Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Melalui pendidikan seseorang akan menjadi pribadi yang lebih baik karena terbebas dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan merupakan kegiatan pengajaran atau membimbing untuk menyiapkan siswa menghadapi masa depan. Kegiatan itu dilakukan dalam pembelajaran di sekolah, salah satu mata pelajaran di sekolah adalah Ilmu Pengetahuan Alam IPA. Pembelajaran IPA disekolah dasar umumnya masih menggunakan metode informatif, yaitu siswa mendengarkan penjelasan guru sambil mencatat. Selain itu, banyak siswa mengatakan IPA adalah pelajaran yang susah. Hasil observasi awal yang telah dilakukan, beberapa guru disekolah tempat penelitian mengatakan bahwa siswa cenderung kurang aktif dan bosan selama kegiatan berlangsung, pembelajaran lebih sering didominasi oleh guru. Nilai rata-rata hasil belajar semester ganjil siswa kelas IV SD N 3 Ketangirejo dan SD N 3 Latak adalah 70 dan71,4. Selain itu, dilihat pada data yang diperoleh TIMSS Trend International Mathematics and Sciences Study tahun 2009, terlihat bahwa rata-rata skor prestasi sains siswa Indonesia berada signifikan di bawah rata-rata skor internasional. Indonesia pada tahun 2009 berada di peringkat ke 37 dari 44 negara peserta. Dari data TIMSS memperlihatkan rendahnya minat siswa untuk mempelajari IPA. Seorang guru harus mempersiapkan media pembelajaran yang lebih inovatif dan menarik sehingga siswa akan lebih berminat mempelajari IPA. Hal ini, sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional No. 19 Tahun 2005 bahwa: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, menyenangkan menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. Media pembelajaran untuk meningkatkan minat belajar siswa IPA adalah dengan adanya bahan ajar. Namun, kesadaran pentingnya membaca memang masih sangat rendah. Hal ini sesusai dengan data, Badan Pusat Statistik BPS tahun 2009 yang mengeluarkan rilis untuk mengetahui seberapa besar minat penduduk terhadap dua aktivitas, yaitu menonton dan membaca. Survei dilakukan kepada penduduk yang berusia 10 tahun ke atas. Hasilnya, sungguh mengejutkan. Sebesar 90,27 penduduk menyukai menonton dan hanya 18,94 yang menyenangi aktivitas membaca surat kabarmajalah. Melihat data diatas ternyata minat membaca anak-anak sangat rendahsehingga mengakibatkan hasil belajar juga rendah. Minat membaca siswa yang rendah, dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang ada disekitar siswa adalah keluarga, masyarakat dan sekolah. Faktor sekolah yaitu kurangnya waktu luang yang diberikan sekolah untuk membaca, fasilitas perpustakaan yang kurang dan letak perpustakaan yang kurang strategis. Faktor keluarga yang kurang memperhatikan anaknya, kurang memotivasi untuk membaca, dan kebudayaan membaca yang rendah. Menurut Sitanggang 2008:31 minat siswa untuk membaca buku pendidikan sangat minim. Siswa lebih menyukai bacaan yang disertai gambar-gambar lucu atau seru yang biasanya ditemukan pada buku komik atau buku fiksi lainnya.Meningkatkan minat membaca siswa adalah adanya bahan ajar yang inovatif dan menarik sehingga membuat siswa termotivasi. Menurut Ortlieb 2010:1 bahwa beberapa anaktidak suka membacakarenabuku yang tidakmenarik mengakibatkan banyak siswatidak akan lagiingin membaca. Membacatidak akanmenjadi aktivitas yang menyenangkan, sebaliknya hal ituakan dianggap sebagai pekerjaan.Siswa kelas IV SD rata-rata berusia 9-10 tahun tergolong masih anak-anak. Pada usia itu lebih menyukai buku cerita yang berisi gambar dan tulisan yang berwarna. Buku cerita sangat tepat apabila digunakan dalam pembelajaran sains dengan tidak mengesampingkan inti dari buku cerita yang biasa dibaca oleh anak-anak. Materi Memahami Hubungan antara Sumber Daya Alam dengan Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat yang menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian alam tepat diajarkan melalui media buku cerita. Karena materi ini, lebih banyak mengemukakan kegiatan-kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari sehingga peseerta didik lebih mudah dan cepat untuk memahaminya. Misalnya, kegiatan pengambilan sumber daya alam yang sering dilakukan oleh penduduk Indonesia yaitu penebangan pohon dihutan yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir dan tanah longsor dan membuang sampah yang dapat menyebabkan banjir. Masyarakat yang belum memahami kesiapsiagapan bencanamengakibatkan penanganan bencana dan pasca bencana kurang efektif.Kesiapsiagaan merupakan kemampuan untuk melakukan tindakan darurat guna melindungi barang-barang dari kerusakan dan kekacauan akibat bencana. Menurut Astuti 2010:31-32, pengurangan resiko bencana harus disosialisasikan pada masyarakat Indonesia khususnya siswa. Hal ini, disebabkan Indonesia adalah daerah rawan bencana. Indonesia berada pada urutan ke - 7 sebagai negara yang mengalami bencana alam. Indonesia sebagai daerah rawan bencana masih memiliki tiga masalah utama: 1. Masih rendahnya kinerja penanganan bencana Kinerja penanganan bencana sangat dibutuhkan untuk mewujudkan kecakapan dalam penanganan bencana melalui pengorganisasian dan langkah- langkah yang tepat guna dan berdaya guna. 2. Masih rendahnya perhatian terhadap pengurangan resiko bencana Kewaspadaan sangatlah penting mengingat fakta bahwa jumlah korban jiwa dan kehilangan materi yang tidak sedikit di setiap kejadian bencana sehingga sangat dibutuhkan perhatian dari masyarakat. 3. Masih lemahnya peran sekolah dalam pendidikan mitigasi bencana. Kesiapan sekolah dalam menghadapi bencana juga merupakan bagian dari upaya pengurangan karena sekolah tetap terpercaya sebagai wahana efektifuntuk membangun budaya bangsa namun pembelajaran mitigasi bencana masih sangat kurang. Persoalan diatas menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat merancang penanganan resiko bencana, karena selama ini penanganan bencana masih kurang efektif. Menurut Astuti 2010: 31-32 untuk mengatasi kekurang efektifan penanganan bencana dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Penanganan bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap darurat, tetapi menekankan pada keseluruhan manajemen resiko. 2. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud dari perlindungan sebagai hak asasi rakyat, dan bukan semata-mata karena kewajiban pemerintah. 3. Penanganan bencana bukan lagi semata-mata tanggung jawab pemerintah tetapi juga menjadi urusan bersama masyarakat. Salah satu prioritas aksi Pengurangan Resiko Bencana PRB adalah pentingnya pengetahuan, inovasi, pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada semua tingkat. Dalam hal ini, penting sekali ditingkatkannya pendidikan melalui integrasi PRB di sekolah baik kurikulumnya maupun budaya keselamatan sekolah Astuti, 2010:33. Pembelajaran ini dapat meningkatkan kesadaran resiko bencana karena akan berdampak pada pengurangan resiko bencana. Peserta didik mendapatkan pengetahuan tentang masalah dalam menghadapi bencana sehingga bila terjadi bencana alam dapat langsung tanggap dan tidak merasa takut. Tujuan pendidikan risiko pengurangan bencana yaitu, 1 Meningkatkan sikap pengurangan risiko bencana, 2 Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pengurangan risiko bencana, 3 Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana secara individu atau kelompok, 4 Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana, 5 Mengembangkan kesiapan untuk mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana, 6 Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak Berdasarkan uraian diatas penelitian dengan judul “ Pembuatan Buku Cerita Bermuatan Kebencanaan untuk Meningkatkan Minat Membaca, Prestasi Belajar Sains dan Sikap Tanggap Bencana ” perlu dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah