Dampak Program Pembangunan Terpadu Desa Kelurahan Terhadap Perekonomian Nusa Tenggara Timur

i

DAMPAK PROGRAM PEMBANGUNAN TERPADU
DESA/KELURAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN
NUSA TENGGARA TIMUR

ADRIANA NOMLENI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul dampak program
pembanguna terpadu desa/kelurahan terhadap perekonomian Nusa Tenggara

Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Adriana Nomleni
H152130061

iv

RINGKASAN
ADRIANA NOMLENI. Dampak Program Pembangunan Terpadu
Desa/Kelurahan Terhadap Perekonomian Nusa Tenggara Timur. Dibimbing
oleh ERNAN RUSTIADI dan ALLA ASMARA.
Program pembangunan terpadu desa/kelurahan mandiri “anggur merah”
(anggaran untuk rakyat menuju sejahtera) merupakan program Gubernur
Nusa Tenggara Timur yang memberikan kemudahan kepada masyarakat

untuk mengakses faktor produksi yaitu modal finansial dan kebebasan untuk
memilih usaha ekonomi sesuai dengan potensi wilayah dan kemampuan
masyarakat. Dengan kemudahan tersebut, diharapkan masyarakat miskin
mampu untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dan dapat meningkatkan
ekonomi wilayah. Namun, dalam pelaksanaanya ditemukan adanya kendala
yaitu tingkat pengembalian bantuan modal finansial yang rendah. Tujuan
penelitian ini menganalisis dampak dari program pembangunan terpadu
desa/kelurahan terhadap rumah tangga (pendapatan rumah tangga dan
pengeluaran untuk pendidikan) dan dampak terhadap ekonomi wilayah
(PDRB dan tingkat kemiskinan). Dampak program pembangunan pada
pendapatan rumah tangga dan pendidikan dianalisis dengan uji beda dan
regresi logistik sedangkan dampak pada wilayah dianalisis menggunakan
model data panel.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pendapatan
antara rumah tangga penerima bantuan dengan rumah tangga bukan penerima.
Hal ini disebabkan karena masih minimnya pemahaman penerima bantuan
terkait dengan program pembangunan serta ketidakmampuan rumah tangga
miskin dalam membayar bunga. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan
bahwa secara statistik, pendapatan rumah tangga mempengaruhi keputusan
dalam menyekolahkan anak. Kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 1

rupiah akan meningkatkan peluang rumah tangga untuk menyekolahkan anak
34,43 kali, citerus paribus. Hasil analisis model data panel menunjukkan
bahwa realisasi bantuan modal finansial dari program pembangunan terpadu
desa/kelurahan untuk usaha pertanian, simpan pinjam, perdagangan dan jasa,
serta jumlah penduduk brepengaruh positif terhadap PDRB Provinsi NTT.
Bantuan program untuk simpan pinjam berdampak signifikan terhadap
pengurangan kemiskinan di Provinsi ini, sebalikanya bantuan modal untuk
ternak berpengaruh negatif terhadap pengurangan kemiskinan.
Kata kunci: Dampak program pembangunan, ekonomi wilayah, pendapatan
rumah tangga.

v

SUMMARY
ADRIANA NOMLENI. Impact of Integrated Villages Development
Programs to Regional Economic of East Nusa Tenggara Province. Supervised
by ERNAN RUSTIADI and ALLA ASMARA.
Villages integrated development programs villages "Anggur Merah"
(a budget for the people to prosper) is a program of the Governor of East Nusa
Tenggara that provide convenience to the public access to factors of

production, namely the financial capital and the freedom to choose the
economic activities in accordance with the regional potential and capabilities.
With the ease of the expected poor people were able to get out of the cycle of
poverty and improve the region's economy. However, In practice there was
found obstacle. The obstacle is the return on financial capital assistance was
low. The aims of this study are to analyze the impact of Villages integrated
development programs villages on household’s (household income and
expenditure on education) and impact to the regional development (GDP and
poverty rate). The impact of the programs on household’s income and
education were analyzed by employing t-test and logistic regression, while
the impact on the region analyzed using panel data model.
The analysis showed that there is no difference between household
income of beneficiaries to those not receiving aid. This is because they still
lack understanding of the recipient associated with the development program.
The results of logistic regression analysis showed that statistically, household
income in the decision affects children's education. The increase in household
income of 1 rupiah would increase the chances of households to send children
to 34.43 times, citerus paribus. Analysis result from panel data model showed
that the realization of financial capital aid of villages integrated development
programs villages for agriculture, loan- savings, trade and services, as well as

the number of people have positive influencse on the GDP increase in the
province. Assistance program on loan-savings is the only program that
significantly impact on poverty reduction in the province, But, capital
assistance programs for livestocks negatively affect poverty reduction.
Keywords: Impact of development programm, regional economy, household
income.

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

vii


DAMPAK PROGRAM PEMBANGUNAN TERPADU
DESA/KELURAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN
NUSA TENGGARA TIMUR

ADRIANA NOMLENI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

viii


Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr

ix

x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul
“Dampak program pembangunan terpadu desa/kelurahan terhadap
perekonomian Nusa Tenggara Timur” yang disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister
Sains dari Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan di Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi,
M.Agr dan Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi
penulisan tesis ini. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada Dr. Ir.
Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku penguji luar komisi pada ujian

sidang atas saran dan masukan yang diberikan. Kepada Dekan Sekolah
Pascasarjana dan Fakultas Ekonomi Manajemen, serta Prof. Dr. Ir. Akhmad
Fauzi , M.Sc selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Agr selaku sekertaris
beserta staf, penulis mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang diberikan
selama penulis menempuh studi di PWD-IPB. Kepada Bappeda Provinsi NTT
terkhususnya sekretariat program pembangunan terpadu desa/kelurahan
“Anguur merah” yang telah memberikan informasi, serta semua pihak yang
telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Johanis
Nomleni, Ibu Asnat W. Nomleni-Adoe, saudara-saudaraku Desi M. Nomleni,
Meryani N. Nomleni, Marlis E. Nomleni, Marthen L. Nomleni dan Senny M.
Nomleni beserta seluruh keluarga, sahabat, atas doa dan kasih sayangnya.
Tesis ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Semoga Tesis ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2016

Adriana Nomleni


xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xii
xii
xiv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian


1
1
4
6
6
6

2

TINJAUAN PUSTAKA
Program Pembangunan Terpadu Desa/Kelurahan
Kebijakan Pembangunan Wilayah
Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow
Kemiskinan
Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian


6
6
7
9
9
10
11
12
13

3

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Contoh
Metode Analisis Data

14
14
14
15
15

4

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Luas Wilayah
Penduduk dan Kepadatannya
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pekerja Sektor Pertanian

22
22
23
24
26

5

GAMBARAN PROGRAM PEMBANGUNAN TERPADU
DESA/KELURAHAN
Keterlibatan Stakeholder
Pemilihan Desa/Kelurahan
Pendamping Kelompok Masyarakat
Pembentukan Kelompok Masyarakat
Penyaluran Bantuan Modal Finansial
Usaha Ekonomi
Monitoring Evaluasi dan Pelaporan

27
27
29
32
34
37
39
43

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga Miskin
Dampak terhadap Ekonomi Wilayah

45
45
50

7

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

57
57
58

xii

DAFTAR PUSTAKA

58

LAMPIRAN

62

RIWAYAT HIDUP

71

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Jenis sumber dan teknik pengumpulan data
Jumlah responden penelitian
Variabel yang diamati dan dianalisis
Jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk dan kepadatan
penduduk
PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan tahun 2013
Stakeholder program pembangunan terpadu desa/kelurahan
Persentase desa/kelurahan penerima bantuan modal finansial
Jumlah koperasi program pembangunan terpadu desa/kelurahan
Realisasi bantuan modal tahun 2011-2014
Rata-rata perbedaan pendapatan rumah tangga
Output preferensi rumah tangga dalam menyekolahkan anak
Dampak program pembangunan desa/kelurahan terhadap PDRB
kabupaten/kota di Provinsi NTT
Dampak program pembangunan terpadu desa/kelurahan terhadap
tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi NTT

5
6
7
8
9
10
11
12
13

14
15
21
23
25
28
31
36
38
45
49
51
55

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Laju pertumbuhan dan kemiskinan Provinsi NTT dan Indonesia
Pengembalian bantuan modal finansial
Lingkaran setan kemiskinan
Kerangka pikir
Komposisi penduduk
Pendapatan per kapita kabupaten/kota di Provinsi NTT tahun
2013
Presentase jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang
bekerja menurut lapangan pekerjaan
Mekanisme pemilihan desa hingga penyaluran bantuan
Jumlah kelompok berdasarkan usaha ekonomi
Jumlah ternak yang diusahakan
Mekanisme pelaporan
Pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan
Pengeluaran rumah tangga untuk bukan bahan makanan

2
5
10
13
24
26
27
30
39
40
43
47
48

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Hasil uji beda pendapatan rumah tangga
Output pengaruh pendapatan terhadap pendidikan
Hasil uji Chow untuk model I
Hasil uji Hausman untuk model I
Hasil uji asumsi klasik untuk model I
Hasil uji Chow untuk model II
Output model I dampak terhadap PDRB Provinsi NTT
Hasil uji Hausman untuk model II
Hasil uji asumsi klasik untuk model II
Output model II dampak terhadap kemiskinan Provinsi NTT

63
64
65
65
65
67
67
68
68
70

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada dasarnya pembangunan diartikan sebagai upaya perubahan masyarakat
ke arah yang lebih baik dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
pemerataan keadilan dan keberimbangan serta memperhatikan keberlanjutan dari
pembangunan. Menurut Adisasmita (2005), pembangunan adalah suatu proses
dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi
dan serba sejahtera. Proses pembangunan yang dinamis terjadi di semua aspek
kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik yang berlangsung pada
level makro dan mikro. Terjadinya pembangunan di suatu daerah atau negara
ditandai dengan beberapa aktivitas perekonomian seperti meningkatnya
produktivitas dan pendapatan perkapita penduduk sehingga terjadi perbaikan
tingkat kesejahteraan.
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi suatu
daerah ialah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan tingkat kemiskinan.
Menurut Rustiadi et al. (2011), PDRB merupakan ukuran produktivitas yang paling
umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam
skala wilayah dan negara. Namun PDRB belum menjamin peningkatan
kesejahteraan bagi setiap individu dalam masyarakat. Bisa saja peningkatan
pendapatan terjadi pada sekelompok orang tertentu saja sedangkan yang lainnya
relatif tetap atau menurun. Peningkatan PDRB yang demikian menimbulkan
kesenjangan ekonomi. Adisasmita (2005) menjelaskan bahwa kesenjangan
ekonomi dapat terjadi antar golongan masyarakat dan antar wilayah. Kesenjangan
ekonomi antar golongan melahirkan konsep “garis kemiskinan” yang menunjukkan
batas terendah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Kesenjangan antar
wilayah dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan disparitas ekonomi yang
semakin lebar.
Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat
multidimensi. Menurut Sholeh (2009), konsep tentang kemiskinan sangat beragam,
mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan
memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang
lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Rahayu dan Budi (2013)
mengatakan bahwa persoalan masyarakat miskin ialah tidak mempunyai modal
untuk berusaha. Modal usaha merupakan salah satu faktor penting dalam
melakukan proses produksi. Artinya bahwa semakin besar modal yang digunakan
maka semakin besar output yang dihasilkan.
Kualitas pemenuhan kebutuhan hidup yang rendah merupakan cerminan dari
rendahnya daya beli masyarakat. Daya beli yang rendah berarti tingkat konsumsi
penduduk masih dibawah garis kemiskinan yang membedakannya antara golongan
penduduk miskin dan tidak miskin. Konsumsi barang dan jasa sangat ditentukan
oleh pendapatan yang diperoleh penduduk. Semakin tinggi pendapatan yang
diperoleh maka semakin tinggi kesempatan untuk terlepas dari kemiskinan.
Rendahnya daya beli yang dialami oleh penduduk miskin karena mereka tidak
memiliki pendapatan atau pendapatan yang diperoleh masih rendah.
Berdasarkan data BPS (2014), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
menduduki urutan ketiga sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin

2

terbanyak di Indonesia. Tingkat kemiskinan Provinsi NTT mengalami penurunan
dan laju pertumbuhan ekonomi meningkat. Persentase kemiskinan dari tahun 2008
hingga 2013 mengalami penurunan yakni dari 25,65 persen menjadi 20,03 persen.
Tingginya kemiskinan di Provinsi NTT didominasi di daerah perdesaan. Persentase
penduduk miskin perdesaan di atas 20 persen sedangkan perkotaan di bawah dari
20 persen. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT dalam kurun waktu tahun
2008 hingga 2013 positif dan terus bertumbuh (Gambar 1). Meskipun kedua
indikator tersebut menunjukkan adanya kemajuan dalam pembangunan, namun
Provinsi NTT masih mengalami tantangan karena secara umum pencapaian tersebut
masih di bawah rata-rata nasional. Selain itu, pertumbuhan ekonomi tidak
menjamin keberhasilan pembangunan, karena pertumbuhan ekonomi yang cepat
tidak dengan sendirinya diikuti oleh pertumbuhan atau perbaikan distribusi
keuntungan bagi segenap penduduk.
30

Persentase

25
20
15
10
5
0
2008

2009

2010

2011

2012

2013

Tahun

BPS, 2015

Laju pertumbuhan NTT

Laju pertumbuhan Indonesia

Kemiskinan NTT

Kemiskinan Indonesia

Gambar 1 Laju pertumbuhan dan kemiskinan Provinsi NTT dan Indonesia
Tingkat kemiskinan yang tinggi dapat disebabkan oleh berbagai persolaan
mendasar yang belum diupayakan secara maksimal. Hasil penelitian Sabuna (2012)
menyatakan bahwa persoalan mendasar kemiskinan di Provinsi NTT yaitu kondisi
sosial ekonomi, culture atau budaya masyarakat dan program-program nasional
penanggulangan kemiskinan masih bersifat homogen untuk setiap daerah. Kondisi
sosial ekonomi dan budaya masyarakat NTT berbeda dengan daerah lainnya di
Indonesia, sehingga program-program penanggulangan kemiskinan kurang efektif
menurunkan angka kemiskinan dan tidak mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Sebagian besar masyarakat NTT (70 %) menggantungkan hidup pada
pertanian dan sebagian besar mereka termasuk dalam kategori penduduk miskin.
Salah satu ciri rumah tangga miskin adalah keterbatasan dalam pemilikan modal
usaha. Mereka tidak memiliki aset produksi yang memadai untuk berusaha secara
mandiri. Walaupun sudah banyak upaya pemberdayaan masyarakat miskin yang
dijalankan di NTT tetapi bantuan modal usaha bagi rumah tangga miskin masih
sangat terbatas. Selain keterbatasan bantuan modal usaha, masalah lain yang
dihadapi oleh rumah tangga miskin adalah kesulitan dalam mengakses modal usaha.

3

Menurut Leki (2010), rumah tangga miskin tidak mendapat kesempatan untuk
memperoleh bantuan modal usaha dari lembaga keuangan/bank karena berbagai
aturan keuangan/bank yang menuntut adanya jaminan/agunan. Agunan itulah yang
tidak dimiliki oleh rumah tangga miskin. Kondisi ini menyebabkan banyak petani
yang akhirnya berhubungan dengan para pelepas uang di desa dengan tingkat bunga
yang tinggi, ada yang mengijon tanaman, ada yang menggadai tanah dan rumah
tempat tinggal. Pada akhirnya, rumah tangga miskin tetap terperangkap dalam
lingkaran kemiskinan.
Sejak dikeluarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah
daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004,
Indonesia mulai menerapkan prinsip otonomi dearah dan disentralisasi fiskal dalam
pelaksanaan pemerintahan daerah. Sistem pemerintahan daerah yang semula
bersifat sentralisasi, sekarang berubah menjadi otonomi (disentralisasi) dimana
pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengurus
pemerintahan dan mengelola pembangunan di daerahnya masing-masing (Sjafrizal
2012). Melalui otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut kreatif dalam
mengembangkan perekonomian. Peranan investasi swasta dan perusahaan milik
daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Investasi akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan
dapat menimbulkan multiplier effect terhadap sektor-sektor lainnya. Dengan
adanya strategi pembangunan ekonomi akan memudahkan penetapan prioritas
pembangunan ekonomi suatu daerah. Sehingga diperlukan pemetaan kondisi,
kekhasan dan potensi yang ada. Selanjutnya, kondisi kekhasan dan potensi tersebut
diberdayakan guna menjamin terciptanya fundamental ekonomi yang kuat (Erika
dan Mintarti 2013).
Pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak melakukan upaya untuk
mengurangi permasalahan pembangunan. Berbagai program pembangunan telah
dilaksanakan seperti 1) Program penanggulangan kemiskinan bantuan sosial
terpadu berbasis keluarga seperti jaminan kesehatan nasional (JKN), program
keluarga harapan, beras untuk keluarga miskin (raskin), program Indonesia pintar;
2) Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat
seperti PNPM mandiri; 3) Penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
usaha ekonomi mikro dan kecil seperti kredit usaha rakyat (KUR) (TNP2K 2016).
Banyak proyek/program pemerintah yang sudah dilakukan untuk mendorong
pembangunan perekonomian masyarakat perdesaan. Proyek/program tersebut
dilakukan masing-masing departemen maupun antar departemen. Kenyataannya,
ketika proyek/program berakhir maka keluaran proyek/program tersebut sudah
tidak berfungsi atau bahkan hilang. Beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan
proyek/program tersebut antara lain, yaitu: (1) ketidaktepatan antara kebutuhan
masyarakat dan bantuan yang diberikan (2) paket proyek tidak dilengkapi dengan
ketrampilan yang mendukung (3) tidak ada kegiatan monitoring yang terencana (4)
tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat yang melanjutkan proyek (Rahayu
dan Budi 2013).
Di tengah menjamurnya program pembangunan, pemerintah Provinsi NTT
periode 2009 -2013 dalam hal ini Gubernur Frans Lebu Raya dan Wakil Gubernur
Easton Foenay juga mengeluarkan program pembangunan yang hampir sama
dengan program pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat yaitu program
pembangunan terpadu desa/kelurahan mandiri anggur merah (anggaran untuk

