
10,7 persen. Indonesia menduduki urutan ke-17 luas panen terbesar seluas 14.700
ha (1,35 persen dari luas panen nanas dunia) dengan pangsa produksi sebesar 7,2
persen (Gambar 3) (FAO 2014).
Sumber : FAO (2014)
Gambar 3 Persentase Luas Panen dan Produksi Nanas Dunia Tahun 2012
3
Permintaan nanas segar telah meningkat pesat beberapa tahun terakhir
(Kleemann dan Effenberger 2010), menyebabkan komoditas nanas semakin
potensial untuk dikembangkan. Data produksi 50 tahun terakhir juga
menunjukkan produksi nanas Indonesia memiliki kecenderungan meningkat. Hal
tersebut sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan
masyarakat, semakin tingginya kesadaran penduduk akan nilai gizi dari buahbuahan, serta bertambahnya permintaan bahan baku industri pengolahan buahbuahan (Syahza et al. 2008). Di masa mendatang akan terjadi perubahan
permintaan buah-buahan seperti buah tropis organik, buah yang diproses minimal
yang masih memiliki cita rasa asli buah tropis dan permintaan produk baru dari
buah-buahan sebagai obat, minuman kesehatan dan bahan kosmetik (Departemen
Perindustrian 2009).
Selain untuk dikonsumsi segar, komoditas nanas dapat diolah menjadi
bahan baku utama dan pendukung dalam berbagai industri pengolahan
diantaranya meliputi industri pengolahan dan pengawetan dalam kaleng, roti dan
kue, pelumatan buah, manisan buah, pembekuan buah, kerupuk dan sejenisnya
serta minuman ringan dan sirop (BPS 2012). Industri tersebut dilaksanakan untuk
meningkatkan nilai tambah, memperdalam struktur industri dan memperluas
kesempatan berusaha serta penyerapan tenaga kerja (Latief 2006). Pengolahan
nanas selain akan meningkatkan kualitas maupun nilai ekonomis nanas, juga
dapat memperpanjang umur buah (yang semula hanya 1-2 hari dapat diperpanjang
hingga 9-12 bulan). Produk olahan nanas memiliki pangsa pasar yang cukup luas,
baik untuk ekspor maupun pasar domestik (Dumaria 2003).
Sumber : www.bps.go.id
Gambar 4 Nilai Ekspor Komoditas Buah Indonesia Tahun 2007 – 2011 (dalam
USD)
Komoditas nanas dan olahannya menjadi penyumbang nilai ekspor terbesar
dari sub sektor hortikultura selama beberapa tahun terakhir di Indonesia (Gambar
4). Mayoritas nanas olahan yang diekspor Indonesia ditujukan ke negara Amerika
Serikat (36 persen), Belanda (28 persen), Saudi Arabia (11 persen) dan Spanyol (9
4
persen). Pada tahun 2012, komoditas nanas termasuk nanas olahan menyumbang
nilai ekspor terbesar dengan nilai ekspor sebesar USD 190,5 juta dengan pangsa
ekspor sebesar 78,6 persen terhadap total ekspor buah Indonesia. Selain
melakukan ekspor, Indonesia juga mengimpor nanas segar dari negara Australia,
Malaysia, Filipina dan Thailand (Gambar 5). Pada tahun 2010 Indonesia
mengimpor nanas segar dari Malaysia sebesar 69,07 persen, Filipina sebesar
18,44 persen, Australia sebesar 10,26 persen dan Thailand sebesar 2,24 persen.
Namun pada tahun 2011, mayoritas impor nanas Indonesia dari negara Filipina
sebesar 71,16 persen, impor dari Australia meningkat menjadi 14,51 persen
sedangkan Malaysia menurun menjadi 14,32 persen.
Sumber : FAO (2014)
Gambar 5 Nilai Impor Nanas Segar Indonesia Tahun 2010-2011 (dalam USD)
Komoditas nanas di Indonesia merupakan komoditas buah nomor tiga
terbesar dari sisi produksi setelah komoditas pisang dan mangga dengan pangsa
produksi dan volume produksi sebesar 9,9 persen dan 1.781.899 ton pada tahun
2012 (BPS 2014) (Gambar 6). Produksi nanas Indonesia memiliki tren meningkat
dengan rata-rata peningkatan sebesar 11 persen per tahun pada periode 1962 –
2012 (FAO 2014).
Sumber : BPS (2014)
Gambar 6 Produksi Komoditas Buah Indonesia Tahun 1998-2012 (dalam Ton)
5
Luas panen, produksi, dan produktivitas nanas di Indonesia selama beberapa
tahun terakhir bervariasi namun mempunyai tren yang meningkat. Walaupun
dikembangkan pada agroekosistem yang relatif sama, produktivitas yang dicapai
oleh setiap propinsi ternyata cukup beragam. Hal ini mengindikasikan adanya
perbedaan intensitas pengelolaan antar sentra produksi yang tercermin dari
perbedaan kualitas dan atau kuantitas masukan yang digunakan.
Budidaya nanas di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi dengan
produksi tahun 2012 terbesar terdapat di propinsi Lampung (33,47 persen),
Sumatera Utara (14,98 persen), Jawa Timur (11,2 persen) dan Jawa Barat (9,97
persen) (Gambar 7). Dari lima tahun terakhir terlihat kecenderungan
meningkatnya propinsi penghasil nanas segar di Indonesia selain propinsi
Lampung, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Jawa Timur dari 19,42 persen pada
tahun 2008 menjadi 30,35 persen pada tahun 2012 (BPS 2014).
Sumber : www.bps.go.id
Gambar 7 Propinsi Produsen Nanas Indonesia Tahun 2008-2012
Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi utama nanas di
Indonesia. Sampai dengan tahun 2006, Propinsi Jawa Barat merupakan produsen
nanas terbesar di Indonesia. Namun sejak tahun 2007, pangsa produksi nanas
Propinsi Jawa Barat menjadi urutan kedua setelah Propinsi Lampung dan pada
tahun 2012 menempati urutan keempat setelah Propinsi Lampung, Sumatera Utara
dan Jawa Timur. Pada Propinsi Lampung, mayoritas lahan nanas yang terletak di
sentra produksi utama yaitu Kabupaten Lampung Tengah merupakan milik
perusahaan industri pengolahan nanas skala sedang dan besar berorientasi ekspor.
Berbeda dengan Propinsi Lampung, budidaya nanas di Propinsi Jawa Barat
mayoritas dilakukan oleh petani dengan skala kecil dan untuk pasar lokal
(domestik) dimana tantangan yang umumnya dihadapi petani dengan skala kecil
di dunia adalah terbatasnya peralatan mekanis, fasilitas kredit dan kepemilikan
lahan, harga yang rendah dan kurangnya komitmen dan kepercayaan antara
6
petani-pembeli, terbatasnya modal, penyakit pada tumbuhan, membeli sendiri
input produksinya dan menjual kepada pembeli mana saja yang berminat (Achaw
2010 dan Abbam 2009).
Adanya industri pengolahan nanas di Indonesia merupakan peluang untuk
meningkatkan produksi nanas. Walaupun komoditas nanas tergolong mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi, namun komoditas nanas menuntut pengelolaan
usahatani secara intensif dan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable)
sehingga dapat berdampak terhadap produksi dan pendapatan petani.
Bakhsh et al. (2006) menyatakan bahwa ada tiga kemungkinan cara untuk
meningkatkan produksi yaitu menambah luas lahan, mengembangkan dan
mengadopsi teknologi baru serta menggunakan sumberdaya yang tersedia secara
lebih efisien. Peningkatan produksi nanas melalui penambahan luas lahan
sepertinya lebih sulit dilakukan karena dengan pertambahan jumlah penduduk
telah meningkatkan konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman dan
industri. Akhirnya peningkatan produksi nanas hanya dapat dilakukan melalui dua
kemungkinan cara yaitu mengembangkan dan mengadopsi teknologi baru dan
menggunakan sumberdaya yang tersedia secara lebih efisien.
Narala dan Zala (2010) menyatakan bahwa peningkatan efisiensi produksi
dapat meningkatkan pencapaian output potensial di tingkat petani. Peningkatan
nilai efisiensi teknis merupakan sumber potensial dari pertumbuhan produktivitas
dan menjadi kunci untuk dapat memenuhi pertumbuhan permintaan produk
pertanian di masa yang akan datang. Peningkatan efisiensi tidak saja
meningkatkan produksi nanas seperti yang ditemukan oleh Bakhsh et al. (2006)
dan Nahraeni (2012), tetapi juga dapat menekan biaya usahatani sehingga dapat
meningkatkan pendapatan petani (Ogundari dan Ojo 2007). Biaya rata-rata
produsen yang menurun dapat meningkatkan produksi outputnya sehingga dapat
mempertajam keunggulan kompetitif (Krugman et al. 2009). Produksi nanas yang
tinggi akan mengurangi biaya produksi (economies of scale) sehingga harga nanas
Indonesia dapat lebih murah di pasar internasional dan dapat bersaing dengan
nanas ekspor dari negara lain.
Peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan memperbaiki kemampuan
manajerial petani. Kemampuan manajerial itu berasal dari diri petani melalui
faktor-faktor sosial ekonomi dan institusional seperti umur, pengalaman
usahatani, tingkat pendidikan formal, pendidikan informal melalui pelatihan
budidaya dan pengelolaan usahatani, keanggotaan dalam kelompok tani, akses
kepada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), akses kepada sumber pembiayaan
usahatani dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
inefisensi produksi juga dipengaruhi oleh variabel sosial ekonomi dan demografi,
seperti umur kepala keluarga, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan
kepala keluarga, keikutsertaan dalam kelompok tani, keikutsertaan dalam anggota
koperasi tani, pengetahuan tentang teknologi budidaya, penyuluhan pertanian,
pengalaman usahatani dan pendapatan non pertanian (Amarasuriya et al. 2007,
Murthy et al. 2009 dan Idris et al. 2013).
7
Penelitian-penelitian tentang efisiensi pada usahatani komoditas hortikultura
dapat dikatakan sangat terbatas di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka
penelitian tentang efisiensi dan faktor-faktor yang menjadi sumber inefisiensi
produksi nanas dengan studi kasus di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat
perlu diuji secara empiris.
Perumusan Masalah
Nanas merupakan salah satu komoditas buah tropis dengan permintaan
ekspor cukup tinggi dengan nilai ekspor yang berfluktuasi dari tahun ke tahun
dengan tren yang meningkat di Indonesia. Kendala yang diduga dihadapi dalam
budidaya dan pemasaran nenas di Indonesia antara lain : (1) lemahnya daya
saing, masih rendahnya kualitas dan kuantitas buah nenas, (2) rendahnya minat
perusahaan yang bergerak konsisten di bidang pemuliaan tanaman, (3) minimnya
konsep dan pengembangan teknologi aplikatif mulai dari produksi sampai pasca
panen, dan (4) selera pasar yang berbeda terhadap beberapa varietas nenas yang
ada. Hambatan lain dalam ekspor nenas ke pasar internasional antara lain biaya
transportasi yang sangat mahal, padahal untuk buah-buahan segar membutuhkan
proses distribusi yang cepat untuk menjaga kualitas buah. Kualitas buah yang
tidak memenuhi standar juga menjadi salah satu masalah penting yang
menjadikan nanas segar asal Indonesia saat ini tidak bisa memenuhi permintaan
ekspor nenas dunia yang semakin tinggi.
Secara umum permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan usahatani nanas skala kecil di dunia yaitu cepat rusaknya nanas
pasca panen, penggunaaan pupuk yang tidak memadai dan harga pupuk yang
tinggi, rendahnya harga jual dan terbatasnya saluran pemasaran, sulitnya
pembebasan lahan untuk memperluas usahata nanas, hama dan penyakit tanaman
serta tidak memadainya penggunaan bahan kimia pertanian yang diperlukan
karena tingginya harga bahan kimia pertanian tersebut (Onaiwu 2011). Sedangkan
permasalahan yang dihadapi khusus di sentra-sentra produksi nanas di Indonesia
adalah belum terwujudnya ragam, kuantitas, kualitas dan kesinambungan pasokan
yang sesuai dengan permintaan pasar dan preferensi konsumen. Hal tersebut
berkaitan dengan beberapa permasalahan pokok sebagai berikut : (1) Pola
pemilikan lahan yang sempit dan tersebar; (2) Sistem usahatani yang kurang
intensif karena lemahnya permodalan petani; (3) Stagnasi teknologi budidaya
yang tersedia; dan (4) Harga produk nanas yang fluktuatif, bahkan dalam jangka
pendek sekalipun.
Propinsi Jawa Barat khususnya Kabupaten Subang merupakan salah satu
sentra produksi nanas yang sudah terkenal sejak lama. Permasalahan pokok dalam
pengembangan usahatani nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat diduga
disebabkan adanya masalah penurunan luas areal panen, produksi dan
produktivitas. Sebagai tanaman rakyat yang dibudidayakan secara turun temurun,
budidaya nanas di Kabupaten Subang dilakukan secara sederhana di sekitar
8
pekarangan rumah dan tegalan dengan menggunakan input produksi dan teknologi
yang terbatas. Pada umumnya kondisi kepemilikan lahan nanas per petani di
Kabupaten Subang masih relatif sempit dengan bentuk kebun rata-rata belum
sehamparan dan letaknya terpencar. Skala usaha yang kecil dan tersebar tersebut
menyebabkan beragamnya produk yang dihasilkan.
Produktivitas yang dihasilkan petani nanas di Kabupaten Subang masih
berkisar 25-35 ton per hektar, namun apabila teknologi budidaya dilakukan
dengan baik dan sesuai panduan GAP (Good Agricultural Practices), maka
produktivitas nanas dapat meningkat hingga 50-60 ton per hektar. Rendahnya
produktivitas juga dapat disebabkan bibit yang digunakan petani masih
mengandalkan benih yang berasal dari anakan pertanaman nanas yang ada dan
usia tanaman yang dibudidayakan sebagian besar berumur diatas 10 tahun. Agar
tanaman dapat berproduksi tinggi dengan kualitas yang terjamin, perlu dilakukan
pembongkaran tanaman setelah empat sampai lima tahun dan menggantinya
dengan tanaman yang baru yang berasal dari bibit yang berkualitas. Penggunaan
pupuk oleh petani sebagian besar tidak sesuai dosis anjuran. Pada umumnya
pemupukan yang dilakukan petani adalah : (1) pupuk kandang sebanyak 20
ton/hektar serta (2) pupuk kimia : 300 kg/hektar urea, 200 kg/hektar TSP dan 150
kg/hektar KCL. Sedangkan petani yang menerapkan cara budidaya yang lebih
intensif melakukan pemupukandengan dosis : (1) pupuk kandang sebanyak 30
ton/hektar serta (2) pupuk kimia : 500 kg/hektar urea, 400 kg/hektar TSP dan 100
kg/hektar KCL. Namun karena keterbatasan modal, sebagian petani tidak
melakukan pemupukan secara lengkap sehingga produktivitasnya rendah.
Penyiraman nanas oleh petani hanya mengandalkan air hujan karena sumber air
yang jauh dari kebun sehingga produktivitasnya rendah. Berbagai faktor tersebut
di atas yang menyebabkan rendahnya produktivitas nanas petani, akan
menyebabkan rendahnya penghasilan yang diterima petani.
Tajerin dan Noor (2005) berpendapat bahwa mengkaji persoalan
produktivitas sebenarnya adalah mengkaji masalah efisiensi teknis karena ukuran
produktivitas pada hakekatnya menunjukkan seberapa besar keluaran (output)
dapat dihasilkan per unit input tertentu (input). Pada usahatani nanas, tingkat
efisiensi teknis dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan input-input pada produksi
nanas. Kemampuan petani dalam mengelola dan mengalokasikan berbagai input
yang digunakan dalam usahatani nanas berpengaruh terhadap produksi dan
produktivitas nanas serta dapat memberikan gambaran mengenai tingkat efisiensi
yang dicapai oleh petani. Selain itu, faktor sosial ekonomi (seperti umur,
pendidikan formal, pengalaman usahatani, jumlah anggota keluarga) juga
berpengaruh terhadap efisiensi teknis usahatani nanas.
Komoditas nanas pasokannya selalu tersedia sepanjang tahun dan
produksinya melimpah di musim panen raya sehingga sektor industri pengolahan
baik skala kecil, menengah atau besar sangat diperlukan untuk dapat menampung
hasil produksi dan meningkatkan nilai tambah komoditas nanas tersebut.
Pengolahan berbagai produk nanas dapat dilakukan dalam skala industri rumah
tangga maupun industri besar. Untuk skala rumah tangga, teknologi yang
9
digunakan sederhana dan tidak memerlukan biaya besar, tetapi harus memenuhi
persyaratan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan jenis produknya. Skala
industri ini sangat cocok untuk diterapkan pada masyarakat di pedesaan yang
bermukim di sekitar sentra produksi nanas, karena dapat membantu perekonomian
rumah tangga. Sedangkan untuk skala besar, biaya yang dibutuhkan lebih besar
dan jenis produk olahannya yang sudah dilakukan di Indonesia seperti nanas
kaleng. Di samping membuat pabrik pengolahan, industri ini juga harus
mendirikan pabrik kemasan kalengnya, dengan demikian biaya yang dibutuhkan
lebih tinggi (Yanti 2005). Tabel 1 menunjukkan jumlah perusahaan kategori
industri besar dan sedang dengan indikator jumlah tenaga kerja di atas 20 orang
yang bergerak dalam pengolahan nanas di Indonesia pada tahun 2005-2010
dengan jumlah total industri yang cenderung terus menurun. Walau demikian,
jumlah penggunaan bahan baku nanas segar dalam industri besar dan sedang
tersebut mengalami peningkatan dari 4,52 persen pada tahun 2009 menjadi 5,36
persen pada tahun 2010. Beberapa industri pengolahan nanas yang akhirnya tidak
dapat dilanjutkan produksi dan usahanya dikarenakan berbagai kendala.
Tabel 1 Jumlah Industri Besar dan Sedang Pengolahan Nanas di Indonesia Tahun
2005-2010
Tahun
No
Propinsi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1 Sumatera Utara
1
1
10
7
4
3
2 Sumatera Barat
1
1
0
1
0
0
3 Riau
2
2
1
1
1
1
4 Jambi
1
1
1
0
0
0
5 Sumatera Selatan
1
1
0
2
1
1
6 Lampung
3
3
1
2
2
2
7 DKI Jakarta
4
4
4
3
2
1
8 Jawa Barat
9
9
19
16
15
14
9 Jawa Tengah
3
3
1
1
2
2
10 DI Yogyakarta
0
0
0
0
1
0
11 Jawa Timur
5
5
4
3
3
5
12 Banten
1
1
2
2
2
3
13 Bali
0
0
1
1
0
0
14 NTB
0
0
0
0
1
0
15 Kalimantan Timur
1
1
1
1
1
1
16 Sulawesi Selatan
0
0
0
2
1
0
17 Maluku
0
0
0
1
0
0
Jumlah
32
32
45
43
36
33
Sumber : BPS (2012)
Mengingat pentingnya industri nanas dalam perekonomian Indonesia,
transformasi efisien input menjadi output sangat diperlukan untuk memastikan
10
harga yang kompetitif dan produk berkualitas bagi konsumen. Propinsi Jawa
Barat memiliki industri pengolahan nanas skala besar dan sedang dengan jumlah
yang terus menurun. Beberapa industri pengolahan nanas di Indonesia terpaksa
menghentikan operasi akibat tidak menentunya pasok bahan baku nanas segar dari
petani setempat (CIC 2000). Kerugian efisiensi dalam produksi nanas, baik yang
disebabkan oleh inefisiensi teknis atau alokatif petani, dapat berpengaruh kepada
kesejahteraan petani. Faktor-faktor apa saja yang menjadi sumber inefisiensi
teknis, alokatif dan ekonomi usahatani nanas perlu diuji secara empiris di
lapangan.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat jelas pentingnya komoditas nanas
sebagai bahan baku utama dalam pengembangan industri nanas di indonesia.
Penelitian ini dimotivasi oleh perlunya sebuah pengetahuan dasar tentang kondisi
efisiensi produksi nanas di Indonesia di tingkat petani. Untuk dapat melihat
perkembangan ke depan ada beberapa pertanyaan pokok berkaitan dengan
peningkatan produksi nanas yaitu pertama, bagaimana efisiensi produksi petani
nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat? Serta kedua, faktor inefisiensi
produksi serta kebijakan apa yang perlu mendapat perhatian agar produksi nanas
dapat lebih ditingkatkan.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka secara umum tujuan penelitian ini adalah mengkaji efisiensi produksi nanas
di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Secara spesifik tujuannya adalah :
1.
Menganalisis efisiensi teknis petani nanas di Kabupaten Subang dengan
pendekatan parametrik dan non parametrik.
2.
Menganalisis efisiensi alokatif dan ekonomi petani nanas di Kabupaten
Subang dengan pendekatan non parametrik.
3.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi inefisiensi alokatif dan
ekonomi petani nanas di Kabupaten Subang serta penyebab terjadinya
inefisiensi serta implikasi kebijakan dalam rangka meningkatkan efisiensi
produksi nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat.
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan yang
terlibat secara langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan komoditas
nanas di Indonesia khususnya sehingga dapat memberikan efek pengganda yang
sebesar-besarnya.
11
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Lingkup penelitian ini terbatas pada petani yang mengusahakan tanaman
nanas yang berlokasi di Kabupaten Subang yang merupakan sentra produksi nanas
terbesar di Propinsi Jawa Barat yang cenderung mengalami penurunan
produktivitas dari tahun ke tahun. Petani yang dijadikan responden adalah petani
yang menanam nanas untuk dapat melihat tingkat efisiensi teknis, alokatif dan
ekonomi dengan menggunakan data cross section.
Pada analisis efisiensi teknis dilakukan dengan pendekatan parametrik dan
non parametrik untuk mengetahui kondisi efisiensi teknis petani nanas dengan
metode SFA dan DEA. Selanjutnya untuk analisis efisiensi alokatif dan ekonomi
akan dilakukan dengan pendekatan non parametrik.
Kebaharuan Penelitian
Penelitian tentang efisiensi produksi nanas di Indonesia masih sangat
terbatas. Studi tentang efisiensi telah banyak dilakukan dengan sebagian besar
subjek penelitian adalah efisiensi untuk usahatani padi dan beberapa komoditas
lainnya dengan menggunakan pendekatan paramaterik, sedangkan pendekatan non
parametrik untuk komoditas hortikultura khususnya nanas masih belum
ditemukan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan parametrik
(metode Stochastic Frontier Analysis) dan non parametrik (Data Envelopment
Analysis).
2
TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi Produksi
Efisiensi produksi sesuai dengan prinsip dasar ilmu ekonomi bahwa dengan
input produksi tertentu akan dapat dihasilkan output semaksimal mungkin atau
untuk dapat memproduksi output tertentu dengan input dan biaya seminimal
mungkin. Jika prinsip efisiensi produksi tersebut diterapkan dalam suatu produksi
komoditas pertanian maka petani akan berupaya mencapai suatu efisiensi dalam
menggunakan input produksi. Apabila petani dapat mengalokasikan sumberdayaa
secara efisien maka akan terdapat tambahan kontribusi sektor pertanian,
sebaliknya apabila petani tidak mengalokasikan input produksi secara efisien akan
terdapat potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan
pendapatan usahatani dan menciptakan surplus. Oleh karena itu, efisiensi
penggunaan sumberdaya merupakan hal penting yang menentukan eksistensi
berbagai peluang di sektor pertanian dan terkait dengan potensi kontribusinya
12
terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rumahtangga tani
(Weesink et al. 1990).
Farrell (1957) mengemukakan bahwa efisiensi produksi terdiri dari
komponen teknis dan alokatif. Efisiensi teknis (technical efficiency/TE)
merupakan kemampuan suatu unit usaha untuk dapat berproduksi sepanjang kurva
isokuan yaitu menghasilkan output seoptimal mungkin dengan kombinasi input
dan teknologi yang tertentu. Efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE)
merefleksikan kemampuan suatu unit usaha menggunakan input dalam proporsi
yang optimal, sesuai dengan harganya masing-masing dan teknologi produksi.
Kedua pengukuran ini kemudian digabungkan untuk mengukur total efisiensi
ekonomi.
Efisiensi Teknis (TE)
Efisiensi teknis merupakan kemampuan untuk menghindari pemborosan
dengan memproduksi output sebanyak mungkin dengan input dan teknologi yang
ada atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit dengan teknologi yang
sama akan menghasilkan output yang sama. Sehingga efisiensi teknis merupakan
menggunakan input seminimal mungkin atau menghasilkan output sebanyak
mungkin. Produsen secara teknis akan efisien apabila peningkatan outputnya
didapatkan melalui pengurangan setidaknya satu output lainnya atau peningkatan
setidaknya satu input serta bila penurunan suatu inputnya didapatkan melalui
peningkatan satu input lainnya atau penurunan setidaknya satu output. Oleh
karena itu, produsen yang secara teknis efisien akan mampu memproduksi output
yang sama dengan setidaknya satu input yang lebih sedikit atau atau dengan
menggunakan input yang sama akan mampu memproduksi setidaknya satu output
yang lebih banyak.
Efisiensi teknis berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk
berproduksi pada kurva frontier isokuan. Kumbhakar (2002) menyatakan bahwa
efisiensi teknis menunjuk pada kemampuan untuk meminimalisasi penggunaan
input dalam produksi sebuah vektor output tertentu atau kemampuan untuk
mencapai output maksimum dari suatu vektor input tertentu. Seorang petani
secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan dengan petani lainnya jika
dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama menghasilkan output secara
fisik yang lebih tinggi.
Efisiensi teknis diasosiasikan dengan tujuan prilaku untuk memaksimalkan
output (Battese dan Coelli 1995). Petani disebut efisien secara teknis apabila telah
berproduksi pada tingkat batas produksinya dimana hal ini tidak selalu dapat
diraih karena berbagai faktor seperti cuaca yang buruk, adanya binatang yang
merusak atau faktor-faktor lain yang menyebabkan produksi berada di bawah
batas yang diharapkan (Battese dan Coelli 1995).
Efisiensi Alokatif (AE)
Efisiensi alokatif dapat mengukur kemampuan suatu unit produksi dalam
memilih kombinasi input yang dapat meminimalkan biaya dengan teknologi yang
13
sama sehingga dapat memaksimalkan keuntungan. Efisiensi alokatif merupakan
rasio antara total biaya produksi suatu output menggunakan faktor aktual dengan
total biaya produksi suatu output menggunakan faktor optimal dengan kondisi
efisien secara teknis.
Karena efisiensi alokatif menekankan pada penggunaan input tertentu
berdasarkan harganya, inefisiensi dapat membendung dari harga yang tidak
diobservasi, dari harga yang diterima tidak benar atau dari kurang akurat dan
tepatnya waktu informasi.
Efisiensi Ekonomi (EE)
Efisiensi ekonomi terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi
teknis mengacu kepada upaya menghindari pemborosan baik dikarenakan
memproduksi output sebanyak mungkin dengan penggunaan teknologi dan input
tersedia atau mengunakan input seminimal mungkin yang dibutuhkan untuk
memproduksi suatu output. Efisiensi teknis untuk itu dapat dilihat dari sisi
meminimalkan input dan meningkatkan output. Produsen yang efisien secara
teknis dapat memproduksi sejumlah output yang sama dengan menggunakan
setidaknya salah satu input yang lebih sedikit atau dapat menggunakan input yang
sama untuk memproduksi setidaknya salah satu output yang lebih banyak.
Pengukuran efisiensi teknis penting karena dapat mengurangi biaya produksi dan
membuat produsen lebih kompetitif (Alvarez dan Arias 2004).
Efisiensi alokatif dapat mengukur kemampuan suatu produsen untuk
memilih kombinasi input yang dapat meminimisasi biaya dengan teknologi yang
tersedia. Karena efisiensi alokatif mengimplikasikan substitusi atau penggunaan
suatu input secara intensif berdasarkan harga input, inefisiensi dapat timbul dari
harga-harga yang tidak diteliti, dari harga yang dirasa tidak tepat atau dari
informasi yang kurang akurat dan tepat.
Efisiensi ekonomi dapat diukur dengan kriteria keuntungan maksimum yaitu
menggunakan input secara optimal untuk menghasilkan output maksimal dengan
biaya tertentu dan kriteria biaya minimum yaitu dengan meminimumkan biaya
dengan jumlah output tertentu.
Konsep Pengukuran Efisiensi
Konsep pengukuran efisiensi dapat dibagi menjadi pengukuran berorientasi
input dan berorientasi output (Farrell 1957). Pengukuran berorientasi input
merupakan kondisi dimana dalam secara proporsional menurunkan penggunaan
input dengan output yang dihasikan adalah tetap atau dengan pengukuran
berorientasi output dimana dengan menggunakan input yang sama akan
mendapatkan proporsi output yang lebih besar (Coelli et al. 1998). Fungsi
produksi yang efisien juga diasumsikan diketahui atau dapat diestimasi dengan
menggunakan data contoh dengan menggunakan berbagai metode yang tersedia.
14
Gambar 8 dan 9 menggambarkan pengukuran efisiensi dengan orientasi input dan
output.
Sumber : Farrell (1957)
Gambar 8 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Input
Misalnya kondisi suatu usaha yang memiliki dua input produksi yaitu X1
dan X2 untuk menghasilkan dua output yaitu Y1 dan Y2, dengan asumsi Constant
Returns to Scale (CRS). Pada orientasi input, misalkan perusahaan berproduksi
dengan output Y1 dan Y2 menggunakan kombinasi input pada titik A. Output
yang sama dapat dihasilkan dengan kombinasi input pada titik B yang terletak di
garis isokuan. Titik B menunjukkan bahwa produsen menghasilkan output yang
sama seperti titik A dengan menggunakan jumlah input yang lebih sedikit.
Efisiensi teknis (TE) dengan orientasi input didapatkan melalui rasio OB/OA.
Namun kombinasi input yang paling minimum dengan output yang sama dapat
juga dicapai pada titik C (dimana marginal rate of technical subtitution sama
dengan rasio harga input w2/w1). Titik B adalah efisien secara tenis tapi tidak
efisien secara alokatif, karena produsen B memproduksi dengan biaya lebih tinggi
dibandingkan C. Efisiensi alokatif (AE) untuk produsen yang berproduksi di A
adalah adalah OD/OB dimana DB menggambarkan pengurangan dalam biaya
produksi yang terjadi bila produksi terjadi di titik C yang efisien secara teknis dan
alokatif. Efisiensi ekonomi (EE) didapatkan melalui perkalian efisiensi teknis
dengan alokatif sebagai berikut : EE = TE x AE = OB/OA x OD/OB = OD/OA.
Nilai efisiensi berada diantara nol dan satu. Produsen efisien secara penuh apabila
nilai efisiensinya sama dengan satu.
Pada Gambar 9 menjelaskan pengukuran berorientasi output dengan
menggunakan kurva kemungkinan produksi (production possibility frontier/PPF)
dengan input tertentu. Apabila input yang digunakan perusahaan secara efisien,
maka output yang tadinya berada di titik A dapat bergeser menjadi titik B,
sehingga efisiensi teknis dengan orientasi output adalah OA/OB. Titik B
merupakan pada saat efisien secara teknis karena terletak pada kurva PPF, namun
15
pendapatan yang lebih tinggi dapat dicapai pada apabila berproduksi pada titik C
(titik dimana marginal rate of transformation sama dengan rasio harga p2/p1)
sehingga Y1 akan diproduksi lebih banyak dan Y2 akan diproduksi lebih sedikit
untuk memaksimalkan pendapatan. Untuk mendapatkan pendapatan yang sama
dengan titik C dengan kombinasi input dan output yang sama, maka perusahaan
perlu meningkatkan output menjadi titik D. Sehingga efisiensi alokatif adalah
OB/OD. Efisiensi ekonomi dapat diukur dengan cara yag sama pada orientasi
input sehingga dihasilkan OA/OD (Coelli et al. 1998). Nilai efisiensi teknis,
alokatif dan ekonomi bervariasi antara 0 dan 1, jika nilai efisiensinya sama
dengan satu menunjukkan petani telah efisien secara teknis, alokatif atau
ekonomi.
Sumber : Farrell (1957)
Gambar 9 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Output
Pendekatan Pengukuran Efisiensi
Pengukuran efisiensi produksi penting dilakukan dengan alasan sebagai
berikut : (a) sebagai dasar para pengambil kebijakan ekonomi, (b) jika alasan
teoritis efisiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi harus diuji, maka penting
untuk melakukan pengukuran efisiensi aktual, serta (c) untuk dapat meningkatkan
output tanpa menyerap sumberdaya tambahan atau meningkatkan efisiensinya
(Farrell 1957). Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan kinerja
aktual dengan kinerja optimal pada batas/frontier yang relevan. Karena batas
sebenarnya tidak diketahui, maka perkiraan empiris diperlukan. Perkiraan tersebut
normalnya disebut batas best practice yang dapat dilaksanakan menggunakan
pendekatan parametrik atau non parametrik. Kedua teknik ini menekankan
optimalisasi perilaku subjek terhadap kendala-kendalanya.
Terdapat empat pendekatan berbeda yang dapat mengukur batas best
practice terhadap nilai efisiensi relatif yaitu : DEA (Data Envelopment Analysis),
16
Free Disposal Hull, SFA (Stochastic Frontier Analysis) dan Thick Frontier
Approach (Berger dan Humphrey 1997). Perbedaan keempat metode ini terletak
pada perbedaan asumsi yang terdiri dari bentuk fungsi batas/frontier (dapat
berbentuk fungsi parametrik atau nonparametrik) serta melihat apakah random
error dimasukkan. Apabila terdapat kesalahan acak, kemungkinan distribusi apa
yang diasumsikan untuk nilai efisiensinya.
Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan teknik non parametrik yang
dibuat dari fungsi linear piece-wise dari input dan output yang diteliti tanpa
asumsi perlunya fungsi yang menghubungkan input dan output sebelumnya.
Metode non parametrik lainnya adalah Free Disposal Hull (FDH) dimana nilai
efisiensi rata-ratanya biasanya lebih tinggi dari metode DEA. Kedua metode ini
memungkinkan variasi efisiens
PRODUKSI NANAS DI KABUPATEN SUBANG,
PROPINSI JAWA BARAT
RIATANIA RIZAL BASJRAH LUBIS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Analisis Efisiensi
Teknis, Alokatif dan Ekonomi Produksi Nanas di Kabupaten Subang, Propinsi
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Riatania Rizal Basjrah Lubis
NIM H363090151
RINGKASAN
RIATANIA RIZAL BASJRAH LUBIS. Analisis Efisiensi Teknis, Alokatif dan
Ekonomi Produksi Nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Dibimbing
oleh ARIEF DARYANTO, MANGARA TAMBUNAN dan HANDEWI
PURWATI SALIEM.
Nanas (Ananas comosus) adalah salah satu buah tropis yang terkenal di
dunia, berasal dari negara Brazil dan Paraguay yang tersebar di berbagai negara
tropis dan sub tropis sebagai komoditas buah komersial. Fluktuasi produksi nanas
Indonesia memiliki kecenderungan meningkat. Hal tersebut sejalan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat, semakin
tingginya kesadaran penduduk akan nilai gizi, serta bertambahnya permintaan
bahan baku industri pengolahan buah-buahan. Peningkatan produksi nanas di
Indonesia tidak sejalan dengan produksi nanas di Propinsi Jawa Barat yang
menurun. Peningkatan produksi nanas hanya dapat dilakukan salah satu cara
dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia secara lebih efisien.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efisiensi produksi nanas di
Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Metodologi yang digunakan adalah
menggunakan data primer yang didapatkan dari survei 142 rumah tangga petani di
Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat dengan pendekatan parametrik non
parametrik (Data Envelopent Analysis) untuk estimasi efisiensi teknis, alokatif
dan ekonomi serta Stochastic Frontier Analysis (SFA) untuk estimasi efisiensi
teknis. Nilai Inefisiensi teknis, alokatif dan ekonomi diestimasi menggunakan
regresi Tobit dengan sebelas variabel demografi, sosial ekonomi dan institusional
yang diduga memengaruhi inefisiensi teknis, alokatif dan ekonomi.
Hasil estimasi dengan menggunakan SFA memiliki nilai rata-rata efisiensi
teknis sebesar 0,34, dengan metode DEA nilai rata-rata efisiensi teknis sebesar
0,55 (CRS) serta 0,62 (VRS). Hal ini menunjukkan petani nanas di Kabupaten
Subang masih inefisien secara teknis dan masih berpotensi untuk dapat
meningkatkan efisiensi teknisnya. Secara umum, nilai efisiensi DEA dengan VRS
lebih besar dari CRSnya, sehingga petani nanas di lokasi penelitian tergolong
pada increasing return to scale (IRS) yaitu peningkatan outputnya lebih besar
daripada peningkatan input produksinya. Nilai efisiensi alokatif petani nanas
cukup rendah yaitu 0,74 dan nilai efisiensi ekonomi sebesar 0,41. Hal ini
menunjukkan bahwa produksi nanas masih berpotensi untuk ditingkatkan efisiensi
alokatif dan ekonomi.
Inefisiensi teknis produksi nanas dipengaruhi secara positif dan nyata oleh
umur, pangsa pendapatan sektor non pertanian, pola tanam serta secara negatif
dan signifikan oleh pendidikan formal dan kepemilikan lahan. Umur, pola tanam
dan kelompok tani mempengaruhi secara positif dan signifikan inefisiensi alokatif
sedangkan variabel pengalaman dan kepemilikan lahan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap inefisiensi alokatif. Umur juga memengaruhi positif dan nyata
terhadap inefisiensi ekonomi sedangkan pendidikan formal, kelompok tani dan
penggunaan kredit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inefisiensi
ekonomi.
Kata kunci: DEA, Efisiensi, SFA, Tobit
SUMMARY
RIATANIA RIZAL BASJRAH LUBIS. Technical, Allocative and Economic
Efficiency Analysis of Pineapple Production in Subang District, West Java
Province. Supervised by ARIEF DARYANTO, MANGARA TAMBUNAN and
HANDEWI PURWATI SALIEM.
Pineapple (Ananas comosus) is one of the popular tropical fruits, originally
from Brazil and Paraguay which spreads to various tropic and sub tropic countries
as commercial fruits. Indonesian pineapple production has fluctuated with
increasing trend. It is in line with the people’s growth, increasing people’s
income, people higher awareness on fruit’s good nutrition and increasing as the
input material for processing industries. Increasing on Indonesian pineapple
production was not in line with the decreasing of West Java pineapple production.
One of way to improve pineapple production is by using the resource inputs
efficiently.
The purpose of this study was to analyze the production efficiency in West
Java Province. Primary data was used from conducting a survey of 142 pineapple
farmers in Subang District by non parametric approach to estimates the technical,
allocative and economic efficiency and parametric approach with Stochastic
Frontier Analysis (SFA) to estimate the technical efficiency. Score of technical,
allocative and economic inefficiencies was regressed using the Tobit regression
with eleven demographic, socio-economic and institutional variables which
expected influenced the technical, allocative and economic efficiencies.
Results of estimation by using SFA method was 0,34 with DEA method that
average technical efficiency scores were 0,55 (CRS) and 0,62 (VRS). These
showed pineapple farmers in Subang District still inefficient technically and still
had potencies to increase the technical efficiency. Generally, DEA – VRS
efficiency scores was higher compare to CRS scores, it means that the farmers
produce pineapple in increasing return to scale (IRS). Allocative efficiency scores
were quite low which average 0,74 also economic efficiency were 0,41. It showed
that pineapple production had potencies to improve the allocative and economic
efficiencies.
Technical inefficiency of pineapple production had positive and
significantly contributed by age, share of off-farm income and intercropping
cultivation and also negative and significantly contributed by formal education
and land ownership. Age, intercropping cultivation and member of farmer group
affected positively and significantly but experience and land ownership correlated
negatively and significantly to the allocative inefficiency. Age also influenced
positively and significantly to economic inefficiency while formal education,
member of farmer group and credit usage contributed negatively and significantly
to economic inefficiency.
Keywords: DEA, Efficiency, SFA, Tobit
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, ALOKATIF DAN EKONOMI
PRODUKSI NANAS DI KABUPATEN SUBANG,
PROPINSI JAWA BARAT
RIATANIA RIZAL BASJRAH LUBIS
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Yusman Syaukat, MEc
Dr Ir Heny K Daryanto, MEc
Penguji pada Ujian Terbuka: Prof (R) Dr Ir I Wayan Rusastra, APU
Dr Ir Harianto, MSc
Judul Disertasi : Analisis Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Produksi
Nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat
Nama
: Riatania Rizal Basjrah Lubis
NIM
: H363090151
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Arief Daryanto, MEc
Ketua
Prof Dr Ir Mangara Tambunan, MSc
Anggota
Dr Ir Handewi Purwati Saliem, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian
Dr Ir Sri Hartoyo, MS
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2014
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulisan disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi
ini disusun sebagai tugas akhir dari tugas belajar di Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Terselesaikannya disertasi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada :
1.
Dr Ir Arief Daryanto, MEc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof Dr Ir
Mangara Tambunan, MSc dan Dr Ir Handewi Purwati Saliem, MS sebagai
anggota Komisi Pembimbing atas curahan waktu, pikiran dan tenaga dalam
membimbing dan memberi masukan hingga selesainya penyusunan disertasi
ini.
2.
Tim penguji ujian tertutup Dr Ir Yusman Syaukat, MEc, Dr Ir Heny K
Daryanto, MEc, Dr Ir Meti Ekayani Shut, MSc dan Prof Dr M. Firdaus, SP,
MSi serta tim penguji ujian terbuka Prof (R) I Wayan Rusastra, APU, Dr Ir
Harianto, MSc, Dr Ir Sri Hartoyo, MS, Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi
atas masukan dan saran yang berguna untuk perbaikan disertasi ini. Seluruh
dosen Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang disampaikan
selama masa perkuliahan.
3.
Penghargaan kepada keluarga penulis, yaitu kedua orang tua penulis (alm)
Prof dr Rizal Basjrah Lubis dan Erna Rizal beserta kedua mertua Ir Iwan
Rivai Alam, MM dan Laxmy Nurlila atas doa dan dorongan moril yang
tiada henti kepada penulis.
4.
Suami penulis Mayor Kav. MS Prawiranegara, MM atas doa, pengertian,
kesediaan dan kesabaran mendampingi penulis selama menempuh
pendidikan pada Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB. Kedua putri
tercinta Rania Fazila Syarif Matondang dan Raizel Kayla Syarif Matondang
atas doa dan dorongan semangat kepada penulis.
5.
Teman-teman EPN angkatan 2009 yang telah menjadi sahabat dan
motivator dalam menghadapi suka dan duka selama menempuh pendidikan
di IPB berserta tim sekretariat EPN yang banyak membantu kelancaran
selama penulis menuntut ilmu di Program Doktor IPB.
6.
Pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu namun
telah banyak memberikan saran dan informasi selama penulisan disertasi
ini.
Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat
balasan yang terbaik dari Allah SWT. Harapan penulis semoga disertasi ini
bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat menambah
referensi bagi yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2014
Riatania Rizal Basjrah Lubis
DAFTAR ISI
1
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Kebaruan Penelitian
1
1
7
10
11
11
2 TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi Produksi
Efisiensi Teknis (TE)
Efisiensi Alokatif (AE)
Efisiensi Ekonomi (EE)
Konsep Pengukuran Efisiensi
Pendekatan Pengukuran Efisiensi
Pendekatan Non Parametrik
Pendekatan Parametrik
Faktor-faktor yang Memengaruhi Efisiensi Produksi
Studi Terdahulu
Pendekatan Parametrik
Pendekatan Non Parametrik
Membandingkan Pendekatan Parametrik dan Non Parametrik
Kerangka Konseptual
11
11
12
12
13
13
15
16
17
19
21
21
22
24
25
3 INDUSTRI NANAS DI INDONESIA
Varietas Nanas
Nanas dan Produk Turunannya
Produksi Nanas Dunia
Perdagangan Global
Nanas Segar
Nanas Olahan
Perusahaan Nanas Internasional
Posisi Daya Saing Produk Nanas Indonesia
Produksi Nanas di Indonesia
Sentra Produksi Nanas Indonesia
Industri Penglahan Nanas di Indonesia
26
26
27
27
29
29
29
30
31
32
36
37
4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Sampel
38
38
39
39
Metode Analisis Data
Stochastic Frontier Analysis (SFA)
Data Envelopment Analysis (DEA)
Regresi Tobit
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Karateristik Petani Nanas di
Kabupaten Subang
Umur Kepala Rumah Tangga
Pengalaman Usahatani Nanas
Pendidikan Kepala Rumah Tangga
Jumlah Anggota Keluarga Rumah Tangga Petani
Mata Pencaharian dan Pendapatan Petani Nanas
Luas Penguasaan Lahan
Output dan Input Produksi Nanas
Pendugaan Fungsi Produksi Nanas dengan Metode OLS dan MLE
Efisiensi Teknis Produksi Nanas
Efisiensi Teknis dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inefisiensi Teknis
dengan Metode SFA
Efisiensi Teknis dengan Metode DEA
Efisiensi Alokatif dan Ekonomi Produksi Nanas
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inefisiensi Teknis, Alokatif dan
Ekonomi
40
40
43
48
50
50
51
51
52
53
54
54
55
56
60
60
62
65
66
6 KESIMPULAN DAN S ARAN
Kesimpulan
Saran
74
74
75
DAFTAR PUSTAKA
76
LAMPIRAN
83
RIWAYAT HIDUP
99
DAFTAR TABEL
1 Jumlah Industri Besar dan Sedang Pengolahan Nanas di Indonesia Tahun
2005-2010
2 Negara Produsen Nanas Segar Terbesar di Dunia Tahun 2012
3 Nilai GDP Nanas Segar Terbesar di Dunia Tahun 2010 - 2012 (USD
juta)
4 Nilai Ekspor Nanas Segar dan Nanas Olahan Tertinggi di Dunia Tahun
2011
5 Daya Saing Produk Nanas Indonesia Tahun 1991 - 2011
6 Produksi Nanas Segar Berdasarkan Propinsi di Indonesia Tahun 2008 –
2012 (dalam Ton)
9
28
28
30
31
37
7 Perusahaan Nanas Olahan di Indonesia
38
8 Sentra Produksi Nanas di Propinsi Jawa Barat Tahun 2011
39
9 Variabel Input Produksi yang Digunakan pada Penelitian Efisiensi
Terdahulu
46
10 Struktur Umur Kepala Rumah Tangga Petani
50
11 Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman
52
12 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal
52
13 Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
53
14 Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama
54
15 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Nanas
54
16 Jumlah Penguasaan Lahan Sawah dan Kebun Nanas oleh Responden
Petani Nanas
55
17 Variabel Output dan Input untuk Estimasi Efisiensi Teknis
56
18 Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Stokastik Frontier pada Budidaya Nanas
dengan Menggunakan Metode OLS dan MLE di Kabupaten Subang
57
19 Distribusi Frekuensi Efisiensi Teknis Petani Nanas dengan Metode Stochastic
Frontier Analysis (SFA) di Kabupaten Subang
60
20 Hasil Pendugaan Faktor yang Memengaruhi Inefisiensi Teknis dengan
Pendekatan SFA pada Budidaya Nanas di Kabupaten Subang
61
21 Distribusi Frekuensi Efisiensi Teknis Petani Nanas dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
63
22 Distribusi Frekuensi Skala Produksi Petani Nanas dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
64
23Distribusi Frekuensi Efisiensi Alokatif Petani Nanas dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
65
24 Distribusi Frekuensi Efisiensi Ekonomi Petani Nanas dengan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA) di Kabupaten Subang
66
25 Deskriptif Statistik Variabel yang Digunakan dalam Model Tobit (N=142) 67
26 Hasil Analisis Regresi Tobit (Inefisiensi Teknis)
68
27 Hasil Analisis Regresi Tobit (Inefisiensi Alokatif)
69
28 Hasil Analisis Regresi Tobit (Inefisiensi Ekonomi)
72
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Produksi Nanas Segar Dunia Tahun 1962-2012
Pangsa Produksi Nanas Segar Dunia Tahun 2012
Persentase Luas Panen dan Produksi Nanas Dunia Tahun 2012
Nilai Ekspor Komoditas Buah Indonesia Tahun 2007-2011 (dalam
USD)
5 Nilai Impor Nanas Segar Indonesia Tahun 2010-2011 (dalam USD)
6 Produksi Komoditas Buah Indonesia Tahun 1998-2012 (dalam Ton)
7 Propinsi Produsen Nanas Indonesia Tahun 2008-2012
1
2
2
3
4
4
5
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Input
Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Output
Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Faktor yang Memengaruhi Efisiensi
Kerangka Konseptual Penelitian
Produksi Nanas Segar Indonesia Tahun 1991-2011
Nilai Produk Bruto Nanas Segar Indonesia Tahun 1991-2010
Distribusi Nanas Segar Indonesia Tahun 1991 - 2010
Produksi dan Harga Produsen Nanas Indonesia Tahun 1991 - 2010
Rantai Pemasaran Produk Nanas Indonesia
Dekomposisi dari OTE menjadi PTE dan SE
Konsep Slack dan Radial Movement dengan Orientasi Input
Konsep Slack dan Radial Movement dengan Orientasi Output
14
15
18
20
25
32
33
34
35
36
43
44
45
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pohon Industri Nanas
2 Variabel yang Memengaruhi Inefisiensi Produksi dari Penelitian
Terdahulu
3 Hasil Analisis Stochastic Frontier Analysis (SFA) Petani Nanas di
Kabupaten Subang
4 Hasil Analisis DEA
5 Hasil Analisis Regresi Tobit
83
84
85
92
96
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nanas (Ananas comosus) adalah salah satu buah tropis yang terkenal di
dunia, berasal dari negara Brazil dan Paraguay yang tersebar di berbagai negara
tropis dan sub tropis sebagai komoditas buah komersial (Jacob dan Soman 2006).
Pertumbuhan produksi nanas di dunia selama lima dekade terakhir meningkat
sebesar 505,7 persen dari 3.852.463 ton pada tahun 1962 menjadi 23.333.886 ton
pada tahun 2012 dengan peningkatan produksi rata-rata sebesar 3,8 persen per
tahun (FAO 2014) (Gambar 1).
Sumber : FAO (2014)
Gambar 1 Produksi Nanas Segar Dunia Tahun 1962 – 2012
Negara produsen nanas segar terbesar di dunia pada tahun 2012 berasal dari
benua Asia dan Amerika Latin yaitu Thailand (2.650.000 ton), Costa Rica
(2.484.729 ton), Brazil (2.478.178 ton), Filipina (2.397.628 ton) dan Indonesia
(1.780.889 ton) dengan total pangsa produksi nanas segar dari lima negara
tersebut sebesar 47,69 persen. Walaupun kelima negara tersebut di atas
mengalami peningkatan produksi dari tahun 2011 ke tahun 2012 rata-rata sebesar
8,2 persen namun pangsa produksi kelima negara tebesar produsen nanas
mengalami penurunan dari 50,8 persen pada tahun 2011 (Gambar 2). Tiga negara
berasal dari kawasan Asia Tenggara yaitu Thailand, Filipina dan Indonesia
mampu menghasilkan 27,6 persen dari total produksi nanas segar dunia pada
tahun 2012, menurun dari 29,6 persen dari tahun 2011 (FAO 2014). Penurunan ini
disebabkan adanya peningkatan produksi nanas yang lebih besar di negara lain.
2
Sumber : FAO (2014)
Gambar 2 Pangsa Produksi Nanas Segar Dunia Tahun 2012
Seperti buah tropis lainnya, nanas banyak diproduksi di negara berkembang
terutama di beberapa negara di Benua Asia, Afrika dan Amerika. Pada tahun
2012, Nigeria merupakan negara dengan luas panen nanas terbesar yaitu 180.000
ha (17 persen dari total luas panen nanas dunia) dengan pangsa produksi sebesar
5,74 persen. Thailand berada diurutan kedua dengan luas panen sebesar 105.000
ha (9,93 persen dari total luas panen nanas dunia) dengan pangsa produksi sebesar
10,7 persen. Indonesia menduduki urutan ke-17 luas panen terbesar seluas 14.700
ha (1,35 persen dari luas panen nanas dunia) dengan pangsa produksi sebesar 7,2
persen (Gambar 3) (FAO 2014).
Sumber : FAO (2014)
Gambar 3 Persentase Luas Panen dan Produksi Nanas Dunia Tahun 2012
3
Permintaan nanas segar telah meningkat pesat beberapa tahun terakhir
(Kleemann dan Effenberger 2010), menyebabkan komoditas nanas semakin
potensial untuk dikembangkan. Data produksi 50 tahun terakhir juga
menunjukkan produksi nanas Indonesia memiliki kecenderungan meningkat. Hal
tersebut sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan
masyarakat, semakin tingginya kesadaran penduduk akan nilai gizi dari buahbuahan, serta bertambahnya permintaan bahan baku industri pengolahan buahbuahan (Syahza et al. 2008). Di masa mendatang akan terjadi perubahan
permintaan buah-buahan seperti buah tropis organik, buah yang diproses minimal
yang masih memiliki cita rasa asli buah tropis dan permintaan produk baru dari
buah-buahan sebagai obat, minuman kesehatan dan bahan kosmetik (Departemen
Perindustrian 2009).
Selain untuk dikonsumsi segar, komoditas nanas dapat diolah menjadi
bahan baku utama dan pendukung dalam berbagai industri pengolahan
diantaranya meliputi industri pengolahan dan pengawetan dalam kaleng, roti dan
kue, pelumatan buah, manisan buah, pembekuan buah, kerupuk dan sejenisnya
serta minuman ringan dan sirop (BPS 2012). Industri tersebut dilaksanakan untuk
meningkatkan nilai tambah, memperdalam struktur industri dan memperluas
kesempatan berusaha serta penyerapan tenaga kerja (Latief 2006). Pengolahan
nanas selain akan meningkatkan kualitas maupun nilai ekonomis nanas, juga
dapat memperpanjang umur buah (yang semula hanya 1-2 hari dapat diperpanjang
hingga 9-12 bulan). Produk olahan nanas memiliki pangsa pasar yang cukup luas,
baik untuk ekspor maupun pasar domestik (Dumaria 2003).
