Pengembangan Model Supply Chain Management SCM

57 besar potensi yang dapat dikembangkan oleh PTPN XIII untuk masuk ke usaha dan industri hilir. Kepemilikan satu-satunya dan kebijakan pemerintah yang mengharuskan adanya pengembangan industri hilir dapat menjadi alasan yang sangat tepat dan kuat untuk mulai masuk ke dalam aspek hilir

5.2.3 Pengembangan Model Supply Chain Management SCM

Pemetaan masalah dan hubungan antarvariabel yang telah dipaparkan sebelumnya digunakan sebagai landasan dalam membangun model Supply Chain Management SCM dalam agribisnis kelapa sawit. Model ini merupakan abstraksi dari sistem nyata perjalanan TBS mulai dari dipanen dalam kebun, diangkut ke pabrik, diolah menjadi CPO dan inti sawit, penyimpanan, dan sampai ke tangan berikutnya. Perancangan model diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi dengan merancang waktu yang cepat dan dapat menurunkan cost per palm product dengan merancang sistem pemanenan, pengiriman, dan pengolahan secara tepat. Model SCM yang dibangun terdiri atas tiga submodel, yaitu : submodel SCM aspek operasional, submodel SCM aspek taktis, dan submodel SCM aspek strategis. Perbedaan dari ketiga jenis submodel ini berdasarkan rentang waktu pelaksanaan sistem. Submodel SCM aspek operasional menggunakan horizon waktu harian untuk menggambarkan permasalahan operasional. Submodel SCM aspek taktis menggunakan horizon waktu bulanan untuk menggambarkan permasalahan taktis. Dan submodel SCM aspek strategis menggunakan horizon waktu tahunan untuk menggambar permasalahan strategis. 1 Submodel SCM Pada Aspek Operasional Sistem pemanenan, transportasi, dan pengolahan TBS yang kurang tepat menyebabkan produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan ekspektasi perusahaan. Tingginya kadar ALB, kadar air, dan kadar kotoran serta rendahnya produktivitas TBS, rendahnya rendemen, dan tingginya losis produksi mengharuskan adanya suatu sistem pengaturan yang dapat mengontrol seluruh kinerja yang dimulai dari proses pemanenan hingga pengolahan. Submodel SCM pada aspek operasional ini ditekankan pada aliran material hingga didapatkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh, waktu pengiriman TBS dari kebun menuju PMS Gunung Meliau tidak teratur. Hal ini menyebabkan kinerja pabrik sangat bergantung pada kebun sebagai penyuplai bahan baku dimana rantai pengiriman bahan baku menjadi tidak terkontrol dan pabrik tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Distribusi waktu penerimaan TBS di PMS Gunung Meliau selama periode Maret 2011 dapat dilihat pada gambar 30. G d d m d 2 P d a s m p d s d h d S r Gambar 30. Hi Dari g dimulai pada p dengan kapasi 12.00-18.00. H maksimal. Da dibandingkan d 20.00-22.00. D PMS Gunung dapat menurun akan meningka semua TBS ya maksimal kare pukul 06.00-10 dimulainya pr semalaman dap dapat dijaga d hingga selesai dengan baik. H Selama proses restan. Pengatu Kg istogram jumla gambar diatas pukul 10.00 – 2 itas 60 tonjam Hal ini tidak d ari data, rata-r dengan grafik, Dari penyimpa Meliau karen nkan produktiv atkan peluang t ang datang. Pa ena jumlah TBS 0.00. Apabila roses pengolah pat dihindari, dengan baik. U pengolahan, d Hal ini sangat pemanenan, p uran ini harus 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 180.000 06 08 Ke Ke Ke ah TBS diterim dapat dilihat b 20.00. Waktu k m adalah puku diinginkan kare rata waktu se , TBS yang dat angan tersebut, na pengunaan k vitas, tetapi jug terjadinya buah adahal pada be S yang belum penggunaan k han hingga s efisiensi kerja Untuk dapat m diperlukan sua t berhubungan pengaturan wak dikoordinasik 6.00 - 8.00 08.00 - 10.00 10. - 12. ebun G.Meliau ebun G.Mas ebun Pihak Ke ma PMS Gunun bahwa jam ting kedatangan TB ul 10.00 dan ena efisiensi k elesai pengolah tang sudah me , dapat disimp kapasitas pabr ga kualitas CPO h menginap sem eberapa kondi cukup untuk m kapasitas pabri saat pengolaha dipabrik akan menggunakan k atu sistem jadw n erat dengan ktu diperlukan kan dengan pe .00 - .00 12.00 - 14.00 14.0 - 16.0 u K K tiga ng Meliau per j ggi kedatangan BS yang mencu mengalami ke kerja di PMS G han TBS adal enurun hingga pulkan bahwa rik yang tidak O dan inti saw malam karena si, kapasitas p memulai pengo k dapat dipaka an berhenti, T n maksimal, da kapasitas pabr wal pengiriman kemampuan d untuk menceg emilik truk pen 00 00 16.00 - 18.00

18.00 -

20.00 Kebun S.Dekan Kebun Plasma am periode Ma n TBS ke PMS ukupi untuk m elebihan kapas Gunung Melia lah pukul 24. kurang dari 20 banyak terjad k efisien. Hal i wit yang dihasil pabrik tidak m pabrik tidak di olahan seperti y ai dengan mak TBS yang m an kualitas CP rik dengan efis n yang teratur dan jadwal pa gah terjadinya b ngantar TBS k 20.00 - 22.00 22.00 - 06.00 n aret 2011 S Gunung Meli memulai produk sitas pada puk au menjadi tid .00 dimana b 0 ton pada puk di buah restan ini bukan han lkan. Kondisi i mampu mengol igunakan deng yang terjadi pa ksimal pada sa mengalami rest PO dan inti saw siean dari mu dan terintegra anen dari kebu buah tinggal at ke PMS Gunun 58 iau ksi kul dak ila kul di nya ini lah gan ada aat tan wit lai asi un. tau ng 59 Meliau. Waktu pemanenan tidak bisa disamaratakan pada tiap-tiap kebun dan afdeling. Kebanyakan buruh panen mulai memanen TBS pada pukul 6 pagi hingga selesai. Keadaan seperti ini akan menyebabkan terjadinya buah yang tertinggal karena buruh kebun tidak mampu memanen semua TBS pada saat truk pengangkut datang atau ada pula buah yang terlalu lama mengalami restan di TPH karena masih menunggu truk pengangkut datang untuk mengangkut TBS tersebut. Selain itu, kondisi ini dapat memicu penurunan efisiensi penggunaan kapasitas pabrik dan kualitas CPO dan inti sawit saat diproduksi di pabrik. Grafik pengiriman TBS dari tiap-tiap kebun menuju PMS Gunung Meliau per jam pada periode Maret 2011 dapat dilihat pada gambar 31. Gambar 31. Histogram Jumlah rata-rata TBS diterima PMS Gunung Meliau per jam periode Maret 2011 Dari grafik dapat dilihat bahwa pengiriman TBS yang konsisten tiap waktunya hanya dilakukan oleh kebun-kebun pihak ketiga dan kebun plasma. Ironisnya, kebun-kebun inti yang ternyata tidak mengirimkan TBS dengan konsisten pada tiap jamnya padahal sistem organisasi dan pemanenan yang dimiliki jauh lebih baik daripada kebun plasma dan kebun-kebun pihak ketiga. Kebun-kebun inti berkontribusi sangat besar dalam menyuplai TBS yaitu sebesar 67 dari total TBS yang diterima PMS Gunung Meliau selama periode Maret 2011. Persentase sumber TBS yang diterima oleh PMS Gunung Meliau dapat dilihat pada gambar 32. Gambar 32. Diagram persentase TBS diterima PMS Gunung Meliau per jam periode Maret 2011 Kg 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 06.00 - 08.00 08.00 - 10.00 10.00 - 12.00

12.00 - 14.00

14.00 - 16.00 16.00 - 18.00 18.00 - 20.00 20.00 - 22.00 22.00 - 06.00 Kebun G.Meliau Kebun S.Dekan Kebun G.Mas Kebun Plasma Kebun Pihak Ketiga 67 5 28 Kebun Inti Kebun Plasma Kebun Pihak 3 60 Penjadwalan dalam proses pemanenan di setiap kebun perlu dilakukan dengan memperhitungkan jarak pengiriman, jumlah truk pengangkut, dan kondisi jalan. Selain itu, pabrik juga harus menentukan dengan pasti waktu mulai pengolahan TBS setiap harinya. Dengan waktu yang telah ditentukan, tiap-tiap kebun dapat mengalokasikan waktu pemanenan dan transportasi sehingga kedatangan TBS dapat diatur dengan baik. Selama periode Maret 2011, waktu rata-rata pengolahan di PMS Gunung Meliau berkisar 11 jam. Waktu pengolahan tersebut tidak efisien karena tidak semua jam menunjukkan efisiensi kapasitas pengolahan yang sesuai dengan kapasitas pabrik yaitu 60 ton jam. Waktu pengolahan yang paling efisien berdasarkan jumlah TBS yang diterima selama periode Maret 2011 adalah 10 jam karena dapat mengalokasikan semua TBS yang diterima untuk diolah dengan baik tanpa restan. Oleh karena itu, waktu mulai pengolahan yang baik dapat dilakukan pada pukul 09.00 dan selesai pada pukul 19.00. Waktu yang sudah terjadwal ini akan membantu buruh pabrik untuk dapat melakukan perawatan dan pembersihan pabrik dengan lebih maksimal tanpa khawatir waktu mulai pengolahan yang selama ini bergantung dari kedatangan TBS. Skenario pengiriman yang baik dari kebun-kebun penyuplai TBS ke PMS Gunung Meliau dapat dilihat pada gambar 33. Gambar 33. Histogram skenario jumlah TBS diterima PMS Gunung Meliau Dari gambar dapat dijelaskan bahwa kebun-kebun inti memberikan kontribusi paling