:Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus Betina Ukuran 5 Kg Menggunakan OODEV melalui Penyuntikan

INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN SIAM
Pangasianodon hypophthalmus BETINA UKURAN 5 KG
MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PENYUNTIKAN

ADRIYANI BR GINTING

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Induksi Pematangan
Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus Ukuran 5 Kg
menggunakan OODEV melalui Penyuntikan” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Adriyani Br Ginting
NIM C14100046

ABSTRAK
ADRIYANI BR GINTING. Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam
Pangasianodon hypophthalmus Betina Ukuran 5 Kg menggunakan OODEV
melalui Penyuntikan. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan HARTON
ARFAH.
Ikan patin siam hanya dapat dipijahkan pada musim hujan dan memerlukan waktu
4-6 bulan untuk dapat dipijahkan kembali. Rekayasa hormonal untuk
mempercepat kematangan gonad merupakan salah satu solusi penyediaan induk
ikan patin matang gonad di luar musim pemijahan. Penelitian ini bertujuan untuk
mempercepat proses pematangan gonad ikan patin siam menggunakan hormon
OODEV. Hormon OODEV terdiri dari Pregnant Mare Serum Gonadothropin
(PMSG) dan antidopamin yang diinjeksikan secara intramuskular ke induk ikan
patin berukuran 5 kg/ekor dengan 3 perlakuan dan 10 ulangan., yaitu penyuntikan

OODEV 0 ml/kg ikan: OODEV 0 ml/kg; penyuntikan OODEV 0,25 ml/kg ikan:
OODEV 0,25 ml/kg; dan penyuntikan OODEV 0,5 ml/kg ikan: OODEV 0,5
ml/kg. Hasil menunjukkan bahwa pemberian OODEV dapat mempercepat
pematangan gonad ikan patin . Perlakuan OODEV 0,25 ml/kg dan OODEV 0,5
ml/kg ikan dapat matang gonad 100% pada minggu ke-6, sedangkan perlakuan
OODEV 0 ml/kg tidak ada ikan yang matang gonad. Fekunditas perlakuan
OODEV 0,25 ml/kg dan OODEV 0,5 ml/kg secara berturut-turut adalah
352.097±220,31 butir/kg induk dan 85.698±230,17 butir/kg induk. Diameter telur
perlakuan OODEV 0,25 ml/kg dan OODEV 0,5 ml/kg sebesar 1,26±0,05 mm dan
1,21±0,09 mm. Hasil histologi menunjukkan bahwa perlakuan OODEV 0,25
ml/kg perkembangan gonad pada fase mature (Tingkat kematangan gonad IV)
dan maturing (Tingkat kematangan gonad III). Sedangkan histologi gonad
perlakuan OODEV 0,5 ml/kg menunjukkan perkembangan gonad pada fase
maturing (Tingkat kematangan gonad III). Hasil penelitian ini memberikan
harapan penyedia benih ikan patin secara kontinu sepanjang tahun.
Kata kunci: induksi pematangan gonad, ikan patin, OODEV

ABSTRACT
ADRIYANI BR GINTING. Induction Artificial Maturation of Female Striped
Catfish Pangasionodon hypopthalmus Broodstock Sized 5 kg Through OODEV

Injection. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and HARTON ARFAH.
Striped catfish only can spawn at rainy season and need 4-6 months for spawn
again. Hormonal manipulation to accelerate maturation was one of several
solutions to provide matured striped catfish broodstock outside the spawning
season. This research was conducted to accelerate maturation process striped
catfish used OODEV hormone. OODEV hormone contains combination of
Pregnant Mare Serum Gonadothrophin (PMSG) hormone and antidopamine
which was injected using intermuscular methods to the striped catfish broodstock
with average weight of 5 kg/fish with 3 treatments and 10 replication, consist of
injection OODEV 0 ml/kg fish : OODEV 0 ml/kg; injection OODEV 0,25 ml/kg
fish : OODEV 0,25 ml/kg ; and injection OODEV 0,5 ml/kg fish : OODEV 0,5
ml/kg. The result showed that OODEV can accelerate gonads maturation striped
catfish. Treatment OODEV 0,25 ml/kg and OODEV 0,5 ml/kg can mature of
gonads fish 100% at 6th month, meanwhile at OODEV 0 ml/kg treatment there are
no maturity found. Fecundity of treatment OODEV 0,25 ml/kg and OODEV 0,5
ml/kg
respectively
352.097±220,31
eggs/kg
broodstock

and
85.698±230,17eggs/kg broodstock. Eggs diameter OODEV 0,25 ml/kg and 0,5
ml/kg are 1,26±0,05 mm and 1,21±0,09 mm. The result of histology showed that
treatment OODEV 0,25 ml/kg gonads development at mature phase (Gonad
maturity level IV) and maturing phase (Gonad maturity level III). Gonads
histology at OODEV 0,5 ml/kg showed that gonads development at maturing
phase (Gonad maturity level III). The result of this research can giving hope of
striped catfish seed providers continuously throughout the year.
Keywords : Gonads induction maturity, striped catfish, OODEV

INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN SIAM
Pangasianodon hypophthalmus BETINA UKURAN 5 KG
MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PENYUNTIKAN

ADRIYANI BR GINTING

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada

Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi :Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam
Pangasianodon
hypophthalmus Betina Ukuran 5 Kg Menggunakan OODEV
melalui Penyuntikan
Nama
:Adriyani Br Ginting
NIM
:C14100046
Program Studi :Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh


Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M. Sc
Pembimbing I

Ir. Harton Arfah, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Februari sampai April 2014 adalah reproduksi ikan
dengan judul “Induksi Pematangan Gonad Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypophthalmus Betina Ukuran 5 Kg menggunakan OODEV melalui
Penyuntikan”. Skripsi ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan di Balai

Pengembangan Budidaya Air Tawar Cijengkol, Jawa Barat dan Laboratorium
Pengembangbiakan dan Genetika Biota Akuatik, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini, di antaranya:
1. Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M. Sc selaku pembimbing 1 yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan.
2. Ir. Harton Arfah, M. Si selaku pembimbing 2 yang telah memberikan arahan
dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan.
3. Kedua orang tua tercinta atas kasih sayang, doa, dukungan materi, semangat
dan keteladanannya hingga saat ini.
4. Dodi Sudenda SP. M. M selaku kepala Balai Pengembangan Budidaya Air
Tawar Cijengkol, Jawa Barat dan seluruh staf dan pegawai kantor yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di instansi ini.
5. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika
Organisme Akuatik, Ovi, Linly, Arman, Haris, Lilis, Safira, Euis, Dwi, Bayu,
dan Daniel.
6. Sahabat-sahabat terdekat, Radhita, Radit, Steven, Astrit, Sisil, Yohanna, Vitis,
Anna, Evi, dan Vinny.
7. Teman-teman dan sahabat seperjuangan BDP47 atas kebersamaan, cerita dan
semua pelajaran selama masa perkuliahan.