Sumber : www.bps.go.id
Gambar 4 Nilai Ekspor Komoditas Buah Indonesia Tahun 2007 – 2011 (dalam
USD)
Komoditas nanas dan olahannya menjadi penyumbang nilai ekspor terbesar
dari sub sektor hortikultura selama beberapa tahun terakhir di Indonesia (Gambar
4). Mayoritas nanas olahan yang diekspor Indonesia ditujukan ke negara Amerika
Serikat (36 persen), Belanda (28 persen), Saudi Arabia (11 persen) dan Spanyol (9
4
persen). Pada tahun 2012, komoditas nanas termasuk nanas olahan menyumbang
nilai ekspor terbesar dengan nilai ekspor sebesar USD 190,5 juta dengan pangsa
ekspor sebesar 78,6 persen terhadap total ekspor buah Indonesia. Selain
melakukan ekspor, Indonesia juga mengimpor nanas segar dari negara Australia,
Malaysia, Filipina dan Thailand (Gambar 5). Pada tahun 2010 Indonesia
mengimpor nanas segar dari Malaysia sebesar 69,07 persen, Filipina sebesar
18,44 persen, Australia sebesar 10,26 persen dan Thailand sebesar 2,24 persen.
Namun pada tahun 2011, mayoritas impor nanas Indonesia dari negara Filipina
sebesar 71,16 persen, impor dari Australia meningkat menjadi 14,51 persen
sedangkan Malaysia menurun menjadi 14,32 persen.
Sumber : FAO (2014)
Gambar 5 Nilai Impor Nanas Segar Indonesia Tahun 2010-2011 (dalam USD)
Komoditas nanas di Indonesia merupakan komoditas buah nomor tiga
terbesar dari sisi produksi setelah komoditas pisang dan mangga dengan pangsa
produksi dan volume produksi sebesar 9,9 persen dan 1.781.899 ton pada tahun
2012 (BPS 2014) (Gambar 6). Produksi nanas Indonesia memiliki tren meningkat
dengan rata-rata peningkatan sebesar 11 persen per tahun pada periode 1962 –
2012 (FAO 2014).
Sumber : BPS (2014)
Gambar 6 Produksi Komoditas Buah Indonesia Tahun 1998-2012 (dalam Ton)
5
Luas panen, produksi, dan produktivitas nanas di Indonesia selama beberapa
tahun terakhir bervariasi namun mempunyai tren yang meningkat. Walaupun
dikembangkan pada agroekosistem yang relatif sama, produktivitas yang dicapai
oleh setiap propinsi ternyata cukup beragam. Hal ini mengindikasikan adanya
perbedaan intensitas pengelolaan antar sentra produksi yang tercermin dari
perbedaan kualitas dan atau kuantitas masukan yang digunakan.
Budidaya nanas di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi dengan
produksi tahun 2012 terbesar terdapat di propinsi Lampung (33,47 persen),
Sumatera Utara (14,98 persen), Jawa Timur (11,2 persen) dan Jawa Barat (9,97
persen) (Gambar 7). Dari lima tahun terakhir terlihat kecenderungan
meningkatnya propinsi penghasil nanas segar di Indonesia selain propinsi
Lampung, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Jawa Timur dari 19,42 persen pada
tahun 2008 menjadi 30,35 persen pada tahun 2012 (BPS 2014).
Sumber : www.bps.go.id
Gambar 7 Propinsi Produsen Nanas Indonesia Tahun 2008-2012
Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi utama nanas di
Indonesia. Sampai dengan tahun 2006, Propinsi Jawa Barat merupakan produsen
nanas terbesar di Indonesia. Namun sejak tahun 2007, pangsa produksi nanas
Propinsi Jawa Barat menjadi urutan kedua setelah Propinsi Lampung dan pada
tahun 2012 menempati urutan keempat setelah Propinsi Lampung, Sumatera Utara
dan Jawa Timur. Pada Propinsi Lampung, mayoritas lahan nanas yang terletak di
sentra produksi utama yaitu Kabupaten Lampung Tengah merupakan milik
perusahaan industri pengolahan nanas skala sedang dan besar berorientasi ekspor.
Berbeda dengan Propinsi Lampung, budidaya nanas di Propinsi Jawa Barat
mayoritas dilakukan oleh petani dengan skala kecil dan untuk pasar lokal
(domestik) dimana tantangan yang umumnya dihadapi petani dengan skala kecil
di dunia adalah terbatasnya peralatan mekanis, fasilitas kredit dan kepemilikan
lahan, harga yang rendah dan kurangnya komitmen dan kepercayaan antara
6
petani-pembeli, terbatasnya modal, penyakit pada tumbuhan, membeli sendiri
input produksinya dan menjual kepada pembeli mana saja yang berminat (Achaw
2010 dan Abbam 2009).
Adanya industri pengolahan nanas di Indonesia merupakan peluang untuk
meningkatkan produksi nanas. Walaupun komoditas nanas tergolong mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi, namun komoditas nanas menuntut pengelolaan
usahatani secara intensif dan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable)
sehingga dapat berdampak terhadap produksi dan pendapatan petani.
Bakhsh et al. (2006) menyatakan bahwa ada tiga kemungkinan cara untuk
meningkatkan produksi yaitu menambah luas lahan, mengembangkan dan
mengadopsi teknologi baru serta menggunakan sumberdaya yang tersedia secara
lebih efisien. Peningkatan produksi nanas melalui penambahan luas lahan
sepertinya lebih sulit dilakukan karena dengan pertambahan jumlah penduduk
telah meningkatkan konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman dan
industri. Akhirnya peningkatan produksi nanas hanya dapat dilakukan melalui dua
kemungkinan cara yaitu mengembangkan dan mengadopsi teknologi baru dan
menggunakan sumberdaya yang tersedia secara lebih efisien.
Narala dan Zala (2010) menyatakan bahwa peningkatan efisiensi produksi
dapat meningkatkan pencapaian output potensial di tingkat petani. Peningkatan
nilai efisiensi teknis merupakan sumber potensial dari pertumbuhan produktivitas
dan menjadi kunci untuk dapat memenuhi pertumbuhan permintaan produk
pertanian di masa yang akan datang. Peningkatan efisiensi tidak saja
meningkatkan produksi nanas seperti yang ditemukan oleh Bakhsh et al. (2006)
dan Nahraeni (2012), tetapi juga dapat menekan biaya usahatani sehingga dapat
meningkatkan pendapatan petani (Ogundari dan Ojo 2007). Biaya rata-rata
produsen yang menurun dapat meningkatkan produksi outputnya sehingga dapat
mempertajam keunggulan kompetitif (Krugman et al. 2009). Produksi nanas yang
tinggi akan mengurangi biaya produksi (economies of scale) sehingga harga nanas
Indonesia dapat lebih murah di pasar internasional dan dapat bersaing dengan
nanas ekspor dari negara lain.
Peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan memperbaiki kemampuan
manajerial petani. Kemampuan manajerial itu berasal dari diri petani melalui
faktor-faktor sosial ekonomi dan institusional seperti umur, pengalaman
usahatani, tingkat pendidikan formal, pendidikan informal melalui pelatihan
budidaya dan pengelolaan usahatani, keanggotaan dalam kelompok tani, akses
kepada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), akses kepada sumber pembiayaan
usahatani dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
inefisensi produksi juga dipengaruhi oleh variabel sosial ekonomi dan demografi,
seperti umur kepala keluarga, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan
kepala keluarga, keikutsertaan dalam kelompok tani, keikutsertaan dalam anggota
koperasi tani, pengetahuan tentang teknologi budidaya, penyuluhan pertanian,
pengalaman usahatani dan pendapatan non pertanian (Amarasuriya et al. 2007,
Murthy et al. 2009 dan Idris et al. 2013).
7
Penelitian-penelitian tentang efisiensi pada usahatani komoditas hortikultura
dapat dikatakan sangat terbatas di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka
penelitian tentang efisiensi dan faktor-faktor yang menjadi sumber inefisiensi
produksi nanas dengan studi kasus di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat
perlu diuji secara empiris.
Perumusan Masalah
Nanas merupakan salah satu komoditas buah tropis dengan permintaan
ekspor cukup tinggi dengan nilai ekspor yang berfluktuasi dari tahun ke tahun
dengan tren yang meningkat di Indonesia. Kendala yang diduga dihadapi dalam
budidaya dan pemasaran nenas di Indonesia antara lain : (1) lemahnya daya
saing, masih rendahnya kualitas dan kuantitas buah nenas, (2) rendahnya minat
perusahaan yang bergerak konsisten di bidang pemuliaan tanaman, (3) minimnya
konsep dan pengembangan teknologi aplikatif mulai dari produksi sampai pasca
panen, dan (4) selera pasar yang berbeda terhadap beberapa varietas nenas yang
ada. Hambatan lain dalam ekspor nenas ke pasar internasional antara lain biaya
transportasi yang sangat mahal, padahal untuk buah-buahan segar membutuhkan
proses distribusi yang cepat untuk menjaga kualitas buah. Kualitas buah yang
tidak memenuhi standar juga menjadi salah satu masalah penting yang
menjadikan nanas segar asal Indonesia saat ini tidak bisa memenuhi permintaan
ekspor nenas dunia yang semakin tinggi.
Secara umum permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan usahatani nanas skala kecil di dunia yaitu cepat rusaknya nanas
pasca panen, penggunaaan pupuk yang tidak memadai dan harga pupuk yang
tinggi, rendahnya harga jual dan terbatasnya saluran pemasaran, sulitnya
pembebasan lahan untuk memperluas usahata nanas, hama dan penyakit tanaman
serta tidak memadainya penggunaan bahan kimia pertanian yang diperlukan
karena tingginya harga bahan kimia pertanian tersebut (Onaiwu 2011). Sedangkan
permasalahan yang dihadapi khusus di sentra-sentra produksi nanas di Indonesia
adalah belum terwujudnya ragam, kuantitas, kualitas dan kesinambungan pasokan
yang sesuai dengan permintaan pasar dan preferensi konsumen. Hal tersebut
berkaitan dengan beberapa permasalahan pokok sebagai berikut : (1) Pola
pemilikan lahan yang sempit dan tersebar; (2) Sistem usahatani yang kurang
intensif karena lemahnya permodalan petani; (3) Stagnasi teknologi budidaya
yang tersedia; dan (4) Harga produk nanas yang fluktuatif, bahkan dalam jangka
pendek sekalipun.