besar pada waktu-waktu mulai pengolahan dan semakin berkurang pada waktu-waktu sebelum pengolahan selesai, sedangkan kebun-kebun pihak ketiga memberikan kontribusi paling rendah pada waktu-waktu mulai pengolahan dan semakin bertambah pada waktu-waktu sebelum pengolahan selesai. Kebun plasma mengisi kekurangan dari tiap-tiap waktu pengolahan sehingga kapasitas olah pabrik dapat dipenuhi dengan maksimal karena kontribusi pengiriman TBS hanya berkisar 5 dari total TBS yang diterima. Skenario ini memberikan jatah pengiriman sesuai dengan jarak, kondisi jalan, dan jumlah TBS yang dikirim. Kebun inti Gunung Meliau yang memiliki jarak paling dekat dari PMS Gunung Meliau diharapkan dapat mengisi kekosongan TBS pada waktu-waktu mulai pengolahan. Untuk dapat mencapai harapan tersebut, proses pemanenan di kebun inti Gunung Meliau harus lebih pagi daripada kebun-kebun inti lainnya. Jam mulai pengolahan yang dimulai pada pukul 09.00 akan memberikan kesempatan kepada buruh panen untuk dapat mengejar bobot target sehingga TBS dapat diolah tepat waktu. Kebun inti Sungai Dekan dan kebun inti Gunung Mas yang jaraknya lebih jauh dapat 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 Kebun Pihak Ketiga Kebun Plasma Kebun G. Mas Kebun S. Dekan Kebun G. Meliau 61 memberikan kontribusi paling besar pada pertengahan proses pengolahan seperti pada pukul 12.00- 14.00. Skenario kepada kebun inti Sungai Dekan dan Gunung Mas diberikan berdasarkan perhitungan jarak yang cukup jauh dan kondisi jalan yang kurang baik dari kebun menuju PMS Gunung Meliau. Kebun-kebun pihak ketiga dapat memberikan kontribusi paling besar pada waktu-waktu akhir proses pengolahan sehingga dapat mencegah kedatangan TBS yang bersamaan dengan TBS dari kebun- kebun inti. Kontribusi TBS dari kebun-kebun pihak ketiga sendiri sebesar 28 dari total TBS yang diterima PMS Gunung Meliau. Dengan penjadwalan dan alokasi waktu tersebut, tiap-tiap kebun dapat menyesuaikan waktu pemanenan dan pengiriman TBS tanpa harus mengalami restan terlebih dahulu. Waktu pemanenan yang tepat akan meningkatkan efisiensi kerja di kebun dan di PMS Gunung Meliau. Skenario penerimaan TBS oleh PMS Gunung Meliau harus didukung oleh kebun-kebun penyuplai TBS. Skenario yang baik hanya akan terlaksana bila didukung oleh semua pihak dari hulu hingga ke hilir. Selain jadwal pemanenan yang tepat, faktor pendukung lain adalah sistem transportasi. Penggunaan truk pengangkut harus disesuaikan dengan bulan-bulan tinggi dan rendahnya produksi TBS. Pada saat panen raya, jumlah truk pengangkut yang diperlukan akan lebih banyak bila dibandingkan dengan bulan-bulan biasa. Bila jumlah truk pengangkut tidak diatur dengan baik, peluang TBS mengalami restan akan semakin besar terutama pada saat musim panen raya dan akan terjadi penurunan efisiensi penggunaan truk pengangkut pada saat musim paceklik. Sistem pengangkutan TBS dari TPH harus dialokasikan dengan tepat sesuai dengan luasan blok dan letak TPH dalam sebuah afdeling sehingga semua TBS dapat diangkut dalam sekali jalan tanpa harus berputar apabila terjadi buah tinggal. Waktu pengangkutan buah juga harus disesuaikan dengan waktu pemanenan buah yang telah diatur berdasarkan skenario penerimaan TBS oleh PMS Gunung Meliau sehingga skenario dapat berjalan dengan baik. Pemantauan proses pengangkutan TBS dengan truk pengangkut perlu dilakukan untuk meminimalisir luka TBS selama pengiriman. Berdasarkan hasil observasi, TBS yang dikirim oleh truk pengangkut banyak yang melebihi kapasitas. Tumpukan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan luka pada buah sehingga proses pembentukan ALB semakin tinggi. Selain itu peluang TBS jatuh selama perjalanan juga besar karena tidak ada yang menjaga TBS selama dalam perjalanan. Pemantauan oleh pihak internal kebun akan berefek baik karena pihak kebun dapat memberikan peringatan bila TBS yang diangkut telah melebihi kapasitas truk. Pemantauan ini akan menurunkan tingkat luka buah dan jatuhnya TBS selama pengiriman. Pemantauan dan pengecekan awal TBS saat masih di kebun akan membantu meningkatkan efisiensi proses pengolahan pabrik karena dapat mengurangi waktu pengecekan TBS setelah diterima di PMS Gunung Meliau. Pengecekan awal TBS akan lebih mudah dilakukan karena jumlah buah yang lebih sedikit dibandingkan pada saat TBS telah diterima di pabrik. TBS yang telah diterima lebih baik langsung diolah. Pada waktu-waktu tinggi kedatangan TBS, banyak sampel yang tidak dicek dengan maksimal karena kurangnya waktu dan tenaga dalam proses pengecekan. Oleh karena itu, pihak kebun sebagai penyuplai bahan baku berperan sangat penting untuk dapat memberikan bahan baku berkualitas baik. TBS yang tidak sesuai kriteria tidak boleh dikirim karena akan berpengaruh pada produktivitas dan kualitas CPO dan inti sawit hasil pengolahan. Masalah yang terjadi adalah buruh kebun cenderung mengejar premi buah dan ironisnya mandor panen tidak dapat mengontrol dengan maksimal karena premi yang diterima oleh buruh panen berdampak positif pada premi mandor panen. Oleh karena itu, perlu dilakukan sistem denda apabila ditemukan TBS yang tidak sesuai kriteria dan TBS tersebut tidak boleh dikirimkan ke pabrik. Sementara itu, proses perawatan mesin-mesin pabrik harus dilakukan dengan maksimal dan berkala. Selama ini perawatan mesin-mesin tidak dapat dilakukan dengan maksimal karena waktu 62 perawatan tidak cukup dan tidak ada hari khusus yang diperuntukan untuk perawatan mesin. Berdasarkan hasil observasi di PMS Gunung Meliau, terdapat 3 hari dalam sebulan tidak ada proses pengolahan TBS. Proses pengolahan tidak dilakukan bukan karena adanya proses perawatan mesin, tetapi dikarenakan TBS yang diterima tidak mencukupi bobot minimal untuk menutupi biaya operasional. Kondisi seperti ini menyebabkan buah yang mengalami restan menjadi banyak dan efisiensi kerja pabrik menjadi tidak optimal. Dengan kondisi tersebut, akan lebih baik apabila waktu tersebut dialokasikan untuk melakukan proses perawatan mesin pengolahan tanpa melakukan proses pemanenan yang dapat mengakibatkan buah restan. Waktu tersebut dapat dilakukan pada hari minggu. Penentuan waktu ini akan mencegah pemanenan TBS pada hari minggu sehingga tidak akan terjadi buah restan. Penggunaan waktu untuk perawatan mesin sangat berguna karena dapat mengistirahatkan dan mempersiapkan mesin untuk produksi enam hari ke depan. Pada saat musim panen raya, waktu perawatan mesin dapat dikurangi hingga 2 kali dalam sebulan. Namun waktu perawatan tidak boleh ditiadakan sama sekali karena dengan banyaknya TBS yang diolah, kondisi mesin akan lebih cepat mengalami masalah dan kerusakan teknis. Selama proses pengolahan berlangsung, semua stasiun pengolahan wajib mengikuti Standar Operasional Pabrik SOP yang telah ditetapkan. SOP yang telah diberikan harus selalu dipantau dan disesuaikan dengan kondisi sebenarnya untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan penurunan produktivitas CPO dan inti sawit. Berdasarkan hasil observasi, sebagian buruh pabrik cenderung melaksanakan sistem pengolahan berdasarkan pengalaman. Hal tersebut tidak dikehendaki karena proses pengolahan menjadi bias dan penyimpangan yang terjadi tidak dapat terdeteksi dengan segera dan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan secara berkala oleh masing-masing kepala stasiun yang harus segera diinformasikan secara sistematis dan terstruktur kepada kepala pabrik sehingga apabila terjadi penyimpanan dapat langsung dilakukan tindakan-tindakan perbaikan. Sebelum dikirim, CPO akan disimpan dalam tangki timbun. Temperatur penyimpanan harus terkontrol dengan baik yaitu sekitar 55 ˚C untuk mencegah terjadinya oksidasi dan hidrolisis. Selain itu, tangki timbun perlu dicuci secara berkala paling sedikit 2 kali dalam setahun untuk mencegah kerusakan CPO karena adanya kerak dan kotoran yang terbenam dalam tangki timbun. Kebersihan tangki harus selalu dijaga terutama terhadap kotoran dan air. Selain itu, perlu pula dilakukan sistem First In First Out FIFO untuk menjaga kualitas CPO. 2 Submodel SCM Pada Aspek Taktis Hingga tahun 2010, jumlah karyawan pelaksana yang berkecimpung langsung dalam proses pemanenan di kebun-kebun inti dan kebun plasma berjumlah kurang lebih 3000 orang. Tingginya jumlah karyawan ini tidak diimbangi dengan pemekalan materi yang cukup. Selama ini, proses pemanenan TBS hanya dikontrol oleh mandor panen dimana setiap mandor panen mengontrol 2 - 5 orang buruh panen dalam area yang luas. Pemanenan yang dilakukan oleh buruh panen hanya didasarkan pada ada tidaknya berondolan yang jatuh. Teknik ini tentu tidak dapat memberikan hasil yang maksimal karena tidak didasarkan pada landasan ilmu yang kuat. Oleh karena itu, pelatihan kepada seluruh karyawan tentang karakteristik TBS termasuk fraksi TBS beserta sifat fisiologis yang akan muncul pada masing-masing fraksi akan memberikan dampak yang sangat besar. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas TBS dimana TBS yang dipanen adalah TBS dengan fraksi 2 atau fraksi 3 dengan kategori matang. TBS yang dipanen saat fraksi yang tepat akan berdampak pada produktivitas CPO dan inti sawit di PMS Gunung Meliau dimana molekul minyak pada tiap berondolan yang dihasilkan lebih banyak dan maksimal. Hal yang sama akan tampak pula pada produksi inti sawit yang dihasilkan dimana produksi inti sawit akan lebih besar pada TBS matang. Selama ini pengontrolan proses pemanenan termasuk fraksi TBS yang dipanen hanya 63 dilakukan oleh mandor panen. Kontrol mandor tentu tidak akan maksimal karena luasnya areal kebun sawit yang harus dikontrol. Ketergantungan mandor panen dapat dikurangi dengan adanya pelatihan tersebut. Selain itu, perlu ditanamkan kepedulian dan rasa kepemilikan kepada perusahaan sehingga orientasi kerja karyawan bukan hanya mengejar gaji dan premi, tetapi juga dapat memberikan kinerja yang maksimal. Pelatihan tentang sistem panen tidak boleh hanya diberikan kepada karyawan-karyawan dari kebun-kebun inti dan kebun plasma, tetapi juga perlu diberikan kepada pemilik kebun-kebun pihak ketiga. Pelatihan yang diperuntukan kepada pemilik kebun-kebun pihak ketiga perlu dilaksanakan karena mereka menyumbangkan 28 atau kurang lebih ¼ dari jumlah total TBS yang diolah oleh PMS Gunung Meliau. Materi yang diberikan tentu berbeda dengan kebun-kebun inti dan kebun plasma karena kondisi yang dialami berbeda. Pemilik kebun-kebun pihak ketiga cenderung menimbun TBS hingga beberapa hari hingga cukup bagi mereka untuk dikirim ke PMS Gunung Meliau. Penimbunan TBS hanya dilakukan di depan rumah tanpa adanya pelindung. Hal ini tentu akan memicu terjadinya buah busuk dan memicu terbentuknya ALB. Ironisnya, pengontrolan TBS dari PMS Gunung Meliau tidak dapat dilakukan dengan maksimal karena kurangnya tenaga kerja. TBS yang terdeteksi jelek hanya diberikan sanksi pemotongan pembayaran kepada pemilik namun TBS tersebut tetap diterima untuk memenuhi keperluan bahan baku yang telah terikat kontrak sebelumnya. Pelatihan dan pemberian materi yang sesuai kepada pemilik kebun-kebun pihak ketiga diharapkan dapat meningkatkan kualitas TBS sehingga berdampak positif bagi kualitas CPO dan inti sawit hasil pengolahan PMS Gunung Meliau. Karyawan pabrik juga perlu diberikan pelatihan karena mereka memegang peranan penting dalam menjaga kualitas dan produktivitas produk tetap tinggi selama proses pengolahan. Setiap buruh pabrik wajib mengetahui segala informasi penting dari stasiun pengolahan tempat mereka bekerja. Pengetahuan yang cukup akan memberikan timbal balik yang positif dimana pemantauan pabrik tidak lagi dipusatkan kepada beberapa orang. Kondisi ini akan mempercepat respon yang dapat diberikan apabila terjadi penyimpangan selama proses berlangsung. Kondisi jalan kebun yang buruk mengakibatkan terhambatnya pengiriman buah karena waktu yang diperlukan menjadi lebih lama. Berdasarkan hasil observasi, jalan-jalan kebun tidak cukup memadai untuk dilewati oleh kendaraan berat seperti truk pengangkut. Sebagian besar jalan kebun tidak rata dan beberapa jalan blok tidak dilapisi aspal sehingga sangat sulit dilalui pada saat hujan. Selain itu, jalan yang berlubang, kecil, dan naik turun menghambat pengiriman TBS karena perlu dilakukan proses lansir secara bertahap untuk dapat mengangkut semua TBS dari beberapa blok di afdeling tertentu. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan jalan secara menyeluruh sehingga jalan dapat dilewati oleh kendaraan berat. Jalan yang tidak cukup kuat akan mudah rusak dalam jangka waktu singkat setelah terus menerus dilewati kendaraan berat yang mengangkut TBS. Pelebaran jalan juga perlu dilakukan untuk mempermudah truk pengangkut menjangkau setiap TPH sehingga tidak perlu dilakukan proses lansir. Semakin banyak proses lansir pada buah, kemungkinan terjadi buah luka sangat besar karena buah beberapa kali diangkat dan diturunkan. Buah yang luka akan memicu terbentuknya ALB. Jalan raya yang menghubungkan kebun dan pabrik juga perlu dilakukan perbaikan karena kondisinya yang sangat parah. Jalan raya bukan lagi wewenang dari perusahaan karena sudah berada dalam pengaturan Pemerintah daerah Pemda setempat. Jalan raya yang menghubungkan kebun-kebun menuju pabrik tidak memadai untuk dilewati oleh kendaraan berat. Oleh karena itu, perusahaan dan pemerintah setempat perlu memikirkan solusi yang tepat untuk dapat mengirimkan TBS dalam waktu yang cepat namun tidak harus melewati jalan raya yang sebenarnya tidak diperuntukkan bagi kendaraan berat. Adanya jalan pintas atau jalan khusus pengiriman TBS dapat menjadi salah satu solusi yang dapat diberikan untuk dapat mengirimkan TBS tepat waktu tanpa 64 khawatir pada rusaknya jalan raya yang selalu dilalui kendaraan berat setiap hari. Hingga saat ini, ada beberapa jalan pintas yang dapat ditempuh oleh truk pengangkut menunju pabrik. Jalan pintas tersebut adalah jalan kebun yang dapat terkoneksi langsung dengan PMS Gunung Meliau. Namun sayangnya, kondisi jalan pintas tersebut tidak berbeda jauh dengan kondisi jalan kebun lainnya yang tidak rata dan cukup rusak. Walaupun jarak dan waktu yang diperlukan lebih singkat saat melewati jalan pintas, supir truk pengangkut lebih memilih untuk melewati jalan raya yang lebih jauh karena kenyamanan berkendara lebih baik pada saat melewati jalan raya. Untuk dapat menghemat waktu, jalan pintas yang menjadi koneksi langsung menuju pabrik perlu dilakukan perbaikan sehingga jalan mampu dilewati kendaraan berat setiap harinya. Dalam proses pemanenan, kondisi restan sangat tidak mungkin dihindari. Permasalahan teknis dan non teknis yang tidak terduga di lapangan akan memicu terjadinya restan TBS. Untuk tetap dapat menjaga kualitas TBS yang mengalami restan dan produktivitas kebun, TPH sebagai tempat pengumpulan buah perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peningkatan ALB dan tidak terkutipnya berondolan di TPH dapat dicegah. TPH yang baik harus diberi dasar yang baik dan bersih. Dari observasi, sebagian besar dasar TPH hanya berupa tanah kosong yang masih ditumbuhi rumput dan beberapa TPH sudah tidak layak untuk digunakan karena tergenang lumpur. Salah satu opsi yang dapat dilakukan adalah melapisi dasar TPH dengan semen untuk menghindari genangan air pada saat hujan. Selain itu, untuk mencegah pembentukan ALB yang berlebihan pada TBS yang mengalami restan, dapat di rancang stasiun blancing kecil yang terletak di tempat-tempat strategis atau dapat pula berupa stasiun yang bisa berpindah-pindah seperti truk yang dapat mencari buah-buah restan di semua TPH sehingga pada saat TBS mengalami restan, TBS dapat diberi perlakuan pendahuluan dengan blansir sehingga enzim yang berperan dalam pembentukan ALB dapat dinonaktifkan terlebih dahulu. Selama pengiriman buah ke PMS Gunung Meliau, setiap truk pengangkut harus melindungi TBS dengan menggunakan terpal atau jejaring. Penggunaan terpal atau jejaring bertujuan untuk menghindari jatuhnya TBS selama perjalanan dari kebun menuju ke PMS Gunung Meliau. Kondisi jalan yang buruk dan kapasitas pengangkutan buah yang melebihi standar dapat meningkatkan peluang terjadinya buah jatuh. Jatuhnya buah selama pengiriman buah jarang diketahui oleh supir karena sulitnya memantau TBS. Dengan adanya terpal atau jaring, kemungkinan TBS jatuh selama proses pengiriman dapat dikurangi karena buah tersekat dengan baik. Pemupukan tanaman produktif juga harus dilakukan secara berkala dan tepat waktu. Pemupukan yang terlambat akan mempengaruhi produktivitas TBS yang dihasilkan. Selama ini, pengiriman pupuk sering kali terlambat sehingga proses pemupukan pada pohon-pohon produktif tidak dapat dilakukan sesegera mungkin. Untuk memastikan persediaan pupuk yang cukup dan tepat waktu, diperlukan suatu sistem kontrak yang jelas dan tegas sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Keterlambatan suplai pupuk perlu ditanggapi dengan serius dengan memberikan sanksi. Suplier tunggal juga harus dihindari sehingga pada saat salah satu perusahaan tidak mampu menyuplai pupuk tepat waktu, perusahaan lain dapat mengisi kekosongan tersebut. 3 Submodel SCM Pada Aspek Strategis Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, PTPN XIII harus menentukan standar untuk menstimulasi perbaikan produk yang menyesuaikan standar, mencegah dan menghilangkan hambatan perdagangan, meningkatkan daerah penjualan produk, dan memudahkan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. Standar yang telah ditentukan akan diklasifikasikan ke dalam beberapa spesifikasi. Spesifikasi ini merupakan batas-batas terukur yang ditetapkan oleh PTPN XIII yang dijadikan acuan oleh semua komponen di dalamnya untuk dipenuhi. Spesifikasi ini disusun untuk memenuhi harapan dan keinginan konsumen dan selanjutnya merupakan senjata untuk 65 memasarkan produk yang dihasilkan. Spesifikasi produk merupakan gambaran utuh mengenai produk tersebut. Gambaran ini tidak dapat ditentukan sepenuhnya oleh PTPN XIII, tetapi sudah seharusnya melibatkan konsumen karena produk hasil produksi PTPN XIII akan dipakai oleh konsumen sehingga konsumen yang mengerti betul apa yang diinginkannya. Tanpa adanya spesifikasi yang jelas maka kegiatan pengendalian kualitas dan produktivitas tidak dapat dilakukan dengan baik. Spesifikasi yang dihasilkan oleh PTPN XIII adalah acuan yang harus diikuti dan mencakup semua tahapan proses dimulai dari kebun, pengadaan, transportasi, pabrik, dan segala sesuatu yang mendukung tercapainya tujuan yang dimaksud. Spesifikasi yang perlu dirancang oleh PTPN XIII adalah spesifikasi bahan mentah, proses, dan produk. Spesifikasi bahan mentah harus didefinisikan dengan baik agar dapat dimengerti dengan jelas oleh kebun dan pabrik. Spesifikasi bahan mentah berguna untuk mengurangi variasi mutu bahan ditingkat pemasok dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak ketiga serta perubahan selama distribusi dan penyimpanan. Jika semua pemasok menggunakan standar dan kelas mutu telah disepakati, pabrik akan lebih mudah melakukan pembelian, penanganan, dan pengolahan. Selain itu, proses ini akan meningkatkan efisiensi karena proses inspeksi di pabrik dapat diminimalkan. Spesifikasi bahan mentah meliputi penentuan fraksi dan efisiensi pemanenan TBS. Spesifikasi proses merupakan persyaratan-persyaratan yang berkaitan dengan kondisi proses selama pengolahan di Pabrik Minyak Sawit PMS dan yang berkaitan dengan produk-produk antara sebelum menjadi produk akhir. Spesifikasi proses ini meliputi kondisi proses pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit dalam kaitannya dengan efisiensi kerja dan standar baku pengolahan TBS. Kualitas dan produktivitas sangat tergantung pada sejauh mana spesifikasi bahan mentah dan spesifikasi proses telah dipenuhi. Kualitas dan produktivitas juga tergantung pada sejauh mana spesifikasi telah dipertimbangkan dalam memenuhi keinginan konsumen. Spesifikasi produk akhir pada CPO dan inti sawit meliputi kadar ALB, kadar air, kadar kotoran, tingkat efisiensi pemanenan, rendemen, losis produksi, dan efisiensi kerja. Berdasarkan sudut pandang kualitas, diperlukan suatu sistem terintegrasi berupa Total Quality Management TQM dalam melaksanakan perbaikan mutu. Dengan menerapkan TQM, manfaat yang diperoleh perusahaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari perbaikan posisi persaingan dan dari pengurangan cacat produk yang dihasilkan. Jika produk cacat dapat diminimumkan, maka biaya mutu akan berkurang dan lebih jauh lagi akan mengurangi total biaya produksi. Perusahaan yang menghasilkan mutu produk yang baik dan mampu memberikan jaminan kepada konsumen akan mendapatkan citra positif dari konsumen. Selanjutnya posisi persaingan akan semakin bagus dan harga produk dapat lebih ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Beberapa manfaat yang dapat dinikmati oleh perusahaan dari penerapan TQM dapat dilihat pada gambar 34. 66 Gambar 34. Manfaat Total Quality Management TQM Muhandri dan Kadarisman 2008 Menurut Joseph M Juran, TQM adalah suatu konsep yang sangat sederhana, tetapi sudah mengakomodasikan semua hal yang berkaitan dengan mutu Suwardi 2001. Joseph M Juran mengemukakan bahwa TQM dapat diimplementasikan jika mengikuti tiga proses manajerial, yaitu : 1 perencanaan mutu, 2 pengendalian mutu, dan 3 peningkatanperbaikan mutu yang lebih dikenal dengan istilah Trilogi Juran. Konsep Trilogi Juran merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. a Perencanaan Mutu Perencanaan mutu merupakan suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan, persyaratan, dan harapan tinggi tentang ciri-ciri produk serta mengembangkan proses yang tepat untuk menghasilkan produk sesuai dengan keinginan pelanggan. PTPN XIII telah menentukan standar mutu pada produk CPO dan inti sawit yang diproduksi. Standar ini ditentukan berdasarkan peninjauan dari konsumen dan kemampuan yang dapat dicapai perusahaan. Sayangnya, mutu yang ditentukan oleh perusahaan tidak diilhami dengan baik oleh seluruh karyawan kebun dan karyawan pabrik. Berdasarkan observasi dan wawancara, banyak karyawan tidak mengetahui betapa pentingnya menjaga mutu CPO dan inti sawit. Mereka hanya melaksanakan apa yang dikehendaki atasan tanpa mengetahui secara pasti tujuannya. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi kepada seluruh karyawan yang berperan dalam menjaga mutu selama pemanenan di kebun hingga pengolahan di pabrik. Sosialisasi dilakukan dengan menggambarkan tujuan mutu dengan jelas dan rinci kepada seluruh karyawan. Tujuan mutu harus disepakati dan dipahami oleh seluruh karyawan sehingga muncul kebersamaan tindakan untuk pencapaiannya. Pemahaman yang baik pada tujuan mutu akan memperkuat sistem internal dalam perusahaan terutama di pabrik-pabrik tempat produksi CPO dan inti sawit. Setelah tujuan mutu tersosialisasi dengan baik, perusahaan dapat maju ketahap identifikasi pelanggan. Identifikasi pelanggan bertujuan untuk mengenali pelanggan. Secara umum pelanggan dibagi menjadi dua yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah bagian dari perusahaan sendiri, sedangkan pelanggan eksternal merupakan pihak-pihak yang bukan merupakan bagian perusahaan tetapi terkena dampak kegiatan perusahaan. Pelanggan internal yang dimaksud adalah bagian- bagian mulai dari proses pengiriman TBS hingga menjadi produk CPO dan inti sawit dalam Suppy Chain Management SCM. b Pengendalian Mutu Pengendalian mutu merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang dilaksanakan akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Sistem ini mencakup seluruh proses yang ada. Saat ini, PMS Gunung Meliau telah mengaplikasikan Peningkatan Penghasilan Perbaikan Posisi Persaingan Penurunan Produk Cacat Peningkatan Laba Perusahaan Harga Lebih Tinggi Peningkatan Pangsa Pasar Penurunan Biaya Produksi Perbaikan Mutu 67 Tangki CPO Gudang Inti Sawit Kontrol Pembelian Komplain Devericarping Digestion Kernel Recovery Klarifikasi Lulus Perbaikan Mutu Perebusan Thresing Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Pengangkutan TBS Kontrol Penerimaan TBS Inspeksi Lulus Kontrol Pemanenan TBS Pemeriksaan Lulus Pengumpulan TBS Denda standar ISO 9001. Namun dalam operasionalnya, standar ISO 9001 tersebut belum diaplikasikan dengan maksimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian secara berkala untuk menjaga kualitas yang telah distandarisasikan pada standar ISO 9001. Kegiatan pengendalian terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu: mengevaluasi kinerja proses, membandingkan kinerja nyata proses dengan SOP, dan mengambil tindakan jika dijumpai adanya penyimpangan antara kinerja dan SOP. Skenario pengendalian yang dapat dilakukan oleh PTPN XIII secara Suppy Chain Management SCM dapat dilihat pada gambar 35. Gambar 35. Skenario pengendalian secara Suppy Chain Management SCM Kebun Transportasi Pengolahan Penyimpanan Konsumen 68 Mempertahankan Perbaikan Identifikasi Masalah Spesifikasi Masalah Pengumpulan Data Analisis Data Pembuatan Kesimpulan Tentatif Melakukan Percobaan Pemeriksaan Kesimpulan P Plan Do Check Action c Perbaikan Mutu Perbaikan mutu mengacu pada serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan CPO dan inti sawit yang ada menjadi lebih baik. Kegiatan perbaikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan pengendalian mutu dalam rangka pengembangan perusahaan. Program perbaikan mutu harus terorganisir dengan baik sehingga mampu merangsang munculnya ide-ide peningkatan mutu. Salah satu teknik yang dapat diaplikasikan di PMS Gunung Meliau adalah teknik Plan, Do, Check, Action PDCA. Siklus PDCA dapat dilihat pada gambar 36. Gambar 36. Siklus PDCA yang dapat diterapkan PMS Gunung Meliau Jaminan mutu dan produksi tidak akan terwujud jika pelaksanaan berbagai fungsi dalam perusahaan tidak dapat berjalan dengan baik. Bukti bahwa fungsi mutu telah berjalan dengan baik adalah dengan melaksanakan audit. Pada umumnya, audit dilakukan oleh pihak internal ataupun eksternal. Audit internal dilaksanakan oleh PTPN XIII, sedangkan audit eksternal dapat dilaksanakan oleh pihak kedua yaitu konsumen dan universitas terkemuka atau pihak ketiga yaitu lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi. Bentuk audit yang dapat dilaksanakan antara lain : audit mutu dan produksi, survei mutu dan produksi, dan audit produk. Audit mutu dan produksi merupakan tinjauan independen untuk membandingkan beberapa aspek kerja setiap stasiun pengolahan dengan SOP yang telah ditentukan. Survei mutu dan produksi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi prosedur dan kinerja dalam produksi CPO dan inti sawit. Audit produk adalah suatu evaluasi yang independen terhadap mutu dan produksi produk untuk menentukan kelayakan dan kesesuaian dengan standar yang telah ditentukan oleh perusahaan. Sebaiknya, orang yang melaksanakan audit bukan berasal dari karyawan dalam PMS Gunung Meliau agar mutu dan produksi CPO dan inti sawit dapat digambarkan secara objektif. Audit juga harus dilakukan secara berkala untuk menjaga konsistensi dan performa PMS Gunung Meliau. Do Check 69 Dalam merespon akan adanya sumber daya potensial yang dimiliki oleh PTPN XIII yang terdapat di Kebun inti Gunung Mas, diperlukan suatu tindakan nyata sehingga sumber daya potensial tersebut tidak dibiarkan dengan sia-sia. Kondisi pohon yang sudah tua yaitu telah berusia 22 tahun dan jumlah pohon yang sedikit yaitu berkisar 200 pohon, tentu tidak memungkinkan untuk menggunakan satu line proses di PMS Gunung Meliau karena bila dilihat dari sisi ekonomis pabrik sangat tidak efisien. Namun hal tersebut dapat disiasati dengan perancangan dan pembuatan pabrik skala pilot plan yang dikhususkan untuk mengolah pohon-pohon yang memiliki kadar betakaroten tinggi tersebut. Perancangan pabrik perlu dikolaborasikan antara pihak internal maupun eksternal. Kerjasama dengan pihak eksternal sangat diperlukan dalam aspek ilmu pengetahuan yang dapat membantu pihak internal yang lebih mengerti kondisi lingkungan kebun khususnya kebun inti Gunung Mas. Perancangan pabrik tidak harus diaplikasikan hingga proses hilir berupa produksi produk jadi yang dapat langsung dikonsumsi, namun perancangan dapat dilakukan hingga produksi produk setengah jadi berupa minyak sawit merah. Minyak sawit merah ini dapat menjadi bahan baku dalam pembuatan produk- produk turunan berikutnya seperti produk emulsi, farmasetikal, nutrasetikal, dan lain-lainnya. Kondisi masyarakat modern dengan tingginya permintaan produk-produk makanan kesehatan tentu akan merangsang permintaan produk berbahan dasar minyak sawit tinggi betakaroten dan mikronutrient lain sebagai salah satu produk kesehatan yang akan sangat diminati. Tingginya permintaan tersebut akan memicu banyak perusahaan yang bergerak di industri hilir kelapa sawit akan sangat berminat untuk bekerjasama dengan PTPN XIII sebagai satu-satunya pemilik pohon dengan kadar betakaroten 5-6 kali lebih banyak dari pohon-pohon biasa. Kondisi tersebut tentu sangat menguntungkan perusahaan karena posisi tawar PTPN XIII menjadi lebih tinggi sebagai satu-satunya pemilik pohon yang memiliki buah berkadar betakaroten tinggi. 70 VI. KESIMPULAN Keunggulan kompetitif menjadi orientasi dan tujuan bagi setiap perusahaan. Keunggulan kompetitif merupakan gabungan dari keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas yang saling berkaitan. Pertumbuhan dari keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas akan merangsang pertumbuhan dari keunggulan kompetitif. Keunggulan nilai dapat diartikan sebagai kualitas produk, sedangkan keunggulan produktivitas dapat diartikan sebagai cost per palm product. Untuk mencapai keunggulan nilai, produk CPO dan inti sawit diukur dalam beberapa aspek, antara lain : tingkat persentase kadar Asam Lemak Bebas ALB, persentase kadar air, dan persentase kadar kotoran. Sedangkan untuk mencapai keunggulan produktivitas, produk CPO dan inti sawit diukur berdasarkan cost per palm product yang dianalisis dari biaya operasional terhadap produk yang mampu diproduksi. Salah satu pabrik terbesar yang dimiliki oleh PTPN XIII adalah Pabrik Minyak Sawit PMS Gunung Meliau. Hingga saat ini, PMS Gunung Meliau menerima Tandan Buah Segar TBS dari kebun-kebun inti seperti kebun inti Gunung Meliau, kebun inti Sungai Dekan, dan kebun inti Gunung Mas. Selain itu, PMS Gunung Meliau juga mendapat suplai TBS dari kebun plasma dan kebun-kebun pihak ketiga. Kebun plasma adalah kebun yang dimiliki oleh masyarakat yang dikontrol oleh PTPN XIII, sedangkan kebun-kebun pihak ketiga dimiliki oleh masyarakat namun tidak dikontrol oleh PTPN XIII. Berdasarkan analisis data, hingga saat ini PMS Gunung Meliau sulit mencapai standar yang ditentukan oleh perusahaan baik dari sisi kualitas maupun produktivitas. Persentase kadar ALB, kadar air, dan kadar kotoran sebagai bagian dari keunggulan nilai yang merepresentasikan kualitas seringkali melebihi standar maksimal yang telah ditentukan oleh perusahaan. Selain itu, tingginya cost per palm product juga menjadi permasalahan yang sering kali muncul dari sisi produktivitas. Kualitas CPO dan inti sawit yang tidak memenuhi standar perusahaan dapat menurunkan kepercayaan dan kepuasan konsumen. Permasalahan-permasalahan tersebut akan menghambat perusahaan dalam mencapai keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem terpadu yang dapat mengontrol dan membantu ketercapaian keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas yang secara langsung akan meningkatkan keunggulan kompetitif. Salah satu solusi yang dapat diaplikasikan adalah dengan mengadaptasi sistem Supply Chain Management SCM hasil identifikasi permasalahan yang telah dipetakan secara mendalam. Sistem Supply Chain Management SCM adalah suatu sistem modern yang terintegrasi dan saling berkaitan yang dimulai dari hulu hingga ke hilir dalam suatu proses produksi. Sistem ini biasa diterapkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur. Namun kali ini, sistem SCM akan diterapkan pada perusahaan agrobisnis yang memiliki karakteristik khusus pada bahan bakunya. Identifikasi permasalahan dalam pembuatan SCM bersifat spesifik untuk tiap kebun dan pabrik. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, jarak, cuaca, kebijakan pemerintah setempat, dan sistem manajemen. Sistem SCM ini mengatur aliran bahan baku dari sumber pertama hingga siap diterima oleh konsumen. Dalam agribisnis yang bergerak di bidang perkelapasawitan, sistem SCM yang dirancang lebih menitikberatkan pada aliran suplai TBS sebagai bahan baku CPO dan inti sawit mulai dari pemanenan, pengiriman, pengolahan, penyimpanan, hingga siap untuk dipasarkan. Proses perancangan SCM melewati beberapa tahapan proses penting. Tahap pertama adalah melakukan observasi, pengumpulan data, dan wawancara di tempat-tempat yang berhubungan langsung dalam proses produksi CPO dan inti sawit. Data yang telah didapatkan kemudian dianalisis dalam melakukan proses identifikasi masalah. Identifikasi masalah yang ditemukan dapat diklasifikasikan dengan menggunakan diagram Ishikawa. Diagram Ishikawa akan menampilkan poin penting yang menjadi penyebab kualitas dan produktivitas yang dihasilkan tidak dapat mencapai standar perusahaan. Hasil identifikasi masalah ini akan menjadi dasar pembuatan sistem SCM yang 71 dimulai dari kebun hingga ke pabrik. Sistem SCM yang dirancang dibagi menjadi 3 bagian submodel berdasarkan kegunaan fungsi dengan variabel waktu. Ketiga Submodel tersebut adalah submodel SCM pada aspek operasioanal, submodel SCM pada aspek taktis, dan submodel SCM pada aspek strategis. Ketiga submodel ini diharapkan dapat menjadi penunjang dalam mencapai keunggulan kompetitif sehingga kepercayaan konsumen dan keuntungan perusahaan dapat meningkat dengan maksimal. 72 VII. SARAN Perancangan sistem Supply Chain Management SCM dilakukan dengan menggunakan tiga bentuk submodel berdasarkan kegunaan fungsi terhadap waktu. Submodel pertama adalah submodel SCM pada aspek operasional. Perancangan dalam aspek ini lebih berfokus pada aspek teknis yang dilakukan setiap hari selama proses pemanenan, pengiriman, hingga pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit. Saran yang dapat dilakukan antara lain : 1 Menyusun dan mengkoordinasikan waktu pengiriman TBS dari kebun-kebun inti, kebun plasma, dan kebun-kebun pihak ketiga. Penyusunan jadwal ini dapat mencegah terjadinya buah restan di pabrik dan dapat memaksimalkan kapasitas olah pabrik selama proses pengolahan. 2 Mengalokasikan waktu khusus minimal empat kali dalam sebulan untuk melakukan proses perawatan dan perbaikan mesin-mesin pengolahan. 3 Melakukan koordinasi waktu pemanenan dan waktu transportasi untuk mencegah buah tertinggal dan restan di kebun. Koordinasi ini disesuaikan dengan alokasi waktu penerimaan buah dari PMS Gunung Meliau yang dirancang berdasarkan jarak dan kondisi jalan selama pengiriman. 4 Meningkatkan efisiensi pengecekan TBS di kebun untuk menjaga efisiensi kerja di PMS Gunung Meliau. 5 Melaksanakan pemantauan kerja secara berkala berdasarkan SOP yang telah ditentukan perusahaan. Pemantauan dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang tidak disadari. 6 Melakukan pengontrolan tangki timbun CPO dan gudang inti sawit untuk menjaga produk tetap berkualitas baik. 7 Menerapkan prinsip First In First Out FIFO dalam proses pengiriman produk ke tangan konsumen. Submodel SCM pada aspek taktis menitikberatkan pada sistem teknis yang berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama daripada submodel SCM pada aspek operasional. Perancangan sistem ini meliputi pelatihan, perbaikan jalan, pelapisan TPH dengan semen, penggunaan terpal atau jejaring selama pengiriman, dan proses pemupukan. Saran yang dapat diberikan antara lain : 1 Memberikan pelatihan kepada karyawan kebun dan karyawan pabrik. Pelatihan ini diharapkan dapat menurunkan ketergantungan kepada mandor dan setiap karyawan dapat melakukan tindakan pengendalian apabila terjadi penyimpangan. 2 Memberikan pelatihan kepada pemilik kebun-kebun pihak ketiga untuk menjaga kualitas dan fraksi TBS yang dikirimkan. 3 Melakukan perbaikan jalan kebun secara menyeluruh. Perbaikan jalan harus disesuaikan dengan kondisi kendaraan berat lewat setiap harinya. Selain itu, perlu pula menentukan jalur khusus dalam proses pengiriman TBS untuk mencegah kerusakan jalan raya. Jalur khusus yang dipilih harus memadai untuk dilewati dan berjarak dekat. 4 Melapisi TPH dengan semen untuk menjaga kualitas TBS dan meminimalisir losis berondolan di kebun. 5 Perancangan stasiun blancing yang dapat berpindah-pindah untuk memberikan perlakukan pendahuluan pada TBS yang mengalami restan di kebun sehingga dapat meminimalisir pembentukan ALB. 6 Menerapkan penggunaan terpal atau jejaring pada setiap truk pengangkut untuk menghindari terjadinya buah jatuh selama perjalanan. 73 7 Pemberian pupuk dilaksanakan secara teratur dan tepat waktu untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas TBS di kebun. Submodel SCM terakhir adalah submodel SCM pada aspek strategis. Submodel SCM pada aspek strategis menitikberatkan pada sistem non teknis guna meningkatkan keuntungan perusahaan. Aspek ini berjangka waktu paling lama apabila dibandingkan dengan aspek sebelumnya. Aspek strategis merancang sistem yang bersifat strategis dalam menempatkan posisi perusahaan dimata konsumen dan para pesaing. Saran yang dapat diberikan antara lain : 1 Menentukan spesifikasi untuk menstimulasi perbaikan produk, mencegah dan menghilangkan hambatan perdagangan, meningkatkan daerah penjualan produk, dan memudahkan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. 2 Menerapkan sistem Total Quality Management TQM yang berfokus pada pengontrolan proses pengolahan dan kualitas di pabrik. Sistem TQM ini ditujukan untuk perbaikan mutu selama proses pengolahan sehingga kualitas CPO dan inti sawit dapat mencapai standar yang diharapkan perusahaan. 3 Melaksanakan audit yang dilaksanakan oleh pihak internal ataupun eksternal untuk menjaga konsistensi produk. 4 Mengadakan kerjasama dengan pihak ekternal untuk perancangan dan pembuatan pabrik minyak sawit skala pilot plan dalam memproduksi minyak sawit merah tinggi betakaroten dari pohon-pohon khusus yang berada di kebun inti Gunung Mas. 74 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Palm Oil. Http:www.rspo.euimagesrspo_pics_oil_palm_fruit4.jpg . [10 Desember 2010]. Anonim. 2003. Palm Oil. Http:www.rspo.euimagesrspo_pics_oil_palm_fruit5.jpg . [10 Desember 2010]. Anonim. 2005. Rancangan Pabrik Pengolahan Minyak Sawit Secara Umum di Indonesia. Http:www.duniakebun.co.cccrude_palm_oil_milling_process.jpg . [15 April 2011]. Anonim. 2010. Free Fatty Acids. Http:www.adm.comReaction_of_Palm_Oil.jpg . [15 Mei 2011]. Badrun M. 2008. Perkebunan Dalam Lintasan Zaman. Jakarta : Direktorat Jendral Perkebunan. Badrun M. 2010. Lintasan 30 Tahun Pengembangan Kelapa Sawit. Jakarta : Direktorat Jendral Perkebunan. Bangun Derom. 2006. Indonesian Palm Oil Industry. Http : www. oilseed. org pdf am _2006_ materials Bangun_Text . pdf . [ 10 April 2011] Balfas Jamal. 2008. Teknologi Pengolahan Batang Sawit Menjadi Produk Kayu Utuh. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Business Research Report. 2009. Development of Palm Oil in Indonesia. Http: www .datacon.co.id englishindex.php?option=com_contentview=articleid=1533Apalm-oil- industrycatid=373Aicn2009Itemid=108 . [15 April 2011]. Chopra S dan Meindl P. 2001. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. New Jersey : Prentice-Hall. Inc. Farris M T dan Hutchison P D. 2002. Cash to Cash: The New Supply Chain Management Metric. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management 32 4: 288-298. Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, dan Hartono R. 2006. Kelapa Sawit Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran . Jakarta :Penebar Swadaya. Gunstone F D. 2002. Production and trade of vegetable oils dalam Gunstone F D, editor. Vegetables Oils in Food Technology: Composition, Properties, and Use . Oxford: Blackwell Publishing Ltd. Hlm 1-58. Indrajit R E dan Djokopranoto R. 2002. Konsep Management Supply Chain Management: Strategi Mengelola Manajemen Rantai Pasokan Bagi Perusahaan Modern di Indonesia . Jakarta : PT. Grasindo. Kateran S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Lambert dan Cooper. 2000. Supply Chain Management dalam Van Der Vorst dan Beulens A J M. 2002. Identifying Source of Uncertainly to Generate Supply Chain Redesign Strategies. International Journal of Physical Distribution and Logistics Management 32 6: 409 – 430. Lee H dan Billington C. 1995. The Evolution of Supply-Chain-Management Models and Practice at Hewlett-Packard . Interfaces 255 : Sept - Oct. 75 Muchtadi T R. 1992. Karakterisasi komponen intrinsik utama buah sawit Elaeis guineensis, Jacq dalam rangka optimalisasi proses ekstraksi minyak dan pemanfaatan provitamin A . [Disertasi]. Bogor : Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Muhandri T dan Kadarisman D. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor : IPB Press. Naibaho, P M. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit. [PTPN XIII] Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara XIII. 2005. Proses Pengolahan Kelapa Sawit [Makalah Khusus]. Medan : Lembaga Pendidikan Perkebunan. [PTPN XIII] Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara XIII. 2009. Annual Report 2009. Jakarta : PTPN XIII. Porter M. 1998. On Competition. Massachusetts : A Harvard Business Review Book. Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Jakarta : Departemen Perindustrian. RSPO Supply Chain. 2002. Http:www.rspo.org?q=page516 . [14 April 2011]. Sumarto, W R. 2010. Bagaimana Membangun Perkebunan Sawit yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan . Pontianak : Pustaka Khatulistiwa. Suwardi R. 2001. Sistem Manajemen Mutu 9000:2000 : Penerapannya Untuk Mencapai TQM. Jakarta : Penerbit PPM. L Lampiran 1. Peta K Lampir Kalimantan Barat ran 3. Peta Kecam L matan Meliau LAMPIRA AN Lampiran 2 2. Peta Kabupaten Sanggai 76 77 Lampiran 4a. Peta kondisi Kebun Kelapa Sawit Blok Afdeling Kebun Jalan Blok Jalan Afdeling 78 Lampiran 4b. Keterangan dan rumus dari data operasional PMS Gunung Meliau No Uraian Penjelasan Rumus 1 Buah Diterima Buah yang diterima pabrik setiap harinya Bobot truk dan TBS - Bobot truk kosong 2 Jumlah TBS Buah yang diterima pabrik dari kebun inti, kebun plasma, dan kebun pihak 3 TBS kebun inti + TBS kebun plasma + TBS kebun pihak ketiga 3 Buah Restan Awal TBS yang tidak diproduksi hari sebelumnya - 4 Total TBS Hari Ini Jumlah TBS yang siap diolah Jumlah TBS + Buah Restan Awal 5 Buah Olah TBS yang diproduksi pada hari tersebut - 6 Buah Restan Akhir TBS yang tidak diproduksi pada hari tersebut - 7 Jam Mulai Pengolahan Waktu saat pabrik mulai mengolah TBS - 8 Jam Stop Pengolahan Waktu saat pabrik berhenti mengolah - 9 Jam Kerja Kalkulasi waktu pengolahan pabrik pada hari tersebut Jam Stop Pengolahan - Jam Mulai Pengolahan 10 Kapasitas Olah TBS yang mampu diolah setiap jamnya Buah Olah jam kerja 11 Produksi CPO Aktual Bobot CPO yang dihasilkan pada hari tersebut Berdasarkan pengukuran harian sonding 12 Produksi CPO Sesuai Anggaran RKAP Bobot CPO yang dapat dihasilkan pada hari tersebut jika dihitung berdasarkan rendemen anggaran RKAP bobot CPO s kebun inti + bobot CPO s kebun plasma + bobot CPO s kebun pihak ketiga Keterangan salah satu contoh : Bobot CPO s kebun inti = Bobot CPO s G.Meliau + Bobot CPO s G.Mas + Bobot CPO s S.Dekan Bobot CPO s G.Meliau = Rendemen CPO G.Meliau dari RKAP TBS yang diolah dari G.Meliau 13 Rendemen CPO Aktual Persentase CPO yang dihasilkan dari TBS yang diolah Produksi CPO aktual Buah diolah 14 Rendemen CPO Sesuai Anggaran RKAP Persentase CPO yang dapat dihasilkan dari TBS sesuai anggaran RKAP s pada hari tersebut Berdasarkan buku RKAP 15 Kadar ALB CPO tingkat asam lemak bebas yang terkandung dalam CPO ml KOH + N KOH + Bm. Asam Palmitat Bobot Contoh 16 Kadar air CPO tingkat air yang terkandung dalam CPO Bobot CPO setelah dioven Bobot CPO sebelum dioven 100 17 Kadar kotoran CPO tingkat kotoran yang terkandung dalam CPO Bobot kertas saring dan kotoran - Bobot kertas saring sesudah pengeringan Bobot contoh 100 18 Produksi inti sawit Aktual Bobot inti sawit yang dihasilkan pada hari tersebut Berdasarkan pengukuran harian sonding 19 Produksi inti sawit Sesuai Anggaran RKAP Bobot inti sawit yang dapat dihasilkan pada hari tersebut jika dihitung berdasarkan rendemen anggaran RKAP bobot inti sawit s kebun inti + bobot inti sawit s kebun plasma + bobot inti sawit s kebun pihak ketiga Keterangan salah satu contoh : Bobot inti sawit s kebun inti = Bobot inti sawit s G.Meliau + Bobot inti sawit s G.Mas + Bobot inti sawit s S.Dekan Bobot inti sawit s G.Meliau = Rendemen inti sawit G.Meliau dari RKAP TBS yang diolah dari G.Meliau 20 Rendemen Inti Sawit Aktual Persentase inti sawit yang dihasilkan pada hari tersebut Produksi inti sawit aktual Buah diolah 21 Rendemen Inti Sawit Sesuai Anggaran RKAP Persentase inti sawit yang dapat dihasilkan dari TBS sesuai anggaran RKAP s pada hari tersebut Berdasarkan buku RKAP 21 Kadar ALB inti sawit tingkat asam lemak bebas yang terkandung dalam inti sawit ml KOH + N KOH + Bm. Asam Palmitat Bobot Contoh 79 21 Kadar air inti sawit tingkat air yang terkandung dalam inti sawit Bobot contoh sebelum dioven - Bobot contoh sesudah dioven Bobot contoh 100 22 Kadar kotoran inti sawit tingkat kotoran yang terkandung dalam inti sawit Bobot kotoran Bobot contoh 100 23 Kadar Betakaroten Tingkat kadar betakaroten pada buah sawit [Absorbansi 446nm x 383 x volume pelarut ml] [100 x berat sampel gr] Lampiran 5. Kondisi kebun kelapa sawit 1 Lampiran 5. Kondisi kebun kelapa sawit 2 Lampiran 6. Tanaman kelapa sawit Lampiran 7. Kondisi kebun replanting 1 Lampiran 7. Kondisi kebun replanting 2 Lampiran 8. Tandan buah segar 1 80 Lampiran 8. Tandan buah segar 2 Lampiran 9. Kondisi jalan kebun yang rusak 1 Lampiran 9. Kondisi jalan kebun yang rusak 2 Lampiran 9. Kondisi jalan kebun yang rusak 3 Lampiran 9. Kondisi jalan yang rusak 4 Lampiran 9. Kondisi jalan yang rusak 5 81 Lampiran 10. Sistem pengangkutan buah Lampiran 11. Kecelakaan karena jalan yang rusak Lampiran 12. Buah restan 1 Lampiran 12. Buah restan 2 Lampiran 12. Buah restan 3 Lampiran 12. Buah restan 4 82 Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai 1 Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai 2 Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai 3 Lampiran 13. Kondisi TPH yang tak memadai 4 Lampiran 14. Berondolan yang tertinggal Lampiran 15. PMS Gunung Meliau 1 83 Lampiran 15. PMS Gunung Meliau 2 Lampiran 16. Stasiun Penimbangan 1 Lampiran 16. Stasiun penimbangan 2 Lampiran 17. Truk pengangkut yang melebihi kapasitas Lampiran 18. Kondisi loading ramp 1 Lampiran 18. Kondisi loading ramp 2 84 Lampiran 19. Proses penurunan TBS Lampiran 20. Proses sortasi TBS yang diterima Lampiran 21. Proses pemindahan TBS 1 Lampiran 21. Proses pemindahan TBS 2 Lampiran 22. Proses perebusan 1 Lampiran 22. Proses perebusan 2 85 Lampiran 22. Proses perebusan 3 Lampiran 23. Proses thresing 1 Lampiran 23. Proses thresing 2 Lampiran 23. Proses thresing 3 Lampiran 23. Proses thresing 4 Lampiran 23. Proses thresing 5 86 Lampiran 23. Proses thresing 6 Lampiran 23. Proses thresing 7 Lampiran 24. Proses digesting 1 Lampiran 24. Proses digesting 2 Lampiran 24. Proses digesting 2 Lampiran 24. Proses digesting 4 87 Lampiran 25. Proses derivercarping 1 Lampiran 25. Proses derivercarping 2 Lampiran 25. Proses derivercarping 3 Lampiran 25. Proses kernel recovery 1 Lampiran 25. Proses kernel recovery 2 Lampiran 25. Proses kernel recovery 3 88 Lampiran 25. Proses kernel recovery 4 Lampiran 25. Proses kernel recovery 5 Lampiran 25. Proses kernel recovery 6 Lampiran 25. Proses kernel recovery 7 Lampiran 26. Gudang penyimpanan inti sawit Lampiran 27. Ampas inti sawit 89 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 1 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 2 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 3 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 4 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 5 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 6 90 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 7 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 8 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 9 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 10 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 11 Lampiran 28. Proses klarifikasi CPO 12 91 Lampiran 29. Proses vacuum drying Lampiran 30. Tangki timbun CPO Lampiran 31. Pengujian kadar air Lampiran 32. Pengujian kadar ALB Lampiran 33. Pengujian kadar kotoan 1 Lampiran 33. Pengujian kadar kotoran 2 ANALISIS SISTEM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SCM DI KEBUN DAN PABRIK MINYAK SAWIT GUNUNG MELIAU, PTPN XIII, KALIMANTAN BARAT, DALAM RANGKA PENGINGKATAN KUALITAS DAN PRODUKTIVITAS CRUDE PALM OIL CPO DAN INTI SAWIT SKRIPSI MARVIN LUCKY F24070132 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ANALYSIS OF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SCM SYSTEM AT PALM PLANTATION AND PALM OIL FACTORY OF GUNUNG MELIAU, PTPN XIII, WEST BORNEO, IN ORDER TO IMPROVE QUALITY AND PRODUCTIVITY OF CRUDE PALM OIL CPO AND PALM KERNEL Marvin Lucky , Tien R Muchtadi , Khaswar Syamsu , Fajar Bumintoro Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 852 4975 4984, e-mail : marvin.lucky.itpgmail.com ABSTRACT Nowadays, supply chain management becomes one of popular systems that are used by companies for increasing profits and costumer trusts. The designing Supply chain management’s case study is implemented at palm oil factory of Gunung Meliau, PTPN XIII, West Borneo. This research by approaching through supply chain management system is focused on the process starting from harvesting of fresh fruit bunches up to producing a high quality and productivity of crude palm oil and palm kernel in accordance with the standart by PTPN XIII. This model is expected to be able to improve the company’s competitive advantage. Competitive advantage can be achieved through value advantage and productivity advantage. Value advantage can be reached through a process that produces high quality products, while productivity advantage is reflected in high-volume production with low-cost process for each unit. Supply chain management system is designed based on identification problems which are traced and observed during supplier research. Supply chain management system is built with three important aspects; those are operational aspect, tactical aspect, and strategic aspect. Supply chain management system is created for stimulating some scenarios about controlling and scheduling of harvesting, delivering, and producing; improving and repairing facilities and infrastructures; implementation of total quality management; and implementation of specification sets through periodic audit. Keywords : Supply Chain Management, Competitive advantage, Crude Palm Oil CPO, Palm kernel, identification problems Marvin Lucky. F24070132. Analisis Sistem Supply Chain Management SCM di Kebun dan Pabrik Minyak Sawit Gunung Meliau, PTPN XIII, Kalimantan Barat, Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Crude Palm Oil CPO dan Inti Sawit. Di bawah bimbingan Tien R Muchtadi, Khaswar Syamsu, dan Fajar Bumintoro 2011. RINGKASAN Indonesia sebagai salah satu negara agraris terbesar di dunia sangat bergantung pada sektor pertanian. Salah satu subsektor penting dari sektor pertanian adalah perkebunan yang memberikan kontribusi besar bagi devisa negara seperti karet, kopi, kelapa, kelapa sawit, dan kakao. Perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu perkebunan yang berkembang pesat selama beberapa dekade ini. Salah satu produsen minyak kelapa sawit di Indonesia adalah PT Perkebunan Nusantara XIII PTPN XIII yang bergerak dalam bidang usaha agroindustri dan agribisnis. Dalam era persaingan yang semakin ketat, diperlukan suatu strategi tepat untuk bisa terus bersaing dan mendapatkan keuntungan serta kepuasan konsumen yang maksimal. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah sistem Suppy Chain Management SCM. SCM merupakan suatu jaringan fasilitas yang bermula dari bahan mentah dan ditransformasikan menjadi bahan setengah jadi dan kemudian produk akhir serta pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi yang tepat. Pengambilan data dilakukan melalui observasi dan wawancara lapangan yang dilakukan pada bulan Maret – April 2011 di Kebun Sawit Inti Gunung Meliau, Sungai Dekan, Gunung Mas dan Pabrik minyak sawit PMS Gunung Meliau milik PTPN XIII. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem Supply Chain Management SCM dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas Crude Palm Oil CPO dan inti sawit produksi PMS Gunung Meliau. Keunggulan kompetitif dalam industri CPO dan inti sawit dapat dicapai bila rantai kegiatan dari kebun hingga konsumen terkelola dengan baik secara nilai maupun biaya. Keunggulan kompetitif dapat terwujud melalui keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas. Untuk mencapai keunggulan nilai, produk CPO dan inti sawit diukur dalam beberapa aspek, antara lain : tingkat persentase kadar Asam Lemak Bebas ALB, persentase kadar air, dan persentase kadar kotoran. Sedangkan untuk mencapai keunggulan produktivitas, produk CPO dan inti sawit diukur berdasarkan cost-per-palm product yang dianalisis dari biaya operasional terhadap produk yang mampu diproduksi. Berdasarkan kecenderungan data mutu dan produksi, hingga saat ini PMS Gunung Meliau sulit menghasilkan CPO dan inti sawit dengan kualitas tinggi dengan cost-per-palm product yang rendah. Kualitas dan cost- per-palm product yang didapat selama ini bersifat fluktuatif. Kondisi tersebut tentu tidak diharapkan karena dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan menurunkan keuntungan perusahaan. Dari data-data kualitas, hanya rata-rata persentase kadar kotoran CPO yang sama dengan standar maksimal dan hanya rata-rata persentase kadar ALB inti sawit yang berada dibawah standar maksimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Namun ditinjau secara harian, persentase kadar kotoran CPO produksi yang dihasilkan bersifat fluktuatif dan terdapat kecenderungan melebihi standar maksimalnya, sedangkan persentase kadar ALB inti sawit lebih rendah dari standar maksimalnya karena inti sawit memang bersifat lebih tahan terhadap cahaya, suhu, dan udara yang dapat mempengaruhi kenaikan ALB seperti yang dialami oleh CPO. Sementara itu, data-data produktivitas kebun dan pabrik yang diperoleh selama periode Maret 2011 juga tidak dapat memenuhi target perusahaan. Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas CPO dan inti sawit yang dihasilkan dan cost-per-palm product di PMS Gunung Meliau belum dapat memenuhi harapan dari perusahaan. Untuk mengatasi kasus yang terjadi di PMS Gunung Meliau, diperlukan suatu identifikasi mendalam untuk menemukan faktor-faktor permasalahan yang menjadi penyebab rendahnya kualitas CPO dan inti sawit dan tingginya cost-per-palm product. Survei dan observasi awal dilakukan di kebun penyuplai TBS hingga ke PMS Gunung Meliau seperti kebun inti Gunung Meliau, kebun inti Gunung Mas, kebun inti Sungai Dekan, kebun plasma, dan kebun dari pihak ketiga. Selain itu, dilakukan pula observasi pada kondisi jalan penghubung dari kebun menuju pabrik beserta transportasi yang digunakan selama pengangkutan. Dan yang terakhir adalah observasi kondisi PMS Gunung Meliau yang menghasilkan CPO dan inti sawit. Survei dan observasi kebun meliputi sistem manajemen kebun, tata cara pemanenan, sistem perawatan tanaman menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan, sistem premi, kondisi lingkungan, kondisi jalan, jarak dari kebun menuju pabrik, sistem pengangkutan TBS, jumlah TBS yang dikirimkan, luas areal kebun, luas areal tanaman menghasilkan, dan luas areal tanaman belum menghasilkanreplanting. Survei dan observasi kondisi jalan penghubung meliputi kondisi jalan blok, kondisi jalan panen, kondisi jalan raya menuju pabrik, sistem pengiriman buah, jenis transportasi yang digunakan, dan manajemen pengiriman. Survei dan observasi yang dilakukan di PMS Gunung Meliau meliputi sistem manajemen pabrik, sistem penerimaan TBS, sistem sortasi, waktu pengolahan TBS, proses pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit, sistem pembersihan pabrik, dan perawatan alat- alat produksi. Pemetaan masalah dan hubungan antarvariabel digunakan sebagai landasan dalam membangun model Supply Chain Management SCM dalam agribisnis kelapa sawit. Model ini merupakan abstraksi dari sistem nyata perjalanan TBS mulai dari dipanen dalam kebun, diangkut ke pabrik, diolah menjadi CPO dan inti sawit, penyimpanan, dan sampai ke tangan berikutnya. Perancangan model diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi dengan merancang waktu yang cepat dan dapat menurunkan cost-per-palm product dengan merancang sistem pemanenan, pengiriman, dan pengolahan secara tepat. Model SCM yang dibangun terdiri atas tiga submodel, yaitu : submodel SCM aspek operasional, submodel SCM aspek taktis, dan submodel SCM aspek strategis. Perbedaan dari ketiga jenis submodel ini berdasarkan rentang waktu pelaksanaan sistem. Submodel SCM aspek operasional menggunakan horizon waktu harian untuk menggambarkan permasalahan operasional. Submodel SCM aspek taktis menggunakan horizon waktu bulanan untuk menggambarkan permasalahan taktis. Dan submodel SCM aspek strategis menggunakan horizon waktu tahunan untuk menggambar permasalahan strategis. Submodel SCM pada aspek operasional lebih berfokus pada aspek teknis yang dilakukan setiap hari selama proses pemanenan, pengiriman, hingga pengolahan TBS menjadi CPO dan inti sawit. Pemodelan ini memberikan skenario dalam menyusun dan mengkoordinasikan waktu pengiriman dan pengolahan TBS, mengalokasikan waktu untuk perawatan mesin-mesin pengolahan, meningkatan efisiensi pengecekan TBS di kebun dan pemantauan kerja berdasarkan SOP di pabrik, melakukan pengontrolan tangki timbun CPO dan gudang inti sawit, dan menerapkan prinsip First.In.First.Out FIFO dalam proses pengiriman produk ke tangan konsumen. Submodel SCM pada aspek taktis menitikberatkan pada sistem teknis yang berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama daripada submodel SCM pada aspek operasional. Perancangan sistem ini meliputi pelatihan, perbaikan jalan, pelapisan TPH dengan semen, penggunaan terpal atau jejaring selama pengiriman, dan proses pemupukan. Submodel SCM terakhir adalah submodel SCM pada aspek strategis. Aspek ini berjangka waktu paling lama apabila dibandingkan dengan aspek sebelumnya. Skenario dari submodel SCM aspek strategis antara lain : penentuan yang dijadikan acuan kebun dan pabrik, penerapan sistem Total Quality Management TQM, pelaksanaan audit secara berkala 1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang