Hukum Mengedarkan Kotak Infak Jumat
Hukum Mengedarkan Kotak Infak Jumat
Hukum Seputar Kotak Infak Shalat Jum'at
Pertanyaan Dari:
Safridarnis, Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
(disidangkan pada Jumat, 4 Jumadats-Tsaniyah 1430 H / 29 Mei 2009 M)
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Melalui surat ini saya mohon penjelasan tentang hal-hal sebagai berikut:
Selama ini di mana-mana baik di masjid Muhammadiyah maupun di masjid selain
Muhammadiyah sudah menjadi tradisi mengedarkan kotak infak saat khutbah dimulai (kotak
tersebut mempunyai roda atau tidak).
Akhir-akhir ini ada ustadz berpetuah bahwa mendorong kotak infak tersebut dapat merusak
nilai ibadah shalat Jum’at. Sehingga diantara kami terjadi kontropersi terhadap petuah tersebut.
Untuk itu kami mohon penjelasan melalui Suara Muhammadiyah tentang hal-hal berikut;
1. Bagaimana hukumnya mengedarkan kotak infak saat khatib sudah naik mimbar pada hari Jum’at?
2. Apakah perbuatan mendorong kotak infak menjadikan rusaknya nilai ibadah Jum’at? Seperti
seseorang
berkata
”diam”
saat
khatib
berkhutbah.
Demikian yang dapat kami sampaikan atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih.
Jawaban:
Sebelum menjawab pertanyaan saudara perlu disampaikan beberapa hadits sebagai
berikut:
1.
Tentang melangkahi leher jama’ah yang hadir
ع ْن جاب بْن ع ْ ه
ّ أ ه رجاً خل ْال سْج ي ْ ْالج ع
ورس ل ه
ي ْ طب فجعل يت طهى-ص ى ّ ع يه وس م- ّ
ال هاس فقال رس ل ه
اجْ سْ فق ْ آ يْت-ص ى ّ ع يه وس م- ّ
.وآنيْت
][روا ابن ماجه
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa ada seseorang masuk masjid ketika
Rasulullah saw berkhutbah, dan orang tersebut melangkahi (leher) orang-orang yang hadir.
Kemudian Rasulullah saw bersabda:“Duduklah kamu, sungguh kamu telah mengganggu
(jama’ah lain) dan terlambat (datang).” [HR. Ibnu Majah]
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Kitab Iqamah as-Shalat wa as-Sunnah
Fiiha, Bab Maa Ja-a fi an-Nahyi fi Thakhaththin-Nas Yaumal Jum’ah, dan hadits yang semakna
dengannya diriwayatkan oleh an-Nasa-i, Kitab al-Jum’ah, Bab an-Nahyu ‘an Thakhaththi
Riqaabin-Nas wal Imam ‘ala al-Minbar Yauma al-Jum’at, Imam Ahmad Musnad asy-Syamilin.
Hadis-hadis tersebut menjelaskan bahwa di antara larangan bagi orang-orang yang
menghadiri shalat jum’at adalah melangkahi leher orang-orang yang hadir pada hari jum’at
Imam an-Nawawi membedakan antara kalimat “at-Thakhaththi” (melangkahi) dan “at-Tafriq
bainasnaini” (menyibak di antara dua orang). Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni
berpendapat bahwa kalimat “at-Thakhaththi” semakna dengan kalimat “at-Tafriq”. Sedang alIraqy berpendapat bahwa kalimat “at-Thakhaththi” berbeda maknanya dengan “at-Tafriq”.
Karena makna at-Tafriq dapat dilakukan dengan duduk antara dua orang meskipun tanpa
menyibak antara keduanya. Selanjutnya al-‘Iraqy mengecualikan bolehnya bagi imam
melangkahi leher orang yang sudah hadir pada hari Jum’at apabila dipandang sangat darurat dan
tidak ada alternatif lain untuk naik mimbar, kecuali melangkahinya.
2.
Perbuatan-perbuatan yang termasuk “lagha”
ّ ص هى ه
ع ْن أب ْي ه ْي أ ه رس ل ه
ّ ع يْه وس هم قال إ ا
ْ ق ْت لصاح ك أ ْنص
ْ ت ي ْ ْالج ع و ْاْما ي ْ طب فق ْ لغ
] [روا ال ار
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: Apabila kamu
berkata kepada temanmu “diamlah” pada hari Jum’at sedang imam sedang berkhutbah, maka
engkau telah berbuat lagha.” [HR al-Bukhari]
Hadis di atas riwayat al-Bukhari, Kitab al-Jum’ah, Bab al-Inshaat Yaum al-Jum’at wa alImam Yakhthub, dan hadits yang semakna dengan hadits di atas diriwayatkan oleh Muslim,
Kitab al-Jum’ah, Bab al-Inshaat Yaum al-Jum’at fi al-Khutbah, at-Tirmidzi, Kitab al-Jum’ah,
Bab Maa Ja-a fi Karahiyah al-Kalam wa al-Imam Yakhthub, an-Nasa-i, Kitab al-Jum’ah, Bab
al-Inshaat li al-Khatib Yaum al-Jum’at, Abu Dawud, Kitab as-Salat, bab al-Kalam wa al-Imam
Yakhthub, Malik al-Muwaththa, an-Nida li as-Salat, ad-Darimy, kitab as-Salah, Bab Fii alIstima’ Yaum al-Jum’at ‘an al-Khutbah.