4

rakyat menuju sejahtera). Program pembangunan ini mulai dilaksanakan pada tahun
2011 dengan tujuan mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT. Tujuan tersebut dicapai melalui
pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan kewilayahan terpadu. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2013 pasal 1 ayat 9
menjelaskan bahwa pembangunan wilayah terpadu (PWT) adalah pembangunan
terhadap suatu kawasan terpilih berdasarkan perencanaan, pengendalian, dan
evaluasi program pembangunan secara terpadu dengan memperhatikan kondisi dan
potensi serta pemanfaatan ruang sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah.
Penanggulangan permasalahan pembangunan melalui program pembangunan
terpadu desa/kelurahan dilakukan dengan memberdayakan masyarakat. Menurut
Rustiadi et al. (2011), keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan dapat
menempatkan masyarakat sebagai subyek maupun sebagai obyek pembangunan.
Sebagai subyek pembangunan, masyarakat diharapkan dapat ikut serta menentukan
pilihan-pilihan pembangunan di daerahnya. Sebagai obyek pembangunan,
masyarakat ditempatkan sebagai sasaran pembangunan. Program pembangunan
tersebut menempatkan masyarakat sebagai pemeran utama dan kontribusinya akan
menentukan keberhasilan program pembangunan.
Program pembangunan terpadu desa/kelurahan memberikan peluang kepada
masyarakat terkhususnya masyarakat miskin dalam mengakses faktor produksi
yaitu modal finansial. Faktor produksi tersebut dapat diakses oleh masyarakat
miskin karena modal tersebut diberikan pemerintah kepada pihak desa/kelurahan
sebagai dana hibah. Selain itu, program pembangunan ini tidak menuntut adanya
jaminan atau agunan yang harus diberikan oleh masyarakat miskin. Diharapkan
dengan tersedianya bantuan modal finansial maka dapat menciptakan pembentukan
modal bagi rumah tangga, sehingga dapat meningkatkan produksi, pendapatan dan
menciptakan tabungan yang dialokasikan untuk modal usaha secara
berkesinambungan. Kemudahan dalam mengakses modal finansial bagi rumah
tangga miskin diperlukan guna memperbaiki kondisi ekonomi dan kegiatan yang
mendukung tumbuhnya ekonomi serta usaha mikro di masyarakat kecil
(Chairunnisa et al. 2016).
Perumusan Masalah
Program pembangunan terpadu desa/kelurahan yang dicetuskan oleh
pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah daerah mengalokasikan
anggaran pembangunan yang berpihak pada masyarakat. Program pembangunan ini
dilaksanakan melalui pengembangan ekonomi produktif dan kegiatan bidang
pembangunan lain yang dibutuhkan desa/kelurahan. Kegiatan ekonomi produktif
disesuaikan dengan karakteristik, potensi dan keunggulan ekonomi komparatif
desa/kelurahan sasaran sehingga diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi
masyarakat dan pembangunan NTT.
Dengan adanya bantuan modal finansial, diharapkan mampu meningkatkan
penggunaan faktor produksi lainnya sehingga produktivitas dan pendapatan rumah
tangga miskin meningkat. Peningkatan pendapatan rumah tangga akan
mempengaruhi kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan akan bahan
makanan dan bukan bahan makanan. Selain itu, peningkatan pendapatan

5

Persentase

mendorong rumah tangga miskin dalam memanfaatkan pendapatannya untuk
pembentukan modal sendiri, yaitu dengan menyisihkan sebagian pendapatannya
untuk investasi bagi perkembangan usaha di masa yang akan datang.
Program pembangunan terpadu desa/kelurahan dilaksanakan dengan
memberikan bantuan modal finansial kepada masyarakat melalui desa/kelurahan,
Masyarakat yang menerima bantuan tersebut wajib untuk mengembalikannya beserta
dengan bunga kepada desa/kelurahan untuk digulirkan kembali. Program yang
memberikan dana segar langsung kepada desa untuk mengelola dan mengatur sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh desa/kelurahan penerima dana.
40
35 36,14
30
25
20
15
10
5
0
2011

27,93
18,04
2,23
2012

2013

2014

Tahun
Bappeda Provinsi NTT 2014

Gambar 2 Pengembalian bantuan modal finansial
Dalam pelaksanaan program pembangunan terpadu desa/kelurahan didapati
kendala atau permasalahan. Permasalahan atau kendala terbesar yang dihadapi
sampai saat ini adalah mengenai pengembalian modal finansial. Berdasarkan data
dari Bappeda Provinsi NTT, persentase pengembalian modal finansial dari
masyarakat mengalami penurunan. Di awal pelaksanaan program, persentase
pengembalian mencapai 36,14 persen dari total yang diberikan
Rp.71.750.000.000,- untuk 287 desa/kelurahan. Di tahun 2014, persentase
pengembaliannya 2,23 persen dari total Rp. 147.250.000.000,- (Gambar 2).
Suatu kebijakan pembangunan dikatakan berhasil apabila tujuan pelaksanaan
program tercapai. Program pembangunan terpadu desa/kelurahan dilaksanakan
dengan tujuan meningkatkan kapasitas ekeonomi wilayah dan mengurangi angka
kemiskinan di NTT. Permasalahan pengembalian bantuan modal finansial dapat
menyebabkan tujuan dari pelaksanaan program tersebut tidak tercapai bahkan tak
menutup kemungkinan bahwa dalam jangka pendek program pembangunan ini
belum memberikan dampak yang positif baik bagi rumah tangga penerima bantuan
modal finansial maupun perekonomian wilayah NTT. Mengingat salah satu
karakteristik rumah tangga miskin yaitu keterdesakkan untuk merasakan dampak
dari suatu program pembangunan dalam jangka pendek.
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan permasalahan diatas maka
penelitian ini penting untuk mengevaluasi dampak jangka pendek pelaksanaan
program pembangunan terpadu desa/kelurahan baik terhadap pendapatan rumah
tangga maupun ekonomi wilayah NTT.

6

Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk:
1) Menganalisis dampak dari program pembangunan terpadu desa/kelurahan
terhadap pendapatan rumah rangga.
2) Menganilisis dampak dari program pembangunan terpadu desa/kelurahan
terhadap perekonomian wilayah NTT.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat. Pertama,
bagi pengambil kebijakan di tingkat pemerintahan daerah, dengan mengetahui
dampak dari program pembangunan terpadu desa/kelurahan menjadi bahan acuan
untuk mengevaluasi program pembangunan terpadu desa/kelurahan demi
keberlanjutan program pembangunan. Kedua, bagi peneliti lain, diharapkan
penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian sejenis mengenai
permasalahan pembangunan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup dampak jangka pendek yang
ditimbulkan dengan adanya program pembangunan terpadu desa/kelurahan dilihat
pada level rumah tangga dan wilayah. Dampak terhadap ekonomi wilayah didekati
dengan PDRB dan kemiskinan pada tahun 2008 hingga tahun 2013 untuk 20
kabupaten dan 1 kota di Provinsi NTT. Dampak pada rumah tangga yang
mendapatkan dan yang tidak mendapatkan bantuan modal finansial pada tahun
2015.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Program Pembangunan Terpadu Desa/Kelurahan
BAPPEDA (2014) menjelaskan dalam mengoptimalkan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2013-2018 dan Rencana
Tata Ruang Wilayah tahun 2010-2030 Provinsi NTT maka pemerintah daerah
ditetapkan lima strategi pokok pembangunan yaitu kemitraan, keberlanjutan,
peningkatan dan percepatan, pemberdayaan masyarakat, dan keterpaduan sektor.
Dari strategi pokok tersebut ditetapkan arah kebijakan pembangunan yang menjadi
landasan seluruh program dan kegiatan pembangunan. Secara umum penjabaran
strategi pokok pembangunan dalam arah kebijakan pembangunan dilakukan
melalui peningkatan investasi pembangunan, optimalisasi pelaksanaan tekad
pembangunan, serta peningkatan dan percepatan kegiatan pembangunan yaitu
SDM, ekonomi kerakyatan, konektivitas wilayah, perumahan dan air bersih,
kelistrikan, tata kelola pemerintahan, pelayanan publik berbasis desa/kelurahan.
Penjabaran strategi tersebut guna untuk mewujudkan pembangunan yang
menempatkan masyarakat sebagai subyek.
Program pembangunan terpadu desa/kelurahan merupakan program
pemerintah daerah untuk pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan
kewilayahan terpadu. Program pembangunan ini dilaksanakan dengan tujuan 1)

7

meningkatkan kapasitas perekonomian berbasis keunggulan desa/kleurahan untuk
mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi rata-rata lebih besar dari 6,5 persen;
2) mendukung penurunan penduduk miskin menjadi 15 persen akhir tahun 2018; 3)
memberdayakan kelembagaan ekonomi dan sosial pedesaan yang dapat mendukun
tekad pembangunan; 4) menambahkan jumlah wirausahawan yang dapat membuka
lapangan kerja baru yang dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja di
desa/kelurahan.
Sasaran program pembangunan terpadu desa/kelurahan adalah 1)
meningkatnya kapasitas dan daya saing basis ekonomi unggulan desa/kelurahan; 2)
meningkatnya akses sumberdaya ekonomi untuk mendukung pemberdayaan
masyarakat; 3) meningkatnya desa/kelurahan yang mandiri secara ekonomi dan
bebas dari kemiskinan.
Program pembangunan ini dilakukan dengan tiga pendekatan spesifik yaitu
a. Pembangunan ekonomi produktif melalui pemberdayaan masyarakat.
Pendekatan ini diarahkan untuk mengembangkan ekonomi desa dengan
didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal (sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, kelembagaan dan sumberdaya fisik) yang dimiliki oleh
masing-masing desa, oleh pemerintah dan masyarakat rnelalui pemberdayaan
kelompok-kelompok kelembagaan ekonomi berbasis masyarakat dengan fokus
urama pada pengembangan peternakan, jagung, cendana dan koperasi. Dalam
pengembangan ekonomi produktif, masyarakat diberdayakan sehingga dapat
berpartisipasi secara aktif dalam mengambil inisiatif dari pengembangan
kreatifitas dalam pembangunan;
b. Peningkatan produktivitas dan perluasan kesempatan kerja. Pendekatan ini
lebih diarahkan pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas
tenaga kerja pada sektor pertanian dengan fokus kegiatan usaha ekonomi
produktif masyarakat yang sesuai dengan sumberdaya setempat dan
mempunyai prospek meningkatkan ketahanan pangan dan peningkatan
ekonomi masyarakat;
c. Peningkatan kapasitas kelembagaan. Pendekatan ini diarahkan untuk
meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah
desa dan rnasyarakat sehingga dapat meningkatkan manajemen pengelolaan
sumberdaya pembangunan untuk mencapai pembangunan yang efisien dan
efektif dan mampu rnenghadapi persaingan global.
Kebijakan Pembangunan Wilayah
Menurut Sjafrizal (2012), kebijakan pembangunan wilayah pada dasarnya
merupakan keputusan dan intervensi pemerintah, baik secara nasional maupun
regional untuk mendorong proses pembangunan daerah secara keseluruhan.
Kebijakan pembangunan yang merupakan keputusan publik dalam rangka
mendorong proses pembangunan tidak hanya diperlukan pada tingkat nasional,
tetapi juga pada tingkat wilayah. Melalui kebijakan tersebut akan dapat diwujudkan
suatu kondisi sosial yang diharapkan akan dapat mendorong proses pembangunan
ke arah yang diinginkan masyarakat baik pada saat sekarang maupun untuk periode
tertentu di masa mendatang.
Kebijakan pada tingkat wilayah diperlukan karena kondisi, permasalahan dan
potensi pembangunan yang dimiliki oleh suatu wilayah umumnya berbeda dengan

