Hubungan Mathla’ul Anwar Dengan Partai Politik

bisa terlalu banyak diharapkan dalam memberikan suarannya untuk kemenangan Djuwaeli di Pilgub. Terlebih, Partai Golkar sendiri sudah cukup solid dengan dukungan untuk kemenangan pasangan Atut dan Masduki. Posisi MA, secara formal tidak terlibat langsung dalam politik praktis terkait dengan pencalonan M. Iryad Djuwaeli di Pilgub Banten. Tetapi secara umum, MA mengalami kondisi sebagaimana yang terjadi dalam organisasi Muhammadiyah dengan melakukan tidak adanya politik pemihakan atau political disengagement dari arus ”mabuk politik dan demokrasi” yang terjadi diseluruh masyarakat di Indonesia. 108 Konsekuensi dari political disengagement adalah terjadinya penyebaran atau pemencaran warga MA dalam berbagai partai politik parpol baik yang berideologi nasionalis religius Islam PBB, Partai Politik Islam Masyumi, PUI maupun nasionalis ”sekuler” PAN, Golkar, PDI dan lain sebagainya. Sehingga, hasilnya tidak ada satupun parpol yang dapat diidentifikasikan dengan MA di era Orde Baru MA identik Golkar, maka, dengan adanya penyebaran tersebut, warga MA sebagai sebuah komunitas atau kesatuan tidak dapat memiliki peranan yang sigifikan dalam proses politik untuk kemenangan pencalonan M. Irsyad Djuwael dalam Pilgub Banten. Karena, penggabungan atau penyatuan para elite MA dalam satu partai partai politik merupakan hal yang tidak strategis dan demokratis, mengingat banyaknya dampak yang diterima oleh organisasi MA. Pertama, partai tersebut akan dicap sebagai partainya orang MA dan di luar MA akan menjaga jarak dan 108 Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara Merajut Hubungan Antar Umat., h. 97 akhirnya partai tersebut tidak berkembang, karena hanya akan diisi oleh warga MA, dan mereka tidak dapat mengembangkan sayap kepada kelompok lain. Kedua, MA akan terkena imbas ketika beberapa tokoh yang ada di partai politik tersebut bermasalah sehingga akan merugikan MA secara kelembagaan. Ketiga, MA tidak mempunyai akses lagi kepada partai lain, sehingga perkembangan organisasi hanya akan terbatas pada satu partai politik saja. 109 Sehingga, kekalahan yang dialami oleh M. Irsyad Djuwaeli dalam Pilgub Banten yang memiliki massa dari organisasi MA Banten yang terbesar di Indonesia. Tetapi, dalam kenyataannya mengalami kekalahan, karena MA merupakan organisasi keagamaan yang bergerak dalam bidang kultural yang bersifat independent tidak berafiliasi dengan partai politik maupun salah satu calon di Pilgub sekalipun itu Ketua Umum PBMA. Secara realitas, MA sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas bahwa, hubungan antara MA dan Partai Politik hanya bersifat personal tak langsung dengan organisasi. Namun, Pada kasus-kasus tertentu, terdapat proses dalam tubuh organisasi MA sendiri yang menunjukkan keterlibatan dalam pembentukan dan dukungan partai politik yang dibidani oleh tokoh-tokoh MA. Pada kasus lain, keterlibatan itu bersifat praktis dan hanya melibatkan tokoh-tokoh MA. 110 Dari kenyataan sosiologis di atas, hubungan MA dan politik tidaklah tunggal, melainkan menunjukkan pola yang beragam. Pola hubungan antara MA dan politik dapat ditunjukkan dalam tiga varian yaitu pertama, hubungan yang 109 Wawancara Pribadi dengan Mohammad Zen, Ciputat, 17 Mei 2010. 110 Wawancara Pribadi dengan Herman Fauzi, Menes, 14 Juni 2010. bersifat formal dan langsung; kedua, hubungan yang bersifat personal dan tidak langsung; dan ketiga, hubungan yang lebih netral dan murni. Dinamika perjalanan MA secara politis dapat diklasifikasikan atas dua orientasi, yaitu orientasi politis struktural dan orientasi politis kultural. Orientasi politis struktural atau politik yang berorientasi kekuasaan dilakukan melalui alat- alat kekuasaan dan mobilisasi massa. Dalam konteks Menes-Banten, keterlibatan MA dalam politik praktis dapat dilihat pada indikator kemenangan beberapa tokoh MA Eksekutif dan Legislatif di parpol selain Golkar. Walaupun MA dan parpol tidak memiliki hubungan organisasi. Tetapi, MA bersifat mengayomi partai politik manapun dan menjaga kedekatan dengan partai politik untuk berjuang bersama-sama dalam membangun masyarakat yang bersifat horizontal, yaitu MA melakukan strategi pengembangan amal usaha yang dikembangkan secara merata, dan juga melalui metode dakwah baik formal maupun informal.

C. Partisipasi Mathla’ul Anwar Dalam Politik Pasca Orde Baru

Tahun 2010, MA melaksanakan Muktamar ke-XVIII dan Peringatan Hari Ulang Tahun HUT ke-94 yang diselenggarakan pada tanggal 16-19 Juli di Hotel Sol Elite Marbela Anyer Serang-Banten yang dibuka langsung oleh Menteri Agama RI Suryadarma Ali, dengan tema Reposisi Peran Mathla’ul Anwar dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia SDM Indonesia yang Unggul dan Berakhlakul Karimah, dengan tema tersebut diharapkan akan dapat melahirkan generasi-generasi muda yang kritis dan progresif yang mampu menjadi generasi muda MA sebagai mercusuar yang menerangi kehidupan bangsa dan negara. Selain itu, Muktamar MA ke-XVIII merupakan momentum untuk melakukan penataan organisasi melalui pergantian Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar PBMA untuk periode 2010-2015, dan melakukan konsolidasi antar pengurus dan ajang Silaturrahim Keluarga Besar MA dari 26 Pengurus Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota se-Indonesia. 111 Pada Muktamar ke-XVIII, menetapkan KH. Ahmad Sadeli Karim sebagai Ketua Umum PBMA periode 2010-2015, Muktamar MA menghasilkan beberapa keputusan yang cukup signifikan, utamanya dalam melakukan perubahan- perubahan yang tepat untuk menancapkan tonggak sejarah yang akan menentukan masa depan MA kembali menjadi ormas keagamaan yang sesungguhnya yang bermartabat dan kuat solid. Pertama, MA menegaskan kembali sebagai organisasi keagamaan kultural yang independent dan tidak menjadi underbouw antek Partai Politik dan organisasi manapun. Kedua, menjalin dan membangun jaringan network dengan ormas-ormas keagamaan lainya seperti NU, Muhammadiyah dan lain sebagainya sebagai upaya untuk memperkenalkan dan menyebarkan MA di Daerah dan Provinsi yang belum ada baik pengurus cabang maupun lembaga pendidikan Mathla’ul Anwar seperti di Papua Barat, Gorontalo dan Bali. Ketiga, melarang Ketua Umum PBMA merangkap dua jabatan baik di Partai Politik Maupun organisasi lainnya. Keempat, membatasi masa jabatan Ketua Umum PBMA paling banyak 2 dua periode setelah terpilih.Kelima, 111 Muktamar Mathla’ul Anwar Jadi Momentum, Radar Bamten, 18 Juli 2010 meningkatkan gerakannya dalam pembangunan pendidikan atau madrasah Mathla’ul Anwar yang berorientasi ke kota tidak hanya dipedesaan. 112 Kemudian, independensi MA ditegaskan pula oleh M. Irsyad Djuwaeli 113 bahwa, MA pasca Muktamar 2010 dan kepemimpinannya selama 20 tahun menjadi Ketua Umum PBMA, melarang Ketua Umum PBMA kedepan adanya dualisme antara kepentingan politik dan kultural, sedangkan untuk para anggota dan pengurus MA tidak ada sanksi larangan aktif di partai politik dan organisasi lainnya, dengan catatan tidak diperbolehkan membawa kepentingan pribadi dan kelompok kedalam organisasi MA tidak seperti pada era kepemimpinan M. Irsyad Djuwaeli. Sejarah perjalanan MA dengan segala bentuk kemajuan dan kemundurannya, seringkali MA disuguhi dramatisasi elit politik dengan berbagai manuvernya bukan untuk memperjuangkan rakyat, terutama bagi kaum marginal, melainkan hanya mengikuti syahwat politiknya, yaitu kepentingan pragmatis-ekonomis kekuasaan. Hal tersebut yang telah melahirkan rasa skeptisisme dan rasa apriori bagi sebagian kalangan dimasyarakat terhadap kinerja para politisi, sebagaimana terlihat dengan adanya fenomena penurunan tingkat 112 Peraturan untuk calon Ketua Umum PBMA periode 2010-2015 tidak merangkap jabatan. Seperti, posisi Ahmad Sadeli Karim sebelum menjadi Ketua Umum PBMA adalah Ketua Majlis Pengurus Wilayah MPW Partai Keadilan Sejahtera PKS di Banten. Kemudian, untuk mentaati aturan, akhirnya Sadeli membuat pernyatan pengunduran diri dari jabatan MPW Partai PKS baik secara tertulis maupun lisan. Wawancara Pribadi dengan Ketua Umum PBMA KH. Ahmad Sadeli Karim, Menes, 07 Agustus 2010. Selanjutnya Lihat. ”Mathla’ul Anwar Tidak Menjadi Bagian Partai Politik,” artikel diakses pada 08 Agustus 2010 dari http: banten. antara news.comberita13395mathlaul-anwar-tidak-menjadi-bagian-partai-politik 113 Jaenal Abidin, ”Irsyad Siap Berhenti Pimpin MA,” artikel diakses pada 08 Agustus 2010 dari http:mediabanten.comberita-517-irsyad-siap-berhenti-pimpin-ma.html partisipasi masyarakat khususnya MA terhadap proses demokratisasi demi kemajuan bangsa Indonesia. 114 Bagaimanapun, dewasa ini tidak dapat di pungkiri bahwa peran tokoh atau elit keagamaan ulama, intelektual, cendikiawan dalam sebuah organisasi keagamaan sangat membantu dalam menentukan pilihan politik konstituen seperti dalam Pemilu dan lain sebagainya. Karena, seorang tokoh tersebut menjadi panutan banyak orang atau minimal di puja karena ide-idenya dengan modal kharisma dan kekuasaan yang dimiliki. 115 Maka tak heran apabila banyak partai politik yang memperebutkan dan mendekatinya dengan harapan memperoleh suara dari para konstituen yang memiliki hubungan emosional dengan para elit organisasi tersebut. Suryadharma Ali Menteri Agama RI dalam sambutan pembukaan Muktamar Mathla’ul Anwar ke-XVIII dan HUT MA ke-94 di Anyer Serang- Banten mengatakan bahwa, keberhasilan para ulama intelektual, cendikiawan pada masa terdahulu, telah mampu memberikan kontribusi riil nyata kepada bangsa, negara dan umat baik dalam bidang pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat sosial tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih. Karena, keberhasilan para ulama tersebut bukan karena memiliki kekayaan harta atau melimpahnya dana yang dimiliki, tetapi kesuksesannya adalah oleh jiwa semangat idealisme dan keikhlasan dalam melakukan sesuatu. Bagaimanapun, 114 M. Irsyad Djuwaeli, Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Besar Mathla’ul Anwar Periode 2005-2010, Makalah disampaikan pada Acara Muktamar MA ke-XVIII dan HUT MA ke-94 di Anyer-Serang Banten, 16-19 Juli 2010, h. 1 115 Haniah Hanafi, ”Transformasi Peran Ulama Dalam Pergerakan Politik,” Refleksi Jurnal Kajian Agama dan Filsafat Vol. VIII, No. 1, 2006 Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, h. 49 spirit keikhlasan dan tak kenal lelah itulah yang menjadikan ulama atau elit keagamaan memiliki peran strategis di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang mesti diteladani dan dibangun oleh MA dewasa ini. 116 Realitas yang ada menunjukan, umumnya ormas-ormas keagamaan di Indonesia disinyalir telah dimanfaatkan untuk mengakomodasi kepentingan politik para elit ormas. Kepatuhan dan ketaatan terhadap Anggaran Dasar dan Rumah Tangga ADART sebagai pondasi organisasi sudah tidak ditaati dan digubris oleh para elit ormas tersebut. Oleh karena itu, MA pada momentum Muktamar 2010 ini, diharapkan dapat kembali pada tujuan Khittah utamanya ketika pertama kali didirikannya 1916, MA harus kembali berfungsi sebagai pembangun keummatan, kenegaraan dan kebangsaan serta menjadi pengawal moral yang berdiri sendiri secara netral di atas semua golongan. 117 Sedangkan peran politik MA yang dapat diambil dan dimainkan tanpa harus terperangkap dalam pergulatan politik praktis, yaitu ; MA dapat mengambil posisi sebagai kekuatan politik atau “kekuatan moral” yang memainkan fungsi selaku kelompok kepentingan atau sebagai kelompok penekan yang efektif yang berusaha mempengaruhi kebijakan negara atau pemerintah Pusat dan Daerah tanpa harus memperoleh jabatan-jabatan politik. Sebagaimana yang ungkapan Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum Ad-Din 1933 yang dikutip oleh Ali Rahmena bahwa, dekatnya ulama intelektual, cendikiawan atau para elit kegamaan terhadap kekuasaan atau pemerintah, akan menghilangkan daya kontrol ulama terhadap penguasa. Sehingga, hilangnya daya kontrol ulama 116 “Spirit Ulama Harus Dihidupkan,” Radar Banten, 18 Juli 2010, h. 1. 117 Iin Solihin, “Jelang Muktamar ke-18 Mathla’ul Anwar Kembali ke Khittah 1916,” Kabar Banten, 14 Juli 2010, h. 8.