Propinsi Jawa Barat khususnya Kabupaten Subang merupakan salah satu
sentra produksi nanas yang sudah terkenal sejak lama. Permasalahan pokok dalam
pengembangan usahatani nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat diduga
disebabkan adanya masalah penurunan luas areal panen, produksi dan
produktivitas. Sebagai tanaman rakyat yang dibudidayakan secara turun temurun,
budidaya nanas di Kabupaten Subang dilakukan secara sederhana di sekitar
8
pekarangan rumah dan tegalan dengan menggunakan input produksi dan teknologi
yang terbatas. Pada umumnya kondisi kepemilikan lahan nanas per petani di
Kabupaten Subang masih relatif sempit dengan bentuk kebun rata-rata belum
sehamparan dan letaknya terpencar. Skala usaha yang kecil dan tersebar tersebut
menyebabkan beragamnya produk yang dihasilkan.
Produktivitas yang dihasilkan petani nanas di Kabupaten Subang masih
berkisar 25-35 ton per hektar, namun apabila teknologi budidaya dilakukan
dengan baik dan sesuai panduan GAP (Good Agricultural Practices), maka
produktivitas nanas dapat meningkat hingga 50-60 ton per hektar. Rendahnya
produktivitas juga dapat disebabkan bibit yang digunakan petani masih
mengandalkan benih yang berasal dari anakan pertanaman nanas yang ada dan
usia tanaman yang dibudidayakan sebagian besar berumur diatas 10 tahun. Agar
tanaman dapat berproduksi tinggi dengan kualitas yang terjamin, perlu dilakukan
pembongkaran tanaman setelah empat sampai lima tahun dan menggantinya
dengan tanaman yang baru yang berasal dari bibit yang berkualitas. Penggunaan
pupuk oleh petani sebagian besar tidak sesuai dosis anjuran. Pada umumnya
pemupukan yang dilakukan petani adalah : (1) pupuk kandang sebanyak 20
ton/hektar serta (2) pupuk kimia : 300 kg/hektar urea, 200 kg/hektar TSP dan 150
kg/hektar KCL. Sedangkan petani yang menerapkan cara budidaya yang lebih
intensif melakukan pemupukandengan dosis : (1) pupuk kandang sebanyak 30
ton/hektar serta (2) pupuk kimia : 500 kg/hektar urea, 400 kg/hektar TSP dan 100
kg/hektar KCL. Namun karena keterbatasan modal, sebagian petani tidak
melakukan pemupukan secara lengkap sehingga produktivitasnya rendah.
Penyiraman nanas oleh petani hanya mengandalkan air hujan karena sumber air
yang jauh dari kebun sehingga produktivitasnya rendah. Berbagai faktor tersebut
di atas yang menyebabkan rendahnya produktivitas nanas petani, akan
menyebabkan rendahnya penghasilan yang diterima petani.
Tajerin dan Noor (2005) berpendapat bahwa mengkaji persoalan
produktivitas sebenarnya adalah mengkaji masalah efisiensi teknis karena ukuran
produktivitas pada hakekatnya menunjukkan seberapa besar keluaran (output)
dapat dihasilkan per unit input tertentu (input). Pada usahatani nanas, tingkat
efisiensi teknis dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan input-input pada produksi
nanas. Kemampuan petani dalam mengelola dan mengalokasikan berbagai input
yang digunakan dalam usahatani nanas berpengaruh terhadap produksi dan
produktivitas nanas serta dapat memberikan gambaran mengenai tingkat efisiensi
yang dicapai oleh petani. Selain itu, faktor sosial ekonomi (seperti umur,
pendidikan formal, pengalaman usahatani, jumlah anggota keluarga) juga
berpengaruh terhadap efisiensi teknis usahatani nanas.
Komoditas nanas pasokannya selalu tersedia sepanjang tahun dan
produksinya melimpah di musim panen raya sehingga sektor industri pengolahan
baik skala kecil, menengah atau besar sangat diperlukan untuk dapat menampung
hasil produksi dan meningkatkan nilai tambah komoditas nanas tersebut.
Pengolahan berbagai produk nanas dapat dilakukan dalam skala industri rumah
tangga maupun industri besar. Untuk skala rumah tangga, teknologi yang
9
digunakan sederhana dan tidak memerlukan biaya besar, tetapi harus memenuhi
persyaratan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan jenis produknya. Skala
industri ini sangat cocok untuk diterapkan pada masyarakat di pedesaan yang
bermukim di sekitar sentra produksi nanas, karena dapat membantu perekonomian
rumah tangga. Sedangkan untuk skala besar, biaya yang dibutuhkan lebih besar
dan jenis produk olahannya yang sudah dilakukan di Indonesia seperti nanas
kaleng. Di samping membuat pabrik pengolahan, industri ini juga harus
mendirikan pabrik kemasan kalengnya, dengan demikian biaya yang dibutuhkan
lebih tinggi (Yanti 2005). Tabel 1 menunjukkan jumlah perusahaan kategori
industri besar dan sedang dengan indikator jumlah tenaga kerja di atas 20 orang
yang bergerak dalam pengolahan nanas di Indonesia pada tahun 2005-2010
dengan jumlah total industri yang cenderung terus menurun. Walau demikian,
jumlah penggunaan bahan baku nanas segar dalam industri besar dan sedang
tersebut mengalami peningkatan dari 4,52 persen pada tahun 2009 menjadi 5,36
persen pada tahun 2010. Beberapa industri pengolahan nanas yang akhirnya tidak
dapat dilanjutkan produksi dan usahanya dikarenakan berbagai kendala.
Tabel 1 Jumlah Industri Besar dan Sedang Pengolahan Nanas di Indonesia Tahun
2005-2010
Tahun
No
Propinsi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1 Sumatera Utara
1
1
10
7
4
3
2 Sumatera Barat
1
1
0
1
0
0
3 Riau
2
2
1
1
1
1
4 Jambi
1
1
1
0
0
0
5 Sumatera Selatan
1
1
0
2
1
1
6 Lampung
3
3
1
2
2
2
7 DKI Jakarta
4
4
4
3
2
1
8 Jawa Barat
9
9
19
16
15
14
9 Jawa Tengah
3
3
1
1
2
2
10 DI Yogyakarta
0
0
0
0
1
0
11 Jawa Timur
5
5
4
3
3
5
12 Banten
1
1
2
2
2
3
13 Bali
0
0
1
1
0
0
14 NTB
0
0
0
0
1
0
15 Kalimantan Timur
1
1
1
1
1
1
16 Sulawesi Selatan
0
0
0
2
1
0
17 Maluku
0
0
0
1
0
0
Jumlah
32
32
45
43
36
33
Sumber : BPS (2012)
Mengingat pentingnya industri nanas dalam perekonomian Indonesia,
transformasi efisien input menjadi output sangat diperlukan untuk memastikan
10
harga yang kompetitif dan produk berkualitas bagi konsumen. Propinsi Jawa
Barat memiliki industri pengolahan nanas skala besar dan sedang dengan jumlah
yang terus menurun. Beberapa industri pengolahan nanas di Indonesia terpaksa
menghentikan operasi akibat tidak menentunya pasok bahan baku nanas segar dari
petani setempat (CIC 2000). Kerugian efisiensi dalam produksi nanas, baik yang
disebabkan oleh inefisiensi teknis atau alokatif petani, dapat berpengaruh kepada
kesejahteraan petani. Faktor-faktor apa saja yang menjadi sumber inefisiensi
teknis, alokatif dan ekonomi usahatani nanas perlu diuji secara empiris di
lapangan.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat jelas pentingnya komoditas nanas
sebagai bahan baku utama dalam pengembangan industri nanas di indonesia.
Penelitian ini dimotivasi oleh perlunya sebuah pengetahuan dasar tentang kondisi
efisiensi produksi nanas di Indonesia di tingkat petani. Untuk dapat melihat
perkembangan ke depan ada beberapa pertanyaan pokok berkaitan dengan
peningkatan produksi nanas yaitu pertama, bagaimana efisiensi produksi petani
nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat? Serta kedua, faktor inefisiensi
produksi serta kebijakan apa yang perlu mendapat perhatian agar produksi nanas
dapat lebih ditingkatkan.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka secara umum tujuan penelitian ini adalah mengkaji efisiensi produksi nanas
di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Secara spesifik tujuannya adalah :
1.
Menganalisis efisiensi teknis petani nanas di Kabupaten Subang dengan
pendekatan parametrik dan non parametrik.
2.
Menganalisis efisiensi alokatif dan ekonomi petani nanas di Kabupaten
Subang dengan pendekatan non parametrik.
3.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi inefisiensi alokatif dan
ekonomi petani nanas di Kabupaten Subang serta penyebab terjadinya
inefisiensi serta implikasi kebijakan dalam rangka meningkatkan efisiensi
produksi nanas di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat.
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan yang
terlibat secara langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan komoditas
nanas di Indonesia khususnya sehingga dapat memberikan efek pengganda yang
sebesar-besarnya.
11
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Lingkup penelitian ini terbatas pada petani yang mengusahakan tanaman
nanas yang berlokasi di Kabupaten Subang yang merupakan sentra produksi nanas
terbesar di Propinsi Jawa Barat yang cenderung mengalami penurunan
produktivitas dari tahun ke tahun. Petani yang dijadikan responden adalah petani
yang menanam nanas untuk dapat melihat tingkat efisiensi teknis, alokatif dan
ekonomi dengan menggunakan data cross section.
Pada analisis efisiensi teknis dilakukan dengan pendekatan parametrik dan
non parametrik untuk mengetahui kondisi efisiensi teknis petani nanas dengan
metode SFA dan DEA. Selanjutnya untuk analisis efisiensi alokatif dan ekonomi
akan dilakukan dengan pendekatan non parametrik.
Kebaharuan Penelitian
Penelitian tentang efisiensi produksi nanas di Indonesia masih sangat
terbatas. Studi tentang efisiensi telah banyak dilakukan dengan sebagian besar
subjek penelitian adalah efisiensi untuk usahatani padi dan beberapa komoditas
lainnya dengan menggunakan pendekatan paramaterik, sedangkan pendekatan non
parametrik untuk komoditas hortikultura khususnya nanas masih belum
ditemukan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan parametrik
(metode Stochastic Frontier Analysis) dan non parametrik (Data Envelopment
Analysis).
2
TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi Produksi
Efisiensi produksi sesuai dengan prinsip dasar ilmu ekonomi bahwa dengan
input produksi tertentu akan dapat dihasilkan output semaksimal mungkin atau
untuk dapat memproduksi output tertentu dengan input dan biaya seminimal
mungkin. Jika prinsip efisiensi produksi tersebut diterapkan dalam suatu produksi
komoditas pertanian maka petani akan berupaya mencapai suatu efisiensi dalam
menggunakan input produksi. Apabila petani dapat mengalokasikan sumberdayaa
secara efisien maka akan terdapat tambahan kontribusi sektor pertanian,
sebaliknya apabila petani tidak mengalokasikan input produksi secara efisien akan
terdapat potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan
pendapatan usahatani dan menciptakan surplus. Oleh karena itu, efisiensi
penggunaan sumberdaya merupakan hal penting yang menentukan eksistensi
berbagai peluang di sektor pertanian dan terkait dengan potensi kontribusinya
12
terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rumahtangga tani
(Weesink et al. 1990).
Farrell (1957) mengemukakan bahwa efisiensi produksi terdiri dari
komponen teknis dan alokatif. Efisiensi teknis (technical efficiency/TE)
merupakan kemampuan suatu unit usaha untuk dapat berproduksi sepanjang kurva
isokuan yaitu menghasilkan output seoptimal mungkin dengan kombinasi input
dan teknologi yang tertentu. Efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE)
merefleksikan kemampuan suatu unit usaha menggunakan input dalam proporsi
yang optimal, sesuai dengan harganya masing-masing dan teknologi produksi.
Kedua pengukuran ini kemudian digabungkan untuk mengukur total efisiensi
ekonomi.
Efisiensi Teknis (TE)
Efisiensi teknis merupakan kemampuan untuk menghindari pemborosan
dengan memproduksi output sebanyak mungkin dengan input dan teknologi yang
ada atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit dengan teknologi yang
sama akan menghasilkan output yang sama. Sehingga efisiensi teknis merupakan
menggunakan input seminimal mungkin atau menghasilkan output sebanyak
mungkin. Produsen secara teknis akan efisien apabila peningkatan outputnya
didapatkan melalui pengurangan setidaknya satu output lainnya atau peningkatan
setidaknya satu input serta bila penurunan suatu inputnya didapatkan melalui
peningkatan satu input lainnya atau penurunan setidaknya satu output. Oleh
karena itu, produsen yang secara teknis efisien akan mampu memproduksi output
yang sama dengan setidaknya satu input yang lebih sedikit atau atau dengan
menggunakan input yang sama akan mampu memproduksi setidaknya satu output
yang lebih banyak.
Efisiensi teknis berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk
berproduksi pada kurva frontier isokuan. Kumbhakar (2002) menyatakan bahwa
efisiensi teknis menunjuk pada kemampuan untuk meminimalisasi penggunaan
input dalam produksi sebuah vektor output tertentu atau kemampuan untuk
mencapai output maksimum dari suatu vektor input tertentu. Seorang petani
secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan dengan petani lainnya jika
dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama menghasilkan output secara
fisik yang lebih tinggi.
Efisiensi teknis diasosiasikan dengan tujuan prilaku untuk memaksimalkan
output (Battese dan Coelli 1995). Petani disebut efisien secara teknis apabila telah
berproduksi pada tingkat batas produksinya dimana hal ini tidak selalu dapat
diraih karena berbagai faktor seperti cuaca yang buruk, adanya binatang yang
merusak atau faktor-faktor lain yang menyebabkan produksi berada di bawah
batas yang diharapkan (Battese dan Coelli 1995).
Efisiensi Alokatif (AE)
Efisiensi alokatif dapat mengukur kemampuan suatu unit produksi dalam
memilih kombinasi input yang dapat meminimalkan biaya dengan teknologi yang
13
sama sehingga dapat memaksimalkan keuntungan. Efisiensi alokatif merupakan
rasio antara total biaya produksi suatu output menggunakan faktor aktual dengan
total biaya produksi suatu output menggunakan faktor optimal dengan kondisi
efisien secara teknis.
Karena efisiensi alokatif menekankan pada penggunaan input tertentu
berdasarkan harganya, inefisiensi dapat membendung dari harga yang tidak
diobservasi, dari harga yang diterima tidak benar atau dari kurang akurat dan
tepatnya waktu informasi.
Efisiensi Ekonomi (EE)
Efisiensi ekonomi terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi
teknis mengacu kepada upaya menghindari pemborosan baik dikarenakan
memproduksi output sebanyak mungkin dengan penggunaan teknologi dan input
tersedia atau mengunakan input seminimal mungkin yang dibutuhkan untuk
memproduksi suatu output. Efisiensi teknis untuk itu dapat dilihat dari sisi
meminimalkan input dan meningkatkan output. Produsen yang efisien secara
teknis dapat memproduksi sejumlah output yang sama dengan menggunakan
setidaknya salah satu input yang lebih sedikit atau dapat menggunakan input yang
sama untuk memproduksi setidaknya salah satu output yang lebih banyak.
Pengukuran efisiensi teknis penting karena dapat mengurangi biaya produksi dan
membuat produsen lebih kompetitif (Alvarez dan Arias 2004).
Efisiensi alokatif dapat mengukur kemampuan suatu produsen untuk
memilih kombinasi input yang dapat meminimisasi biaya dengan teknologi yang
tersedia. Karena efisiensi alokatif mengimplikasikan substitusi atau penggunaan
suatu input secara intensif berdasarkan harga input, inefisiensi dapat timbul dari
harga-harga yang tidak diteliti, dari harga yang dirasa tidak tepat atau dari
informasi yang kurang akurat dan tepat.
Efisiensi ekonomi dapat diukur dengan kriteria keuntungan maksimum yaitu
menggunakan input secara optimal untuk menghasilkan output maksimal dengan
biaya tertentu dan kriteria biaya minimum yaitu dengan meminimumkan biaya
dengan jumlah output tertentu.
Konsep Pengukuran Efisiensi
Konsep pengukuran efisiensi dapat dibagi menjadi pengukuran berorientasi
input dan berorientasi output (Farrell 1957). Pengukuran berorientasi input
merupakan kondisi dimana dalam secara proporsional menurunkan penggunaan
input dengan output yang dihasikan adalah tetap atau dengan pengukuran
berorientasi output dimana dengan menggunakan input yang sama akan
mendapatkan proporsi output yang lebih besar (Coelli et al. 1998). Fungsi
produksi yang efisien juga diasumsikan diketahui atau dapat diestimasi dengan
menggunakan data contoh dengan menggunakan berbagai metode yang tersedia.
14
Gambar 8 dan 9 menggambarkan pengukuran efisiensi dengan orientasi input dan
output.
Sumber : Farrell (1957)
Gambar 8 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Input
Misalnya kondisi suatu usaha yang memiliki dua input produksi yaitu X1
dan X2 untuk menghasilkan dua output yaitu Y1 dan Y2, dengan asumsi Constant
Returns to Scale (CRS). Pada orientasi input, misalkan perusahaan berproduksi
dengan output Y1 dan Y2 menggunakan kombinasi input pada titik A. Output
yang sama dapat dihasilkan dengan kombinasi input pada titik B yang terletak di
garis isokuan. Titik B menunjukkan bahwa produsen menghasilkan output yang
sama seperti titik A dengan menggunakan jumlah input yang lebih sedikit.
Efisiensi teknis (TE) dengan orientasi input didapatkan melalui rasio OB/OA.
Namun kombinasi input yang paling minimum dengan output yang sama dapat
juga dicapai pada titik C (dimana marginal rate of technical subtitution sama
dengan rasio harga input w2/w1). Titik B adalah efisien secara tenis tapi tidak
efisien secara alokatif, karena produsen B memproduksi dengan biaya lebih tinggi
dibandingkan C. Efisiensi alokatif (AE) untuk produsen yang berproduksi di A
adalah adalah OD/OB dimana DB menggambarkan pengurangan dalam biaya
produksi yang terjadi bila produksi terjadi di titik C yang efisien secara teknis dan
alokatif. Efisiensi ekonomi (EE) didapatkan melalui perkalian efisiensi teknis
dengan alokatif sebagai berikut : EE = TE x AE = OB/OA x OD/OB = OD/OA.
Nilai efisiensi berada diantara nol dan satu. Produsen efisien secara penuh apabila
nilai efisiensinya sama dengan satu.
Pada Gambar 9 menjelaskan pengukuran berorientasi output dengan
menggunakan kurva kemungkinan produksi (production possibility frontier/PPF)
dengan input tertentu. Apabila input yang digunakan perusahaan secara efisien,
maka output yang tadinya berada di titik A dapat bergeser menjadi titik B,
sehingga efisiensi teknis dengan orientasi output adalah OA/OB. Titik B
merupakan pada saat efisien secara teknis karena terletak pada kurva PPF, namun
15
pendapatan yang lebih tinggi dapat dicapai pada apabila berproduksi pada titik C
(titik dimana marginal rate of transformation sama dengan rasio harga p2/p1)
sehingga Y1 akan diproduksi lebih banyak dan Y2 akan diproduksi lebih sedikit
untuk memaksimalkan pendapatan. Untuk mendapatkan pendapatan yang sama
dengan titik C dengan kombinasi input dan output yang sama, maka perusahaan
perlu meningkatkan output menjadi titik D. Sehingga efisiensi alokatif adalah
OB/OD. Efisiensi ekonomi dapat diukur dengan cara yag sama pada orientasi
input sehingga dihasilkan OA/OD (Coelli et al. 1998). Nilai efisiensi teknis,
alokatif dan ekonomi bervariasi antara 0 dan 1, jika nilai efisiensinya sama
dengan satu menunjukkan petani telah efisien secara teknis, alokatif atau
ekonomi.
Sumber : Farrell (1957)
Gambar 9 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Output
Pendekatan Pengukuran Efisiensi
Pengukuran efisiensi produksi penting dilakukan dengan alasan sebagai
berikut : (a) sebagai dasar para pengambil kebijakan ekonomi, (b) jika alasan
teoritis efisiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi harus diuji, maka penting
untuk melakukan pengukuran efisiensi aktual, serta (c) untuk dapat meningkatkan
output tanpa menyerap sumberdaya tambahan atau meningkatkan efisiensinya
(Farrell 1957). Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan kinerja
aktual dengan kinerja optimal pada batas/frontier yang relevan. Karena batas
sebenarnya tidak diketahui, maka perkiraan empiris diperlukan. Perkiraan tersebut
normalnya disebut batas best practice yang dapat dilaksanakan menggunakan
pendekatan parametrik atau non parametrik. Kedua teknik ini menekankan
optimalisasi perilaku subjek terhadap kendala-kendalanya.
Terdapat empat pendekatan berbeda yang dapat mengukur batas best
practice terhadap nilai efisiensi relatif yaitu : DEA (Data Envelopment Analysis),
16
Free Disposal Hull, SFA (Stochastic Frontier Analysis) dan Thick Frontier
Approach (Berger dan Humphrey 1997). Perbedaan keempat metode ini terletak
pada perbedaan asumsi yang terdiri dari bentuk fungsi batas/frontier (dapat
berbentuk fungsi parametrik atau nonparametrik) serta melihat apakah random
error dimasukkan. Apabila terdapat kesalahan acak, kemungkinan distribusi apa
yang diasumsikan untuk nilai efisiensinya.
Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan teknik non parametrik yang
dibuat dari fungsi linear piece-wise dari input dan output yang diteliti tanpa
asumsi perlunya fungsi yang menghubungkan input dan output sebelumnya.
Metode non parametrik lainnya adalah Free Disposal Hull (FDH) dimana nilai
efisiensi rata-ratanya biasanya lebih tinggi dari metode DEA. Kedua metode ini
memungkinkan variasi efisiens