8

satu sama yang lainnya sehingga kebijakan yang diperlukan juga tidak sama.
Misalnya wilayah pantai yang masyarakatnya umumnya para nelayan akan
memerlukan kebijakan pembangunan ynag berbeda dengan masyarakat dataran
tinggi yang kebanyakan bergerak dalam usaha perkebunan. Demikian pula halnya
dengan daerah perkotaan yang kegiatan utamanya adalah pada sektor perdagangan
jasa dan industri memerlukan kebijakan yang berbeda dibandingkan dengan daerah
Kabupaten yang kegiatan ekonominya di dominasi oleh sektor pertanian. Di
samping itu, antara suatu daerah dengan daerah lainnya terdapat berbagai kaitan
sosial ekonomi sehingga kondisi dan perkembangan pada suatu daerah tertentu
akan mempengaruhi kondisi dan pembangunan pada daerah terkait.
Untuk dapat merumuskan kebijakan pembangunan regional yang baik dan
terarah, perlu ditetapkan terlebih dahulu sasaran yang ingin dicapai. Sasaran yang
ingin dicapai perlu ditetapkan secara jelas dan tegas, karena masing-masing wilayah
mempunyai strategi dan kebijakan pembangunan yang berbeda dan bahkan dapat
berlawanan satu sama lainnya. Ada dua alternatif sasaran yang ingin dicapai
sebagai berikut (Sjafrizal 2012)
1. Kemakmuran Wilayah
Salah satu sasaran utama pembangunan ekonomi regional yang dapat dipilih
oleh pemerintah daerah untuk mewujudkan kemakmuran wilayah bersangkutan. Ini
berarti bahwa kondisi umum yang diinginkan dapat dihasilkan oleh pembangunan
daerah tersebut adalah terwujudnya kondisi fisik daerah yang maju meliputi sarana
prasarana, perumahan dan lingkungan pemukiman, kegiatan ekonomi masyarakat,
fasilitas pelayanan sosial di bidang pendidikan dan kesehatan, kualitas lingkungan
hidup dan lain-lain. Semua hal ini akhirnya akan dapat membawa daerah tersebut
sebagai daerah yang maju dengan kondisi lingkungan hidup yang menyenangkan.
Namun demikian, walaupun kegiatan pembangunan daerah berkembang pesat
dalam bentuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan
pekerjaan, kemajuan ini biasanya akan lebih banyak dinikmati oleh para pendatang
yang kualitas sumber daya manusianya lebih baik dari penduduk setempat.
Akibatnya akan terjadi ketimpangan distribusi pendapatan yang cukup tinggi antara
para pendatang dengan penduduk yang telah lama tinggal di dearah setempat.
2. Kemakmuran Masyarakat
Bilamana kemakmuran masyarakat merupakan sasaran utama pembangunan
daerah, maka tekanan utama pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada
pembangunan penduduk setempat. Dalam kaitan dengan hal ini, program dan
kegiatan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia
dalam bentuk pengembangan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan
masyarakat, dan peningkatan penerapan teknologi tepat guna. Di samping itu,
perhatian juga akan lebih diarahkan untuk meningkatka kegiatan produksi
masyarakat setempat dalam bentuk pengembangan kegiatan pertanian yang
meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehuatna, serta
kegiatan ekonomi kerakyatan lainnya. Sejalan dengan hal tersebut, dilakukan pula
peningkatan pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kemampuannya dalam
pengembangan usaha agar tidak ketinggalan dari penduduk pendatang yang
biasanya mempunyai kemampuan lebih baik. Bila upaya pembangunan wilayah
lebih banyak diarahkan pada peningkatan kemakmuran masyarakat ini, biasanya
laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan lapangan pekerjaan pada daerah
bersangkutan cenderung bertumbuh lambat dibandingkan bila sasaran

9

pembangunan diarahkan pada peningkatan kemakmuran wilayah. Hal ini terjadi
karena, upaya pembangunan lebih banyak diarahakan pada peningkatan kualitasnya
sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat yang biasanya memerlukan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan upaya pembangunan fisik wilayah.
Akibatnya, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja
daerah cenderung menjadi lebih rendah yang selanjutnya mengakibatkan pula
kinerja pembangunan daerah bersangkutan akan cenderung pula lebih lambat.
Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow
Teori pertumbuhan ekonomi Solow menyatakan bahwa secara kondisional,
pertumbuhan ekonomi tergantung kepada penambahan penyediaan faktor-faktor
produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal dan tingkat kemajuan
teknologi). Pandangan ini didasarkan kepada anggapan yang mendasari analisis
klasik, yaitu perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full
employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan
sepanjang waktu. Dengan kata lain, sampai dimana perekonomian akan
berkembang tergantung kepada pertambahan penduduk, akumulasi capital, dan
kemajuan teknologi.
Menurut teori ini, rasio modal-output (capital-output ratio) bisa berubah.
Untuk menciptakan sejumlah output tertentu, bisa digunakan jumlah modal yang
berbeda-beda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda pula. Jika
lebih banyak modal yang digunakan, maka tenaga kerja yang digunakan lebih
sedikit. Sebaliknya jika modal yang digunakan lebih sedikit, maka lebih banyak
tenaga kerja yang digunakan. Dengan adanya fleksibilitas ini suatu perekonomian
mempunyai kebebasan yang tak terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan
tenaga kerja yang akan digunakan untuk menghasilkan output tertentu (Todaro dan
Smith 2006).
Kemiskinan
Kemiskinan didefiniskan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan
seseorang menyebabkan dirinya sendiri tidak dapat mengikuti tata nilai dan normanorma yang berlaku di masyarakat (Rustiadi et al. 2011).
Kunarjo (2002) mengatakan bahwa pokok pangkal kemiskinan adalah tingkat
pendapatan yang rendah. Pendapatan yang rendah tidak hanya mempengaruhi
tingkat tabungan yang rendah tetapi juga mempengaruhi tingkat pendidikan,
kesehatan yang rendah sehingga produktivitas sumberdaya yang ada juga menjadi
rendah. Semuanya itu akan mempengaruhi pendapatan masyarakat yang rendah
pula. Peningkatan produktivitas tergantung dari tingkat kesehatan dan gizi serta
tingka pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki masyarakat. Semuanya itu bisa
dicapai apabila masyarakat mempunyai cukup pendapatan. Dengan tingkat
pendapatan yang tinggi, masyarakat dapat berbelanja makanan yang bergizi dan
mendidik anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang bermutu. Dengan gizi yang baik,
terutama yang diberikan pada anak-anak, akan mengakibatkan antara lain
pertumbuhan jasmani yang lebih sempurna, kecerdasan yang lebih meningkat serta
ketahanan kerja yang baik. Semuanya ini akan mempengaruhi produktivitas kerja

10

yang dapat mempengaruhi pula peningkatan pendapatan. Secara rinci dapat dilihat
pada Gambar 3.
Perkembangan
teknologi rendah

Produktivitas rendah

Kesehatan menurun
Permintaan rendah

Pendapatan riil rendah

Investasi rendah

Buta huruf tinggi

Tabungan rendah

Banyak sumber alam
yang tidak dieskplorasi
Sumber: Kunarjo (2002)

Gambar 3 Lingkaran setan kemiskinan
Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan
Berbagai pendapat mengatakan bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat
buruk pada kaum miskin, karena kaum miskin terpinggirkan oleh perubahan
struktural pertumbuhan modern. Todaro dan Smith (2006) mengemukanan lima
alasan mengapa kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan tidak
harus memperlambat laju pertumbuhan.
Pertama, kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum
miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak mampu membiayai
pendidikan anaknya, dan dengan ketiadaan peluang investasi fisik maupun moneter,
mempunyai banyak anak sebagai sumber keamanan keuangan di masa tua nantinya.
Faktor ini secara bersamaan menyebabkan pertumbuhan per kapita lebih kecil
daripada jika distribusi pendapatan merata.
Kedua, kaum kaya di negara-negara miskin sekarang tidak dikenal karena
hematnya atau hasrat mereka untuk menabung dan menginvestasikan bagian yang
besar dari pendapatan mereka di dalam perekonomian negara mereka sendiri.
Ketiga, pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami oleh
golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi dan pendidikan yang rendah
dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya secara langsung
maupun tidak langsung menyebabkan perekonomian tumbuh lambat. Strategi yang
ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup golongan miskintidak
saja akan memperbaiki kesejahteraan mereka, tetapi juga akan meningkatkan
produktivitas dan pendapatan seluruh perekonomian.
Keempat, peningkatan pendapatan golongan miskin akan mendorong
kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal, seperti
makanan dan pakaian, secara menyeluruh, sementara golongan kaya cenderung

11

membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk barang-barang impor.
Meningkatnya permintaan akan barang-barang lokal memberikan rangsangan yang
lebih besar kepada produksi lokal, memperbesar kesempatan kerja lokal dan
menumbuhkan investasi lokal. Permintan ini akan meciptakan pertumbuhan
ekonomi yang cepat dan rakyat turut berpartisipasi di dalamnya.
Kelima, penurunan kemiskinan secara massal dapat menstimulasi ekspansi
ekonomi yang lebih sehat karena merupakan insentif materi dan psikologis yang
kuat bagi meluasnya pastisipasi publik di dalam proses pembangunan. Sebaliknya,
melebarnya kesenjangan pendapatan dan besarnya kemiskian absolut dapat menjadi
pendorong negatif materi dan psikologis yang kuat terhadap kemajuan ekonomi.
Kondisi yang terakhir bahkan akan menciptakan penolakan masyarakat luas
terhadap kemajuan dan ketidaksabaran terhadap laju pembangunan atau terhadap
kegagalan untuk menguba kondisi material mereka.
Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang ceapat dan penanggulangan
kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan, namun keduanya dapat
dicapai secara bersamaan.
Penelitian Terdahulu
Studi empiris dalam penelitian ini mencakup penelitian yang membahas
tentang dampak kebijakan pembangunan, diantaranya:
Asih (2008) menganalisis kebijakan kredit dari program pemberdayaan
ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap pengembangan usaha perikanan
nelayan tradisional di Kabupaten Tojo Una-una dengan menggunakan pendekatan
ekonometrika yang dianalisis secara simultan. Kredit yang diberikan kepada
nelayan tradisonal memberikan dampak positif yaitu peningkatan pendapatan
nelayan. Hasil pendugaan model rumahtangga nelayan menunjukan bahwa nilai
kredit yang diterima oleh nelayan tradisional dipengaruhi oleh pendapatan rumah
tangga dari kegiatan perikanan, produksi nelayan, umur perahu dan konsumsi total
rumah tangga.
Maelissa (2010) mengevaluasi dampak program pemberdayaan ekonomi
masyarakat pesisir (PEMP) terhadap perekonomian wilayah pesisir dengan
menggunakan analisis perbedaan nilai tengah untuk contoh bebas secara deskripsi.
Dari hasil analisis diketahui adanya perbedaan yang signifikan sebelum dan
sesudah mayarakat menerima PEMP. Perbedaan tersebut dilihat dari hasil produksi
atau volume penjualan, jumlah tenaga kerja dan tingkat pendapatan.
Muktiali et al. (2012) mengkaji pengaruh program penanggulangan
kemiskinan “gerdu kempling” terhadap masyarakat miskin di Kota Semarang.
Gerdu Kempling merupakan singkatan dari gerakan terpadu bidang kesehatan,
ekonomi, pendidikan, infrastruktur, dan lingkungan. Gerdu Kempling merupakan
gerakan terpadu dari program-program percepatan penanggulangan kemiskinan
yang digalakkan oleh pemerintah Kota Semarang. Secara keseluruhan bahwa
program Gerdu Kempling tahun 2011 sudah tepat dilaksanakan dan secara
kuantitatif telah memenuhi target penanganan angka kemiskinan.
Ningsih dan Hardianto (2012) menganalisis dampak bantuan program
penanggulangan kemiskinan terhadap kehidupan masyarakat miskin di Desa Pait
Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang dengan menggunakan paradigma
kualitatif yang dilengkapi dan diperkuat dengan data kuantitatif. Program

