Pajak Penghasilan PPh 21 Pengertian Pajak Pusat

2.2.2.1.2 Pajak Penghasilan PPh 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif. 1. Sejarah Pajak Penghasilan PPh Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari Pajak Penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 sebelum Masehi. Pengenaan Pajak Penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang - Undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, Pajak Penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah a persons faculty, personal faculties and abilitites. Pada tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada returns and gain. “Tersonal faculty and abilities secara implisit adalah pengenaan Pajak Pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan Returns and gain berkonotasi pada Pajak Penghasilan Badan. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tonggak - tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang - Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami Tax Reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan tax return yang dibuat pada tahun 1860an berdasarkan Undang - Undang Pajak Federal tersebut telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962. 2. Pajak Penghasilan di Indonesia Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya Tenement Tax Huistaks pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti patent duty. Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah. Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan - badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1, 2 dan 3 atas dasar kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General Income Tax yakni Ordonansi Pajak Pendapatan yang dibaharui tahun 1920 Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312 yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan ini telah diterapkan asas - asas Pajak Penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber. Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan - perkebunan ondememing, pada tahun 1925 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925 Ordonantie op de Vennootschapbelasting yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs Pajak Perseroan. Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan UU No. 8 tahun 1967 tentang Psnibahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktek lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak mengaturregulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan tax holiday. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya tax reform, pada awal tahun 1925an yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111 yang dikenakan kepada orang pribadi Personal Income Tax. Asas-asas Pajak Penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia, kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia, Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili. Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Upah loonbelasting yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upahgaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0 sampai dengan 15. Pada zaman Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting Pajak Perang menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting Pajak Peralihan. Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. Saja. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax reform di Indonesia. 3. Subyek Pajak Penghasilan Menurut Undang - Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, subyek Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut: 1. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan maka pendapatan itu dikenakan pajak. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 3. Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara e. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 4. Bukan subyek pajak penghasilan Undang - Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk obyek pajak sebagai berikut: a. Badan perwakilan negara asing. b. Pejabat Perwakilan Diplomatik dan Konsulat atau Pejabat - Pejabat lain dari Negara Asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. c. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF. d. Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia. 5. Obyek Pajak Penghasilan Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Undang - Undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang - Undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang - Undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam 1 tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya Kompensasi Horisontal, kecuali kerugian yang diderita di Luar Negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 6. Kronologi Perubahan Undang - Undang yang mengatur Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan PPh di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang - Undang No. 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 No. 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemen oleh a. Undang-Undang No. 7 Tahun 1991 b. Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 c. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 d. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004, Pemerintah menerapkan sistem pajak yang ditanggung Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah PP No.47 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 486KMK.032003. Perubahan penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP telah disesuaikan juga beberapa kali dalam: 1. Peraturan Menteri Keuangan No. 564KMK.032004, berlaku untuk tahun pajak 2005 sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung Pemerintah. 2. Peraturan Menteri Keuangan No. 137PMK.032005, berlaku untuk tahun pajak 2006. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Pemotong PPh Pasal 21 1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. 2. Bendahara Pemerintah baik Pusat maupun Daerah 3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja JAMSOSTEK dan badan-badan lainnya. 4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak Luar Negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang. 5. Penyelenggara kegiatan, termasuk Badan Pemerintah, organisasi yang bersifat Nasional dan Internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 1. Pegawai 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya. 3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi : a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawanperagawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya c. Olahragawan d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah f. Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan g. Agen iklan h. Pengawas atau pengelola proyek i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara j. Petugas penjaja barang dagangan k. Petugas dinas luar asuransi l. Distributor multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenisnya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikut sertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi : a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang e. Peserta kegiatan lainnya. Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21 1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat : a. Bukan Warga Negara Indonesia WNI b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya 3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis 4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan 5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan 6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Penghasilan yang tidak Dipotong PPh Pasal 21 1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. 2. Penerimaan dalam bentuk natura danatau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh wajib pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus deemed profit. 3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja. 4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. 5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia WNI dari wajib pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formalnonformal yang terstruktur baik di dalam Negeri maupun Luar Negeri. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Lain - lain 1. Pemotong PPh Pasal 21 dan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 tahun kalender wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi subjek pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada pemotong pajak saat mulai bekerja atau mulai pensiun 3. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 tahun kalender wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya 4. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.2.2.2 Pengertian Pajak Daerah