ّ ص هى ه
ع ْن أبي ه ْي قال قال رس ل ه
ّ ع يْه وس هم م ْن
ت ضهأ فأحْ سن ْال ض ء ث هم أتى ْالج ع فاسْت ع وأ ْنصت غف
له ما ب ْي ه وبيْن ْالج ع و يا ثاث أيها وم ْن مسه ْالحصى
.فق ْ لغا
][روا مس م
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa berwudhu dan membaguskan wudhunya, kemudian memghadiri salat Jum’at, lalu
mengengarkan (khutbah) dan diam penuh perhatian, maka diampuni (dosanya) yang ada antara
Jum’at yang lalu dan Jum’at hari ini dan ditambah tiga hari. Dan barangsiapa menyentuh
(mempermainkan/menggerak-gerakkan) kerikil, maka dia telah berbuat lagha”.” [HR. Muslim]
Hadis di atas diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Jum’at, Bab Fadlu Man Istama’a wa
Anshata fi al-Jum’at, dan hadis yang semakna dengannya diriwayatkan at-Tirmidzi, kitab alJum’at ‘an Rasulillah saw, Bab Maa Ja-a fi al-Wudhu Yaum al-Jum’at, Abu Dawud, kitab asSalah, Bab Fadlu al-Jum’at, Ibnu Majah, kitab Iqamah as-Salah wa as-Sunnah Fiiha, Bab
Massa al-Hasha fi al-Jum’at, Ahmad, Baaqi Musnad al-Muksirin.
Hadis al-Bukhari (hadits no.1) dan yang semakna dengannya menjelaskan bahwa apabila
salah seorang jamaah salat Jum’at mengatakan “diamlah” kepada temannya, maka ia telah
berbuat lagha. Artinya pahala shala Jum’atnya menjadi batal. Begitu pula hadis riwayat Muslim
(hadits no.2) dan yang semakna dengannya menjelaskan bahwa mengerak-gerakan pasir
termasuk perbuatan lagha.
Hadits di atas menjelaskan beberapa pelajaran:
1. Kewajiban mendengarkan khutbah yang disampaikan khatib
2. Tidak boleh berbicara ketika khatib sedang berkhutbah, karena hal tersebut dapat
menghilangkan konsentrasi mendengarkan khutbah.
3. Tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi dalam
mendengarkan khutbah, seperti menggerak-gerakan pasir dan sejenisnya, atau berkata
‘diamlah’ kepada orang lain.
Para ulama berbeda pendapat tentang makna kalimat lagha. Makna lagha dalam kalimat
“apabila engkau berkata kepada temanmu: ‘diamlah’ ketika khatib berkhutbah, maka engkau
telah berbuat lagha” adalah pahala salat Jum’atnya batal, berubah keutamaannya seperti salat
Dhuhur. Abdullah bin Abdurrahman Ali dalam kitab Taysirul ‘Alam menjelaskan: Kata lagha
seperti kata ghaza, artinya mengucapkan perkataan yang tidak ada manfaatnya (pahalanya).
Ash-Shan’ani dalam kitab Subulus-Salam menjelaskan: “Apabila engkau berkata kepada
temanmu: ‘diamlah’ ketika khatib berkhutbah, maka engkau telah berbuat lagha” merupakan
penguat larangan berbicara. Apabila hal tersebut (berkata ‘diamlah’) dikategorikan sebagai
pebuatan lagha padahal perkataan hal tersebut termasuk pada amar ma’ruf, maka orang yang
berbicara lebih berat hukumnya. Dengan pengertian tersebut, maka wajib bagi orang yang akan
menegur dengan menggunakan isyarat apabila memungkinkan.
Kembali kepada permasalahan di atas, apakah mengedarkan kotak infak termasuk
perbuatan lagha atau tidak?
Dengan memperhatikan beberapa penjelasan di atas dan pelajaran yang dapat diambil dari
hadits, mengedarkan kotak infak tidak dilarang asal tidak mengganggu konsentrasi mustami’
dalam mendengarkan khutbah dan bukan termasuk perbuatan lagha.
Wallahu a’lam bish shawab. *A.56h)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]
Hukum Seputar Kotak Infak Shalat Jum'at
Pertanyaan Dari:
Safridarnis, Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
(disidangkan pada Jumat, 4 Jumadats-Tsaniyah 1430 H / 29 Mei 2009 M)
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Melalui surat ini saya mohon penjelasan tentang hal-hal sebagai berikut:
Selama ini di mana-mana baik di masjid Muhammadiyah maupun di masjid selain
Muhammadiyah sudah menjadi tradisi mengedarkan kotak infak saat khutbah dimulai (kotak
tersebut mempunyai roda atau tidak).
Akhir-akhir ini ada ustadz berpetuah bahwa mendorong kotak infak tersebut dapat merusak
nilai ibadah shalat Jum’at. Sehingga diantara kami terjadi kontropersi terhadap petuah tersebut.
Untuk itu kami mohon penjelasan melalui Suara Muhammadiyah tentang hal-hal berikut;
1. Bagaimana hukumnya mengedarkan kotak infak saat khatib sudah naik mimbar pada hari Jum’at?
2. Apakah perbuatan mendorong kotak infak menjadikan rusaknya nilai ibadah Jum’at? Seperti
seseorang
berkata
”diam”
saat
khatib
berkhutbah.
Demikian yang dapat kami sampaikan atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih.
Jawaban:
Sebelum menjawab pertanyaan saudara perlu disampaikan beberapa hadits sebagai
berikut:
1.
Tentang melangkahi leher jama’ah yang hadir
ع ْن جاب بْن ع ْ ه
ّ أ ه رجاً خل ْال سْج ي ْ ْالج ع
ورس ل ه
ي ْ طب فجعل يت طهى-ص ى ّ ع يه وس م- ّ
ال هاس فقال رس ل ه
اجْ سْ فق ْ آ يْت-ص ى ّ ع يه وس م- ّ
.وآنيْت
][روا ابن ماجه
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa ada seseorang masuk masjid ketika
Rasulullah saw berkhutbah, dan orang tersebut melangkahi (leher) orang-orang yang hadir.
Kemudian Rasulullah saw bersabda:“Duduklah kamu, sungguh kamu telah mengganggu
(jama’ah lain) dan terlambat (datang).” [HR. Ibnu Majah]
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Kitab Iqamah as-Shalat wa as-Sunnah
Fiiha, Bab Maa Ja-a fi an-Nahyi fi Thakhaththin-Nas Yaumal Jum’ah, dan hadits yang semakna
dengannya diriwayatkan oleh an-Nasa-i, Kitab al-Jum’ah, Bab an-Nahyu ‘an Thakhaththi
Riqaabin-Nas wal Imam ‘ala al-Minbar Yauma al-Jum’at, Imam Ahmad Musnad asy-Syamilin.
Hadis-hadis tersebut menjelaskan bahwa di antara larangan bagi orang-orang yang
menghadiri shalat jum’at adalah melangkahi leher orang-orang yang hadir pada hari jum’at
Imam an-Nawawi membedakan antara kalimat “at-Thakhaththi” (melangkahi) dan “at-Tafriq
bainasnaini” (menyibak di antara dua orang). Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni
berpendapat bahwa kalimat “at-Thakhaththi” semakna dengan kalimat “at-Tafriq”. Sedang alIraqy berpendapat bahwa kalimat “at-Thakhaththi” berbeda maknanya dengan “at-Tafriq”.
Karena makna at-Tafriq dapat dilakukan dengan duduk antara dua orang meskipun tanpa
menyibak antara keduanya. Selanjutnya al-‘Iraqy mengecualikan bolehnya bagi imam
melangkahi leher orang yang sudah hadir pada hari Jum’at apabila dipandang sangat darurat dan
tidak ada alternatif lain untuk naik mimbar, kecuali melangkahinya.
2.
Perbuatan-perbuatan yang termasuk “lagha”
ّ ص هى ه
ع ْن أب ْي ه ْي أ ه رس ل ه
ّ ع يْه وس هم قال إ ا
ْ ق ْت لصاح ك أ ْنص
ْ ت ي ْ ْالج ع و ْاْما ي ْ طب فق ْ لغ
] [روا ال ار
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: Apabila kamu
berkata kepada temanmu “diamlah” pada hari Jum’at sedang imam sedang berkhutbah, maka
engkau telah berbuat lagha.” [HR al-Bukhari]
Hadis di atas riwayat al-Bukhari, Kitab al-Jum’ah, Bab al-Inshaat Yaum al-Jum’at wa alImam Yakhthub, dan hadits yang semakna dengan hadits di atas diriwayatkan oleh Muslim,
Kitab al-Jum’ah, Bab al-Inshaat Yaum al-Jum’at fi al-Khutbah, at-Tirmidzi, Kitab al-Jum’ah,
Bab Maa Ja-a fi Karahiyah al-Kalam wa al-Imam Yakhthub, an-Nasa-i, Kitab al-Jum’ah, Bab
al-Inshaat li al-Khatib Yaum al-Jum’at, Abu Dawud, Kitab as-Salat, bab al-Kalam wa al-Imam
Yakhthub, Malik al-Muwaththa, an-Nida li as-Salat, ad-Darimy, kitab as-Salah, Bab Fii alIstima’ Yaum al-Jum’at ‘an al-Khutbah.
ّ ص هى ه
ع ْن أبي ه ْي قال قال رس ل ه
ّ ع يْه وس هم م ْن
ت ضهأ فأحْ سن ْال ض ء ث هم أتى ْالج ع فاسْت ع وأ ْنصت غف
له ما ب ْي ه وبيْن ْالج ع و يا ثاث أيها وم ْن مسه ْالحصى
.فق ْ لغا
][روا مس م
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa berwudhu dan membaguskan wudhunya, kemudian memghadiri salat Jum’at, lalu
mengengarkan (khutbah) dan diam penuh perhatian, maka diampuni (dosanya) yang ada antara
Jum’at yang lalu dan Jum’at hari ini dan ditambah tiga hari. Dan barangsiapa menyentuh
(mempermainkan/menggerak-gerakkan) kerikil, maka dia telah berbuat lagha”.” [HR. Muslim]
Hadis di atas diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Jum’at, Bab Fadlu Man Istama’a wa
Anshata fi al-Jum’at, dan hadis yang semakna dengannya diriwayatkan at-Tirmidzi, kitab alJum’at ‘an Rasulillah saw, Bab Maa Ja-a fi al-Wudhu Yaum al-Jum’at, Abu Dawud, kitab asSalah, Bab Fadlu al-Jum’at, Ibnu Majah, kitab Iqamah as-Salah wa as-Sunnah Fiiha, Bab
Massa al-Hasha fi al-Jum’at, Ahmad, Baaqi Musnad al-Muksirin.
Hadis al-Bukhari (hadits no.1) dan yang semakna dengannya menjelaskan bahwa apabila
salah seorang jamaah salat Jum’at mengatakan “diamlah” kepada temannya, maka ia telah
berbuat lagha. Artinya pahala shala Jum’atnya menjadi batal. Begitu pula hadis riwayat Muslim
(hadits no.2) dan yang semakna dengannya menjelaskan bahwa mengerak-gerakan pasir
termasuk perbuatan lagha.
Hadits di atas menjelaskan beberapa pelajaran:
1. Kewajiban mendengarkan khutbah yang disampaikan khatib
2. Tidak boleh berbicara ketika khatib sedang berkhutbah, karena hal tersebut dapat
menghilangkan konsentrasi mendengarkan khutbah.
3. Tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi dalam
mendengarkan khutbah, seperti menggerak-gerakan pasir dan sejenisnya, atau berkata
‘diamlah’ kepada orang lain.
Para ulama berbeda pendapat tentang makna kalimat lagha. Makna lagha dalam kalimat
“apabila engkau berkata kepada temanmu: ‘diamlah’ ketika khatib berkhutbah, maka engkau
telah berbuat lagha” adalah pahala salat Jum’atnya batal, berubah keutamaannya seperti salat
Dhuhur. Abdullah bin Abdurrahman Ali dalam kitab Taysirul ‘Alam menjelaskan: Kata lagha
seperti kata ghaza, artinya mengucapkan perkataan yang tidak ada manfaatnya (pahalanya).
Ash-Shan’ani dalam kitab Subulus-Salam menjelaskan: “Apabila engkau berkata kepada
temanmu: ‘diamlah’ ketika khatib berkhutbah, maka engkau telah berbuat lagha” merupakan
penguat larangan berbicara. Apabila hal tersebut (berkata ‘diamlah’) dikategorikan sebagai
pebuatan lagha padahal perkataan hal tersebut termasuk pada amar ma’ruf, maka orang yang
berbicara lebih berat hukumnya. Dengan pengertian tersebut, maka wajib bagi orang yang akan
menegur dengan menggunakan isyarat apabila memungkinkan.
Kembali kepada permasalahan di atas, apakah mengedarkan kotak infak termasuk
perbuatan lagha atau tidak?
Dengan memperhatikan beberapa penjelasan di atas dan pelajaran yang dapat diambil dari
hadits, mengedarkan kotak infak tidak dilarang asal tidak mengganggu konsentrasi mustami’
dalam mendengarkan khutbah dan bukan termasuk perbuatan lagha.
Wallahu a’lam bish shawab. *A.56h)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]