Konflik Sosial Kawasan Industri Jababeka Dalam Perspektif Komunikasi

KONFLIK SOSIAL KAWASAN INDUSTRI JABABEKA
DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI

HAMLUDDIN

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Konflik Sosial
Kawasan Industri Jababeka dalam Perspektif Komunikasi” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
proposal ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.


Bogor, Maret 2016
Hamluddin
NRP I352120141

RINGKASAN
Konflik Sosial Kawasan Industri Jababeka dalam Perspektif Komunikasi.
Dibimbing
oleh
SARWITITI
SARWOPRASODJO
dan
NINUK
PURNANINGSIH.
Penelitian tentang konflik kawasan industri terhadap masyarakat di sekitar
Kawasan Industri Jababeka (KIJ) Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat,
merupakan studi yang menggunakan pendekatan analisis stakeholder dengan
metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan memahami penyebab konflik,
masalah-masalah yang terjadi, serta strategi penyelesaian konflik dalam perspektif
komunikasi. Di lapangan, peneliti menemukan berbagai permasalahan yang

mendorong terjadinya konflik seperti akibat komunikasi yang tidak baik,
perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan, keragaman sistem sosial,
pencemaran lingkungan, keterbatasan sumber penghidupan, dan lain-lain yang
merupakan dampak dari pengembangan kawasan industri. Secara umum konflik
melibatkan antara pengelola kawasan industri dengan masyarakat, konflik teridentivikasi dalam bentuk terbuka, konflik laten, dan konflik yang terjadi di
permukaan. Dengan menggunakan pendekatan analaisis stakeholder, peneliti
melakukan wawancara mendalam terhadap sejumlah stakeholder yang meliputi
pengelola kawasan industri, masyarakat umum, aparatur Desa, tokoh agama,
Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan juga
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan alat analisis stakeholder
dengan cara membuat pemetaan berdasarkan indikator peran stakeholder pada
setiap isu konflik, kemudian memasukkan indikator kekuatan dan kelemahan
terkait kepentingan serta pengaruh stakeholder ke dalam diagram analisis.
Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi konflik dalam tiga bentuk,
yaitu, konflik terbuka, konflik laten, dan konflik yang terjadi di permukaan.
Identivikasi konflik tersebut didapat pada setiap isu konflik yang terjadi dan
mempengaruhi perlakuan setiap stakeholder terhadap isu konflik. Seperti konflik
yang terjadi karena kehadiran lembaga penghubung antara industri dengan
masyarakat. Dalam perjalanannya, lembaga penghubung yang dibentuk PT

Jababeka Tbk, yakni, Lembaga Pemberdayaan dan Pelayanan Masyarakat
(LPPM) tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Masyarakat memandang
LPPM tidak melaksanakan kegiatan sosial kemasyarakatan, mengambil
keuntungan sendiri dengan menjadi pengepul dana Corporate Social
Responsibility (CSR) yang seharusnya menjadi hak masyarakat di sekitar
Kawasan Industri Jababeka (KIJ). Keberadaan lembaga penghubung semakin
meningkatkan skala konflik karena LPPM lebih banyak berperan sebagai
pengaman industri dari pada menjadi mediator antara industri dengan masyarakat.
Kata kunci: komunikasi konflik, konflik kepentingan, dampak industri.

SUMMARY
HAMLUDDIN. Social Conflict of Jababeka Industrial Estate in Communication
Perspective. Supervised by SARWITITI SARWOPRASODJO and NINUK
PURNANINGSIH.
This study examined the conflict between Jababeka Industrial Estate (KIJ)
with the society around it in Cikarang, Bekasi Regency, West Java Province. The
study used stakeholder analysis approach with qualitative descriptive method. It
is aimed to understand the causes of the conflict, existing problems, and the
strategy of conflict resolution in the perspective of communication. In the field,
varied problems such as poor communication, different opinion, different

interests, varied social system, polluted environment, limited sources of income,
and so on as the impact of industrial estate development were found driving the
conflict. Generally, the conflict were between management of industrial estate and
the society. It was identified as the open conflict, latent conflict, and surface
conflict. By using stakeholder analysis approach, deep interview was conducted
with some stakeholders, such as industrial estate management, society, village
official, religious leaders, local government, regional house of representatives,
and the non-governmental organization (NGO).
In analyzing data, stakeholder analysis tool was used by mapping the
conflict issues based on the indicators of stakeholder‟s role in each of it. Then,
indicators of strength and weakness related to the interests and leverage of
stakeholders were put into analysis diagram.
Results showed that conflicts were happened in three formation, namely,
open conflict, latent conflict, and surface conflict. Identification of the conflict
were found in each conflict issue occurred and influence the treatment of
stakeholders in each conflict issue. For instance, the conflicts occurred due to the
presence of institution as a liaison between industry and society. In the facts, the
liaison institution built by PT Jababeka, Tbk, namely, Lembaga Pemberdayaan
dan Pelayanan Masyarakat (LPPM) didn‟t perform it‟s function well. Public
perceived that LPPM didn‟t run social activities, instead of taking profit inself by

being fund collectors of Corporate Social Responsibility (CSR) which was
actually the right of the society around Jababeka Industrial Estate (KIJ). The
presence of liaison institution had improved the scale of conflicts due to the
existence of LPPM which played more role as industrial defender than as
mediator between industry and society.
Keywords: communication conflict, conflict of interests, impact of industry.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KONFLIK SOSIAL KAWASAN INDUSTRI JABABEKA
DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI


HAMLUDDIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rilus A Kinseng, MA

Judul Tesis
Nama
NRP

: Konflik Sosial Kawasan Industri Jababeka dalam Perspektif

Komunikasi
: Hamluddin
: I352120141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
Ketua

Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.S
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Djuara P Lubis, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian: 22 Desember 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian ini
dengan judul “Konflik Kawasan Industri Jababeka dalam Perspektif Komunikasi”
yang mana penulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Master Komunikasi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo,
MS dan Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.S selaku pembimbing. Ucapan terima
kasih juga saya sampaikan kepada Manajemen PT Jababeka Tbk, tim ahli