12

penanggulang kemiskinan yang dianalisis ialah program kompensasi pengurangan
subsidi bahan bakar minyak dan program pemberdayaan masyarakat. Dampak
positif dari bantuan program pembangunan ialah masyarakat miskin dapat
memenuhi kebutuhan pangan maupun bukan pangan serta dapat mengembangkan
usaha. Dampak negatif dari bantuan program pembangunan ialah penurunan
semangat dalam bekerja karena sebagian dari masyarakat terlalu menggantungkan
diri pada pemerintah.
Setyari (2012) mengevaluasi dampak kredit mikro terhadap kesejahteraan
rumah tangga di Indonesia dengan menggunakan model data panel. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kredit mikro memberikan dampak yang signifikan positif
terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga di Indonesia yang ditunjukkan melalui
peningkatan pengeluaran per kapita dan labor supply dari rumah tangga penerima
program. Namun tidak demikian halnya dengan level pendidikan anak yang tidak
menunjukkan dampak yang signifikan bahkan menunjukkan adanya mekanisme
adverse effect.
Dahri et al. (2015) menganalisis dampak kredit ketahanan pangan dan energi
(KKPE) dalam pengembangan usaha ternak sapi di tingkat peternakan di Jawa
Tengah dengan menggunakan model regresi linear sederhana. Hasil analisis
menunjukkan bahwa KKPE memberikan pengaruh yang positif terhadap jumlah
sapi yang dimiliki peternak dan penyerapan tenaga kerja. Pengaruh tersebut
semuanya signifikan, kecuali untuk dampak terhadap pendapatan usaha sapi.
Rubiyanah et al. (2016) mengkaji mengenai implementasi program nasional
pemberdayaan masyarakat mandiri perkotaan dalam penanggulangan kemiskinan
dengan menggunakan analisis linear berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa
variabel pendapatan, tabungan, investasi mempengaruhi pinjaman bergulir. Hal lain
yang ditemukan dalam penelitian ini ialah adanya perbedaan pendapatan usaha
sebelum dengan sesudah mendapatkan pinjaman bergulir.
Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya suatu kebijakan direncanakan dan direalisakan dengan tujuan
untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik. Kebijakan pembangunan
untuk setiap daerah berbeda tergantung kondisi, permasalahan dan potensi
pembangunan yang dimiliki oleh suatu wilayah. Perbedaan kebijakan
pembangunan untuk setiap wilayah diharapkan memberikan dampak positif
terhadap proses pembangunan di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi,
sosial, budaya, politik, baik pada pada level wilayah (regional) dan rumah
tangga (commuinity/group/household).
Program pembangunan terpadu desa/kelurahan atau yang lebih dikenal oleh
masyarakat NTT sebagai program anggur merah (anggaran untuk rakyat menuju
sejahtera) merupakan kebijakan pembangunan Provinsi NTT yang direncanakan
dan diimplementasikan untuk membantu mengatasi permasalahan pembangunan
di wilayah tersebut. Program pembangunan ini menempatkan masyarakat
sebagai pelaku (subyek) dalam pembangunan. Masyarakat diberikan kemudahan
dalam mengakses faktor produksi yaitu modal finansial. Modal tersebut digunakan
untuk melakukan usaha ekonomi sesuai dengan kemampuan masing-masing dan
potensi wilayah (Gambar 4).

13

Kertersediaan bantuan modal finansial diharapkan dapat menciptakan modal
bagi rumah tangga miskin, sehingga dapat meningkatkan produksi dan pendapatan.
Peningkatan pendapatan rumah tangga miskin akan mendorong kenaikan
permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal seperti makanan.
Meningkatnya permintaan akan barang-barang buatan lokal memberikan
rangsangan yang lebih besar terhadap produksi lokal, memperbesar kesempatan
kerja lokal dan menumbuhkan investasi lokal. Permintaan ini akan menciptakan
kondisi bagi pertumbuhan ekonomi yang cepat dan rakyat turut berpartisipasi dalam
pembangunan tersebut (Todaro dan Smith 2006).
Pembangunan Provinsi NTT
Angka Kemiskinan tinggi
Laju pertumbuhan rendah

Kebijakan Pembangunan
Provinsi NTT

Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur
Nomor 4 Tahun 2014

Program Pembangunan Terpadu Desa/Kelurahan
Mandiri Anggur Merah

Dampak Program Pembangunan
Terpadu DMAM

Dampak Mikro
(Rumah tangga)

Dampak Regional
(Provinsi)

Pendapatan

Ekonomi Wilayah

Pendidikan

PDRB

Kemiskinan

Keterangan : --------- = batasan penelitian
Gambar 4 Kerangka pikir
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas serta acuan dari pendapat para ahli dan
teori-teori yang diungkapkan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ialah:

14

1.

2.

Dalam jangka pendek, bantuan modal dari program pembangunan terpadu
desa/kelurahan belum memberikan dampak terhadap pendapatan rumah tangga
dan preferensi rumah tangga dalam menyekolahkan anak.
Dalam jangka pendek, bantuan modal dari program pembangunan terpadu
desa/kelurahan memberikan dampak positif terhadap PDRB dan kemiskinan
Provinsi NTT.

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada dua level yaitu level rumah tangga dan level
wilayah. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling. Untuk level
wilayah, penelitian dilakukan pada level Provinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan
untuk level rumah tangga dilakukan di Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah
Selatan (TTS). Kota Kupang merupakan wilayah yang mewakili wilayah Kota.
Sedangkan Kabupaten TTS merupakan wilayah yang mewakili wilayah Kabupaten.
Kabupaten TTS juga merupakan Kabupaten dengan jumlah penduduk miskin
terbanyak di NTT yaitu 124.000 jiwa sehingga Kabupaten tersebut tercatat sebagai
Kabupaten dengan jumlah desa terbanyak penerima bantuan modal finansial. Pada
level kecamatan dan desa/kelurahan, wilayah administrasi pertama yang terpilih
merupakan wilayah yang mendapatkan penghargaan dari pemerintah daerah karena
berhasil dalam melaksanakan program pembangunan terpadu desa/kelurahan,
sedangkan wilayah administrasi kedua mewakili wilayah yang kurang berhasil
dalam pelaksanaan program pembangunan tersebut. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Oktober 2015 hingga Mei 2016.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer, yaitu data yang berkaitan dengan data yang dikumpulkan
untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi. Data primer diperoleh
Tabel 1 Jenis sumber dan teknik pengumpulan data
No

1
2

1
2

3
4

Jenis
data
Data Primer
Pendapatan
rumah tangga
Pendidikan rumah
tangga
Data Sekunder
Gambaran umum
Prov NTT
Panduan program
pembangunan
terpadu desa/
kelurahan
Realisasi bantuan
modal finansial
Indikator
ekonomi
Prov
NTT tahun 2008-

Sumber
data

Teknik
pengumpulan
data

Responden

Wawancara

Responden

Wawancara

BPS

Studi pustaka

Bappeda
Prov NTT

Studi pustaka

Bappeda
Prov NTT
BPS

Studi pustaka
Studi pustaka

15

melalui pendekatan survei dimana informasi dari suatu contoh responden
dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner dan wawancara. Sedangkan data
sekunder adal