Desain Sistem Kendali Pengeringan Gabah Dengan Kolektor Surya Dan Air Sebagai Media Penyimpan Panas

DESAIN SISTEM KENDALI PENGERINGAN GABAH
DENGAN KOLEKTOR SURYA DAN AIR SEBAGAI MEDIA
PENYIMPAN PANAS

FAKHRUL IRFAN KHALIL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Sistem Kendali
Pengeringan Gabah dengan Kolektor Surya dan Air Sebagai Media Penyimpan
Panas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Fakhrul Irfan Khalil
NIM F151110031

RINGKASAN
FAKHRUL IRFAN KHALIL. Desain Sistem Kendali Pengeringan Gabah dengan
Kolektor Surya dan Air Sebagai Media Penyimpan Panas. Dibimbing oleh
LEOPOLD OSCAR NELWAN dan I DEWA MADE SUBRATA
Salah satu kendala utama pada pengeringan dengan metode penjemuran
maupun dengan kolektor surya adalah ketergantungannya terhadap cuaca
khususnya fluktuasi radiasi surya, yang menyebabkan proses pengeringan sulit
berlangsung secara kontinyu. Untuk mengatasi hal tersebut maka dirancanglah alat
pengering dengan kolektor surya yang terintegrasi dengan penyimpanan panas pada
medium air agar proses pengeringan dapat berlangsung ketika cuaca mendung,
hujan atau pada malam hari. Akan tetapi proses penyerapan radiasi surya tersebut
harus dikendalikan sedemikian rupa dengan menggunakan suatu sistem kendali,
agar panas yang terserap dan pemanfaatannya dapat lebih optimal. Penelitian ini
bertujuan mendesain sistem kendali pengeringan gabah yang menggunakan

kolektor surya dan air sebagai media penyimpan panas sedemikian hingga proses
pengeringan, penyimpanan panas dan pemanfaatannya dapat berlangsung secara
efektif dan efisien. Prosedur penelitian mencakup: (1) Identifikasi dan perumusan
masalah pada pengeringan gabah dengan kolektor surya dan penyimpanan panas
pada medium air, yang merupakan hasil penelitian dari Nitipraja (2008) dan Napitu
(2014). (2) Perancangan perangkat keras dan pengembangan algoritme sistem
kendali yang meliputi penyusunan diagram alir strategi pemrograman dan
pembuatan modul (3) Pengujian sistem kendali pada pengeringan 5 kg dan 10 kg.
Metode pengendalian yang digunakan adalah sistem kendali on-off berbasis
mikrokontroler ATmega16 dengan algoritme sistem kendali berdasarkan
perbandingan kadar air keseimbangan (Me) lingkungan, Me di dalam ruang
pengering dan Me potensial. Nilai Me sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan
kelembaban relatif dari hasil pembacaan sensor SHT75 dan LM35DZ. Setelah
proses pembacaan dan perhitungan pada mikrokontroler, selanjutnya sistem
mengirim signal ke rangkaian dimmer berupa nilai biner untuk mengaktifkan empat
buah aktuator yang terdiri atas pompa, dua buah katup solenoid dan kipas.
Kinerja sistem kendali sesuai dengan algoritme yang dikembangkan untuk
sistem pengering dengan kolektor surya dan penyimpan panas pada medium air,
ditunjukkan pada pengujian pengeringan 5 kg gabah suhu dan RH lingkungan ratarata 33.5 °C dan 51.5 %, suhu ruang plenum rata-rata 35.5 °C, mampu menurunkan
kadar air gabah dari 42.5 (% b.k) menjadi 17.2 (% b.k) selama 10 jam. Sedangkan

suhu air terus meningkat meski tetap digunakan, mulai dari 32.1 °C hingga akhir
proses masih cukup tinggi yakni 43.1 °C ketika sistem mematikan seluruh aktuator
karena Me gabah telah tercapai yakni < 14 %. Sedangkan pada pengujian
pengeringan 10 kg dengan suhu dan RH lingkungan rata-rata 33.1 °C dan 55.0 %,
suhu ruang plenum rata-rata 35.6 °C, mampu menurunkan kadar air gabah dari 42.5
(% b.k) menjadi 15.5 (% b.k) selama 12 jam. Suhu air terus meningkat meski tetap
digunakan, mulai dari 32.1 °C sampai akhir proses masih cukup tinggi yakni 38.8°C
Kata kunci : Sistem kendali, kolektor surya, penyimpan panas

SUMMARY
FAKHRUL IRFAN KHALIL. Design of Control System for Grain Drying with
Solar Collector and Water as the Heat Storage. Supervised by LEOPOLD OSCAR
NELWAN and I DEWA MADE SUBRATA.
One of the main constraints of sun drying method or using the solar collector
is its dependence on the weather, especially the fluctuations of solar radiation,
which causes drying process takes place un-continuously. In order to solve this
problems a dryer is designed integrated with solar collector and water as the
medium of the heat storage, so that the drying process can take place when the
weather is cloudy, raining or during the night. However, the process of absorption
of solar radiation must be controlled in such a way by using means of a control

system, so that the heat storage and utilization can be optimized. The purpose of
this research was to design a control system in a grain dryer using solar collectors
and water as a heat storage so that the drying process model, heat storage and its
utilization can take place effectively and efficiently. This research procedures
included: (1) identification and formulation of the problem in grain drying using
solar collectors and water as the medium of the heat storage, which was resulted
by Nitipraja (2008) and Napitu (2014). (2) Design of the hardware and
developement the algorithm of control system which includes preparation of a flow
diagram of the programming strategy and module manufacturing (3) Testing the
control system on the drying 5 kg and 10 kg of grain.
The control method used the on-off control system based on microcontroller
ATmega16. The control system algorithm was based on comparison among air
equalibrium moisture content (Me) of environment, Me in the drying chamber and
the potential air Me. The value of each Me influenced by the conditions of
temperature and relative humidity which readed by sensors SHT75 and LM35DZ.
After the reading processed and the microcontroller performed these calculations,
then sends the binary signal to the dimmer circuit to enable or disable the actuators
(pumps, two solenoid valves and fan).
The results showed that the control system worked well on the drying system
with solar collectors and water as the medium of heat storage. The performance of

the control system in accordance with an algorithm developed is shown by the
testing of drying 5 kg of grain with the average of temperature and RH environment
of 33.5 °C and 51.5 %, the average of the plenum chamber of 35.5 °C, the system
could dried the grains respectively from the initial moisture content of 42.5 (% bk)
to 17.2 (% db) within 10 hours. While the water temperature continues to rise
although still used, ranging from 32.1 °C until the end of the process the remaining
of 43.1 °C. While the testing of drying 10 kg of grain temperature and RH
environment on average 33.1 °C and 55 %, the average temperature of the plenum
chamber of 35.6 °C, could dried the grain from the initial moisture content of 42.5
(% bk) to 15.5 (% bk) within 12 hours. The water temperature continues to rise
although still used, ranging from 32.1 °C until the end of the process the remaining
of 38.8 °C.
Keywords: control systems, solar collectors, heat storage

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DESAIN SISTEM KENDALI PENGERINGAN GABAH
DENGAN KOLEKTOR SURYA DAN AIR SEBAGAI MEDIA
PENYIMPAN PANAS

FAKHRUL IRFAN KHALIL

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji luar komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Dyah Wulandani, MSi

Judul Tesis
Nama
NRP

: Desain Sistem Kendali Pengeringan Gabah dengan Kolektor
Surya dan Air Sebagai Media Penyimpan Panas
: Fakhrul Irfan Khalil
: F151110031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Leopold O Nelwan, STP MSi
Ketua

Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, Msc Agr

Tanggal Ujian :
25 Agustus 2015

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala Ar-rohman dan Ar-rohim-Nya dan juga kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang terang untuk mengatasi segala

hambatan dalam kehidupan ini dengan nikmat iman dan Islam. Dengan nikmat
tersebut penulis telah berusaha dan berdoa sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan dengan rasa syukur yang tak terhingga. Penelitian ini berjudul Desain
Sistem Kendali Pengeringan Gabah dengan Kolektor Surya dan Air Sebagai Media
Penyimpan Panas.
Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Leopold Oscar
Nelwan, STP MSi selaku Ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr Ir I Dewa Made
Subrata, MAgr selaku anggota komisi pembimbing serta Ibu Dr Ir Dyah Wulandani,
MSi sebagai penguji pada sidang akhir ujian tesis, dan Dr Y Aris Purwanto, MSc
selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Bapak Dr Ir H Halil, MBA, Ibunda
tercinta Hj Rohayani, SPd, Ninik (Hj Siti Solihin) dan adik-adik tercinta (Shofian
dan Luthfi), serta seluruh keluarga besar atas segala dukungan, do’a dan kasih
sayannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah mendukung studi penulis melalui
Program Beasiswa Unggulan (BU).
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman TMP 2011
(Agus Ginting, Dodik Arianto, Drupadi, Feby Nopriandi, Hasbi Mubarak, Setya
Permana, Tri Nugroho, Reni Gultom), teman-teman TMP 2010 dan para sahabat.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu Rusmiyati dan Pak Ahmad

Mulyatulloh sebagai administrator program studi Teknik Mesin Pertanian dan
Pangan. Mas Firman dan Pak Harto sebagai teknisi laboratorium dan ibu Dian
sebagai administrator jurnal TEP.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Agustus 2015

Fakhrul Irfan Khalil
NRP F151110031

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Kendali
Mikrokontroler ATMEGA16
Sensor Suhu dan Kelembaban Relatif (SHT75)
Sensor LM35DZ
CPU (Central Processing Unit)
Gabah
Teori Pengeringan
Parameter Pengeringan
3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Bahan
Tahapan Penelitian
Sistem pengering dengan kolektor surya plat datar
Skema sistem kendali dan pembuatan modul
Perancangan hardware sistem kendali ON-OFF
Prosedur percobaan
Konsumsi Energi Panas Spesifik (KEPS)
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian – bagian perangkat sistem kendali
Kalibrasi pembacaan sensor LM35DZ
Pengujian algoritme sistem kendali
Pengujian sistem kendali pada pengeringan gabah 5kg
Pengujian sistem kendali pada pengeringan gabah 10 kg
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

xi
xii
xii
1
1
2
3
3
3
4
5
6
7
7
8
9
12
12
12
12
13
13
15
18
18
19
20
20
21
22
22
25
28
28
29
29

DAFTAR TABEL
1 Jenis-jenis sensor suhu dan kelembaban dengan tingkat keakurasiannya
2 Nilai konversi RH
3 Koefisien konversi temperatur berdasarkan SOT
4 Koefisien konversi temperatur berdasarkan VVD
5 Klasifikasi gabah berdasarkan panjang beras pecah kulit (Ruiten 1981)
6 Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras
pecah kulit (Ruiten 1981)

5
5
6
6
7
8

DAFTAR GAMBAR
1 Rangkaian sensor suhu (T) dan Kelembaban Relatif (RH) SHT75
2 Sensor LM35DZ
3 Diagram proses pemanasan udara pada kurva psychometric
4 Diagram alir prosedur penelitian
5 Skema alat pengering dengan kolektor surya dan penyimpan panas
6 Skema sistem kendali pada pengering gabah dengan kolektor surya
7 Aplikasi sistem kendali pada proses pengeringan gabah
8 Diagram alir strategi pengendalian
9 Rangkaian sistem kendali berbasis mikrokontroler ATmega16
10 Hasil kalibrasi pembacaan sensor LM35DZ
11 Validasi sensor LM35DZ
12 Respon aktuator pompa terhadap Me pada pengeringan gabah 5 kg
13 Respon aktuator katup 1 terhadap kondisi T kolektor & T air
pada pengeringan 5 kg
14 Respon aktuator katup 2 terhadap Me pada pengeringan gabah 5kg
15 Respon aktuator kipas terhadap Me pada pengeringan gabah 5kg
16 Perubahan suhu pada pengujian dengan 5 kg gabah
17 Penurunan kadar air 5 kg gabah dengan sistem kendali
18 Respon aktuator pompa terhadap Me pada pengeringan gabah 10 kg
19 Respon aktuator katup 1 terhadap kondisi T kolektor dan T air
pada pengeringan gabah 10 kg
20 Respon aktuator katup 2 terhadap Me pada pengeringan gabah 10 kg
21 Respon aktuator kipas terhadap Me pada pengeringan gabah 10 kg
22 Perubahan suhu pada pengujian 10 kg gabah
23 Penurunan kadar air 10 kg gabah dengan sistem kendali
24 Grafik peningkatan suhu kolektor terhadapa kondisi radiasi surya
pada pengujian sistem kendali dengan 5 kg gabah
25 Grafik peningkatan suhu kolektor terhadapa kondisi radiasi surya
pada pengujian sistem kendali dengan 10 kg gabah

5
6
9
13
14
15
16
17
20
21
21
22
23
23
23
24
25
25
26
26
26
27
27
35
37

DAFTAR LAMPIRAN
1 Foto alat pengering dengan kolektor surya plat datar dan dengan
penyimpan panas terintegrasi dengan sistem kendali
2 Skema rangkain sistem kendali berbasis ATmega16
3 Rangkaian dimmer dan catu daya
4 Metode perhitungan total radiasi surya dan KESP pada pengujian 5 kg
5 Metode perhitungan total radiasi surya dan KESP pada pengujian 10kg

32
33
34
35
37

1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Pengeringan adalah salah satu metode pengawetan pangan yang paling tua
dan umum digunakan pada biji-bijian khususnya gabah. Pada dasarnya pengeringan
dilakukan untuk menurunkan kadar air bahan pangan sampai tingkat aman dari
kerusakan akibat mikroorganisme maupun pengaruh reaksi kimia lainnya. Metode
pengeringan yang paling umum digunakan hingga saat ini adalah dengan
menggunakan tenaga matahari langsung atau penjemuran (Sun drying). Akan tetapi
banyak kendala atau kelemahan yang ditemukan pada metode penjemuran tersebut
seperti kebutuhan lahan yang luas, mudah terkontaminasi (kotoran, batu, bahan
asing dan gangguan binatang), perlu lahan yang luas, perlu tenaga kerja yang
banyak, tidak praktis pada daerah yang sering mengalami perubahan cuaca yang
cukup drastis dan juga kendala pada musim hujan. Masalah lain dalam penjemuran
adalah besarnya presentase kehilangan gabah.
Saat ini telah banyak dikembangkan metode pengeringan mekanis dan semi
mekanis pada skala penelitian dan lapang, untuk produk biji-bijian dalam rangka
mengatasi berbagai kelemahan metode penjemuran tersebut. Salah satu metode
pengeringan artifisial yang banyak dikembangkan adalah pengeringan yang
menggunakan kolektor surya plat datar. Fluktuasi radiasi surya adalah salah satu
kendala utama pada pengeringan dengan penjemuran maupun dengan kolektor
surya plat datar karena dapat menyebabkan kestabilan panas untuk pengeringan
relatif rendah. Agar proses pengeringan dapat berlanjut ketika kondisi mendung
atau hujan, maka perlu dilakukan penyimpanan energi panas yang diperoleh pada
siang hari yang diserap melalui kolektor surya kemudian disimpan pada medium
air. Ketika suhu udara lingkungan menurun, maka energi panas dapat diambil dari
suhu air yang disimpan tersebut sehingga proses pengeringan dapat terus
berlangsung hingga malam hari sampai kadar air gabah yang diinginkan tercapai
yaitu berkisar 12 – 14 (%).
Penelitian pengeringan terdahulu mengenai penyimpanan panas yang
diperoleh dari kolektor surya plat datar dengan medium air telah dilakukan oleh
Irfantoro (1992) untuk pengeringan selai pisang dari kadar air awal 75 (% b.k)
menjadi 37.61 (% b.k) selama 19 jam. Kemudian penelitian pengeringan dengan
memanfaatkan udara lingkungan untuk pengeringan jagung telah dilakukan oleh
Lovrent (2011) dan berhasil menurunkan kadar air awal rata-rata 20.89 (% b.k)
menjadi 16.20 (% b.k) selama 10 jam dengan kapasitas 22.5 kg. Thaariq (2013)
melakukan pengendalian pengeringan menggunakan udara lingkungan rata-rata
29.15 °C pada komuditas jagung dengan kadar air awal 20 % b.b hingga akhirnya
menjadi 13.26 (% b.b) selama 69.5 jam. Penelitian lain pada ruang penyimpanan
gabah dilakukan oleh Srzenicki (2005) dengan menggunakan sistem kendali
berdasarkan nilai RH menyimpulkan bahwa pengeringan padi skala laboratorium
dapat dilakukan dalam 24 jam dari kadar air 18.3 (% b.b) menjadi (13.7 %) pada
RH lingkungan yang diatur 70 %. Penelitian lain mengenai pengeringan In store
dryer (ISD) dilakukan Hendarto (2008) pada komuditas jagung serta menggunakan
sistem kendali On-Off diperoleh hasil pengeringan jagung berkapasitas 1201.2 kg,
dari kadar air 17.61 % menjadi 12.37 (% b.k) dan RH lingkungan rata-rata 51.9 %
selama 50 jam. Nitipraja (2008) merancang alat pengering dengan kolektor surya
dan penyimpan panas pada medium air untuk pengeringan gabah. Alat pengering

2

tersebut juga dilengkapi tungku biomassa dengan bahan bakar arang kayu yang
digunakan untuk memanaskan air ketika radiasi matahari tidak memadai. Proses
pemanasan air dengan kolektor ataupun dengan tungku biomassa serta pemanfaatan
panas untuk pengeringan dilakukan secara menual. Dari pengujian pengeringan
yang dilakukan diperoleh bahwa proses pemanasan air dari 30 °C menjadi 50 °C
dilakukan selama 330 menit dengan radiasi rata-rata 527 W/m2, sedangkan pada
pengujian pengeringan 5 kg dengan kadar air awal 21.70 % dapat diturunkan
menjadi 13.56 % dalam waktu 285 menit.
Napitu (2014) melakukan modifikasi kolektor surya pada alat pengering yang
dirancang oleh Nitipraja (2008) dengan menerapkan sistem penyimpan panas laten
menggunakan lilin parafin. Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh nilai
efisiensi kolektor surya untuk memanaskan fluida (air) sebelum dimodifikasi
ternyata lebih tinggi dibandingkan hasil modifikasi dengan nilai perbandingan 50
% sebelum dimodifikasi dan 28 % setelah modifikasi. Pada proses pengujian
pengeringan 5 kg gabah dengan asumsi kadar air awal 25 % b.b dapat diturunkan
menjadi 14 % b.b selama 12 jam. Dari segi mekanisme proses pemanasan air dan
pemanfaatannya untuk pengeringan masih dilakukan secara manual. Air yang
berada di dalam tangki plat absrober dipanaskan oleh panas matahari, kemudian
disirkulasikan sedemikian rupa menggunakan pompa dari bak penampung air ke
kolektor dan tangki penyimpan lilin parafin serta penukar panas.
Berdasarkan informasi dan dari hasil penelitian terdahulu ditemukan
kelemahan dan permasalahan yang perlu dikaji lebih dalam terutama pada sistem
pengeringan gabah yang menggunakan kolektor surya dan penyimpan panas pada
medium air. Oleh karena itu dilakukanlah penelitian lanjutan dalam rangka
mengoptimalkan pemanfaatan energi melalui pengembangan algoritme sistem
kendali pada pengeringan gabah dengan kolektor surya dan air sebagai media
penyimpan panas, dengan tanpa dilakukan modifikasi berat pada alat pengering
yang ada. Pengendalian dilakukan mulai dari proses pemanasan air menggunakan
kolektor surya, penyimpanan panas pada medium air hingga pemanfaatannya untuk
pengeringan gabah.
Perumusan Masalah
Dari beberapa penelitian terdahulu pada sistem pengeringan biji-bijian
dengan kolektor surya masih perlu dilakukan penyempurnaan, khususnya dalam
penggunaan energi. Pengeringan biji-bijian dengan menggunakan udara lingkungan
juga masih belum banyak diterapkan pada malam hari ketika kondisi udara relatif
lembab, sehingga sulit memperoleh kondisi udara untuk pengeringan yang berkisar
antara 35 oC – 45 oC atau dengan kelembaban yang rendah.
Salah satu cara agar pengeringan gabah dapat dilakukan hingga malam hari
atau ketika cuaca mendung adalah dengan melakukan penyimpanan energi panas
dari matahari menggunakan kolektor surya kemudian menyimpannya pada medium
air. Kendala yang dihadapi adalah penyimpanan panas dapat berlangsung tidak
efektif ketika radiasi matahari sedang rendah (terjadi pembuangan panas). Untuk
itu dalam penelitian ini dikembangkan algoritme serta sistem kendali otomatis
berbasis mikrokontroler proses penyimpanan dan pemanfaatan panas agar
pengeringan gabah secara kontinyu, efektif dan efisien.

3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendesain algoritme sistem kendali pada
pengeringan gabah yang menggunakan kolektor surya plat datar dan air sebagai
media penyimpan panas. Penelitian ini mencakup desain perangkat keras yang
meliputi perangkaian sistem kendali berbasis mikrokontroler ATmega, desain
perangkat akuisisi data, pembacaan sensor, penampilan LCD dan desain perangkat
lunak menggunakan pemrograman bahasa C.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Kendali
Sistem kendali (control system) adalah suatu alat atau kumpulan alat yang
digunakan untuk mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu
sistem. Sistem kendali dirancang dengan tujuan untuk mengoptimalkan fungsi
sistem kendali itu sendiri seperti pengukuran, membandingkan, perhitungan,
perbaikan, dan pencatatan. Penerapan sistem kendali pada bidang pertanian telah
banyak dilakukan khususnya untuk pengendalian pengeringan bahan pangan. Pada
salah satu studi menunjukkan penggunaan kontrol otomatis menggunakan pemanas
(heater) memberikan suhu udara yang lebih stabil pada pengeringan surya (Nelwan
et al. 1999). Selain itu juga dapat menghemat energi yang cukup signifikan, ketika
kadar air masih lebih tinggi dari kadar air yang setara dengan kondisi udara saat itu,
aliran udara ditambahkan dan sebaliknya. Proses pengendalian harus dirancang
sedemikian rupa sehingga penggunaan energi dan kondisi pangan tetap terjaga.
Hendarto (2008) melakukan pengeringan biji jagung pada Instore Drying
(ISD) dengan menggunakan sistem kendali on-off pada kipas. Kipas dikondisikan
ON ketika kadar air keseimbangan (Me) biji jagung di dalam ruang penyimpanan
yang diasumsikan memiliki nilai sama dengan perhitungan suhu dan kelambaban
udara yang terdeteksi oleh sensor SHT75, lebih besar dari kadar air keseimbangan
udara lingkungan. Dengan memanfaatkan udara lingkungan tersebut dapat
menurunkan kadar air jagung dari 17.6 % menjadi 12.4 % dalam waktu 49 jam
dengan suhu rata-rata 32.8 oC.
Omid et al (2008) melakukan penelitian pengeringan lapis tipis pada gabah
dengan menggunakan sistem kendali suhu dan kelembaban udara. Dengan
menggunakan sensor LM35 dan sensor kelembaban kapasitif yang ditempatkan
setelah rak bahan. Dengan menggunakan sistem pengendalian pengeringan pada
ISD, Gabah dengan kadar air 25 (% b.k) dapat dipertahankan dengan lima tingkatan
suhu mulai dari 30 sampai 70 oC, kecepatan udara yang digunakan pada tingkat
0.25, 0.5, 0.75 dan 1 m/detik. Kecepatan udara optimum diperoleh pada tingkat 0.75
m/detik yang menunjukkan korelasi antara suhu dengan laju pengeringan.
Sistem pemanas air tenaga surya berbasis mikrokontroler untuk skala rumah
tangga telah dilakukan oleh Odigwe et al (2013) dalam rangka efisiensi dari segi
ekonomi dan mengurangi emisi CO2 akibat penggunaan energi fosil. Sistem kendali
yang dirancang berfungsi untuk mengoptimalkan proses penyerapan radiasi surya
oleh kolektor surya untuk memanaskan air. Dari penelitian yang dilakukan
diperoleh efisiensi maksimum dan keluaran energi berturut-turut sebesar 79.94 %
dan 498 225 kWh. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh bahwa dengan

4

menerapkan sistem pemanas air tenaga surya aktif jauh lebih hemat dibanding
menggunakan pemanas dari energi fosil pada penggunaan energi yang sama.
Drajat (2008) menerapkan sistem kendali fuzzy pada suhu dan kelembaban
pada mesin pengering kertas. Sistem kendali berbasis mikrokontroler ATmega
8535 dengan sensor suhu dan kelembaban tipe SHT11 digunakan untuk
mengidentifikasi kertas kering yang ideal dengan suhu 33 – 35 oC dan kelembaban
udara 41 %. Dengan pengujian 3 nilai set point yang berbeda ; 40, 45 dan 50 oC
memberikan hasil yang bersesuain dengan suhu kertas pada 38 oC dan kelembaban
pada 40.9 %. Sedangkan set point pada suhu 40 oC dan 45oC menghasilkan suhu
kertas 34.7 oC dan 36.1 oC serta kelembaban 49.2 % dan 43.5 %.
Heriyanto (2014) merancang alat pengering gabah dengan pengendali suhu
dan kelembaban berbasis arduino uno R3. Perangkat aktuator yang digunakan
adalah pemanas (heater), blower dan motor. Sedangkan sensor yang digunakan
untuk mengukur nilai suhu dan kelembaban adalah DHT21. Dibutuhkan waktu 175
menit untuk mengeringkan 5 kg gabah basah dengan RH 19.2 % dan pada ruang
penering dengan RH 13 %. Kesalahan pembacaa dari sensor rata-rata 11.5%
sehingga akurasi sensor DHT21 rata-rata mencapai 88.5 % RH. Kesalahan
pembacaan suhu rata-rata 5.05 oC sehingga akurasi DHT21 mencapai 94.95 oC.
Srzednicki (2005) mengembangkan sistem kendali pada In-Store Drying
(ISD) pada pengeringan gabah dengan memberikan pemanas tambahan di dekat
ventilasi udara lingkungan yang menuju ke ruang penyimpanan. Tujuannya adalah
untuk menjaga kondisi kelembaban udara tetap konstan, yaitu dengan
meningkatkan suhu sebesar 5 oC menggunakan tungku batu bara berukuran kecil.
Dari beberapa pengujian yang telah dilakukan pada kondisi yang berbeda untuk
menentukan kinerja sistem kendali dalam hal waktu respon dan akurasi. Sistem
kendali yang dikembangkan tersebut cocok untuk diterapkan di daerah Cina Timur
Laut berdasarkan analisis karakteristik cuaca, aspek ekonomi berdasarkan anggaran
tetap, biaya tenaga kerja dan biaya energi.
Mikrokontroler ATMEGA16
Mikrokontroler merupakan komputer mikro yang dibuat dalam bentuk chip
semikonduktor yang memiliki tiga komponen utama, unit pengolah pusat, memori,
dan sistem input/output untuk dihubungkan dengan perangkat luar. Mikrokontroler
yang ada saat ini salah satunya adalah mikrokontroler jenis AVR (Advanced Virtual
RISC) yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1996 oleh dua orang mahasiswa
Norwegian Institute of Technology yaitu Alf-Egil Bogen dan Vegard Wollan.
Mikrokontroler AVR dikembangkan lebih lanjut oleh Atmel. Saat ini
mikrokontroller AVR memiliki banyak seri, setiap seri memiliki perbedaan
kemampuan, keistimewaan khusus, ukuran chip dan harga. Pada beberapa seri
mikrokontroller ini telah memiliki ADC dan PWM. Mikrokontroler AVR
menggunakan teknologi RISC (Reduced Instruction Set Computer), yang
memberikan kemampuan untuk melaksanakan instruksi dengan cepat karena
mengurangi jumlah instruksi level mesin. Pengurangan jumlah instruksi ini
berpengaruh pada kecepatan karena dengan jumlah instruksi mesin yang terbatas,
kebanyakan dapat berjalan dalam satu putaran dari clock prosessor. Dari segi MIPS
(million of instructions per second), AVR yang menggunakan clock 8 MHz dapat
mengeksekusi 8 juta instruksi perdetik atau 8 MIPS.

5

Sensor Suhu dan Kelembaban Relatif (SHT75)
Sensor adalah piranti input menyediakan informasi kepada sistem komputer
dari dunia luar. Sitem dengan mikrokontroler umumnya menggunakan piranti input
seperti saklar atau sensor. Jenis – jenis sensor yang digunakan untuk membaca suhu
dan kelembaban dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada penelitian ini digunakan sensor SHT75 karena memiliki tingkat
ketelitian yang cukup baik. Sensor SHT75 seperti tampak pada Gambar 1 adalah
sensor suhu (T) dan kelembaban (RH) yang menyatu dalam satu fisik (two in one).
SHT75 adalah sensor digital untuk temperatur sekaligus kelembaban pertama di
dunia diproduksi oleh pabrik pembuatnya, Sensirion Corp. Adapun keunggulan dan
spesifikasi sensor SHT75 adalah memiliki output digital dan telah terkalibrasi
penuh, antarmuka: 2 wire series, suplai tegangan 2.4 – 5.5 V DC. Sensor RH dengan
selang: 0 – 100 % RH, resolusi 0.03 % RH akurasi ± 2.0 % RH. Sensor T dengan
selang: -40 s.d 123.8 °C, resolusi 0.01 °C, akurasi ± 0.4 °C.
Sensor SHT75 terdiri dari 4 pin yakni pin SCK, pin DATA, pind VDD dan
pin Ground. Pin 1 disebut kaki SCK digunakan untuk serial clock input. Pada pin 1
diberi catu daya 5 V yang dihubungkan seri dengan resistor 10 kΩ. Hal ini sama
untuk pin 4 yaitu pin DATA yang merupakan serial data bidirectional. Sedangkan
pin 2 dan 3 masing–masing digunakan untuk sumber tegangan dan ground. Secara
lengkap rangkaian untuk SHT75 diperlihatkan pada Gambar 1a.

(a)
(b)
Gambar 1 Rangkaian sensor suhu (T) dan Kelembaban Relatif (RH) SHT75
Table 1 Jenis-jenis sensor suhu dan kelembaban dengan tingkat keakurasiannya
Sensor Suhu dan
Toleransi RH
Toleransi Maks
Sensor Output
Kelembaban
Maks
Suhu (T)
SHT 10
± 4.5 % RH
± 0.5 oC
Digital
SHT 11
± 3 % RH
± 0.4 oC
Digital
o
SHT 15
± 2 % RH
± 0.3 C
Digital
o
2
SHT 20
± 4.5 % RH
± 0.4 C
I C, PWM, SDM
SHT 21
± 3 % RH
± 0.4 oC
I2 C, PWM, SDM
SHT 25
± 3 % RH
± 0.3 oC
I2C
o
SHT 71
± 3 % RH
± 0.4 C
Digital
o
SHT 75
± 1.8 % RH
± 0.3 C
Digital
o
STS 21
± 0.35 C
I2 C
Table 2 Nilai konversi RH
SO RH
C1
12 bit
-2.0468
8 bit
-2.0468

C2
0.0367
0.5872

C3
-1.5955 x 10-6
-4.0845 x 10-4

6

Untuk mengkonversi nilai output sensor SHT11 ke nilai RH menggunakan
persamaan sebagai berikut, (Sensirion Corp, 2013):
RH linier = C1 + C2 × SORH + C3 × SORH2 (% RH)
(1)
Koefisien konversi yang digunakan untuk mengubah nilai output sensor ke nilai RH
terdiri atas C1, C2, dan C3. Sedangkan SORH yang digunakan adalah 12 bit seperti
terdapat pada Tabel 2. Sedangkan persamaan untuk mengkonversi nilai suhu dari
keluaran pembacaan sensor SHT75 yang berupa digital adalah sebagai berikut:
Suhu (T) = d1 + d2 × SOT
(2)
Koefisien konversi yang digunakan untuk mengubah nilai output sensor ke
nilai temperatur terdiri atas d1 dan d2 seperti Tabel 4, sedangkan nilai SOT yang
digunakan adalah 12 bit dengan tegangan catu daya (VVD) 5 V seperti Tabel 3
(Sensirion Corp, 2008).
Table 3 Koefisien konversi temperatur berdasarkan SOT
SO T
d2 ( oC )
14 bit
0.01
12 bit
0.04
Table 4 Koefisien konversi temperatur berdasarkan VVD
VVD
d2 (oC)
5V
-40.00
4V
-39.75
3.5V
-39.66
3V
-39.60
2.5V
-39.66

d2 ( oF )
0.018
0.072
d2 (oF)
-40.00
-39.50
-39.35
-39.28
-39.35

Sensor LM35DZ
Pada penelitian ini juga digunakan sensor LM35DZ untuk mengukur suhu air
di dan suhu kolektor. IC sensor LM35DZ diberi lapisan tahan air sehingga modul
tetap dapat bekerja dengan baik untuk mengukur suhu dalam cairan.
Sensor LM35DZ adalah komponen elektronika yang berfungsi untuk
mengubah besaran fisis berupa suhu menjadi besaran elektris tegangan. IC sensor
LM35DZ khusus digunakan untuk mengukur temperatur/suhu yang hasilnya cukup
linier. Sensor LM35DZ telah terkalibrasi dalam satuan Celcius, memiliki faktor
skala yang linier 10 mV/ °C, selang pengukuran mulai dari 0 °C s.d 150 °C,
tegangan sumber 4 VDC – 30 VDC (Anonim 2015).

Gambar 2 Sensor LM35DZ

7

Sensor LM35DZ memiliki parameter bahwa setiap kenaikan 1 oC tegangan
keluaran akan naik sebesar 10 mV dengan batas maksimal keluaran adalah 1.5 V
pada suhu 150 oC. Meskipun tegangan sensor suhu LM35 ini dapat mencapai 30 V
akan tetapi yang diberikan ke sensor adalah sebesar 5 V, sehingga dapat digunakan
dengan catu daya tunggal dengan ketentuan bahwa LM35 hanya membutuhkan arus
sebesar 60 µA hal ini berarti LM35 mempunyai kemampuan menghasilkan panas
(self-heating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang
rendah yaitu kurang dari 0.5 ºC pada suhu 25 ºC.
CPU (Central Processing Unit)
CPU adalah otak dari sistem komputer. Pekerjaan utama dari CPU adalah
mengerjakan program yang terdiri atas instruksi-instruksi yang diprogram oleh
programmer. Suatu program komputer menginstruksikan CPU untuk membaca
informasi dari piranti input, membaca dan menulis informasi dari dan ke memori,
serta untuk menulis informasi ke output. Dalam mikrokontroler umumnya hanya
ada satu program yang bekerja dalam suatu aplikasi.
Gabah
Gabah adalah butir beras yang masih terbungkus di dalam sekam yang telah
dirontokkan dari malainya. Secara umum gabah terdiri dari sekam, beras pecah kulit
(kariopsis) dan embrio. Sekam merupakan kulit terluar dari dua lembar daun yang
disebut dengan lemma dan palea, mengandung silika sekitar 37.5 % sampai 55.5%.
Kedua lembar daun ini setungkup membungkus rapat beras pecah kulit dan terdapat
sedikit rongga udara pada bagian ujungnya (Ruiten 1981).
Beras pecah kulit dibungkus oleh lapisan tipis disebut dengan perikarp.
Lapisan ini tembus cahaya, berwarna keabu-abuan dan berfungsi sebagai lapisan
sebelah dalam terhadap rembesan oksigen, CO2 dan uap air. Di bawah lapisan ini
terdapat aleuron yang kaya vitamin, mineral dan protein. Bagian utama kariopsis
ini adalah sel pati endosperm yang menempati 88 % dari bobot kariopsis (Juliano
1972) dalam (Syaiful 2007). Pada bagian kariopsis, sel-sel pati bentuk memanjang
dan tersusun secara radial, sedangkan pada bagian dalam (pusat) bentuknya labih
simetris (Ruiten 1981).
Spesies padi yang banyak dibudidayakan di Asia, adalah Oriza Sativa Linn
yang terbagi dalam kelompok tumbuh di daerah sub tropis yang agak dingin,
berukuran pendek dan bundar (Leonard dan martin 1963). Berdasarkan ukurannya,
padi dapat diklasifikasi atas dua cara yakni tipe dan sub-tipe gabah (Ruiten 1981).
Klasifikasi berdasarkan panjang keseluruhan dari beras pecah kulit terbagi dalam
empat kelas seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Sedangkan sub tipe gabah
adalah klasifikasi berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar dari beras
pecah kulit ditunjukkan pada Tabel 6.
Table 5 Klasifikasi gabah berdasarkan panjang beras pecah kulit (Ruiten 1981)
Kelas
Panjang Beras Pecah Kulit (mm)
1. Ekstra panjang
> 7.51
2. Panjang
> 6.5 - < 7.5
3. Sedang
> 6.5 - < 6.5
4. Pendek
< 5.5

8

Table 6 Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras
pecah kulit (Ruiten 1981)
Kelas
1. Ramping
2. Gemuk

Perbandingan Panjang/lebar
> 3.0
> 2.0 - < 3.0

3. Bundar
> 2.0
Kegiatan pengeringan gabah pada saat panen berpengaruh besar pada mutu
dan rendemen pasca panen (Darmadji 2008).
Teori Pengeringan
Kondisi udara yang ideal untuk pengeringan pada umumya bersifat panas,
kering dan bergerak. Ketiga kondisi udara tersebut saling berkaitan dan sangat perlu
untuk dijaga kestabilannya pada kondisi yang sesuai. Istilah yang biasa digunakan
untuk tingkat kekeringan udara adalah kelembaban, semakin rendah tingkat
kelembaban udara berarti semakin kering udara tersebut. Kelembaban relatif udara
ialah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan rasio antara uap air di udara
dengan kondisi udara yang jenuh dengan air. Dengan menerapkan kombinasi ketiga
kondisi udara yang tepat secara kontinyu, dapat mempersingkat proses pencapaian
tingkat kandungan air yang diinginkan pada gabah tanpa mengurangi kualitasnya.
Pengeringan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengeluarkan
atau menghilangkan sebagian besar kandungan air dari bahan pertanian menuju
kadar air keseimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air tertentu
untuk memperlambat laju kerusakan produk akibat jamur, enzim dan aktivitas
serangga (Henderson dan Perry 1976).
Proses pengeringan memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan
air dari permukaan bahan dengan medium udara. Proses pengeringan tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah kecepatan aliran udara, suhu
udara pengering, dan kelembaban udara pengering (Brooker et al 1992).
Suhu udara sangat berpengaruh terhadap laju penguapan bahan dalam proses
pengeringan. Suhu pengeringan mempengaruhi lama dan kualitas produk. Semakin
tinggi suhu yang digunakan maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk
mengeringkan produk. Tetapi sebelum penerapan suhu tinggi, terlebih dahulu harus
dipertimbangkan karakteristik produk yang dikeringkan agar tidak terjadi
kerusakan pada produk tersebut.
Menurut Henderson dan Perry (1976) pada proses pengeringan terjadi dua
proses yaitu pindah panas dan pindah massa secara simultan. Panas digunakan
untuk menguapkan air bahan yang akan dikeringkan. Penguapan yang terjadi
disebabkan oleh perbedaan suhu bahan yang lebih rendah daripada suhu lingkungan
sekelilingnya. Pindah massa yang terjadi karena perbedaan tekanan uap air di dalam
bahan yang lebih tinggi daripada tekanan uap air di luar bahan sehingga massa uap
air berpindah dari dalam bahan ke udara.
Proses pengeringan diawali dengan laju pengeringan konstan diikuti dengan
laju pengeringan menurun. Periode laju pengeringan konstan merupakan periode
perpindahan massa air yang berasal dari permukaan bahan. Pindah massa terjadi
karena perbedaan tekanan uap air di dalam bahan yang lebih tinggi daripada tekanan
uap air di luar bahan sehingga massa uap air berpindah dari dalam bahan ke udara.

9

Sedangkan laju pengeringan menurun terjadi setelah laju pengeringan konstan
selesai. Kondisi kadar air di antara kedua periode tersebut disebut dengan kadar air
kritis. Pengeringan dengan laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air
keseimbangan yang merupakan kadar air terendah yang dapat dicapai pada suhu
dan kelembaban tertentu (Hall 1980).
Beragam jenis mesin pengering yang banyak digunakan dalam proses
pengeringan dengan berbagia kriteria diantaranya dari aspek modus operasi, jenis
masukan panas, keadaan bahan dalam mesin pengering, tekanan operasi, media
pengering, suhu pengeringan, jumlah tahapan pengeringan dan lainnya.
Pengelompokan mesin pengering berdasarkan mode masukan energi panas
dibedakan atas mesin pengering langsung dan mesin pengering tak langsung
(Mujumdar et al 2001).
Parameter Pengeringan
Karakteristik hidratasi bahan pangan menunjukkan faktor–faktor yang
berperan dalam proses pengeringan bahan pangan, antara lain adalah interaksi
bahan pangan dengan molekul air yang dikandungnya dan molekul air yang
terdapat di udara sekitarnya. Peran air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan
dengan kadar air dan aktivitas air (aw), sedangkan kandungan air di udara biasanya
dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH) dan kelembaban mutlak (H). Adapun
parameter yang mempengaruhi waktu pengeringan suatu bahan pangan antar lain:
a. Suhu udara pengering
Suhu udara pengering mempengaruhi laju penguapan air bahan dan mutu
pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan untuk menguapkan
air semakin meningkat sehingga waktu pengeringan akan lebih singkat. Oleh karena
itu udara pengering harus tetap dikontrol agar bahan yang dikeringkan tidak rusak.
b. Kelembaban relatif (RH) udara pengering
Proses pemanasan udara dari suhu awal (TA) hingga mencapai suhu akhir (TB)
untuk keperluan pengeringan dapat digambarkan pada diagram psychometric
seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram proses pemanasan udara pada kurva psychometric
Perubahan suhu selama pemanasan ditunjukkan pada garis AB dengan
kondisi tekanan uap dan kelembaban mutlak (H) konstan. Selama pemanasan
terjadi dianggap tidak terjadi penambahan uap air, sehingga jumlah udara kering
yang masuk ruang pengering sama dengan jumlah udara kering yang keluar. Pada
kurva psychometric dengan tekanan atmosfer menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kelembaban seiring dengan peningkatan suhu.

10

Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk
menampung kadar air bahan yang telah diuapkan. Jika RH rendah maka semakin
banyak uap air yang diserap udara pengering, demikian juga sebaliknya. RH dan
suhu pengering akan menentukan tekanan uap jenuh. Perbedaan tekanan uap air
pada udara pengering dengan permukaan bahan akan mempengaruhi laju
pengeringan. Untuk proses pengeringan yang baik diperlukan RH rendah sesuai
dengan kondisi bahan yang akan dikeringkan. RH dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan (3) berikut:
P

RH=

Ps ×T

×100%

(3)

di mana :
RH
: Kelembaban Relatif (%)
P
: Tekanan parsial uap air pada suhu T (atm)
Ps
: Tekanan uap air jenuh pada suhu T (atm)
T
: Suhu atmosfer (oC)
Selain kelembaban relatif, dikenal juga kelembaban mutlak (H) yang
didefinisikan sebagai besaran yang digunakan untuk menentukan jumlah uap air di
udara. Untuk menentukan kelembaban relatif dan kelembaban mutlak dapat
digunakan grafik psikometrik (Psychometric Chart) yaitu suatu grafik yang
menggambarkan hubungan antara kelembaban udara dengan suhu dan entalpi. Alat
ukur kelembaban relatif yang secara langsung dapat digunakan dengan tingkat
ketelitian cukup tinggi antara lain Sling psichrometer dan higrometer.
c. Kecepatan aliran fluida pengering
Aliran udara berfungsi membawa panas untuk menguapkan kadar air bahan
serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan
bahan dengan panas harus segera dikeluarkan agar udara pada permukaan bahan
tidak jenuh, karena akan mengganggu proses pengeringan. Semakin besar volume
udara yang mangalir maka akan semakin besar kemampuannya dalam menampung
air dari bahan.
d. Kadar air bahan
Kadar air menunjukkan jumlah air yang dikandung oleh bahan, baik berupa
air bebas maupun terikat. Keragaman kadar air awal bahan sering dijumpai pada
proses pengeringan dan hal ini juga menjadi suatu masalah. Menurut Brooker et al.
(1974), kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dalam dua cara, yaitu kadar air basis
basah (m) dan kadar air basis kering (M). Untuk di pasaran biasanya kadar air bijibijian ditentukan berdasarkan basis basah, sementara kadar air basis kering sering
digunakan dalam perhitungan-perhitungan. Kadar air basis basah memiliki batas
maksimum teoritis 100 %, sedangkan kadar air basis kering bisa lebih dari 100 %.
Kadar air basis basah adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan
dengan berat total bahan. Untuk menghitung kadar air biji-bijian digunakan
persamaan (4) dan (5)
m=
M=
di mana :

Wm
Wm + Wd
Wm
Wd

× 100 %

× 100 %

(4)
(5)

11

m
: Kadar air basis basah (% b.b)
M
: Kadar air basis kering (% b.k)
Wm
: Berat air dalam bahan (g)
Wd
: Berat bahan kering atau padatan bahan (g)
Hubungan antara kadar air basis basah dengan basis kering dapat dilihat pada
persamaan (6)
M
m
atau m =
(6)
M=
1 + M
1 - m
e. Aktivitas air
Pada bahan hasil pertanian, peranan air yang utama adalah sebagai pelarut
yang digunakan selama proses metabolisme. Tingkat mobilitas dan peranan air bagi
proses kehidupan biasanya dinyatakan dalam besaran aktivitas air (water aktivity =
aw) yang ada dalam rentang 0 sampai 1. Menurut Winarno (1984) kandungan air
pada bahan hasil pertanian akan berpengaruh terhadap daya tahan bahan tersebut
dari mikroorganisme. Aktivitas air merupakan salah satu parameter hidratasi yang
sering diartikan sebagai jumlah air bebas dalam bahan yang dapat digunakan pada
kisaran 0.60 – 0.70. Oleh karena itu untuk mencegah pertumbuhan mikroba, aw
bahan harus diatur. Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang
terikat atau air bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan
kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan apabila terikat kuat dengan
komponen bukan air, maka akan lebih sukar untuk digunakan dalam aktivitas
biologis maupun aktivitas kimia hidrolitik. Menurut hukum Raoult, aktivitas air
berbanding lurus dengan jumlah mol pelarut dan berbanding terbalik dengan jumlah
mol di dalam larutan.
n
aw = n +1 n
(7)
1

2

di mana ;
n1
: jumlah mol pelarut
n2
: jumlah mol zat terlarut
n1 + n2 : jumlah mol larutan
Hubungan antar aktivitas air dengan kelembaban relatif dalam keadaan
keseimbangan adalah pada persamaan (8), di mana RHs adalah kelembaban relatif
dalam keadaan kesetimbangan (%)
RH
P
aw = 100s =
(8)
Ps

f. Kadar Air Keseimbangan (EMC)
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air
minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada
suhu dan kelembabab relatif yang tetap. Kadar air suatu padatan basah yang berada
dalam keseimbangan dengan udara pada suhu dan kelembaban tertentu disebut
sebagai kadar air keseimbangan (Mujumdar and Devahastin 2000). Menurut
Somantri (2003) dalam Hendarto (2008) kadar air keseimbangan atau Equilibrium
of Moisture Content (EMC) merupakan konsep penting dari teori pengeringan dan
pembasahan pada bahan pangan. Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai
kandungan air pada bahan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya.
Hal tersebut merupakan satu faktor yang menentukan sejauh mana suatu bahan
dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat
digunakan sebagai tolok ukur mencegah perkembangan mikroorganisme yang
menyebabkan kerusakan atau pembusukan bahan pada saat penyimpanan.

12

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kadar air keseimbangan adalah
kecepatan udara pengering, suhu udara, kelembaban relatif udara, dan kematangan
bahan. Kadar air keseimbangan dibedakan menjadi dua yaitu kadar air
keseimbangan dinamis dan kadar air keseimbangan statis. Kadar air keseimbangan
statis didapat dari sistem dengan bahan dan udara pengering dalam keadaan diam.
Sedangkan kadar air keseimbangan dinamis diperoleh dari sistem dengan bahan dan
udara pengering dalam keadaan bergerak (Hall 1980).
Untuk menghitung nilai kadar air keseimbangan digunakan persamaan EMC
Henderson (Thomson 1967) dalam Brooker et al. (1992) pada persamaan berikut:
Me = [

di mana :
Me
RH
T
K (Gabah)
C (Gabah)
N (Gabah)

ln

1 - RH

-K T + C ∙ 100

N

1⁄N

]

(9)

: Kadar air keseimbangan basis kering (% b.k),
: Kelembaban relatif (%),
: Suhu mutlak udara yang dinyatakan dalam (oC),
: 1.9187 x 10-5,
: 2.4451, dan
: 51.161.
3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Kontrol,
dilanjutkan di Laboratorium Energi Terbarukan, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu
penelitian dimulai pada bulan Februari 2013 sampai Juni 2015.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dibagi dalam dua kelompok.
Kelompok pertama adalah peralatan yang digunakan untuk membuat rangkaian
sistem kendali yang terdiri atas solder, papan pcb, crimping tools, multimeter, bor
listrik, tang jepit, tang potong, obeng, dan perangakat komputer (yang telah terinstall program Code Vision AVR 2.05.3, Proteus 8.0 SP0 dan perangkat lunak
pendukung lainnya). Kelompok kedua adalah peralatan yang digunakan untuk
pengujian sistem kendali yang terdiri atas alat pengering gabah tipe tumpukan
dengan kolektor surya plat datar dan penyimpan panas yang merupakan hasil desain
dari Nitipraja (2008) yang dimodifikasi oleh Napitu (2014), recorder, termokopel
tipe T, digital grain moisture tester, timbangan digital, pyranometer, dan
anemometer.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam perangkaian sistem kendali antara lain :
timah, kabel, papan pcb, periklorit, berbagai komponen dasar elektronik (resistor,
kapasitor, transistor, dioda). Sedangkan bahan untuk pengujian sistem kendali pada
pengeringan adalah gabah dengan kadar air ± 30 (% b.b) yang diperoleh dari hasil
panen petani di sekitar kampus IPB.

13

Tahapan Penelitian
1. Tahap pertama penelitian ini adalah melakukan identifikasi dan perumusan
masalah pada sistem pengeringan gabah khususnya yang menggunakan kolektor
surya plat datar dan penyimpanan panas pada medium air, yang merupakan hasil
penelitian dari Nitipraja (2008) dan dimodifikasi oleh Napiti (2014).
2. Tahap kedua adalah pengujian alat pengering tersebut masih berfungsi dengan
baik atau tidak, dan ternyata masih bekerja dengan baik sehingga tidak dilakukan
modifikasi atau perubahan yang signifikan pada desain alat pengering dengan
kolektor surya terebut, hanya dilakukan perbaikan pada bagian yang telah
mengalami kerusakan seperti ; insulasi yang terkelupas dan pipa yang bocor.
3. Tahap ketiga adalah perancangan perangkat keras dan pengembangan algoritme
sistem kendali yang meliputi penyusunan diagram alir strategi pemrograman dan
pembuatan modul, kalibrasi dan validasi sensor LM35DZ.
4. Tahap keempat adalah pengujian sistem kendali pada pengeringan gabah yang
menggunakan kolektor surya plat datar dan air sebagai medium penyimpan
panas. Pengujian dilakukan sesuai dengan kapasitas ruang pengering yaitu 5 kg
dan 10 kg gabah serta dibandingkan dengan metode penjemuran.
5. Tahap selanjutknya dilakukan pengolahan data untuk mengetahui secara analisis
kinerja sistem kendali pada proses pengeringan gabah. Diagram alir pelaksanaan
penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.
Mulai
Tidak
Identifikasi dan
perumusan masalah

Bekerja dengan baik?

Studi Pustaka

Penentuan alternatif/solusi

Ya
Pengambilan data pengeringan
gabah menggunakan sistem
kendali

Modifikasi dan perbaikan alat pengering gabah
yang menggunakan kolektor surya plat datar dan
sistem penyimpan panas

Analisis Data

Merancang perangkat keras dan perangkat lunak
sistem kendali

Laporan Akhir

Pengujian sistem
kendali

Selesai

Gambar 4 Diagram alir prosedur penelitian
Sistem pengering dengan kolektor surya plat datar
Alat pengering yang digunakan pada penelitian ini adalah pengering gabah
tipe bak dengan kolektor surya plat datar dan sistem peyimpan panas pada medium
air. Adapun bagian dari sistem pengering tersebut adalah :
1. Kolektor surya plat datar
Kolektor surya plat datar berdimensi 1 m x 1.5 m terletak pada bagian atas ruang
pengering. Plat hitam (absorber) berfungsi untuk menyerap panas, kemudian

14

mengkondisikannya ke pipa tembaga yang dialiri air. Pada bagian atas kolektor
terdapat penutup transparan yang berfungsi untuk menahan panas agar tidak
terbuang ke lingkungan, dan di setiap sisi kolektor diberi insulasi setebal 0.02 m
dari bahan Glasswool yang memiliki nilai konduktifitas termal 0.048 W/m °C
untuk mengurangi pelepasan panas ke lingkungan (Yusnita 2014).
2. Penukar panas (Radiator)
Penukar panas terletak di depan ruang plenum pada raung pengering. Pada salah
satu sisi penukar panas terdapat kipas yang berfungsi untuk menyalurkan panas
ke dalam ruang plenum.
3. Ruang pengering
Ruang pengering berbentuk kotak yang terbagi menjadi dua bagian yaitu ruang
untuk meletakkan komuditi (gabah) yang dikeringkan dan ruang plenum di
bagian bawah. Ruang pengering berdimensi 40 cm x 30 cm x 25 cm seda