Jababeka Harun Al Rasyid, masyarakat di sekitar Kawasan Industri Jababeka
(KIJ), dan seluruh informan penelitian ini. Kepada kedua orangtua saya Ayahanda
Abdul Karim (alm) dan Ibunda Hj. Mihada, yang telah menghiasi hidup saya
dengan penuh cinta dan do‟a penuh berkah. Kepada istri saya Tatik Yuniarti dan
kedua putra saya Nasri S. Elhaq dan Hanif Raihan Malik telah menjadi
penyemangat yang luar biasa, serta kepada teman-teman KMP angkatan 2012 atas
segala motivasi dan semangat yang dierikan.
Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Hamluddin

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR DIAGRAM
DAFTAR GAMBAR
1

2


3

4

Halaman
xii
xii
xiii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rmusan Masalah


4

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

6

Sebab Konflik

6

Perspektif Konflik

6

Pola Konflik

8

Tahapan Konflik

8

Manajemen Konflik

8

Komunikasi Konflik

10

Community Relations

11

Kerangka Pemikiran

12

METODE PENELITIAN

15

Desain Penelitian

15

Subyek Penelitian

15

Identitas Informan

15

Tempat dan Waktu Penelitian

15

Data Penelitian

16

Teknik Pengumpulan Data

16

Teknik Analisa Data

18

Analisis Stakeholder

19

Interpretasi Data

20

Validasi Data

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

22

Gambaran Umum

22

5

6

Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bekasi

22

Topografi

23

Iklim

23

Jumlah dan Kepadatan Penduduk

23

Indek Pembangunan Manusia (IPM)

24

Perindustrian

25

Kemiskinan dan Pengangguran

26

Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup

28

Pertumbuhan Ekonomi

30

Kawasan Industri Jababeka

31

Industrial Cikarang

33

Visi PT Jababeka

33

Kinerja Real Estate dan Industri

35

Latar Belakang Konflik Kawasan Industri Jababeka

40

Konflik Industrialisasi di Desa Harja Mekar

45

Industri Menjadi Pemicu Kesenjangan Masyarakat

68

Program-program Coorporate Social Responsibility (CSR) KIJ

73

PERAN PENGAMANAN LEMBAGA PENGHUBUNG

85

LPPM Sebagai Mediator

85

Komunikasi dengan Lembaga Formal

85

Komunikasi Informal

87

LPPM Melakukan Seleksi pada Kelompok Kepentingan

88

Respons Masyarakat Terhadap LPPM

89

Megambil Keuntungan Lewat Perdes

93

Strategi Penanganan CSR

100

SIMPULAN DAN SARAN

102

Simpulan

102

Saran
DAFTAR PUSTAKA

103
104

LAMPIRAN

107

RIWAYAT HIDUP

113

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Halaman
Perbedaan pandangan terhadap konflik
5
Skala konflik
6
Jenis dan sumber data pendukung yang digunakan dalam penelitian
15
Sumber informan dan penelitian
16
Ringkasan realisasi APBD 5 tahun terakhir
29
Latar belakang dan wilayah konflik
42
Isu konflik di Desa Harja Mekar, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi,
Jawa Barat
50
Analisis stakeholder pada kasus konflik di Desa Harjamekar
53
Volume limbah B3 yang diterima PT DEI
57
Isu konflik di Desa Pasir Gembong, Cikarang Utara,
Kabupaten Bekasi
66
Isu konflik kesenjangan sosial di sekitar KIJ
71
Analisis Stakeholder Pada Isu CSR
80
Analisis Stakeholder Pada Kasus Lembaga Penghubung
94

DAFTAR DIAGRAM
I
2
3

Rekomendasi analisis stakeholder konflik agraria
Rekomendasi analisis stakeholder pada isu CSR
Rekomendasi analisis stakeholder pada isu lembaga penghubung

55
83
96

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12

Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15

Halaman
Kerangka pemikiran
13
Model Interaktif Miles dan Huberman (1992)
18
Jumlah penduduk menurut kecamatan / population by districts
2011. (Sumber : BPS Kabupaten Bekasi)
28
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bekasi
(Sumber: BPS Kabupaten Bekasi, 2012)
30
Asal PMA Berdasarkan Asal Negara
(Sumber: Annual Report PT Jababeka, 2012 H. 12)
31
Tenant berdasarkan asal negara
(Annual Report PT Jababeka, 2012 H. 12)
31
Struktur Bisnis PT Jababeka Tbk
34
Struktur Perusahaan PT Jababeka Tbk
34
Investor Berdasarkan Tipe Industri
(Sumber: Annual Report PT Jababeka, 2012)
35
Total Pendapatan dalam Miliar
(Sumber; Annual Report, 2012)
37
Sumber-sumber konflik di Kawasan Industri Jababek
40
Water Treatment Plant (WTP) atau sistem pengolahan air bersih
PT Jababeka, memproduksi air bersih sekitar 60.000 meter kubik
per hari
49
Area Industri di Desa Pasir Gembong, Cikarang Utara,
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat
61
Skema peran LPPM sebagai lembaga penghubung
97
Strategi penangan CSR.
100

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pencemaran lingkungan seringkali menjadi pemicu konflik sosial di dalam
suatu lingkungan masyarakat di mana industri berkembang. Salah satu sumber
pencemaran tersebut berasal dari limbah pabrik yang berakibat pada menurunnya
kualitas air, udara, dan tanah. Kemudian dampak pencemaran itu berimplikasi
buruk terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya yang ditandai dengan
munculnya keluhan terhadap penyakit tertentu. Dari sinilah awal mula terjadinya
konflik horizontal; antara masyarakat dengan pengelola kawasan industri. Di
Indonesia, konflik akibat pencemaran lingkungan kerap terjadi di sejumlah daerah
khususnya wilayah pengembangan kawasan industri. Sistem pengolahan limbah
yang tidak baik akan selalu memicu perselisihan yang berusaha diselesaikan
dengan berbagai cara, mulai dari jalan dialog dalam rangka menyampaikan
keberatan terhadap aktivitas industri, melakukan unjukrasa, menggalang advokasi
non-litigasi bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), melakukan advokasi
hukum, atau bersengketa di pengadilan.
Secara umum, dapat digambarkan bahwa jumlah sengketa lingkungan di
Indonesia terus meningkat. Indikasi tersebut terlihat dari jumlah pengaduan
sengketa lingkungan yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup RI selama
periode 2002-2006, terus bertambah. Pada tahun pertama jumlah pengaduan
sebanyak 54 kasus, kemudian pada tahun 2003 naik menjadi 61 kasus. Tahun
2004 sebanyak 70 kasus, tahun 2005 menjadi 151 kasus, dan tahun 2006 naik
menjadi 246 kasus. Van Vollenhove Institute, Universitas Laiden dan Bappenas
yang telah melakukan penelitian terhadap sengketa lingkungan itu dan kemudian
melahirkan rekomendasi kebijakan dengan tema „Efektivitas Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia‟ yang dirilis pada Februari 2011 lalu,
menyimpulkan bahwa umumnya penyelesaian sengketa lingkungan baik dengan
cara mediasi maupun pengadilan membutuhkan waktu lama bahkan cenderung
kurang memberikan kepastian hukum dan keadilan terhadap masyarakat yang
menjadi korban.
Sedangkan aktivitas industri di Indonesia, berdasarkan data Departemen
Perindustrian tahun 2006 sebagaimana dikutip Kementerian Negara Lingkungan
Hidup (2007), menghasilkan 26.514.883 ton bahan berbahaya dan beracun (B3)
yang tersebar di berbagai sektor industri. Meliputi industri kimia hilir beredar
3.282.641 ton B3, industri kimia hulu sebanyak 21.066.246 ton, industri logam
mesin tekstil aneka (ILMTA) sebanyak 1.742.996 ton, dan industri kecil
menengah (IKM) sebanyak 423 ton. Indonesia juga mengimpor B3 dari Jepang,
China, Perancis, Jerman, India, Belanda, Korea, Inggris, Australia, dan Singapura.
Diperkirakan 2,2 juta ton limbah B3 diekspor ke Indonesia tiap tahunnya, keadaan
ini dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan, keselamatan manusia dan juga
mahluk hidup lainnya.
Di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sengketa lingkungan akibat
pencemaran limbah industri merupakan akar persoalan dari konflik sosial.

2

Tingginya aktivitas produksi pabrik dengan jumlah 6000-an perusahaan yang
terdapat di tujuh kawasan industri (Jababeka I dan II, Lippo Cikarang, Eas Jakarta
Indutrial Park/EJIP, Delta Silicon I dan II, dan Bekasi International Industrial
Estate/BIIE), yang merupakan kawasan industri terbesar di wilayah Asia

3

Tenggara, berdampak terhadap menurunnya kualitas air, udara, dan tanah.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kabupaten Bekasi,
menyebutkan hanya sekitar 10 persen dari total perusahaan yang memiliki
instalasi pengolahan limbah (IPAL) yang baik. Sementara sebagian besar atau
sekitar 90 persen perusahaan yang ada tidak memiliki sarana pengolahan limbah
terutama untuk jenis B3. Dengan begitu dapat dimaknai bahwa indikasi
pencemaran limbah industri sangat tinggi di mana perusahaan membuang limbah
cair ke aliran sungai di antaranya Kali Cikarang Bekasi Laut (CBL), dan limbah
padat ke lahan kosong.
Dampak pencemaran terlihat pada perubahan warna air dari cokelat tanah
menjadi hitam dengan bau menyengat. BPLHD Kabupaten Bekasi menyebutkan
bahwa sejumlah perusahaan terutama yang lokasinya berdekatan dengan aliran
Kali CBL memiliki saluran pembuangan langsung ke aliran sungai. Selain
menggunakan pipa, pembuangan limbah juga menggunakan truk tangki.
Sementara pencemaran terhadap udara diidentivikasi berdasarkan hasil
pemantauan kualitas udara terhadap perubahan kualitas lingkungan yang
dilaksanakan BPLHD Jawa Barat pada 2009 lalu, menunjukkan bahwa Kabupaten
Bekasi menjadi wilayah dengan kualitas udara paling buruk. Pencemaran udara
berupa asap dari pembakaran mesin produksi yang dibuang melalui cerobong
pabrik, partikel debu dan emisi kendaraan industri. Beberapa kasus sengketa
lingkungan di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, berakhir di pengadilan.
Contohnya, pencemaran limbah jenis B3 oleh PT Dongwoo Environmental
Indonesia (DEI), dalam kurun waktu Juli 2005 sampai Mei 2006. Perusahaan asal
Korea Selatan itu membuang 410,2 ton limbah B3 ke lahan kosong di Kampung
Sempu, Desa Pasirgombong, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Dampaknya belasan warga menderita kepala pusing, tenggorokan kering, dada
sesak, perut mual dan muntah karena menghirup gas beracun. PT DEI dilaporkan
ke pengadilan dan proses hukumnya berakhir di Mahkamah Agung (MA).
Sengketa lingkungan ini dapat dikategorikan dalam tiga hal, yaitu (Bedner,
2007): 1) Sengketa yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan; 2) Sengketa
yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam; dan 3) Sengketa yang
muncul akibat pencemaran atau perusakan lingkungan. Sengketa yang berkaitan
dengan upaya perlindungan lingkungan pada umumnya terjadi antara pihak yang
ingin memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kepentingan ekonomi di
satu sisi dan pihak yang berkepentingan atau berkewajiban untuk melindungi
lingkungan dan suber daya alam di sisi lain. Sengketa yang berkaitan dengan
pemanfaatan sumber daya alam pada umumnya terjadi karena ada pihak yang
merasa akses mereka terhadap sumber daya tersebut terhalangi, sedangkan
sengketa akibat pencemaran atau perusakan lingungan pada umumnya terjadi
antara pihak pencemar atau perusak dengan pihak yang menjadi korban
pencemaran atau perusakan.
Menurut Undang-undang, penyelesaian sengketa lingkungan ini dapat
dilakukan di dalam dan di luar pengadilan. Hal ini telah dijamin dalam UU No.
32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH
2009). Hal yang sama juga diatur dalam undang-undang yang berlaku
sebelumnya, yakni UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPLH 1997) dan UU No. 4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUKPPLH 1982). Kemudian, Peraturan

4

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 1 (15) menyebutkan bahwa
pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali (recovery) dan/
atau penggunaan kembali (reuse) dan/ atau daur ulang (recycle) yang bertujuan
untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan
harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pada Pasal 3 PP No.
18/1999 menyebutkan setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu
secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan lebih dulu.
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini hendak melakukan
analisis pada konflik sosial yang terjadi pada masyarakat di sekitar kawasan
industri Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif dengan tujuan memberikan gambaran atau
deskripsi secara lengkap dan akurat tentang suatu peristiwa secara objektif serta
menciptakan kajian secara ilmiah guna memberikan solusi atas persoalan di
lapangan. Untuk menunjang penelitian agar hasilnya akurat, peneliti memakai
teori analisis stakeholder dalam membuat gambaran secara sistematis, akurat dan
faktual mengenai fakta-fakta, sifat dan hubungan antara fenomena yang diteliti.
Penelitian akan dilaksanakan di Kawasan Industri Jababeka (KIJ) di
bawah manajemen PT Jababeka Tbk. KIJ merupakan satu di antara tujuh kawasan
industri di Kabupaten Bekasi, dianggap mampu mewakili persoalan yang diteliti.
Terdapat beberapa alasan pada pemilihan lokasi penelitian, di antaranya; (1)
konflik lingkungan akibat limbah industri pernah terjadi di KIJ; (2) KIJ
merupakan kawasan industri pertama yang go public di Indonesia berdiri sejak
1989; (3) KIJ merupakan kawasan industri terluas di Indonesia dengan 1.500
perusahaan nasional dan multinasional dari 30 negara (USA, UK, Perancis,
Jerman, Belanda, Australia, Jepang, China, Taiwan, Singapur, Thailand, Malaysia
dll), dengan 600.000 pekerja dan 2.500 ekspatriat; (4) KIJ berkomitmen terhadap
pengelolaan lingkungan sekitarnya.
Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah melakukan analisis
terhadap strategi komunikasi yang dilakukan pengelola kawasan industri Jababeka
sehingga mampu meredam gejolak sosial yang terjadi di masyarakat. Perumusan
masalah penelitian akan menjawab hipotesa awal terhadap sejumlah persoalan
berdasarkan latar belakang, yang selanjutnya dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana proses konflik terjadi, gejolak sosial yang ditimbulkan, siapa
saja yang terlibat, dan solusi penyelesaian konflik.

1.
2.
3.

Tujuan Penelitian
Melakukan analisis konflik kawasan industri (penyebab, isu-isu, dan gaya
koflik);
Melakukan analisis terkait persepsi masyarakat terhadap program
Corporate Social Responsibility (CSR) industri;
Merumuskan peran setiap stakeholders dalam konflik kawasan industri.

5

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat dirumuskan ke dalam dua hal, meliputi kegunaan
akademis dan kegunaan praktis.
1.
Kegunaan Akademis. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi diskursus
baru pada institusi pendidikan, pemerintah daerah, manajemen industri,
lembaga swadaya masyarakat, yang memiliki perhatian pada masalahmasalah konflik sosial;
2.
Kegunaan Praktis. Bagi peneliti, hasil penelitian ini berguna untuk
menambah wawasan dan pemahaman mengenai konflik kawasan industri
dalam perspektif komunikasi.

6

2

TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab Konflik

Simon Fisher (2001) menjelaskan teori penyebab konflik dalam
masyarakat. Pertama, teori hubungan masyarakat, bahwa konflik yang terjadi
lebih disebabkan polarisasi, ketidakpercayaan (distrust) maupun permusuhan
antar kelompok yang berada ditengah-tengah masyarakat kita. Kedua, teori
negosiasi prinsip, bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras
serta perbedaan pandangan tentang konflik antara pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya.
Ketiga, teori kebutuhan manusia, bahwa konflik yang muncul di tengah
masyarakat disebabkan perebutan kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan
fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi dalam perebutan tersebut. Keempat,
teori identitas, bahwa konflik lebih disebabkan identitas yang terancam atau
berakar dari hilangnya sesuatu serta penderitaan masa lalu yang tidak
terselesaikan. Kelima, teori transformasi konflik, bahwa konflik disebabkan oleh
hadirnya masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam ranah
kehidupan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan.
Perspektif Konflik
Berkaitan dengan konflik terdapat dua pandangan yang berbeda dalam
memahami konflik yang terjadi, yaitu pandangan lama dan pandangan baru,
seperti dijelaskan oleh Stepphen P. Robbin, bahwa :
Tabel 1. Perbedaan pandangan terhadap konflik
Pandangan Lama

Pandangan Baru

 Konflik tidak dapat dihindarkan
 Konflik
disebabkan
oleh
kesalahan-kesalahan manajemen
dalam
perencanaan
dan
pengelolaan organisasi atau oleh
pengacau
 Konflik mengganggu organisasi
dan menghalangi pelaksanaannya
secara optimal
 Tugas manajemen (pemimpin)
adalah menghilangkan konflik
 Pelaksanaan kegiatan organisasi
yang
optimal
membutuhkan
penghapusan konflik.

 Konflik dapat dihindarkan
 Konflik timbul karena banyak
sebab, perbedaan tujuan yang tak
dapat dihindarkan, perbedaan
persepsi nilai-nilai pribadi, dan
sebagainya
 Konflik dapat membantu atau
menghambat pelaksanaan kegiatan
organisasi (masyarakat) dalam
berbagai derajat.

7

Padangan lama menempatkan konflik sebagai aktifitas negatif, buruk, dan
merusak, sehingga harus dihilangkan. Sementara pandangan baru berpandangan
sebaliknya bahwa konflik merupakan aktifitas yang positif dan dinamis. Hal ini
berlanjut pada perubahan konsepsi penyelesaian konflik menjadi pengelolaan
konflik (management conflict). Ini sebuah perbedaan sangat penting. Pertama,
penyelesaian konflik menunjuk pada penghentian atau penghilangan suatu
konflik, dengan demikian implikasinya adalah konflik merupakan sesuatu yang
negatif, yang bisa diselesaikan, diakhiri, bahkan dihapuskan. Kedua, berbeda
dengan penyelesaian konflik, pengelolan konflik lebih memberi pemahaman
bahwa konflik bisa positif, bisa juga negatif. Meskipun makna istilah-istilah tadi
tentu masih menjadi perdebatan (debatable) hal ini menunjukkan bahwa persoalan
konflik memiliki berbagai pendekatan termasuk istilah-istilahnya.
Ada beberapa pendekatan untuk menangani konflik, yang terkadang juga
dipandang sebagai tahap-tahap dalam suatu proses. Fisher (2001) menggambarkan
sebagai berikut. Pertama, istilah pencegahan konflik yang bertujuan untuk
mencegah timbulnya konflik yang keras. Kedua, penyelesaian konflik bertujuan
untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui suatu persetjuan perdamaian.
Ketiga, pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari
kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang
terlibat. Keempat, resolusi konflik yaitu kegiatan menangani sebab-sebab konflik
dan berusaha membangun hubunganbaru yang bisa tahan lama di antara antara
kelompok-kelompok yang bermusuhan. Kelima, transformasi konflik yaitu
kegiatan mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan
berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan
politik yang positif. Berikut gambar yang merupakan penjelasan kelima beberapa
istilah tersebut di atas.
Tebel 2. Skala konflik
Konflik Laten

Konflik di
Permukaan

Konflik Terbuka

Pencegahan
Konflik
Penyelesaian
Konflik
Pengelolaan
Konflik
Resolusi Konflik
Transformasi
Konflik
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menentukan suatu konflik itu bersifat positif atau negatif bergantung pada
persepsi kelompok yang terlibat dalam konflik, terutama pada sikap masyarakat
secara umum terhadap sistem yang berlaku.

8

Pola Konflik
Pola konflik dibagi kedalam tiga bentuk: Pertama, konflik laten sifatnya
tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara
efektif; Kedua, konflik terbuka adalah konflik yang berakar dalam dan sangat
nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan
berbagai macam efeknya. Dan yang ketiga adalah, konflik di permukaan memiliki
akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman
mengenai sesuatu yang dapat diatasi dengan menggunakan komunikasi (Fisher,
2001).
Tahapan Konflik
Fisher, dkk menyebutkan ada beberapa alat bantu unntuk menganalisis
situasi konflik, salah satunya adalah penahapan konflik. Konflik berubah setiap
saat, melalui tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan yang berbeda.
Tahap-tahap ini adalah:
1.
Pra-Konflik : merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuain
sasaran diantara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik
tersembunyi dari pandangan umum, meskipun salah satu pihak atau lebih
mungkin mengetahui potensi terjadi konfrontasi. Mungkin terdapat
ketegangan hubungan diantara beberapa pihak dan/ atau keinginan untuk
menghindari kontak satu sama lain.
2.
Konfrontasi: pada saat ini konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya
satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai
melakukan demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya.
3.
Krisis: ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan/ kekerasan
terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode
perang, ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh. Komunikasi normal
diantara dua pihak kemungkinan putus, pernyataan-pernyataan umum
cenderung menuduh dan menentang pihak lainnya.
4.
Akibat : kedua pihak mungkin setuju bernegosiasi dengan atau tanpa
perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga yang
lebih berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk menghentikan
pertikaian.
5.
Pasca-Konflik: akhirnya situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri
berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan
mengarah lebih normal diantara kedua pihak. Namun jika isu-isu dan
masalah-masalah yang timbul karena sasran mereka saling bertentangan
tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi prakonflik.
Manajemen Konflik
Menurut Fisher (2001), tindakan dalam pengelolaan konflik dapat
dilakukan dalam tiga cara, yakni: 1) Mengelola konflik secara lansung; 2)
Mengelola berbagai akibat konflik; dan 3) Mempengaruhi struktur sosial.

9

Mengelola Konflik Secara Langsung dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan
sebagai berikut:
Tahap Persiapan Intervensi
1. Mengidentifikasi, memilih dan mengubah pendekatan terhadap konflik.
Dalam hal ini ada 5 pendekatan yang dapat dicermati, yakni: a) Kompromi
(Mengurangi harapan-harapan, tawar menawar, memberi dan menerima
dan memecah perbedaan); B) Akomodasi (Memberikan persetujuan,
menentramkan, mengurangi atau mengabaikan perbedaan pendapat,
menyerah); c) Pemecahan Masalah (Pengumpulan informasi, dialog,
mencari alternatif); d) Pengendalian (Mengendalikan, menyaingi,
menekan, memaksa, bertempur); e) Penolakan (Menolak, melarikan diri,
menyangkal, mengabaikan, menarik diri, menunda).
2. Mengidentifikasi dan mengurangi prasangka
Tahap Meningkatkan Kesadaran dan Mobilisasi untuk Mendukung
Perubahan
1. Melobi kepada para pengambil keputusan dan orang-orang yang memiliki
hubungan dengan mereka.
2. Berkampanye, dengan tujuan utamanya adalah menciptakan iklim di
kalangan masyarakat yang lebih luas, yang akan mendorong atau menekan
para pengambil keputusan untuk mengubah kebijakan mereka.
3. Tindakan langsung dengan tanpa kekerasan melalui: Protes, anti
kerjasama, ketidak patuhan sipil, dan berprasa.
Tahap Pencegahan
Mencegah konflik memanas sehingga berubah sekedar menjadi tindak
kekerasan, atau bahkan tidak menjadi konflik. Beberapa mekanisme yang dapat
dipilih, misalnya:
1. Membentuk forum yang berasal dari berbagai bagian masyarakat.
2. Mengirim sesepuh dari marga, suku, atau kelompok tradisional lainnya
sebagai utusan.
3. Mengundang tokoh-tokoh agama untuk melakukan intervensi, dengan
tujuan menyediakan ruang untuk dialog.
4. Memanfaatkan ritual yang ada dengan tujuan untuk membawa orang
bersama-sama memperhatikan nilai-nilai yang ada.
5. Memanfaatkan struktur atau kelompok yang ada dan di hormati.
6. Menggunakan publikasi secara hati-hati untuk menyoroti kebutuhan
tindakan darurat.
Tahap Mempertahankan Kehadiran
Para aktivis lokal dan para pekerja perdamaian dan hak asasi manusia di
harapkan dapat mempertahankan kehadirannya, dengan tujuan dapat memberikan
bantuan secara efektif, dan mempengaruhi suasana kembali normal. Tindakan
yang dapat di lakukan di sini dapat meliputi: (1) Perlindungan tanpa senjata; (2)
Aktif melakukan pemantauan dan observasi terhadap perkembangan situasi. Pada
umumnya rekontruk si pasca konflik akan terfokus pada upaya-upaya pemenuhan
kebutuhan fisik. Sedangkan rekontruksi psikologis adalah merupakan upaya untuk
membantu individu individu atau korban mengatasi masa lampaunya. Misalnya,

10

bantuan untuk mengatasi trauma, dan bantuan kepada korban untuk
mengungkapkan pengalaman mereka sehingga terhindar dari tekanan psikologi.
Sementara itu, rekonstruksi atau rekonsiliasi sosial merupakan suatu
proses membangun kembali suatu masyarakat yang mengalami kesengsaraan
akibat kekerasan/ konflik melalui: Pertama, Pengungkapan tentang kebenaran
penyembuhan dan pemulihan (bukan kebenaran faktual/obyektif ataupun
subyektif). Kedua, aktualisasi sikap dan perilaku belas kasihan, yakni kemampuan
orang-orang yang telah menjadi korban kekerasan/ konflik untuk tetap
menghargai sesamanya dan mengakui bahwa mereka bisa hidup bersama. Ketiga,
penegakan keadilan, yakni tindakan pemulihan hak-hak tanggung jawab, dan
kesetaraan yang diberikan kepada para korban kekerasan/ konflik.
Tindakan pengelolaan konflik menurut Fisher (2001), adalah berupa upaya
untuk mempengaruhi struktur sosial. Dalam hal ini ada tiga cara yang dapat
ditempuh, yakni: Pertama, penyelengaraan pendidikan, perdamaian dan keadilan,
di institusi-institusi formal, informal maupun non formal. Dalam kerangka ini
anggota masyarakat diarahkan untuk memiliki pengetahuan, sikap dan
ketrampilan damai dan adil kepada sesama manusia. Kedua, meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Ketiga, membangun
pemerintah global. Pemerintah yang baik setidaknya memberikan peluang kepada
proses konsultif, rakyat-pemerintah dan masyarakat madani untuk semakin
mandiri.
Komunikasi Konflik
Fisher ( 2001 ), menyebutkan salah satu strategi komunikasi penting yang
harus dilakukan dalam menyelesaikan konflik adalah menciptakan suasana
komunikasi yang terbuka dan jujur. Hal ini menunjukan bahwa komunikasi
sangatlah memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang tidak bisa
dipisahkan dengan kominikasi.
Strategi komunikasi untuk menyelesaikan suatu konflik yang terjadi.
Secara umum, untuk menyelesaikan suatu konflik dapat kita lihat pada istilah
berikut : (a), pencegahan adanya konflik; pola ini bertujuan untuk mencegah
timbulnya kekerasan dalam konflik, (b) penyelesaian konflik; bertujuan untuk
mengakhiri kekerasan melalui persetujuan perdamaian, (c) strategi komunikasi;
bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah dalam konflik dengan melalui cara
atau metode-metode dan taktik dalam menyelesaikan konflik yang ada. (d)
pengelolaan konflik, bertujuan untuk mengatasi masalah yang terlihat agar dapat
berprilaku posisitif. (e), Resolusi konflik; bertujuan untuk menangani sebab-sebab
konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang relatif dapat bertahan lama
di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan (Fisher, 2001)
Intervensi komunikasi dalam penyelesaian konflik adalah melalui
penelaahan, substansi, latar belakang konflik, pengetahuan dan pemahaman
tentang identitas dan karakter para aktor yang terlihat, strategi komunikasi akan
dilakukan oleh komunikator dalam melakukan penyelesaian konflik .
Fisher dkk (2001) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih
umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.

11

1.
2.
3.

4.

5.

Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang
keras.
Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan
melalui persetujuan damai.
Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari
kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak
yang terlibat.
Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha
membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama di antara kelompokkelompok yang bermusuhan.
Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik
yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan
menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.

Community Relations
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Corporate Communication dalam
mewakili komunikasi dengan publiknya, adalah melalui kegiatan Community
Relations. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar
perusahaan. Menurut H.A.W Widjaja (2002) satu hal yang penting untuk
digarisbawahi berkaitan dengan community relations adalah pengembangan
kreativitas masyarakat. Tanggung jawab untuk mengembangkan kreativitas
masyarakat tersebut bukan hanya ada pada pemerintah, namun juga partisipasi
pihak swasta, khususnya organisasi bisnis yang menjalankan usahanya di wilayah
kota/ kabupaten tertentu.
Dalam konteks kinerja Public Relations, tanggung jawab sosial korporat
diimplementasikan dalam program dan kegiatan community relations. Bisa juga
dinyatakan, community relations merupakan bentuk tanggung jawab sosial
korporat. Kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan berkaitan dengan program
tersebut antara lain ada yang memberikan beasiswa, memberikan bantuan buku,
merehabilitasi lingkungan hidup, atau membantu usaha kerajinan masyarakat.
Setidaknya ada tiga bidang yang selalu menjadi perhatian berbagai organisasi
bisnis di Indonesia dalam program community relations yakni pendidikan,
kesehatan, dan seni-budaya (Iriantara, 2007).
Hasil penelitian Chambers (2003) praktik tanggung jawab sosial korporat
di 7 negara Asia mencakup 3 aspek yaitu ;
1. Keterlibatan dalam komunitas, yang termasuk dalam kegiatan ini adalah : .
pengembangan masyarakat ( community development ), konservasi lingkungan
hidup, pendidikan dan pelatihan, kegiatan keagamaan dan olahraga.
2. Pembuatan produk yang bisa dipertanggungjawabkan secara sosial, yang
termasuk dalam kegiatan ini adalah lingkungan hidup, kesehatan dan
keselamatan kerja, sumber daya manusia dan etika.
3. Employee relations, yang termasuk dalam kegiatan ini adalah kesejahteraan
dan keterlibatan pekerja. ( Iriantara, 2007)
Menurut Carol (1994), Corporate Social Responsibility terbagi dalam 4
kategori, berupa:

12

1. Tanggung jawab ekonomi (economic responsibilities)perusahaan, yaitu
performa ekonomi perusahaan, dimana menjadi dasar dari tanggung jawab
sosial perusahaan yang lain.
2. Kemudian secara bersamaan, perusahaan juga diharapkan untuk mematuhi
hukum yang ada atau melaksanakan tanggung jawab hukum (legal
responsibilities), yaitu aktivitas dan tindakan lain yang tidak secara langsung
diatur oleh peraturan hukum, namun diharapkan oleh masyarakat dari sebuah
perusahaan.
3. Tingkatan selanjutnya adalah pada tanggung jawab perusahaan untuk
melaksanakan etika (ethical responsibilities), yaitu: aktivitas dan tindakan lain
yang secara langsung diatur oleh peraturan hukum, namun diharapkan oleh
masyarakat dari sebuah perusahaan.
Pada tingkat terakhir adalah discretionary responsibilities, yaitu: tanggung
jawab yang tidak diperlukan secara hukum atau etika yang dilaksanakan oleh
perusahaan untuk memenuhi harapan masyarakat.
Sedangkan menurut I Nyoman Tjager, bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan atau CSR terbagi atas 2, yaitu:
1. Tanggung jawab ekonomi
Berkaitan dengan aspek sosial perusahaan, dimana aktivitas bisnis perusahaan
akan mewarnai aktivitas perekonomian nsional.
2. Tanggung jawab hukum
Perusahaan dalam menjalankan usahanya, harus mematuhi norma-norma
hukum yang ada. Penjelasan CSR di atas memiliki ruang lingkup yang sangat
luas dan beraneka ragam, dan tidak menyentuh bidang tertentu saja. CSR
dalam pelaksanaannya juga terdiri atas: perlindungan lingkungan, kesehatan,
dan kesejahteraan, corporate governance, praktek-praktek Sumber Daya
Manusia, hak asasi manusia, community development, dan consumer
protection.
Kerangka Pemikiran
Aliran informasi dalam suatu organisasi dapat terjadi dengan tiga cara:
serentak, berurutan, atau kombinasi dari kedua cara tersebut. Penyebaran pesan
secara serentak umumnya dilakukan dengan memanfaatkan saluran informasi
yang dapat menjangkau semua anggota organisasi, karena tidak semua anggota
organisasi memiliki waktu yang sama untuk berkumpul dalam suatu pertemuan.
Mekanisme itu juga berlaku ke luar, sebaran informasi lebih banyak
memanfaatkan saluran informasi seperti media massa.
Definisi tradisional (fungsionalis dan objektif) memberi penafsiran bahwa
komunikasi organisasi cenderung menekankan kegiatan penanganan-pesan yang
terkandung dalam suatu “batas organisasional (organizational boundary)”.
Fokusnya adalah menerima, menafsirkan dan bertindak berdasarkan informasi
dalam suatu konteks. Tekanannya adalah pada komunikasi sebagai suatu alat yang
memungkinkan orang beradaptasi dengan lingkungan mereka.
Sedangkan komunikasi organisasi dipandang dari suatu perspektif
interpretatif, komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan makna atas
interaksi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Adapun

13

pandangan “objektif” atas organisasi menekankan “struktur”, sementera
organisasi berdasarkan pandangan “subjektif” menekankan “proses”. Komunikasi
lebih daripada sekadar alat, ia adalah cara berpikir. Konsep “makna” adalah
relevan dan penting untuk membedakan antara perspektif fungsionalis (objektif)
dan perspektif interpretif (sukjektif) mengenai komunikasi organisasi.
Komunikasi organisasi dalam perspektif struktural klasik membedakan
dua bentuk organisasi: organisasi sosial dan organisasi formal. Pada organisasi
sosial, regularitas perilaku sosial menghasilkan organisasi sosial dan
memungkinkan membuat prediksi yang agak akurat mengenai bagaimana orang
akan berperilaku, sementara organisasi formal dirancang secara khusus untuk
menghasilkan efesiensi dan kemudahan prediksi dalam sistem kerja.
Ciri-ciri suatu organisasi formal berkaitan dengan suatu fenomena yang
disebut komunikasi jabatan atau positional communication (Redfield, 1953).
Hubungan dibentuk antara jabatan-jabatan, bukan antara orang-orang.
Keseluruhan organisasi terdiri dari jaringan jabatan. Pada komunikasi formal,
terdapat juga Pembagian kerja menyangkut bagaimana tugas, kewajiban dan
pekerjaan organisasi didistribusikan.
Teori Konflik Sosial yang ditulis Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin,
dijelaskan bahwa konflik adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan
(perceived divergence of interest). Semakin besar ketidaksesuaian antara pihak
kepentingan, semakin besar pula perbedaan kepentingan itu akan dipersepsi.
Ketidak sesuaian ini dapat bekembang melalui tiga cara; aspirasi Suatu Pihak
tinggi, Pihak Lain dipersepsi memiliki aspirasi yang tinggi, dan/ atau tidak
ditemukan adanya alternatif yang menguntungkan semua pihak.
Konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan
pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasarannya adalah membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan
pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan mampukah mereka untuk melakukan
negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah
tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua
belah pihak atau semua pihak.
Kedua, transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh
masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah
sosial, budaya dan ekonomi. Sasarannya adalah mengubah struktur dan kerangka
kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan
ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara
pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan
pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.
Fisher ( 2001 ), menyebutkan salah satu strategi komunikasi penting yang
harus dilakukan dalam menyelesaikan konflik adalah menciptakan suasana
komunikasi yang terbuka dan jujur. Hal ini menunjukan bahwa komunikasi
sangatlah memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang tidak bisa
dipisahkan dengan kominiaksi.
Adapun penyebab adanya konflik secara sederhana adalah sebagai berikut
(Liliweri, 2005): (a) konflik nilai, hal ini biasanya disebabkan karena adanya
perbedaan nilai (b) kurangnya komunikasi, hal ini komunikasi tidak dapat di
anggap sepele karena terjadinya suatu konflik biasa terjadi karena adanya dua

14

belah pihak yang kurang komunikasi, dan (c) kepemimpinan yang kurang efektif,
secara politis kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang kuat, adil dan
demokratis. Terdapat lima macam pendekatan penyelesaian konflik:
(1) Kompetisi; (2) Akomodasi; (3) Sharing; (4) Kolaborasi; dan (5) Penghindaran.
Kelima macam pendekatan ini yang menghasilkan solusi bagi penyelesaian
konflik akibat pencemaran limbah industri.

Kerangka Isu
Isu Konflik

Komunikasi Organisasi
 Model Komunikasi
 Media Komunikasi
 Teknik Komunikasi
 Pesan Komunikasi
Saluran
Informasi

Beda kepentingan
Posisi Tidak Selaras
Ketidaksetaaran
Ketidakadilan

Dampak
Pendekatan
Konflik
Bersaing
Kolaborasi
Kompromi
Akomodasi
Menghindar
Framing Stakeholders

Gambar 1: Kerangka pemikiran

15

3

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini bertujuan membuat deskripsi secara
sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau
objek tertentu (Kriyantono, 2007). Data yang dikumpulkan adalah berupa katakata, gambar, dan bukan angka-angka, dengan demikian laporan penelitian akan
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut
(Moleong, 2010:11). Berdasarkan hal tersebut, peneliti hendak melakukan
analisis terhadap konflik sosial kawasan industri dalam perspekif komunikasi.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh stakeholders yang
terkait dengan isu konflik limbah industri. Meliputi manajemen PT Jababeka,
tokoh masyarakat, warga, aparatur pemerintah daerah (RT/ RW, desa, kecamatan,
kabupaten, DPRD), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pengelola limbah.
Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposif, dimana peneliti
memiliki kriteria-kriteria tertentu dalam menggali informasi. Adapun kriteriakriteria yang dimaksud adalah subyek penelitian sebagai informan yang tahu,
paham, dan terlibat dalam konflik sosial kawasan industri. Dari kriteria tersebut,
informan yang diwawancara masing-masing satu orang dari pihak yang terlibat
dalam isu konflik.
Identitas Informan
Pemilihan terhadap informan yang akan diwawancara dipilih berdasarkan
identitasnya dalam isu konflik sosial pada kawasan industri. Identitas ini meliputi
status sosial, usia informan, jenis kelamin, peran dalam konflik, serta kepentingan
terhadap konflik tersebut.
Identitas informan ini sangat penting untuk mengetahui dan memahami
secara mendalam masing-masing kedudukan informan dalam isu konflik.
Selanjutnya, dilakukan pengklasifikasian terhadap identitas informan agar
memudahkan peneliti dalam mengolah data.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT Jababeka Tbk, Cikarang, Kabupaten Bekasi,
Jawa Barat. Wawancara terhadap informan dilakukan berdasarkan lokasi di mana
informan berada, yang dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2015.
Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan mengenai isu-isu
konflik sosial kawasan industri sesuai dengan kapasitas masing-masing informan.
Misalnya terhadap manajemen PT Jababeka, peneliti bertanya mengenai strategi
penanganan konflik sosial. Terhadap warga, peneliti menanyakan sebab-sebab
konflik, bagaimana mereka terlibat, serta usaha menyelesaikan konflik.

16

Data Penelitian
Karakteristik Data
Data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data
itu dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari
dokumen, pita rekaman, dll), dan yang biasanya “diproses” sebelum siap
digunakan melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis. Analisis
data kualitatif tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun kedalam teks
yang diperluas
Berdasarkan jenisnya, data dalam penelitian ini terbagai menjadi dua,
yakni :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau
tangan pertama di lapangan (Kriyantono, 2007). Data primer dalam
penelitian ini adalah hasil wawancara yang dilakukan terhadap subyek
penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data pendukung yang digunakan sebagai tambahan
data utama. Data yang dimaksud adalah dokumentasi media yang
disampaikan kepada informan dan buku-buku serta jurnal yang menjadi
referensi peneliti melakukan analisis data.
Tabel 3. Jenis dan sumber data pendukung yang digunakan dalam penelitian
No

Jenis Data

Sumber Data

Pengumpulan Data

1

Gambaran umum PT
Jababeka Tbk, meliputi
keadaan fisik, sosial,
ekonomi, budaya, dll.

PT Jababeka Tbk, Badan
Perencanaan Pembangunan daerah
(Bappeda), Dinas Tata Ruang dan
Pemukiman, Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (BPLHD)
Kabupaten Bekasi, dan media
massa.

Studi Pustaka.

2

Data perusahaan atau
tenant di kawasan Industri
Jababeka, data tenaga
kerja asal luar dan dalam
Negeri.

PT Jababeka Tbk, Dinas Tenaga
Kerja Kabupaten Bekasi.

Studi Pustaka

3

Hasil publikasi masalah
konflik kawasan industri
Jababeka.

Media internal PT Jababeka Tbk,
media massa (majalah, tabloid,
rusat kabar, radio, website), serta
hasil-hasil penelitian.

Studi Pustaka

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain :

17

1. Interview/ wawancara
Wawancara dilakukan dengan indepth interiew adalah suatu cara
mengumpulkan data atau informasi dengan bertatap muka dengan informan agar
mendapatkan data lengkap dan mendalam. Hasil wawancara mendalam menjadi
alat utama pada penelitian ini dengan mengkombinasikan datanya dengan
observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Pada wawancara
mendalam ini, peneliti tidak mempunyai kontrol atas respons informan, artinya
informan bebas memberikan jawaban (Kriyantono, 2007).
Pemilihan informan berdasarkan teknik purposive sampling dengan
pertimbangan bahwa informan adalah pelaku, baik individu maupun lembaga
yang mengerti persoalan yang diteliti. Penetapan informan bukan ditentukan oleh
pemikiran bahwa responden harus representatif terhadap populasinya, melainkan
bahwa responden harus representatif dalam memberikan informasi yang
diperlukan sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian. Menurut Meleong (2010)
bah