PEMBAHASAN UMUM HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 12 Parameter hubungan konsentrasi mortalitas fraksi etyl asetat dari berbagai bagian tanaman T. sinensis Merr terhadap larva Spodoptera litura F. Fraksi etyl asetat a ± GB b ± GB LC 30 SK 95 LC 50 SK 95 Daun 3,53± 0,31 1,18± 0,30 6,37 2,29 – 10,44 17,77 11,83 – 67,60 Ranting 3,11± 0,36 1,38± 0,34 9,88 4,78 – 20,86 23,73 19,05 – 174,78 Kulit 5,85± 0,29 1,08 ± 0,29 3,42 1,02 – 5,38 10,49 7,16 – 17,41 Biji 4,71 ± 0,18 0,11 ± 0,06 1,91 0,62 – 3,67 7,62 3,97 – 19,06 a : Intersep garis regresi b : Kemiringan garis regresi slope GB : Galat Baku standard error LC : Lethal concentration untuk tanggap mortalitas SK : Selang Kepercayaan Hasil analisis probit dengan menggunakan program PoloPlus menunjukkan bahwa fraksi etyl asetat terhadap larva S. litura perlakuan ekstrak dari bagian tanaman suren tidak cukup efektif dalam menekan perkembangan hama tersebut karena hasil analisis dengan LC 50 hasilnya sangat tinggi dan lebih besar daripada konsentrasi yang telah diberikan sehingga diturunkan menjadi LC 30 dimana hasil analisisnya sesuai dengan konsentrasi yang dipakai. Seperti yang tertera pada Tabel 12 LC 30 untuk ekstrak biji hanya diperlukan 1,91 dengan selang kepercayaan yang digunakan 0,62 – 3,67, kemudian diikuti dengan perlakuan dari ekstrak kulit, daun dan ranting Tabel 12.

4.7. PEMBAHASAN UMUM

Besarnya kerusakan tanaman oleh suatu hama tergantung pada kelimpahan populasi hama di pertanaman. Populasi hama di lapangan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya imigrasi, emigrasi, mortalitas dan natalitas. Insektisida botani yang termakan serangga dalam jumlah yang cukup secara langsung dapat menyebabkan mortalitas, sedangkan pada konsentrasi yang tidak mematikan subletal, insektisida dapat mempengaruhi perilaku dan fisiologi serangga. Aktivitas penghambatan makan antifeedant merupakan salah satu contoh gangguan perilaku, sedangkan gangguan fisiologi di antaranya dapat berupa aktivitas penghambatan pertumbuhan melalui gangguannya terhadap aktivitas enzim pencernaan, misalnya enzim protease dan invertase. Miller dan Strickler 1984 menjelaskan bahwa sifat toksik senyawa tanaman terhadap serangga dapat berupa gangguan terhadap perkembangan serangga secara langsung intrinsik maupun tidak langsung ekstrinsik, sedangkan efek antifeedant yang dikandung tanaman dapat dideteksi serangga melalui sistem indera efek antifeedant primer, atau mempengaruhi syaraf pusat serangga yang mengatur proses makan efek antifeedant sekunder. Kinerja insektisida botani dipengaruhi oleh ketahanan senyawa aktif di lapangan dan ketahanan senyawa aktif ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Insektisida asal tumbuhan mudah terurai oleh cahaya matahari sehingga memiliki persistensi yang singkat di lapangan. Data persistensi yang tepat melalui pengukuran waktu paruh perlu diketahui agar dosis awal yang harus digunakan untuk mencapai tingkat keefektifan pengendalian yang diharapkan selama selang waktu tertentu dapat ditentukan dengan tepat. Bila dosis aplikasi suatu insektisida telah ditentukan, waktu paruh dapat digunakan untuk memperkirakan interval aplikasi insektisida tersebut. Kedua jenis hama yang digunakan sebagai objek penelitian ini Eurema spp. dan Spodoptera litura F dalam uji efikasi insektisida tanaman suren adalah hama perusak daun yang potensial dan dapat menyerang tanaman Paraserianthes falcataria dan Acacia mangium. Walaupun kedua hama ini belum pernah menyebabkan kematian pada tanaman muda atau dewasa di lapangan, tetapi pada serangan yang parah dapat mengundulkan tanaman sehingga mengganggu proses pertumbuhan tanaman, apabila tidak segera dilakukan pengendalian dan baru akan trubus bersemi kembali sekitar 4 – 5 bulan setelahnya. Walaupun sampai saat ini belum tersedia informasi hasil penelitian mengenai pengaruh waktu 4 – 5 bulan terhadap pertumbuhan tanaman, tetapi tajuk telah diketahui merupakan pusat proses asimilasi karbohidrat. Apabila proses asimilasi tidak dapat dilakukan dengan sempurna , maka tentu akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman sampai pada tingkat tertentu. Berdasarkan grafik hubungan mortalitas pada serangga uji Eurema spp dan Spodoptera litura F dari ketiga fraksinasi ternyata pada pemaparan hari pertama telah menunjukkan adanya mortalitas yang tinggi baik pada konsentrasi yang rendah maupun yang tinggi pada semua ekstrak tanaman suren tersebut hal ini menunjukkan adanya interaksi dari serangga uji dengan pestisida nabati dan bersifat “knock down” sedangkan pada 2 dan 3 HSP adanya penurunan mortalitas tapi tidak semua serangga uji mati, masih menunjukkan kehidupan tapi aktivitas serangga uji lemah. Kematian serangga pada perlakuan ekstrak biji diawali dengan paralysis tungkai sudah tidak mampu lagi menopang tubuh, hal ini diduga ekstrak biji mengandung racun yang dapat mengganggu pernafasan serangga, selain itu biji suren yang mengandung minyak menempel pada bagian tubuh serangga selama pemaparan sehingga spirakel serangga tersumbat. Kemungkinan lain senyawa aktif dari ekstrak biji berpenetrasi pada kutikula serangga dan meresap ke dalam tubuh kemudian berakumulasi sehingga terjadi kelumpuhan dan selanjutnya mengakibatkan kematian. Pada pengujian dengan ekstrak daun, ranting dan kulit batang kematian serangga tidak terlalu tinggi hal ini mungkin disebabkan karena ekstrak daun , ranting dan kulit batang suren kurang mempunyai efek mortalitas atau konsentrasi yang diberikan kurang mencapai kadar mematikan yang tinggi. Efek kontak yang rendah pada suatu bahan aktif terhadap hama daun Eurema spp mungkin disebabkan karena daya penetrasi bahan aktif ekstrak yang melalui kutikula rendah atau bahan aktif yang masuk ke dalam tubuh tidak pernah mencapai kadar yang beracun akibat cepatnya proses ekskresi dan atau metabolisme bahan aktif didalam tubuh serangga Prijono 1999. Kematian serangga uji tercepat pada perlakuan ekstrak biji dibanding ekstrak lainnya, yang diawali dengan paralysis juga adanya sifat antifeedant penghambat aktivitas makan yang juga memberikan sumbangan terhadap kematian larva meskipun bukan sebagai penyebab utama. Rendahnya aktivitas makan ini kemungkinan karena terdapat senyawa asing foreign compound pada tanaman yang terdeteksi oleh serangga uji yang menyebabkan kemampuan aktivitas makan serangga terhambat. Penghambatan aktivitas makan ini dapat menyebabkan serangga menjadi lemah dan akhirnya mati. Dari ketiga fraksinasi fraksi etyl asetat paling toksik dan paling banyak menyebabkan serangga uji mati mungkin disebabkan aroma dari fraksi etyl asetat tersebut yang sangat tajam dan langsung terhisap melalui saluran pernafasan serangga yang mengakibatkan kematian. Ishibashi et al. 1993 memfraksinasi ekstrak methanol daun A. odorata dengan methanol-petrol yang dilanjutkan dengan methanol-metilen klorida, hasil fraksinasi menunjukkan bahwa fraksi metilen klorida bersifat aktif. Nugrogo et al. 1997 memfraksinasi ekstrak methanol ranting A. duperreana dengan campuran pelarut air- heksana, air-etylasetat dan air-butanol. Hasil fraksinasi tersebut menunjukkan bahwa fraksi etyl asetat memiliki aktivitas insektisida. Dari informasi tersebut diketahui bahwa kelarutan komponen aktif suatu bahan dalam suatu pelarut bervariasi. Fraski etyl asetat ekstrak methanol kulit batang C. soulattri dengan campuran pelarut air-etyl asetat menunjukkan aktivitas terhadap larva C. pavonana Syahputra, tidak dipublikasikan. Pada screening awal yang dilakukan Kardono et al. 2002, menunujukkan bahwa ekstrak methanol kulit batang kayu suren ini mengandung senyawa bioaktif antidiabetes. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa bagian kulit dan kayu suren mengandung senyawa kimia dari kelompok alkaloid, flavonoid dan saponin. Senyawa-senyawa tersebut merupakan kelompok senyawa biaktif. Kelompok senyawa ini diduga memiliki sifat antidiabetes dan antikanker Kardono et al. 2002 dan Sajuthi 2001. Dalam metode ekstraksi pelarut-pelarut komponen-komponen ekstrak akan terpisah membentuk lapisan sesuai dengan kelarutannya dalam pelarut dan mencapai keseimbangan konsentrasi dalam lapisan tersebut pada periode waktu tertentu Houghton Raman 1998. Fraksinasi ekstrak methanol kulit batang Dysoxylum acutangulum dan kulit batang A. tomentosa dengan campuran pelarut methanol dan etyl asetat cukup baik dilakukan setelah 6 jam Syahputra, tidak dipublikasikan. Fraksinasi ekstrak methanol daun dan ranting A. odorata dengan campuran pelarut methanol dan etyl asetat cukup baik dilakukan setelah 3 jam Danar Dono dalam Syahputra 2005. Larva uji yang mati Eurema spp dengan metode kontak dan Spodoptera litura F. dengan metode celup daun menunjukkan gejala keracunan yang sama, berdasarkan pengamatan visual larva yang diberi perlakuan ekstrak dari tanaman suren menunjukkan tanda-tanda larva mati dengan tubuh yang hitam dan kering Gambar 9 . Gambar 9 Gejala Kematian dari ekstrak suren Pada larva yang mati tidak tampak adanya gejala gangguan yang terkait dengan fungsi system hormone perkembangan serangga karena tidak terjadi bentuk yang menyimpang. Perkembangan mortalitas larva secara umum tinggi pada awal pengamatan 1 hari setelah perlakuan dan tidak tampak pertambahan mortalitas yang mencolok pada hari pengamatan berikutnya, pada hari pertama setelah perlakuan umumnya terjadi mortalitas yang tinggi yakni diatas 50 untuk mortalitas Eurema spp, sedangkan untuk mortalitas S. litura hanya mencapai 30. Pertambahan mortalitas larva tertinggi terjadi pada 2 dan 3 HSP. Pola ini mengindikasikan bahwa komponen aktif yang terkandung pada sediaan memiliki cara kerja yang relative cepat dalam menimbulkan mortalitas larva. Dari hasil analisis dengan GCMS Gas Chromatografi Mass Spectrofotometer ada beberapa jenis bahan aktif yang terdapat pada ekstrak tanaman suren dan berkemampuan baik dalam pengendalian hama tersebut yaitu dari golongan fenol, etyl benzena, aceno phenon serta 1,2,3 benzenetriol . Phenol pada dasarnya merupakan senyawa yang dihasilkan tanaman sebagai antibody terhadap invasi organisme pengganggu tanaman OPT. Agrios 1960 dalam Santoso 1985 mengemukakan bahwa ada beberapa cara pembentukan ketahanan biokimia pada tumbuhan, yaitu dengan cara membentuk senyawa inhibitor yang berupa phenol. Enzim yang berperan untuk pembentukan phenol adalah oksidase, polifenol oksidase, peroksidase. Enzim tersebut akan menghidrolisa glikosida menjadi senyawa phenol yang bersifat racun terhadap OPT yang menginvasinya. Hasil analisis GCMS dari ekstrak daun, ranting, kulit batang dan biji dari ketiga fraksinasi ekstrak daun paling banyak terdapat senyawa aktifnya sebanyak 87 kemudian diikuti perlakuan dari ekstrak kulit batang sebanyak 76 senyawa bahan aktif , ekstrak ranting 69 dan ekstrak biji 62. Umumnya insektisda yang terdapat dalam ekstrak tanaman suren bersifat racun saraf sehingga gejala kematian adalah larvanya mencuat kaku dan warna tubuh berubah dari hijau menjadi hitam yang dimulai pada bagian kepala menuju keseluruh tubuh Gambar 10. Gambar 10 Gejala kematian larva tampak kaku Pengembangan sediaan insektisida botani dapat diarahkan untuk tujuan penggunaan praktis sediaan tersebut di lapangan atau dapat juga digunakan untuk pencarian senyawa aktif suatu insektisida atau dapat juga ditujukan untuk pencarian senyawa model. Dengan memperhatikan hasil-hasil penelitian di atas maka dapat dikatakan bahwa ekstrak fraksinasi dari tumbuhan Toona sureni Merr. layak dikembangkan menjadi sumber insektisida botani, karena aktivitas fraksinasi merupakan aktivitas yang bersifat sinergis. Tabel 13 Jumlah senyawa aktif yang terdapat pada fraksinasi Jenis Ekstrak Fraksi Methanol Fraksi n- heksan Fraksi etyla asetat Jumlah Daun 25 21 41 87 Ranting 25 25 19 69 Kulit Batang 19 36 21 76 Biji 21 25 16 62 Tabel 14 Data Penunjang banyak daun yang dimakan oleh serangga uji Sampel Eurema spp Spodoptera litura F. Berat ekstrak yang menempel di daun 0,75 gr 0,35 gr Berat daun yang dimakan oleh larva 0,001 gr 0,006 gr Jumlah daun per 10 ml 27 helai 55 lembar 4 x 4 cm Berat 100 ekor larva 6,204 gr 0,021 gr

V. SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Kemampuan memangsa Rhynocoris fuscipes F. (Hemiptera : Reduviidae) terhadap Larva A Erionota thrax L. (Lepidoptera : Hesperiidae) dan Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae)di Laboratorium

4 77 57

Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae) di Laboratorium

1 70 74

Kemampuan Memangsa Rhynocoris Fuscipes F. (Hemiptera:Reduviidae) Terhadap Larva Erionota Thrax L. (Lepidoptera:Hesperiidae) Dan Spodoptera Litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) Di Laboratorium

1 56 57

Pengaruh Biopestisida Dalam Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) Di Rumah Kasa

0 42 47

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Hama Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.)

2 34 58

Patogenisitas Beauveria Bassiana Pada Spodoptera Litura Fabricius (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit

2 66 42

Efektivitas insektisida nabati daun tanjung dan daun pepaya terhadap martalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.)

0 16 36

Uji Efikasi Ekstrak Tanaman Suren ( Toona sinensis Merr.) Sebagai Insektisida Nabati Dalam Pengendalian Hama Daun (Eurema spp. dan Spodoptera litura F.)

0 11 156

UJI POTENSI EKSTRAK DAUN SUREN (Toona sureni Blume) SEBAGAI INSEKTISIDA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L )

1 15 50

PENGUJIAN LABORATORIUM AKTIVITAS CAmPURAN INSEKTISIDA DELTAMETRIN DAN INSEKTISIDA NABATI NIMBA TERHADAP HAMA Spodoptera litura F.

0 1 8