8. Keluarga Di BPBAT Cijengkol Batre, Gugun, Dede, Cio, Jainal, dll. yang
selalu membantu, menghibur dan menginspirasi.
9. Keluarga Besar Departemen BDP, Dosen dan seluruh staff, BDP45, BDP44,
BDP48 dan BDP49.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, ilmu pengetahuan, masyarakat
dan berbagai pihak yang membutuhkan serta menjadi salah satu kontribusi untuk
memajukan perikanan Indonesia.

Bogor, Agustus 2014

Adriyani Br Ginting

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2
METODE ............................................................................................................... 2

Rancangan Penelitian .......................................................................................... 2
Prosedur Penelitian ............................................................................................. 2
Persiapan Wadah ...................................................................................... 2
Seleksi Induk dan Aklimatisasi ................................................................ 3
Tagging Induk Ikan Patin ......................................................................... 3
Manajemen Pemberian Pakan .................................................................. 3
Manajemen Kualitas Air .......................................................................... 3
Sampling dan Penyuntikan Ikan Patin...................................................... 4
Pengambilan Sampel Gonad dan Hati ...................................................... 4
Parameter Pengamatan ........................................................................................ 4
Pertambahan Bobot Mutlak ...................................................................... 4
Pertambahan Panjang Mutlak ................................................................... 4
Laju Pertumbuhan Bobot harian............................................................... 4
Tingkat Kebuntingan ................................................................................ 5
Indeks Kematangn Gonad (IKG) ............................................................. 5
Indeks hepatosoma (IHS) ......................................................................... 5
Histologi Gonad ....................................................................................... 6
Kualitas Air .............................................................................................. 6
Fekunditas ................................................................................................. 6
Diameter telur ........................................................................................... 6

Analisis Data ....................................................................................................... 6
Analisis Biaya ..................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 8
Hasil .................................................................................................................... 8
Pembahasan ...................................................................................................... 12
KESIMPULAN .................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
LAMPIRAN ......................................................................................................... 17

DAFTAR TABEL
1 Rancangan perlakuan penyuntikan secara hormonal pada induk ikan
patin siam ........................................................................................................ 2
2 Kandungan nutrisi pelet ikan patin siam Cargil Vitality................................. 3
3 Kualitas air pemeliharaan ikan patin ............................................................... 3

4 Tingkat kebuntingan, persentase induk matang gonad, waktu rematurasi
dan fekunditas induk ikan patin siam.............................................................. 8
5 Pertambahan bobot mutlak, pertambahan panjang mutlak dan laju
pertumbuhan harian induk ikan patin siam ..................................................... 9
DAFTAR GAMBAR


1
2
3
4
5

Induk bunting (a) dan induk tidak bunting (b) ............................................... 5
Histologi gonad patin ....................................................................................... 6
Indeks hepatosoma induk ikan patin siam .................................................... 9
Indeks kematangan gonad induk ikan patin siam ......................................... 10
Diameter telur perlakuan OODEV 0,5 ml/kg (a) dan diameter telur
perlakuan OODEV 0,25 ml/kg (b) ................................................................ 10
6 Histologi gonad induk ikan patin siam perlakuan OODEV 0 ml/kg ............. 11
7 Histologi gonad induk ikan patin siam perlakuan OODEV 0,25 ml/kg.........12
8 Histologi gonad induk ikan patin siam perlakuan OODEV 0,5 ml/kg...........12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar pelaksanaan penelitian dan perkembangan gonad .......................... 16
2 Analisis statistik laju pertumbuhan harian .................................................. 18
3 Analisis statistik pertambahan bobot mutlak................................................ 18
4 Analisis statistik pertambahan panjang mutlak ............................................. 18
5 Analisis Statitik indeks hepatosoma dan indeks kematangan gonad ............ 18

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan patin siam merupakan ikan yang siklus pemijahannya tergantung
musim. Biasanya ikan patin hanya dapat memijah 2 kali selama setahun pada
musim hujan sehingga ketersediaan benih ikan patin di luar musim pemijahan
sangatlah langka. Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Cijengkol Subang
telah ditetapkan sebagai Catfish Center dalam memproduksi induk dan benih yang
membantu dalam pemenuhan target produksi. Target produksi ikan patin
konsumsi hingga tahun 2013 mencapai 87,9% (KKP 2014). Proses pematangan
gonad ikan membutuhkan waktu yang lama sampai berbulan-bulan dan telah
diketahui bergantung pada peningkatan hormon gonadotropin dan steroid gonad
(Ng dan Idier 1983). Disamping itu, ikan menunggu sinyal-sinyal lingkungan
sebagai triger perkembangan gonad yang tidak tersedia sepanjang tahun.
Pemijahan buatan yang dilakukan di luar musim pemijahan biasanya tidak
membuahkan hasil, maka upaya pengembangbiakan perlu diarahkan ke
pengembangbiakan secara buatan dengan terapi hormon (Zairin et al. 1996).
Proses pematangan gonad dimulai dari penerimaan sinyal lingkungan oleh
sistem syaraf pusat dan diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan
Gonadotropin releasing Hormone (GnRH) yang bekerja di kelenjar hipofisis.
Selanjutnya hipofisis melepaskan FSH yang bekerja pada sel teka dan mensintesis
testoteron. Peningkatan konsentrasi FSH atau GTH-1 menyebabkan lapisan teka
mensintesis testosteron menjadi estradiol-17β oleh enzim aromatase dan beredar
secara difusi sehingga merangsang sintesis vitellogenesis. Selanjutnya,
vitellogenesis dibawa melalui darah menuju gonad dan terjadi penyerapan
vitellogenesis secara selektif di gonad oleh lapisan folikel oosit (Nagahama 1995).
FSH (Folikel Stimulating Hormone) yang berperan penting dalam proses
vitelogenesis terdapat dalam PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin).
PMSG sangat banyak mengandung unsur kerja FSH (Folikel Stimulating
Hormone) dan sedikit LH (Luteinizing Hormone) sehingga baik digunakan untuk
menginduksi proses vitellogenesis (pematangan gonad). Secara alamiah proses
pematangan gonad akan dihambat oleh senyawa dopamin. Senyawa dopamin
adalah bahan kimia yang menghambat pituitari dalam merespon penyuntikan
LHRHa. Oleh karena itu penambahan antidopamin sangat diperlukan untuk
menghentikan kerja dopamin. Antidopamin berfungsi untuk menghambat
dopamin sehingga menstimulasi sekresi gonadotropin, meningkatkan respon
pemijahan, meningkatkan presentase fertilisasi dan derajat penetasan telur
(Nandeesha et al. 1991).
Dari beberapa penelitian sebelumnya diketahui PMSG dan antidopamin
dapat merangsang vitelogenesis pada ikan patin siam. Fibriana (2010) berhasil
melakukan rematurasi pada patin hingga mencapai perkembangan gonad 100%
dengan menggunakan kombinasi PMSG 20 IU/kg ikan dan hCG 10 IU/kg ikan.
Selain itu, penelitian rekayasa rematurasi ikan patin siam oleh Samara (2010)
berhasil melakukan rematurasi pada patin hingga mencapai perkembangan gonad
100% dengan penyuntikan hormon PMSG dan HCG serta penambahan vitamin
mix 300 mg/kg pada pakan. Dalam penelitian ini dilakukan induksi pematangan

2
gonad induk ikan patin siam ukuran 5 kg menggunakan OODEV (Oosit
Developer) melalui penyuntikan. Hormon OODEV merupakan kombinasi dari
hormon PMSG dan antidopamin sehingga efektif digunakan untuk pematangan
gonad induk ikan patin.
Frekuensi pemijahan induk yang masih tergantung pada musim menjadi
kendala untuk meningkatkan produksi ikan patin siam. Dalam lingkungan
budidaya produksi ikan patin siam lebih diprioritaskan menggunakan induk betina
ikan patin siam yang masih dara. Namun, ketersediaan induk betina ikan patin
siam ini seringkali tidak mencukupi sehingga mendorong pembudidaya
melakukan pengelolaan induk betina ikan patin siam afkir. Dengan diketahuinya
FSH (Folikel Stimulating Hormone) dan antidopamin pada proses pematangan
gonad, maka melalui rekayasa hormonal melalui penyuntikan OODEV diharapkan
siklus reproduksi tidak lagi tergantung pada musim.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa hormon OODEV dapat
mempercepat pematangan gonad induk ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus
betina ukuran 5 kg dan menentukan dosis yang efektif terhadap rematurasi ikan patin
melalui penyuntikan dengan hormon OODEV.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada Februari hingga April 2014. Pemeliharaan
ikan uji dan perlakuan di kompeks Kolam B Balai Pengembangan Budidaya Air
Tawar, Cijengkol, Subang, Jawa Barat. Hormon diperoleh dari Laboratorium
Pengembangbiakan dan Genetika Biota Akuatik, Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan
diameter telur dan histologi gonad dilakukan di Laboratorium Pengembangbiakan
dan Genetika Biota Akuatik, Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Serta pembuatan preparat histologi
dilakukan di Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.

3
Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan rancangan
acak lengkap dengan tiga perlakuan dan sepuluh ulangan. Rancangan perlakuan
tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Rancangan perlakuan penyuntikan secara hormonal pada ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus
Perlakuan
Penyuntikan dengan Larutan fisiologis 0,25 ml/kg bobot ikan
patin
Penyuntikan OODEV 0,25 ml/kg bobot ikan patin

Keterangan
OODEV 0 ml/kg ikan

Penyuntikan OODEV 0,5 ml/kg bobot ikan patin

OODEV 0,5 ml/kg ikan

OODEV 0,25 ml/kg ikan

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan pada penelitian ini berupa kolam tanah dengan
ukuran 6 x 5 x 1.2 m sebanyak 3 petak. Untuk membatasi setiap perlakuan diberi
sekat bambu. Sebelum dilakukan pemasangan bambu dilakukan pengeringan
dasar kolam, pembersihan dan perbaikan kolam. Pengeringan dilakukan selama
2-3 hari untuk membuang gas-gas beracun sisa budidaya sebelumnya. Kemudian
dilakukan pembersihan dan perbaikan kolam selama 1 hari. Kemudian dilakukan
pengisian air setinggi 1 m dan diendapkan selama 1 hari untuk kolam siap
ditebarkan induk percobaan. Waring dipasang pada masing masing sisi bambu
sebagai penahan agar pakan tidak keluar dari kolam percobaan.
Seleksi Ikan Patin dan Aklimatisasi
Ikan uji pada penelitian ini adalah ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus yang memiliki bobot tubuh berkisar 5 kg dan panjang tubuh 78-80
cm. Ikan patin yang digunakan diseleksi terlebih dahulu dari kolam indukan patin,
kemudian dipindahkan ke kolam percobaan masing-masing kolam 10 ekor.
Aklimatisasi dilakukan selama 3 minggu, setelah itu ikan ditimbang untuk
menentukan biomassa ikan dan jumlah pakan yang akan diberikan. Ikan dipelihara
selama 8 minggu dan dilakukan sampling panjang dan bobot setiap dua minggu
sekali.
Tagging Induk Ikan Patin
Induk ikan patin yang digunakan diberikan tagging pada bagian kaudal
(tulang ekor) dengan menggunakan kain pita. Setiap induk betina ikan patin
diberikan tagging agar mudah dalam memantau perkembangan dari masingmasing ikan percobaan pada setiap perlakuan.
Manajemen Pemberian Pakan
Metode pemberian pakan secara restricted dengan FR 1,5% per hari dari
bobot tubuh total induk ikan patin. Pakan yang digunakan berupa pelet terapung
yang diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan pukul

4
18.00 WIB. Kandungan nutrisi pelet yang diberikan kepada ikan patin siam dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Kandungan nutrisi pelet komersial induk ikan patin siam
Komposisi Nutrien
Protein
Lemak
Kadar abu
Serat kasar
Kandungan Air
Vitamin C
Sumber: Cargil Vitality

Kandungan
36-38%
5-6%
Max 10%
Max 4%
Mak 11%
Min 300ppm

Managemen Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan setiap minggunya selama 8 minggu.
Kualitas air yang diukur, antara lain oksigen terlarut (DO), suhu dan pH. Titik
pengambilan sampel air pada inlet, outlet dan di dalam masing-masing kolam
percobaan. Pengukuran DO, suhu dan pH dilakukan secara in-situ (lokasi
penelitian) setiap pagi dan sore hari. Kualitas air yang diukur selama
pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kualitas air pemeliharaan ikan patin
Keterangan
Kisaran yang terukur waktu
penelitian
Kisaran yang disarankan
Ket: a FAO (2014)

Suhu 0C
28,4-30

Parameter Kualitas Air
pH
5-7,8

DO (mg/L)
2-4,3

25-30a

6,0-8,0a

4-6a

Sampling dan Penyuntikan Ikan Patin
Sampling dilakukan tiap dua minggu sekali dengan melakukan penyuntikan
pada induk ikan patin. Sebelum dilakukan penyuntikan, ikan patin di jaring
terlebih dahulu di dalam kolam, kemudian dilakukan penimbangan bobot tubuh
untuk mengetahui dosis hormon yang akan disuntik pada masing masing induk
ikan patin dan pengukuran panjang tubuh ikan. Penyuntikan dilakukan secara
intramuscular (penyuntikan melalui otot punggung) dengan menggunakan syringe.
Kemiringan suntikan dilakukan pada 45˚. Untuk memudahkan penyuntikan,
digunakan handuk basah karena ikan patin mengeluarkan banyak lendir pada saat
diangkat dari air.
Pengambilan Sampel Gonad dan Sampel Hati
Pengambilan sampel gonad dan hati dilakukan pada minggu ke-0 (sebelum
penyuntikan) dan minggu ke-8 (setelah penyuntikan) melalui pembedahan induk
ikan patin. Sampel gonad dan hati ini digunakan untuk perhitungan tingkat
kematangan gonad, tingkat kebuntingan, indeks kematangan gonad, indeks
hepatosoma, fekunditas, histologi dan diameter telur. Pembedahan dilakukan
dengan membedah patin pada bagian anus memanjang hingga kebagian depan
pada dorsal dekat dengan kepala. Sampel gonad diawetkan dengan larutan BNF
dan diganti dengan larutan fisiologis setelah 3 hari masa pengawetan.

5
Parameter Pengamatan
Tingkat Kebuntingan
Tingkat kebuntingan ikan didapatkan berdasarkan keberadaan gamet jantan
atau betina dalam ovarium atau testis yang dibedah selama pemeliharaan.
Pengamatan kebuntingan dilaksanakan dengan mengamati ikan yang dibedah
sebanyak 3 ekor pada minggu ke-0 dan minggu ke-8. Sedangkan pengamatan
tingkat kebuntingan secara visual dilakukan dua minggu sekali dengan
menggunakan kateter untuk melihat keberadaan telur pada gonad induk ikan patin.
Tingkat kebuntingan merupakan persentase perbandingan antara ikan yang telah
memiliki gamet dengan jumlah ikan secara keseluruhan. Secara sistematis
rumusnya adalah:
x 100%

Tingkat kebuntingan=

(a)
(b)
Gambar 1 Induk bunting (a) dan induk tidak bunting (b)
Indeks hepatosoma (IHS)
Indeks hepatosoma (IHS) dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot
hati dengan bobot tubuh ikan dengan rumus (Ohta et al. 1996):
IHS =
Keterangan :

IHS
Bh
Bt

x 100%

= Indeks Hepatosoma (%)
= berat hati (gram)
= berat tubuh (gram)

Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Indeks kematangn gonad (IKG) dihitung berdasarkan perbandingan antara
berat gonad dengan keseluruhan bobot tubuh ikan dengan rumus (Ohta et al.
1996):
IKG = x 100%
Keteranga :

IKG
Bg
Bt

= Indeks kematangan Gonad (%)
= berat gonad (gram)
= betat tubuh (gram)

6
Pertambahan Bobot Mutlak (PBM)
Pertambahan bobot mutlak dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Huisman 1987):
PBM = Wt – Wo
Keterangan : PBM = Pertambahan bobot mutlak (gram)
Wt
= Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (gram)
Wo
= Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (gram)
Pertambahan Panjang Mutlak (PPM)
Pertambahan panjang mutlak adalah selisih antara panjang rata-rata induk
ikan pada akhir penelitian dengan panjang rata-rata induk ikan patin pada awal
penelitian. Rumus pertambahan panjang mutlak adalah sebagai berikut:
PPM = Pt – Po
Keterangan :

PPM = Pertambahan panjang mutlak (cm)
Pt
= Panjang rata-rata ikan pada akhir penelitian (cm)
Po
= Panjang rata-rata ikan pada awal penelitian (cm)

Laju Petumbuhan Harian
Laju petumbuhan harian atau Specifik Growth Rate (SGR) diukur dengan
menggunakan rumus dari Huisman (1987) yaitu sebagai berikut:
LPH
Keterangan:

LPH
t
wt
wo

=

[√ -1]x 100%

= Laju pertumbuhan rianh (%/hari)
= waktu (hari)
= bobot induk pada hari ke-t (gram/ekor)
= bobot induk awal (gram/ekor)

Histologi Gonad
Sampel gonad untuk diamati histologinya diambil pada minggu ke-0 dan
minggu ke-8. Histologi adalah ilmu yang mempelajari anatomi pada tingkat
jaringan dan sel suatu organisme. Histologi gonad untuk ikan patin mengacu pada
Okuthe (2012) yaitu pada ikan lele:

7

Ket: A: fase awal pre-vitellogenesis; B: fase akhir pre-vitellogenesis; C: terjadinya
germinal vesicle; E-G: fase maturing, Gv = germinal vesicle; At.Oc = atretic
oocyte; Yg = yolk granules
Gambar 2 Histologi Gonad ikan lele betina (Okuthe 2012)

Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan dalam satu siklus
reproduksi. Fekunditas dihitung dengan rumus:
Fekunditas =



Diameter Telur
Diameter telur adalah panjang garis tengah telur sebelum dibuahi untuk
menilai kematangan telur yang diukur pada mikroskop, kemudian dikonversikan
dari pembesaran yang digunakan.
Diameter Telur =

x 1 mm

Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) pada selang
kepercayaan 95% untuk menguji apakah terdapat pengaruh antar perlakuan.
Parameter pertambahan bobot mutlak, pertambahan panjang mutlak, indeks
kematangan gonad, indeks hepatosoma, dan laju pertumbuhan harian di uji secara
statistik sedangkan tingkat kebuntingan, tingkat kematangan gonad, fekunditas,
diameter telur dan histologi gonad dibahas secara deskriptif. Analisis data
dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 dan MsEsxel 2010.
Analisis Biaya
Analisis biaya pemijahan ikan patin dihitung dengan membandingkan
pemasukan hasil penjualan benih ikan patin yang dirangsang menggunakan
OODEV dapat memijah sebanyak empat kali dalam setahun dan tanpa OODEV
memijah satu kali dalam setahun. Fekunditas induk ikan patin diasumsikan

8
150.000 butir/kg dengan SR 67 %. Harga benih ikan patin ukuran 2 inci sebesar
Rp 170,-. Biaya penggunaan hormon OODEV untuk pematangan gonad induk
ikan patin siam dalam setahun (4 kali pemijahan) sebesar Rp 100 000.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Data hasil pengukuran pada parameter tingkat kebuntingan, persentase
induk matang gonad, waktu rematurasi dan fekunditas induk ikan patin siam
selama masa pemeliharaan 70 hari tertera pada Tabel 4. Tingkat kebuntingan
terjadi pada rentang waktu minggu ke-2 hingga minggu ke-6. Pada perlakuan
OODEV 0,5 ml/kg tingkat kebuntingan mencapai 50% pada minggu ke-2, 90%
pada minggu ke-4 dan mencapai 100% pada minggu ke-6. Perlakuan OODEV
0,25 ml/kg diketahui bahwa tingkat kebuntingan mencapai 80% pada minggu ke-2
dan mencapai 100% bunting pada minggu ke-4. Untuk perlakuan larutan
fisiologis 0,25 ml/kg tidak terjadi kebuntingan mulai dari awal pemeliharaan
sampai akhir pemeliharaan. Induk matang gonad pada perlakuan OODEV 0,5
ml/kg sebesar 20% dan pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg sebesar 40%.
Sedangkan fekunditas pada perlakuan OODEV 0,5 ml/kg sebesar 85.698±230,17
butir/kg bobot induk dan perlakuan OODEV 0,25 ml/kg sebesar 352.097±220,31
butir/kg bobot induk.
Tabel 4 Tingkat kebuntingan, persentase induk matang gonad, waktu rematurasi
dan fekunditas ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus hasil
penyuntikan OODEV dan kontrol
Penyuntikan
OODEV
0
0,25 ml/kg
0,5 ml/kg

Induk bunting minggu
ke- (TKG)
Minggu
ke-0

Minggu
ke-8

I
(Immature)
I
(Immature)
I
(Immature)

I
(Immature)
IV
(Mature)
IV
(Mature)

Nilai Parameter pada ikan uji
Tingkat
kebuntingan
(%)
-

Induk
matang
Gonad (%)
-

Rentang
waktu
(minggu ke-)
-

100%

40%

2 dan 4

100%

20%

2,4,dan 6

Fekunditas
352.097 ±
220,31
85.698 ±
230,17

Data hasil pengukuran dari kinerja pertambahan bobot mutlak, pertambahan
panjang mutlak dan laju pertumbuhan harian induk ikan patin siam selama masa
pemeliharaan 70 hari tertera pada Tabel 5. Penyuntikan OODEV tidak
memberikan pengaruh beda nyata terhadap pertambahan bobot mutlak (PBM) dan
pertambahan panjang mutlak (PPM) (P>0,05). Penyuntikan OODEV 0,5 ml/kg
memiliki nilai PBM dan PPM sebesar 1,42±0,35 kg dan 0,90±0,56 cm.
Penyuntikan OODEV 0,25 ml/kg memiliki nilai PBM dan PPM sebesar 1,47±0,24
kg dan 0,30±0,48 cm. Sedangkan PBM dan PPM ikan kontrol adalah 0,46±0,27
kg dan 0,80±0,40 cm . Selanjutnya laju pertumbuhan harian (LPH) induk ikan
patin sama antar perlakuan dan kontrol (P>0,05). Nilai LPH pada penyuntikan

9
OODEV 0,5 ml/kg sebesar 0,36±0,10 %, penyuntikan OODEV 0,25 ml/kg
sebesar 0,35±0,06 % dan kontrol adalah 0,12±0,08 %.
Tabel 5 Pertambahan bobot mutlak, pertambahan panjang mutlak dan laju
pertumbuhan harian induk ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus hasil penyuntikan OODEV dan kontrol
Nilai parameter ikan uji*
Penyuntikan
OODEV
PBM (kg)
PPM (cm)
LPH (%)
0
0,46 ± 0,27a
0,80 ± 0,40a
0,12 ± 0,08a
0,25 ml/kg
1,47 ± 0,24a
0,30 ± 0,48a
0,35 ± 0,06a
a
a
0,5 ml/kg
1,42 ± 0,35
0,90 ± 0,56
0,36 ± 0,10a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Tukey)
*)
Pertambahan bobot mutlak (PBM), pertambahan panjang mutlak (PPM), laju pertumbuhan
harian (LPH)

Hasil pengukuran pada parameter indeks hepatosoma (IHS) induk ikan patin
siam selama masa pemeliharaan 70 hari tertera pada Gambar 3. Penyuntikan
OODEV dan larutan fisiologis tidak memberikan pengaruh beda nyata terhadap
indeks hepatosoma (P>0,05). Nilai IHS memperlihatkan adanya penurunan
setelah penyuntikan pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg sebesar 0,01%.
Sedangkan, nilai HSI pada perlakuan kontrol mengalami peningkatan sebesar
0,01% setelah penyuntikan.

Penyuntikan OODEV (ml/kg)
Gambar 3 Nilai indeks hepatosoma induk ikan patin siam selama 70 hari pemeliharaan pada setiap
perlakuan, (-) indeks kematangan gonad sebelum penyuntikan, (*) indeks kematangan
gonad setelah penyuntikan. Huruf-huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji
ANOVA dan huruf yang tidak sama berbeda nyata pada uji ANOVA

Nilai pengukuran pada parameter indeks kematangn gonad (IKG) induk
ikan patin siam selama masa pemeliharaan 70 hari tertera pada Gambar 4.
Penyuntikan OODEV dan larutan fisiologis memberikan pengaruh beda nyata
terhadap indeks kematangan gonad (P0,05).
Penggunaan hormon OODEV terhadap IKG menunjukkan pola yang berlawanan

10
dengan IHS, dengan kecenderungan IKG semakin meningkat pada perlakuan
hormon sejalan dengan pertambahan waktu dibanding dengan kontrol. Nilai IKG
meningkat sebesar 1.05% setelah penyuntikan OODEV 0.25 ml/kg pada minggu
ke-8.

Penyuntikan OODEV (ml/kg)
Gambar 4 Nilai indeks kematangan gonad induk ikan patin selama 70 hari pemeliharaan pada
setiap, (-) indeks kematangan gonad sebelum penyuntikan, (*) indeks kematangan
gonad setelah penyuntikan. Huruf-huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji
ANOVA dan huruf yang tidak sama berbeda nyata pada uji ANOVA

Hasil pengamatan diameter telur induk ikan patin siam selama masa
pemeliharaan 70 hari tertera pada Gambar 5. Diameter telur menunjukkan bahwa
pada penyuntikan OODEV 0,5 ml/kg dan OODEV 0,25 ml/kg yaitu 1,21±0,09
dan 1,26±0,05 mm.

(a)

(b)

Gambar 5 Hasil pengamatan diameter telur perlakuan PA (a) dan diameter telur pada perlakuan
PB (b)

Hasil pengamatan histologi gonad induk ikan patin siam selama masa
pemeliharaan 70 hari tertera pada Gambar 7. Hasil histologi pada penyuntikan
OODEV 0,5 ml/kg sampai pada tahap maturing oosit pada minggu ke delapan.
Sedangkan penyuntikan OODEV 0,25 ml/kg histologi menunjukkan telah sampai
pada tahap maturing oosit hingga mature oosit pada akhir pemeliharaan. Pada
penyuntikan larutan fisiologis 0,25 ml/kg hasil histologi masih berada pada tahap
immature oosit.

11

PA

Gambar 6 Histologi gonad induk ikan patin dengan penyuntikan larutan fisiologis 0,25 ml/kg
(perbesaran 100x) minggu ke-0 dan minggu ke-8.

PB

Gambar 7 Histologi gonad induk ikan patin dengan penyuntikan OODEV 0,25 ml/kg (perbesaran
100x) minggu ke-0 dan minggu ke-8.

12

PC

Gambar 8 Histologi gonad induk ikan patin dengan penyuntikan OODEV 0,5 ml/kg (perbesaran
100x) minggu ke-0 dan minggu ke-8.

Analisis biaya penggunaan OODEV untuk merangsang pematangan gonad pada
induk ikan patin selama pemeliharaan dalam kurun waktu 1 tahun dapat dilihat pada
Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6

Analisis biaya penyuntikan menggunakan OODEV dan tanpa
menggunakan OODEV pada induk ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus

Keterangan
Menggunakan OODEV
Fekunditas*
150.000 butir/kg
Larva (SR 67%)*
100.000 ekor
Harga
Larva**
Rp 5
Benih 1 inci**
Rp 80
Pemasukan
Larva*
Rp 500. 000
Benih 1 inci*
Rp 8.000.000
Kebutuhan hormon 4 x penyuntikan
Rp 25.000
Kebutuhan hormon setahun (4 kali
Rp 100.000
pemijahan)
Kebutuhan Pakan selama 6 bulan (FR
Rp 36.450
1,5%)
Biaya pengeluaran kebutuhan
5 % (larva)
hormon (%pemasukan)
0,31% (benih 1 inci)
Pemasukan (per tahun)**
Larva
Rp 2.000.000
Benih 1 inci
Rp 32.000.000
Keterangan: harga hormon OODEV Rp 250.000,-/10cc:
*) SNI (2000)
**) Data Sekunder

Tanpa OODEV
150.000 butir/kg
100.000 ekor
Rp 5
Rp 80
Rp 500. 000
Rp 8.000.000
Rp 36.45

Rp 1.000.000
Rp 16.000.000

13
Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian hormon OODEV dapat meningkatkan
pemijahan pada ikan patin siam afkir sehingga pemasukan lebih besar jika dibandingkan
dengan pemijahan tanpa OODEV.

Pembahasan
Vitelogenin merupakan bahan dasar kuning telur. Vitelogenin disintesis
dalam hati dan disekresikan ke dalam darah, kemudian secara selektif melalui
proses endositosis diserap masuk ke dalam oosit (Nagahama 1983). Peningkatan
konsentrasi FSH menyebabkan lapisan teka mensintesis testosteron menjadi
estradiol-17β oleh enzim aromatase dan beredar secara difusi sehingga
merangsang sintesis vitellogenesis. Data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
hormon OODEV yang diberikan melalui penyuntikan mampu mempercepat
sintesis dan sekresi vitelogenin pada induk ikan patin siam. Bahkan induk ikan
patin siam matang gonad (siap dipijahkan) hingga 40% dalam waktu delapan
minggu pemeliharaan.
Pada dasarnya perkembangan gonad memerlukan pakan dengan kandungan
lemak dan protein yang tinggi. Pakan yang digunakan pada penelitian ini
mengandung protein sebesar sebesar 35-38%. Protein yang terkandung dalam
pakan diduga merupakan komponen esensial untuk reproduksi karena protein
merupakan penyusun dominan pada kuning telur. Jumlah dan komposisi telur akan
menentukan ukuran telur, sedangkan ukuran telur merupakan indikator kualitas telur
(Nurmahdi 2005). Protein yang ada pada pakan juga mengandung asam amino
esensial yang tidak dapat disintesa oleh tubuh. Asam amino yang berfungsi sebagai
penyusun spermatozoa adalah arginin. Sedangkan bahan penyusun lain pada pakan
yaitu lemak digunakan untuk memelihara struktur dan fungsi membran sel (Nurmahdi
2005). Selain sebagai penyusun membran sel, lemak merupakan prekursor
prostaglandin yang akan meningkatkan kehamilan pada hewan terestrial dan sebagai
bahan dalam steroidogenesis (Muchtadi et al. 1993 dalam Ediwarman 2006).
Hormon OODEV merupakan kombinasi dari hormon PMSG (Pregnant
Mare Serum Gonadotropin) dan antidopamin. Induksi yang dilakukan pada tiap
perlakuan memberikan pengaruh terhadap nilai perkembangan gonad yang dapat
diukur dengan melihat nilai IKG awal pemeliharaan dan akhir pemeliharaan ikan uji.
Nilai IKG mengalami perubahan pada semua perlakuan namun mengalami
peningkatan dibandingkan dengan nilai IKG pada awal pembedahan sebelum
dilakukan perlakuan. Nilai IKG berhubungan langsung dengan bobot induk ikan yang
dibedah. Menurut Effendie (2002) gonad akan semakin bertambah beratnya
diimbangi dengan bertambah besar ukurannya. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan
OODEV 0,25 ml/kg dan OODEV 0,5 ml/kg pada minggu ke-8 dengan bobot ikan
yang bertambah, sedangkan perlakuan OODEV 0 ml/kg tidak terjadi penambahan
IKG pada minggu ke-8. Nilai IKG yang diperoleh meningkat dari hari sebelumnya
akibat bobot gonad pada ikan juga mengalami peningkatan. Hal yang sama pada
penelitian Nurmahdi (2005) nilai IKG juga meningkat tiap minggunya pada induksi
hCG untuk perkembangan gonad dan maturasi ikan baung yang dilihat pada minggu
ke-8 hingga minggu ke-16 pengamatan.
Selain menghitung IKG, pada penelitian ini juga dilakukan perhitungan IHS.
Sama halnya dengan IKG, nilai IHS juga mengalami perubahan (gambar 3). Nilai
IHS berhubungan dengan proses vitellogenesis yaitu proses pengisian oleh
vitellogenin (kuning telur) yang menyebabkan diameter telur membesar (Sukum
asavin 2002). Hati merupakan pusat biosintesis dan degradasi kolesterol tubuh

14
(Wahyudi 2009). Kolesterol merupakan bahan utama pembentuk testosteron dalam
kaitannya untuk pematangan sperma melalui mekanisme pembentukan 11ketotestosteron dan juga pembentukan estradiol 17β untuk proses vitellogenesis
(pertumbuhan oosit). Parameter berikutnya yang diamati adalah tingkat kebuntingan
yang dilihat tidak hanya secara makroskopis, yaitu dengan melihat adanya gonad
pada induk ikan patin, tetapi juga dilihat secara mikroskopis dengan pengamatan
histologi. Berdasarkan tabel 5, telihat bahwa untuk perlakuan larutan fisiologis 0,25
ml/kg (kontrol) hingga pembedahan minggu ke-8, induk ikan patin tidak ada yang
bunting.
Secara makroskopis pada kontrol ditemukan lemak dan didukung dengan
pengamatan secara histologi tidak ditemukan adanya gamet pada kontrol. Berbeda
halnya pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg dan OODEV 0,5 ml/kg induk ikan patin
yang dipelihara mengalami kebuntingan 100% pada akhir pembedahan, sedangkan
pada kontrol induk ikan patin tidak ada yang bunting hingga akhir pembedahan.
Pemberian hormon memiliki pengaruh dalam proses pematangan gonad induk ikan
patin. Berdasarkan perlakuan baik OODEV 0,25 ml/kg dan OODEV 0,5 ml/kg
memiliki hasil yang berbeda dibandingkan dengan perlakuan larutan fisiologis 0,25
ml/kg (kontrol). Hal ini terlihat dari parameter histologi yang ditunjukkan. Pada
perlakuan larutan fisiologis 0,25 ml/kg masih belum ditemukan adanya telur yang
terlihat hanya lemak yang merupakan bahan baku pembentuk gonad. Hal ini
disebabkan penyuntikan menggunakan larutan fisiologis hanya berupa ion-ion yang
tidak memberikan pengaruh pada perkembangan maupun pematangan gonad
(Wibisono 2012).
Kematangan gonad induk patin pada penelitian ini tidak mencapai 100%
karena keterbatasan waktu pengamatan, yaitu hanya 8 minggu. Lama waktu
pemeliharaan induk hingga matang kelamin biasanya sekitar 4 bulan dan tidak
semua calon induk matang kelamin, hanya sekitar 20% - 30%. Sedangkan
fekunditas induk ikan patin pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg dan perlakuan
OODEV 0,5 ml/kg berada pada kondisi nornal (Tabel 4). Menurut SNI (2000),
fekunditas induk patin berkisar antara 120.000 sampai dengan 200.000 butir/kg
bobot induk. Perkembangan gonad induk ikan patin secara tidak langsung dapat
dilihat dari laju pertumbuhan harian (LPH). Namun, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa LPH tidak berbeda secara statistik sehingga keberhasilan
perkembangan gonad dilihat dari tingkat kebuntingan induk ikan patin. Tingkat
kebuntingan induk ikan patin pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg lebih cepat
dibandingkan dengan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi seimbang penerimaan hormon eksogeneous berada pada penyuntikan
OODEV 0,25 ml/kg. Pemberian hormon secara berlebih akan menyebabkan
terjadinya proses penghambatan feedback. Adanya bentuk kombinasi sistem
penghambatan feedback ini menyebabkan terjadinya keseimbangan respon
(Fujaya 2002).
Diameter telur hasil pengamatan pada penyuntikan OODEV 0,5 ml/kg dan
penyuntikan OODEV 0,25 ml/kg mendekati kisaran normal yaitu 1,21±0,091,26±0,05 mm. Menurut SNI (2000) diameter telur yang ideal sebesar 1 sampai
dengan 1,2 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa diameter telur hasil perlakuan
penyuntikan OODEV memiliki kualitas yang baik dan sesuai standar. Semua
induk pada perlakuan OODEV 0,25 ml/kg dan perlakuan OODEV 0,5 ml/kg
bunting ditandai dengan keberadaan telur saat kanulasi, namun diameter telur
setiap induk tidak dihitung karena tidak semua induk mencapai matang gonad.

15
Diameter telur berpengaruh terhadap jumlah kuning telur, yang merupakan
sumber energi bagi embrio pada masa awal kehidupannya.
Hasil pengamatan selama penelitian diketahui bahwa faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan adalah suhu, oksigen terlarut, dan pH.
Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan gonad ikan
adalah suhu dan makanan. Berdasarkan pengukuran diketahui bahwa suhu
berkisar 28,4-30oC, pH berkisar 5-7,8 dan oksigen terlarut berkisar 2-4,3 mg/l.
Secara keseluruhan, parameter kualitas air berada pada kondisi optimum selama
pemeliharaan. Kualitas air yang optimum akan membantu kelangsungan hidup
organisme akuatik serta membuat pertumbuhan menjadi optimum. Penyakit yang
menyerang biota kultur berasal dari tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan, kondisi
inang, dan adanya jasad patogen. Hal ini membuat parameter kualitas air sangat
penting untuk mencegah organisme akuatik terserang penyakit, serta
kelangsungan hidup dan pertumbuhan dapat terjaga.
Penyuntikan hormon OODEV diharapkan dapat meningkatkan frekuensi
pemijahan ikan patin siam dari 1 kali per tahun menjadi 4 kali pemijahan per
tahun. Hal tersebut dapat meningkatkan produksi benih sehingga dapat
mendukung peningkatan produksi patin nasional. Dosis OODEV 0,25 ml/kg
dianggap yang terbaik karena dapat merangsang kematangan gonad ikan patin
lebih cepat. Harga induk ikan patin siam matang gonad berkisar Rp 200.000/ekorRp 250.000/ekor dan harga benih ikan patin ukuran 2 inci berkisar Rp 170-Rp 200
dengan asumsi memijah 4 kali dalam setahun. Dengan penyuntikan hormon
OODEV induk dapat memijah 4 kali dalam satu tahun dengan biaya Rp 25.000
untuk sekali pemijahan. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk
meningkatkan frekuensi pemijahan ikan patin siam sehingga produksi benih dapat
ditingkatkan. Hal ini dapat mendukung peningkatan produksi ikan patin nasional.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penyuntikan hormon OODEV dapat mempercepat pematangan gonad induk
ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus betina ukuran 5 kg dalam waktu 2
minggu pemeliharaan. Dosis hormon OODEV yang paling efektif untuk
mempercepat pematangan gonad ialah penyuntikan OODEV 0,25 ml/kg bobot
ikan.
Saran
Disarankan untuk menggunakan dosis hormon OODEV 0.25 ml/kg bobot
ikan untuk mempercepat pematangan gonad induk ikan patin siam
Pangasianodon hypopthalmus ukuran 5 kg. Kajian lebih lanjut untuk rematurasi
induk ikan patin siam betina ukuran 5 kg diperlukan penyuntikan larutan fisiologis
dosis 0,5 ml/kg sebagai kontrol.

16
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau (ID): Unri Press.
Akuthe GE. 2012. Follicle formation and oocyte growth in the silver butter
catfish, Schilbe intermedius Rüppell, 1832 (Siluriformes, Schilbeidae).
Indian J. Fish. 59(4) : 11-18.
Ediwarman. 2006. Pengaruh tepung ikan lokal dalam pakan induk terhadap
pematangan gonad dan kualitas telur ikan baung (Hemibagrus nemurus Blkr.)
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Effendi MI. 2002. Biologi Perikanan. Bogor (ID) : Yayasan Pusaka nusantara
FAO [Food and Agriculture Organization]. 2014. Cultured aquatic species
information programme Cherax quadricarinatus (von Marten,1868)
[Internet].
[diunduh
2014
April
18].
Tersedia
pada:
www.fao.org/fishery/culturedspecies.
Febriana C. 2010. Rekayasa maturasi ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus dengan kombinasi penyuntikan hormon PMSG dan HCG
serta penambahan vitamin mix 100 mg/kg pakan. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Fujaya Y. 2002. Fisiologi Ikan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Huisman EA. 1987. Principles of Fish Production.. Wageningen, Netherlands
(NL): Wageningen Agricultural University. p 57-122.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014. Produksi Perikanan Budidaya.
[Internet]. [diunduh 2014 Juli 10]; tersedia pada http://www.djpb.kkp.go.id
Nagahama, Y., M. Yoshikuni, M. Yamashita, T. Takumoto, dan Y. Katsu. 1995.
Regulation of Oocyte Growth and Maturation in Fish. Vol. 30. Academic
Press, Inc. P: 103 – 145.
Nandeesha MC, nathaniel DE, Varghese TJ. 1991. Further observations on breeding
of carps with ovaprim. Asian Fisheries Society, Indian Branch 41 p.
Ng, T.B. & D. R. Idler. 1983. Yolk formation and differentiation in teleost fishes.
In W. S. Hoar, D. J. Randal and E. M. Donaldson (eds.). Fish Physiology
IXA. Academic Press. New York. P. 373-404.
Nurmahdi T. 2005. Pengaruh peggunaan hormon HCG dengan dosis yang berbeda
terhadap perkembangan gonad ikan baung (Hemibagrus nemurus Blkr.)
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ohta H, Kagawa H, Tanaka H, Okuzawa K. Hirose K. 1996. Milt Production in
the Japanese Eel Anguilla japonica Induced by repeated Injections of
Human Chorionic Gonadotropin. Fisheries Science 62 (1): 44-49.
Permana. 2009. Efektifitas aromatase inhibitor dalam pematangan gonad dan
stimulasi ovulasi pada ikan sumatera Puntius tetrazona. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Partodiharjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Ikan. Jakarta (ID): Penerbit Mutiara
Sumber Widya,.
Prabowo W. 2007. Pengaruh dosis bacitracine methyle disalisilat (BMD) dalam
egg stimulant yang dicampurkan dengan pakan komersil terhadap
produktivitas ikan lele sangkuriang Clarias sp. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Rosdiana I. 2009. Studi tingkat kematangan gonad secara morfologi dan histologi
ikan manggabai Glossogobius giuris di danau Limboto Kabupaten

17
Gorontalo. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. [Skripsi]. Makassar
(ID): Universitas Hasanuddin Makassar.
Samara SH. 2010. Rekayasa Rematurasi Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypopthalamus dengan Penyuntikan Hormon PMSG dan HCG serta
Penambahan Vitamin Mix 300mg/kg pada Pakan. [skripsi]. Bogor
(ID) Institut Pertanian Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2000. Induk ikan patin siam (Pangasius
hyphothalmus) kelas induk pokok (Parent Stock). Jakarta.
Sukumasavin N. 2002. Fish Reproduction. Advanced Freshwater Aquaculture.
Susanto H, Amri K. 1996. Budidaya Ikan Patin. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Wahyudi A. 2009. Metabolisme kolesterol hati : khasiat ramuan jati Belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk.) dalam mengatur konsentrasi kolesterol selular
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wibisono RW. 2012. Induksi pematangan gonad belut sawah (Monopterus albus)
dengan kombinasi hormon dan antidopamin [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Zairin M. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikanan
Indonesia. Orasi Ilmiah, Bogor, 13 September 2003, hlm.11-13.

18
Lampiran
Lampiran 1 Dokumentasi kegiatan selama penelitian

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(g)

(h)

19

(i)

(j)

(k)
Keterangan gambar:
A
: Wadah pemeliharaan
B
: Seleksi Induk
C
: Penyuntikan hormon
D
: Kanulasi
E
: Penimbangan
F
: Pengukuran panjang
G
: Pengambilan gonad
H
: Pengambilan hepatopankreas
I
: Gonad awal
J
: Gonad akhir pemeliharaan
K
: Sampel hati induk patin

Lampiran 2 Analisis statistik laju pertumbuhan harian
a. Anova
Sumber Keragaman

JK

DB

KT

F

P

Perlakuan

0,073

9

0,008

0,321

0,958

Sisa

0,505

20

0,025

Total
0,578
29
P>0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan harian.

20
Lampiran 3 Analisis statistik pertambahan panjang mutlak
a. Anova
Sumber Keragaman

JK

DB

KT

F

P

Perlakuan

2.000

9

0,222

0,667

0,729

Sisa

6.667

20

0,333

Total
8.667
29
P>0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup.

Lampiran 4 Analisis statistik pertambahan panjang mutlak
a. Anova
Sumber Keragaman
JK
DB
KT
F
Perlakuan

1.115

9

0,124

Sisa

7.727

20

0,386

Total

8.842

29

P

0,321

0,958

P