Dari bagan 2 dapat dilihat bahwa Presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI dan Ketua Dewan Pembina Golkar Partai Pemerintah. Sementara itu, perimbangan
kekuatan di lembaga legislatif selama Orde Baru memperlihatkan betapa fraksi karya pembangunan dan fraksi ABRI memiliki kekuatan yang dominan dengan menguasai
sekitar 70-80 kursi DPR, sedangkan FPP dan FPDI hanya sekitar 20-30 kursi. Kontrol yang dijalankan legislatif dan bersifat semu dan karenanya tidak pernah
efektif.
6.4 Doktrinasi Ideologi
Doktrin adalah ajaran tentang asas suatu aliran politik, keagamaan, atau pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, ketatanegaraan secara
bersistem, khususnya dalam penyusunan kebijakan negara. Selanjutnya dapat dipahami melalui kutipan sebagai berikut.
“Pak Kyai, pesantren itu isinya orang-orang agama, to…orang-orang pemerintah semua. Dulu tahun 65 kita sama-sama numpas PKI.
Berarti kita sama, to? Berarti Pak Kyai bakal mendukung semua program pemerintah, to? Ini waduk mau dibangun agar semua orang
sejahtera. Ajak mereka semua pindah dari sini. Nanti bikin sekolah di tempat yang baru…“ Entrok: 225-226.
Percakapan di atas menunjukkan adanya proses doktrinasi yang dilakukan oleh Komandan Tentara terhadap Kyai Hasbi, sebagai tokoh pembela rakyat yang
tertindas. Doktrinasi ideologi disampaikannya melalui pandangannya mengenai orang-orang agama yang tentunya akan mendukung program pemerintah. Posisi Kyai
Universitas Sumatera Utara
Hasbi sebagai tokoh agama yang dipercayai oleh Wagimun dan teman-teman, dimanfaatkan oleh komandan untuk menularkan pemahamannya kepada Kyai Hasbi
agar warga segera meninggalkan rumah mereka masing-masing.
“Yang jelas, minggu depan ini giliran desamu yang dikeruk. Mesin- mesin keruk akan mengangkat tubuh kalian semua. Kowe akan mati
tertimbun tanah sendiri. Atau kalau untung, bisa saja kalian selamat. Tapi hari itu seluruh pasukan akan ada di daerah ini. Kalian semua
akan tertangkap. Seumur hidup masuk penjara bersama orang-orang PKI itu. Kalian semua sudah jadi PKI.” Entrok: 226.
Gambaran situasi di atas menunjukkan doktrinasi yang dilakukan oleh Komandan Tentara terhadap Wagimun, salah seorang warga yang enggan pindah dari
lokasi yang direncanakan pemerintah akan dijadikan waduk. Doktrinasi ideologi yang ditekankan adalah masalah penularan pemikiran yang menganggap warga
pembangkang adalah orang-orang yang tergolong PKI.
“Katanya kelenteng itu tempat orang-orang Cina menyembah leluhur. Mereka menyimpan abu nenek moyang dalam guci yang disimpan di
kelenteng, lalu berdoa di sana. Sejak goro-goro PKI, orang tidak boleh lagi ke kelenteng. Kelenteng-kelenteng ditutup.” Entrok: 108.
Gambaran situasi di atas memaparkan bahwa adanya doktrinasi ideologi mengenai keagamaan, dalam hal ini tempat peribadatan etnis Cina yang pada masa
pemerintahan orde baru ditutup. Kebijakan pemerintah pada masa itu memaksakan agar seluruh orang Cina tidak lagi mendatangi kelenteng untuk beribadah.
Universitas Sumatera Utara
Doktrinasi yang dilakukan oleh tentara kepada masyarakat sepanjang kekuasaan Orde baru biasanya bertujuan untuk kepentingan golongan tertentu bagi
orang-orang yang menolak berbagai kebijakan pemerintah atau negara sesuai dengan semangat developmentalismenya akan dicap sebagai orang-orang PKI. Tidak ada
kebenaran universal, yang ada hanya kebenaran yang bertujuan untuk menopang kekuasaan pemerintah. Doktrinasi ideologi terdapat dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari dan juga merupakan fenomena material yang berakar pada kondisi sehari-hari. Situasi psikologis masyarakat Indonesia sesuai dengan pendapat Althusser 2004: 59
seperti di bawah ini: “Bagi Althusser, titik masuk kita ke dalam tatanan bahasa dan
terbentuknya diri kita sebagai subjek adalah hasil kerja ideologi. Dalam essainya “Ideology and the Ideological State Apparatuses”, dia
berpendapat bahwa “ideologi memuji dan mempertanyakan individu sebagai subjek konkret”. Ideologi “berfungsi untuk membentuk
individu konkret sebagai subjek”. Argumen ini adalah bagian dari antihumanisme Althusser dimana subjek dilihat bukan sebagai agen
yang membentuk dirinya sendiri melainkan sebagai “efek” dari struktur.” Barker, 2009: 379-380.
Universitas Sumatera Utara
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN