Studi implementasi sistim biosecurity dan biosafety karantina hewan pusat di Timor Leste

STUDI IMPLEMENTASI SISTEM BIOSECURITY DAN
BIOSAFETY DI KARANTINA HEWAN PUSAT
TIMOR LESTE

OLAVIO MORAIS

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Implementasi
Sistim Biosecurity dan Biosafety di Karantina Hewan Pusat Timor Leste adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Olavio Morais
B04084801

ABSTRAK
OLAVIO MORAIS. Studi Implementasi Sistim Biosecurity dan Biosafety di
Karantina Hewan Pusat Timor Leste. Dibimbing oleh I WAYAN TEGUH
WIBAWAN dan ABDUL ZAHID ILYAS.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kondisi sumber daya manusia dan
implementasi sistem biosecurity dan biosafety di Karantina Hewan Pusat Timor
Leste. Penilitian ini dilakukan berdasarkan observasi dan wawancara responden
dengan mengunakan kuisioner dan checklist. Hasil evaluasi studi menunjukan
bahwa kondisi sumber daya manusia di Karantina Hewan Pusat Timor Leste
belum memadai berdasarkan fungsi dan luasan wilayah kerjanya. Hasil evaluasi
Implementasi sistim biosecurity dan biosafety di Karantina Pusat Timor Leste
juga masih pada tingkat kategori sedang. Beberapa saran yang dapat diberikan
dari studi ini, yakni meningkatkan jumlah dan kualitas sumber daya manusia serta
pembenahan bangunan dan fasilitas karantina hewan.
Kata kunci: Biosecurity, Biosafety, Karantina Hewan, Timor Leste


ABSTRACT
OLAVIO MORAIS. Study of Implementation Biosecurity and Biosafety System
at the Centre of Animal Quarantine in Timor Leste. Supervised by I WAYAN
TEGUH WIBAWAN and ABDUL ZAHID ILYAS.

The aim of this study was to evaluate of the human resources condition and
implementation of biosecurity and biosafety system at the Center of Animal
Quarantine in Timor Leste. The study was conducted with observation and
respondent interview by using questionnares and checklist. The result of this study
showed that there were still lack in human resources. The implementation of
biosecurity dan biosafety system at the Center of Animal Quarantine in Timor
Leste was still at a moderate level as well. From this study, some suggestions are
provided such as to increase the number and the quality of human resources and
to optimalize the use of animal quarantine.
Keywords: Animal Quarantine, Biosafety, Biosecurity, Timor Leste

STUDI IMPLEMENTASI SISTEM BIOSECURITY DAN
BIOSAFETY KARANTINA HEWAN PUSAT
DI TIMOR LESTE


OLAVIO MORAIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Studi Implementasi Sistim Biosecurity dan Biosafety Karantina
Hewan Pusat Di Timor Leste
Nama
: Olavio Morais
NIM
: B04084801


Disetujui oleh

Prof.Dr.drh. I W.T. Wibawan,MS
Pembimbing I

drh A. Zahid Ilyas, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Tanggal Lulus:

Judu! Sluipsi: Studi Jmp!ementasi Sistim Biosecurity dan Biosafety Karantina
Hewan Pusat Di Timor Leste
: Olavio Morais

Nama
: B04084801
NlM

Disetujui oleh

Prof.Dr.drh. I W.T. Wibawan,MS
Pembimbing I

セ@

drlf:;( Zahid Ilyas, MSi
Pembimbing II

o MS Ph.D APVet

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
penelitian yang berjudul „ Studi Implementasi Sistem Biosecurity dan Biosafety di
Karantina Hewan Pusat Timor Leste‟.
Timor Leste merupakan Negara baru yang masih sangat minim dalam
penyediaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia (SDM) yang
menunjang dalam upaya penegakkan tindakan biosecurity dan biosafety yang
ketat. Hal ini yang mendorong penulis tertarik untuk mengkaji implementasi
biosecurity dan biosafety sebagai upaya pencegahan strategis terhadap dampak
kemungkinan penyebaran penyakit hewan dan bahaya hayati lainnya di Timor
Leste.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
Prof.Dr.drh. I wayan Teguh Wibawan, MS selaku dosen Pembimbing I dan drh.
Abdul Zahid Ilyas, MS selaku pembing II atas segala arahan dan bimbingan
sebelum, selama hingga akhir penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada drh. Srihadi Agungpriyono Ph.D PAvet Sebagai Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. drh.
Nurhidayat, MS, PAvet selaku dosen pembimbing akademik atas segala
bimbingannya. Ucapan terima kasih kepada drh. Rui Daniel de Carvailho selaku
Direktur Nasional Karantina dan Biosecurity Timor Leste atas izin pelaksanaan
penelitian ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada drh. Manuel da Costa

selaku Kepala Karantina Hewan Timor Leste beserta seluruh staf medik dan
paramedik veteriner atas segala bantuan dan kerja samanya.
Ucapan terima kasih kepada Komunitas Salesian Don Bosco (Australia,
Timor Leste, Indonesia), Ucapan terima Kasih kepada Mr. Adrian and Luoise,
Mrs. Libby dan semua teman-teman di Denmark (Autralia) serta Keluarga tercinta
dan teman-teman seperjuangan atas segala dukungan semangat moril dan materil
selama ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna namun penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi khalayak umum yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2013
Olavio Morais

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Hipotesis

3

METODE

3


Waktu dan Lokasi Penelitian

3

Jenis dan Sumber Data

3

Model Pengumpulan Sampel

3

Penilaian Tingkat Biosecurity dan Biosafety

4

Model Analisis (Analisis Deskriptif)

4


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Karakteristik Pegawai Karantina Hewan Pusat di Timor Leste

5

Penilaian Aspek Biosecurity Karantina Hewan

7

Penilaian Aspek Biosafety Karantina Hewan

8

Penilaian Aspek Bangunan dan Fasilitas di Karantina Hewan

10


Penilaian Kategori Implementasi Biosecurity dan Biosafety

11

Kemungkinan Dampak Implementasi system Biosecurity dan Biosafety
Karantina Hewan di Timor Leste
Penyebaran Penyakit Hewan
Invasive Species Animal (Invasive Alien Species)
Agen Senjata Biologis (Bioweapons)
SIMPULAN DAN SARAN

12
12
13
13
14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1 Distribusi Karakteristik Pegawai Karantina Hewan Pusat di Timor
Leste
2 Jenis dan Kategori Penyimpangan pada aspek biosecurity Karantina
Hewan Pusat di Timor Leste
3 Jenis dan Kategori Penyimpangan pada aspek biosafety Karantina
Hewan Pusat di Timor Leste
4 Jenis dan Kategori Penyimpangan pada aspek tindakan Karantina
Hewan Pusat di Timor Leste
5 Jenis dan Kategori Penyimpangan pada aspek fasilitas dan bangunan
Karantina Hewan Pusat di Timor Leste
6 Jumlah Penyimpangan Implementasi Sistim Biosecurity dan Biosafety
Karantina Hewan Pusat di Timor Leste
7 Model Evaluasi Kategori Implementasi Sistem biosecurity dan
biosafety Karantina Hewan

4
7
8
9
10
11
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kerangka Pemikiran Studi Implementasi Biosecurity dan Biosafety
Karantina Hewan di Timor Leste
2 Kuisioner dan checklist Penelitian

16
17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Era globalisasi dan perdagangan bebas memudahkan perpindahan penyakit
dari satu wilayah ke wilayah lain atau bahkan antar benua dalam waktu relatif
singkat. Batas antar wilayah hampir tidak ada berkaitan dengan kemajuan
berbagai aspek kehidupan terutama di bidang teknologi transportasi. Hal ini dapat
menimbulkan munculnya beragam isu global yang dapat mempengaruhi
perdagangan internasional, keamanan dan kesehatan masyarakat, keamanan
pangan, degradasi lingkungan, ancaman penyakit eksotik serta berbagai bahaya
hayati lainnya. Hal ini menuntut tindakan karantina hewan yang ketat untuk
mencegah perpindahan bibit penyakit dan biohazard lainnya antar wilayah.
Penyebaran penyakit hewan dan ancaman bioteroris dewasa ini ramai
diberitakan dimana pada era globalisasi ini, perubahan status dan situasi penyakit
berlangsung sangat cepat dan sulit dihindari sehingga mampu melintasi negara
atau beberapa negara tanpa batas (tansboundary disease). Jones et al. (2008)
menyatakan bahwa terdapat 1415 spesies organisme patogen pada manusia,
61,3% dari emerging infectious diseases maupun re-emerging infectious disease
diklasifikasikan zoonosis dan 71.8 % dari zoonosis tersebut bersumber dari satwa
liar. Data dari Center of Disease Control (CDC) dan Badan Kesehatan Hewan
Dunia (World Animal Health Organization/Office International of Epizootic/OIE)
merilis ± 80 % patogen zoonotik digunakan sebagai agen bioterorisme
(bioweapons agent). Data ini mengindikasikan bahwa pentingnya implementasi
bisecurity dan biosafety yang maksimum dan kontinyu, sebagai salah satu konsep
strategis pencegahan bibit penyakit dan biohazard melalui karantina hewan.
Menurut Azari (2007), Karantina hewan sebagai Port of Entry, yang
memiliki peran penting dan strategis khususnya dalam hal pengawasan lalu lintas
perdagangan hewan dan produk hewan serta bahan hayati lainnya yang bertujuan
untuk melindungi kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.
Sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-undang RI.No.18 tahun 2009,
bahwa karantina hewan adalah tindakan sebagai upaya pecegahan masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit hewan dari luar negeri dan dari suatu area ke area
lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik
Indonesia. Selanjutnya Biosecurity adalah kondisi dan upaya untuk memutuskan
rantai masuknya agen penyakit ke induk semang dan atau untuk menjaga agen
penyakit yang disimpan dan diisolasi dalam suatu laboratorium tidak
mengkontaminasi atau disalahgunakan, misalnya tujuan untuk bioterorisme.
Atlas dan Reppy (2005) menyatakan bahwa harmonisasi peraturam
internasional memerlukan implemetasi biosecurity yang ketat guna mengurangi
risiko bioterosist. Sama seperti pada sistem keamanan yang lainnya diperlukan
kerja sama yang baik dan kuat dalam menerapkan sistim kontrol akses bahayabahaya pathogen, program transparansi biodefense, asistansi dan transfer teknolgi
kepada negara-negara berkembang untuk meningkatkan biosecurity dan biosafety,
meningkatkan kesadaran secara global dari penyalagunaan ilmu melalui terrorist
dan pengembangan ketaatan terhadap etika.

2
Timor Leste merupakan Negara baru, yang masih minim dalam hal
penyediaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia (SDM) yang
menunjang, dalam upaya implementasi sistem biosecurity dan biosafety yang
maksimun dan berkesinambungan. Hal ini mengambarkan bahwa Timor Leste
merupakan salah satu negara yang berisiko terhadap kemungkinan dampak
penyebaran penyakit hewan maupun bahaya hayati lain dari sudut pandang
geografis.
Berdasarkan letak geografis, Timor Leste berada di antara Negara
Kesatuan Republik (NKRI) dan Australia, baik secara maritim, daratan maupun
lalu lintas udara. Hal ini berarti bahwa Timor Leste merupakan salah satu Negara
berpotensi terhadap risiko kemungkinan dampak penyebaran penyakit hewan dan
ancaman hayati yang dimaksud. Risiko-risiko tersebut dapat berupa penyakit
hewan eksotik (exotic diseases), ancaman senjata biologis (bioweapons terrorist)
dan masuknya spesies atau hewan lain yang invasive (Invasive alien spesies/IAS)
yang akan mengancam keberadaan flora dan fauna endemik di Timor Leste.
Menurut hasil observasi OIE (2005) bahwa jalur perdangangan merupakan
salah satu faktor pendukung terhadap berkembangnya invasive alien species atau
invasive animals species di seluruh dunia. Hal ini berhubungan dengan komoditas
ekspor maupun impor melalui sarana transportasi, oleh karena itu OIE
menghimbau kepada seluruh karantina wilayah maupun negara untuk memberi
perhatian penuh, dalam hal menjaga kontrol ekspor dan impor komoditi yang
berisiko. Selain itu diminta kerja sama dari semua stakeholders untuk transparan
dan aktif berpartisipatif dalam memberikan informasi terkait IAS.
Pentingnya bahaya-bahaya yang dimaksud perlu ketegasan pemerintah
Timor Leste dalam mengambil langkah kebijakan maksimum terhadap Badan
Karantina Hewan, dalam praktek Inplementasi System Biosecurity dan Biosafety
yang ketat. Kebijakan yang strategik dan komitmen transparansi yang dibangun
akan menjadi salah satu kunci pemerintah Timor Leste dalam menciptakan
stabilitas keamanan hayati (biodefence) terhadap keamanan, keselamatan dan
kesehatan manusia, hewan serta lingkungan. Hal ini tentunya turut serta
mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat Timor
Leste ke arah yang lebih baik, yang mengacu pada visi dan misi Badan Kesehatan
Hewan Dunia (WAHO/OIE) sebagaimana dituangkan dalam persetujuan Sanitary
dan Physosanitary (SPS) oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization/WTO).
Perumusan Masalah
Penelitian ini mengkaji dampak kemungkinan penyebaran penyakit hewan
di Timor Leste. Permasalahan utama yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana ketersediaan sumber daya manusia khususnya tenaga medis
dan para medis kesehatan hewan di Karantina hewan Timor Leste?
2. Bagaiman sarana dan prasarana penunjang di instalasi-instalasi karantina
hewan?
3. Penyakit hewan eksotik dan strategis apa saja yang menjadi perhatian
serius di Timor Leste?
4. Apa dampak ekonomi (bisnis peternakan) terhadap isu penyakit hewan
selama ini?
5. Apa dampak ekologi pasca kemerdekaan di Timor Leste?

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kondisi sumber daya manusia dan
implementasi sistem biosecurity dan biosafety terhadap pelaksaan kegiatan dan
fasilitas penunjang di Karantina Hewan Pusat Timor Leste, melalui observasi dan
wawancara responden dengan mengunakan kuisioner dan checklist.
Manfaat Penelitian
Hasil evaluasi ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Pemerintah
Timor Leste, khususnya para pengambil kebijakan di Badan Karantina Hewan
tentang pentingnya penerapan sistim biosecurity dan biosafety yang maksimum
dan berkesinambungan. Hasil evaluasi ini juga dapat dijadikan sebagai informasi
atau acuan kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, penentu kebijakan
dan para stakeholders lainnya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dan penyediaan fasilitas instalasi karantina dan sarana penunjang lain yang
memadai.

Hipotesis
Implementasi sistem biosecurity dan biosafety di Karantina Hewan Pusat
Timor Leste baik. Implementasi yang baik akan meminimalisir kemungkinan
dampak penyebaran penyakit hewan dan ancaman biohazard lainnya terhadap
keamanan dan kesehatan manusia, hewan dan lingkungan di Timor Leste.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di
Kementerian Pertanian dan Perikanan, Direktorat Nasional Karantina dan
Biosecurity, Departemen Karantina Hewan Pusat di Bandara Internasional
Presiden Nicolao Lobato, Comoro, Dili - Timor Leste.
Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian ini berupa survei langsung ke lokasi penelitian dengan
sumber data primer. Pengumpulan data secara primer yang diperoleh langsung
dari responden (seluruh staf medik dan paramedik veteriner) sebagai pemangku
jabatan di Departemen Karantina dan Biosecurity Timor Leste khususnya
Departemen Karantina Hewan. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan
mengunakan pertanyaan/kuisioner serta checklist yang terstruktur sesuai dengan
tujuan penelitian (Contoh kuisioner dan checklist dapat dilihat pada Lampiran 2).

4
Model Pengumpulan Data
Jenis penelitian ini berupa survei langsung ke lokasi penelitian dengan
seumber data primer. Pengumpulan data secara primer yang diperoleh langsung
dari responden (seluruh staf medik dan paramedik veteriner) sebagai pemangku
jabatan di Departemen Karantina dan Biosecurity Timor Leste khususnya
Departemen Karantina Hewan. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan
mengunakan pertanyaan/kuisioner serta checklist yang terstruktur sesuai dengan
tujuan penelitian (Contoh kuisioner dan checklist dapat dilihat pada Lampiran 2).
Model Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih
langsung seluruh staf medik dan paramedik veteriner (10 orang) yang
berhubungan langsung dengan kinerja di wilayah Karantina Hewan Timor Leste,
yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian. Jumlah instalasi karantina
yang menjadi obyek penelitian terdiri dari tiga wilayah strategis pintu masuk
Timor Leste yakni Perbatasan Darat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dan Timor Leste, Pelabuhan Laut dan Bandara Udara Internasional Presidente
Nicolao Lobato.
Penilaian Tingkat Biosecurity dan Biosafety
Kondisi biosecurity dan biosafety ini dinilai berdasarkan penyimpanganpenyimpangan yang terjadi baik terhadap tindakan karantina maupun fasilitas
penunjang di Karantina Hewan Pusat Timor Leste. Penyimpangan-penyimpangan
yang dimaksud dikelompokkan ke dalam empat kategori, yakni minor, mayor,
serius dan kritis. Keempat kategori penyimpangan dinilai berdasarkan jenis
penyimpangan yang disusun dengan pernyataan negatif terkait risiko penyebaran
penyakit hewan. Kategori minor yaitu penyimpangan tidak berpengaruh langsung
terhadap Karantina Hewan dan mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif
kecil, kategori mayor yaitu penyimpangan tidak berpengaruh langsung terhadap
Karantina Hewan dan mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif sedang,
kategori serius menunjukkan bahwa penyimpangan berpengaruh langsung
terhadap Karantina Hewan dan mempunyai risiko penyebaran penyakit relatif
sedang serta kategori kritis menunjukkan bahwa penyimpangan berpengaruh
langsung terhadap Karantina Hewan dan mempunyai risiko penyebaran penyakit
relatif besar. Hasil evaluasi dibagi dalam tiga tingkat yaitu baik, sedang dan
buruk berdasarkan akumulasi penyimpangan yang ditemukan dari hasil
wawancara responden dan observasi langsung di Karantina Hewan Pusat Timor
Leste.
Model Analisis (Analisis Deskriptif)
Data yang diperolah dari responden dianalisa secara deskriptif untuk
memberikan gambaran evaluasi kondisi sumber daya manusia dan implementasi
sistem biosecurity dan biosafety di Badan Karantina Hewan dan Biosecurity
Timor Leste.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pegawai Karantina Hewan Pusat di Timor Leste
Karakteristik pegawai Karantina Hewan Pusat di Timor Leste yang
digambarkan dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, status pekerjaan,
pendidikan, pengalaman kerja, usaha atau pekejaan sambilan, curahan waktu kerja
dan pengalaman keikutsertaan dalam pelatihan tentang perkarantinaan. Penelitian
ini di lakukan langsung di wilayah karantina Pusat terhadap pegawai atau staf
aktif yang bertindak sebagai medik maupun paramedik veteiner. Distribusi
karakteristik ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Pegawai Karantina Hewan Pusat di Timor Leste
Karakteristik
Umur
< 30 tahun
30 - 50 tahun
> 50 tahun
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
SD/ sederajat
SMP/ sederajat
SMU/ sederajat
Diploma
Sarjana
Dokter hewan
Master
Doktor

Status Pegawai
Pegawai negeri
Pegawai honorer
Pengalaman Kerja
< 1 tahun
1-3 tahun
≥ 3 tahun
Pengalaman Keikutsertaan Pelatihan
Pernah
Belum pernah
Curahan Waktu Kerja
≤ 8 jam
8 - 10 jam
> 10 jam
Pekerjaan Sambilan
Ada
Tidak ada
Sumber : Hasil Responden dari Kuisioner Penelitian di Lapangan

Jumlah

Persentase (%)

2
8
-

20
80
-

9
1

90
10

1
6
3
-

10
60
30
-

10
-

100

8
2

80
20

8
2

80
20

10
-

100
-

2
8

20
80

Sumber daya manusia yang dimiliki oleh Karantina Hewan Pusat Timor
Leste sebanyak 10 orang, dengan spesifikasi dan karakteristik seperti terlihat pada
Tabel 1. Sebagian besar staf medik dan paramedik veteriner Karantina Hewan
Pusat Timor Leste (80%) termasuk dalam kategori usia produktif, yakni berumur
antara 30-50 tahun, sementara yang termasuk dalam kategori usia sangat produktif

6
yakni berumur kurang dari 30 tahun sebesar 20 %. Gambaran kondisi usia staf
medik dan paramedik veteriner Karantina Hewan yang mayoritas dalam kategori
usia produktif ini memungkinkan pengembangan pengetahuan, ketrampilan dan
adopsi inovasi baru dalam rangka peningkatan kualitas kerja di Karantina Hewan
lebih mudah dilakukan.
Staf medik dan paramedik veteriner terdiri dari 9 orang laki-laki (90 %)
dan 1 orang perempuan (10 %). Jumlah ini belum ideal apabila dikaitkan dengan
luasan wilayah kerja karantina. Karantina Hewan Pusat mewadahi 4 wilayah kerja
strategis sehingga dipandang perlu untuk menambah sumber daya manusia
sekurang-kurangnya 5 orang per wilayah. Proporsi perempuan diharapkan per
masing-masing wilayah minimal 1 orang dari total staf baru yang direkrut baik
sebagai tenaga laboratorium, administrasi maupun pelaksana teknis di lapangan.
Mayoritas tingkat pendidikan staf medik dan paramedik di Karantina Hewan
Pusat Timor Leste adalah sarjana (60%) dan dokter hewan (30%). Tingkat
pendidikan dapat berpengaruh terhadap kemampuan teknis maupun manajerial.
Staf dengan pendidikan yang lebih tinggi diharapkan akan memiliki pengetahuan
yang luas serta kemapuan majerial yang lebih baik dari yang berpendidikan lebih
rendah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan melalui
program capacity building yang berkelanjutan, baik melalui pendidikan formal
maupun seminar dan pelatihan-pelatihan singkat.
Seluruh staf medik dan paramedik veteriner di Karantina Hewan Pusat
Timor Leste (100 %) berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Status kepegawaian
staf ini diharapkan berpengaruh terhadap kualitas kerja sehingga memiliki kinerja
yang lebih baik.
Mayoritas pengalaman kerja staf medik dan paramedik veteriner di
Karantina Hewan Pusat Timor Leste adalah 1-3 tahun (80 %) dan sisanya (20 %)
memiliki pengalaman kerja ≥ 3 tahun. Masa kerja staf berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan. Staf dengan masa kerja lebih lama tentunya
memiliki pengetahuan, ketrampilan, manajerial serta pelayanan yang lebih baik
dari pada staf yang baru. Mengingat kondisi pengalaman kerja mayoritas staf
medik dan paramedi veteriner Karantina Hewan pusat Timor Leste relatif baru
maka perlu ditingkatkan kualitasnya baik melalui pendidikan formal maupun non
formal (pelatihan dan seminar) terkait dengan aspek perkarantinaan.
Seluruh staf medik dan paramedik veteriner memiliki curahan waktu kerja
yang sama yakni 8 jam perhari (100 %). Curahan waktu kerja dapat berpengaruh
terhadap kualitas pelayanan baik pelayanan administratif di kantor maupun teknis
di lapangan. Curahan waktu kerja 8 jam per hari sudah ideal sesuai dengan aturan
yang berlaku untuk setiap pegawai negeri dari pemerintah setempat.
Berdasarkan hasil survei terdapat 2 orang (20 %) staf medik dan paramedik
veteriner yang memiliki pekerjaan lain selain pekerjaan utama sebagai staf
karantina hewan. Meskipun jumlah staf yang memiliki kerja sampingan hanya
berjumlah 2 orang namun perlu mendapat perhatian yang serius dari pemeritntah.
Staf yang memiliki pekerjaan lain akan berpengaruh terhadap efisiensi dan
efektifitas kerja dimana staf yang hanya bekerja di karantina hewan lebih fokus
pelayanan kerja dibandingkan dengan yang memiliki pekerjaan lain. Hal ini
menunjukkan bahwa perlu ditingkatkan kesejahteraan staf, sehingga curahan
waktu kerja dapat dioptimalkan di lingkungan karantina hewan.

7
Penilaian Aspek Biosecurity Karantina Hewan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan penyimpanganpenyimpangan dari aspek biosecurity pada Karantina Hewan Pusat di Timor
Leste. Penyimpangan-penyimpangan dimaksud dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan Kategori Penyimpangan pada Aspek Biosecurity Karantina
Hewan Pusat di Timor Leste
Kategori

Jenis Penyimpangan

Kritis

Instalasi kandang isolasi tidak terpisah pada satu area
Tidak dilakukan screening test di instalasi kandang sementara
sebelum keluar dari area karantina
Tidak dilakukan pemusnahan terhadap hewan atau produk asal hewan
yang terindikasi berbahaya
Tidak dilakukan isolasi terhadap hewan yang masuk melalui karantina
hewan
Alat transportasi hewan atau produk asal hewan yang masuk /keluar
dari Timor Leste tidak diperiksa sebelum melintasi batas area
karantina hewan ke tempat tujuan
Alat transportasi yang masuk atau keluar di wilayah karantina hewan
tidak disucihamakan (spraying and dipping)
Pengunjung atau tamu yang masuk/keluar ke wilayah karantina tidak
dilakukan program disinfeksi (pintu masuk/keluar)
Tidak dilakukan disinfeksi pada semua peralatan yang digunakan oleh
petugas karantina
Lama tindakan isolasi tidak sesuai dengan aturaan tentang
perkarantinaan
Kandang isolasi tidak dipagari guna menghindari pengunjung yang
tidak berkepentingan
Areal karantina tidak dibersihkan dengan desinfektan
Kandang isolasi dan penampungan hewan sementara tidak dibersihkan
dengan desinfektan
Tidak ada peringatan atau tanda pada pagar/pintu masuk kandang
isolasi
Jumlah Penyimpangan

Serius

Mayor

Minor

T

Y














7

6

Keterangan : T = Tidak, Y = Ya
Pada Tabel 3 terlihat, dari 13 pernyataan jenis penyimpangan ditemukan 6
jenis penyimpangan atau tidak dilakukan kegiatan yang seharusnya
diimplementasikan di Karantina Hewan Pusat Timor Leste sebagaimana diakui
responden. Keenam jenis penyimpangan tersebut masing-masing dalam kategori
kritis (2 jenis), serius (2 jenis), mayor (1 jenis) dan minor (2 jenis). Tujuh jenis
kegiatan lainnya menurut responden dapat diimplementasikan, artinya tidak
terjadi penyimpangan.
Biosecurity merupakan salah satu tindakan yang penting dan strategis guna
mencegah masuk atau keluarnya suatu penyakit atau bahaya hayati lain ke suatu
wilayah atau negara yang bebas, oleh karena itu perlu implementasi sistem
biosecurity yang maksimun dan berkelanjutan guna mencegah bahaya penyebaran
penyakit dan bahan hayati lainnya. Elemen dasar biosecurity antara lain isolasi,
pembersihan dan desinfeksi dan pengaturan lalulintas (FAO 2008).

8
Menurut UU RI No. 18 tahun 2009, Biosecurity adalah kondisi dan upaya
untuk memutuskan rantai masuknya agen penyakit ke induk semang dan atau
untuk menjaga agen penyakit yang disimpan dan diisolasi dalam suatu
laboratorium tidak mengkontaminasi atau disalahgunakan, misalnya tujuan untuk
bioterrorist. Pernyataan ini didukung oleh Atlas dan Reppy (2005) yang
menyatakan bahwa untuk menghamonisasikan peraturan internasional diperlukan
implementasi biosecurity yang ketat guna mengurangi risiko bioterrosist.
Biosecurity dapat diterapkan di berbagai tingkatan dari yang paling kecil
seperti bisecurity tingkat kandang sampai yang besar seperti biosecurity tingkat
negara, untuk seterusnya berbagai tingkatan ini akan di wakili dengan istilah
wilayah. Biosecurity haruslah diterapkan secara terus menerus dan dalam berbagai
tahapan yang saling terkait untuk mencegah masuknya organisme yang dapat
memberikan efek merugikan. Penerapan yang terus menerus dan dalam berbagai
tahapan yang saling terkait ini dikenal sebagai rangkaian biosecurity atau
biosecurity continuum. Pelaksanaan biosecurity continuum, dapat di bagi menjadi
tiga aktifitas yang berbeda dan saling terkait yaitu biosecurity pre-border
(biosecurity sebelum perbatasan), biosecurity border (biosecurity di perbatasan),
dan biosecurity post-border (biosecurity setelah perbatasan).
Penilaian Aspek Biosafety Karantina Hewan
Hasil evaluasi menunjukkan terdapat beberapa penyimpangan pada aspek
biosafety di Karantina Hewan Pusat Timor Leste. Penyimpangan-penyimpangan
dimaksud selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Jenis dan Kategori Penyimpangan pada aspek biosafety Karantina Hewan
Pusat di Timor Leste
Kategori

Jenis penyimpangan

Kritis

Petugas karantina hewan tidak mengunakan perlengkapan laboratorium
(masker, helm, sarung tangan, sepatu boot) selama menangani hewan atau
pengujian bahan asal hewan di laboratorium
Tidak mengunakan perlengkapan laboratorium atau pakaian kerja keluar
dari laboratorium ke areal publik atau rumah
Petugas karantina tidak mencuci tangan dengan disinfektan sebelum dan
sesudah menangani hewan atau produk asal hewan
Pengunjung atau tamu tidak diberikan perlengkapan laboratorium yang
steril guna menghindari bahaya biologi atau kimia di areal laboratorium
dan kandang isolasi
Tidak membuang sampah bekas peralatan pada tempat yang terpisah
(jarum suntik, pecahan botol)
Petugas atau pengunjung tidak diberi tanda peringatan larangan menjauhi
bahan atau peralatan laboratorium yang berbahaya
Jumlah Penyimpangan

Serius

Mayor
Minor

T

Y







3

3

Keterangan : T = Tidak, Y = Ya

Data pada Tabel 3 terlihat, dari 6 pernyataan jenis penyimpangan ditemukan
3 jenis penyimpangan atau tidak dilakukan kegiatan yang seharusnya
diimplementasikan di Karantina hewan Pusat Timor Leste sebagaimana diakui
responden. Ketiga jenis penyimpangan tersebut masing-masing dalam kategori
serius (1 jenis), mayor (1 jenis) dan minor (1 jenis), sementara 3 jenis kegiatan

9
lainnya menurut responden dapat diimplementasiskan artinya tidak terjadi
penyimpangan.
Implementasi biosafety sangat penting dan mutlak diperlukan di karantina
hewan. Hal ini karena praktek standar operasional prosedur biosafety laboratorium
yang sesuai sangat diperlukan untuk mencegah terpapar (expoxure) dan infeksi
terkait laboratorium. Expoxure yang dimaksud dapat berupa chemical hazard
maupun biological hazard yang dapat mengancam keselamatan operator
(personal) laboratorium dan lingkungan sekitar labotaratorium di karantina hewan.
Menurut laporan dari Laboratorium Sandia tahun 2005 bahwa laboratorium
biosafety merupakan salah satu ukuran untuk mengurangi resiko biologi yaitu
bertujuan untuk mengurangi terpaparnya petugas laboratorium atau orang lain
disekitar lingkungan laboratorium yang berpotensi terhadap agen-agen bahaya
yang ikut serta dalam penelitian di bidang biologi maupun biokimia.
World Health Organization (WHO 2006) menyatakan bahwa biosafety
laboratorium adalah prinsip penyimpanan, teknologi dan praktek yang
dilaksanakan dalam rangka melindungi pekerja laboratorium dari paparan bahanbahan berbahaya potensial (patogen dan toksin) serta tidak mencemari lingkungan
sekitarnya. Sistim biosafety dapat di implementasikan pada tingkat atau level yang
disesuaikan dengan tingkat bahaya atau resiko (risk group) karena setiap bahaya
patogen dan toksin memiliki perlindungan yang berbeda. Implementasi biosafety
level 1 (BSL-1) diterapkan pada risk group-1, BSL-2 pada risk group 2, BSL-3
pada risk group- 3 dan BSL-4 pada Risk gorup- 4.
Penilaian Aspek Tindakan Karantina Hewan
Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan adanya penyimpangan dalam
penerapan tindakan karantina di Pusat Karantina Hewan Pusat Timor Leste. Data
tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis dan Kategori Penyimpangan pada aspek Tindakan Karantina Hewan
Pusat di Timor leste
Kategori
Kritis

Serius

Mayor
Minor

Jenis Penyimpangan
Tidak melakukan pemeriksaan dokumen terhadap hewan atau produk
asal hewan sebelum masuk atau keluar dari Karantina Hewan
Tidak memeriksa hewan dan produk asal hewan yang akan masuk atau
keluar dari karantina hewan Timor Leste
Tidak melakukan penahanan hewan atau produk asal hewan yang tidak
memiliki dokumen resmi dari negara asal
Hewan yang dicurigai secara fisik tidak ditangani secara intensif oleh
petugas medis sebelum dibebaskan
Tidak melakukan penahanan hewan atau produk asal hewan yang
dicurigai membawa bahaya atau terjangkit suatu penyakit
Tidak melakukan tindakan pemusnahan terhadap hewan menderita
penyakit berbahaya atau berpotensi zonosis
Tidak melakukan pemusnahan terhadap produk asal hewan yang
membawa hazard
Tidak melakukan tindakan pengamatan terhadap hewan baik secara fisik
maupun laboratoriun
Tidak melakukan tindakan pembebasan terhadap hewan atau bahan asal
hewan yang diangap sehat dan lengkap dokumen resmi dari karantina
asal
Hewan yang sudah diangap sehat oleh tim medis karantina selama masa
pengasingan tidak dibebaskan untuk keluar atau masuk ke tempat tujuan
Jumlah Penyimpangan

Keterangan : T = Tidak, Y = Ya

T

Y

















10

0

10
Tabel 4 menunjukkan dari 10 jenis kegiatan yang harus diimplementasikan
di Karantina Hewan Pusat Timor Leste tidak diterdapat satu pun kegiatan yang
menyimpang. Hasil ini mengambarkan bahwa konsistensi dan tanggungjawab staf
medik maupun paramedik veteriner dalam melaksanakan tindakan karantina
hewan sudah sesuai prosedur. Tindakan karantina yang direalisasikan di lapangan
meliputi kegiatan pemeriksaan, penahanan, pengamatan, pemusnahan dan
pembebasan.
Djajalogawa dan Pramudy (2008) menyatakan bahwa suatu negara ingin
aman dari penyakit eksotik atau suatu penyakit hewan lainnya yang masuk ke
negara itu maka harus didukung oleh sistem perkarantinaan yang kuat. Sistem
Kesehatan Hewan Nasional, karantina menjadi satu-satunya pintu masuk (entry
point) hewan, bahan asal hewan dan hasil ikutan lainnya dari luar negeri serta
antar pulau dalam negeri. Praktek implementasi tindakan karantina hewan di
Timor Leste dinilai jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan aspek lainnya.
Penilaian Aspek Bangunan dan Fasilitas di Karantina Hewan
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa penyimpangan dari aspek
bangunan dan fasilitas di Pusat Karantina Hewan Pusat di Timor Leste. Data
tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Jenis dan Kategori Penyimpangan pada aspek Bangunan dan Fasilitas
Karantina Hewan Pusat di Timor Leste
Kategori
Kritis

Serius

Mayor
Minor

Jenis Penyimpangan
Tidak tersedia bangunan ( kandang) isolasi hewan khusus yang
permanen
Tidak disediakan kandang atau tempat penampungan sementara hewan
di karantina
Tidak tersedia air bersih di area karantina hewan
Tidak tersedia tempat pembuangan limbah baik padat maupun cair yang
khusus
Tidak disediakan bangunan khusus untuk laboratorium sesuai level
Biosafety
Tidak tersedia bangunan khusus untuk klinik hewan yang permanen
Tidak disediakan kolam dipping dan fasilitas spraying desinfektan pada
pintu masuk atau keluar pengunjung dan kendaraan
Tidak disediakan tempat pemusnahan khusus untuk hewan/produk yang
berbahaya
Tidak tersedia fasilitas penerangan yang memadai
Tidak disediakan toilet dan kamar mandi yang memadai

T

Y












Tidak menyediakan sabun dan air bersih untuk petugas dan pengunjung



Tidak tersedia instalasi khusus ternak impor




Tidak tersedia tempat khusus mencuci peralatan lapangan
Jumlah Penyimpangan

4

9

Keterangan : T = Tidak, Y = Ya

Pada Tabel 5 terlihat, dari 13 pernyataan jenis penyimpangan ditemukankan
9 jenis penyimpangan atau tidak dilakukan kegiatan yang seharusnya
diimplementasikan di Karantina Hewan Pusat Timor Leste sebagaimana diakui
responden. Kesembilan jenis penyimpangan tersebut masing-masing dalam
kategori kritis (2 jenis), serius (4 jenis) mayor (1 jenis) dan minor (2 jenis).

11
Sedangkan tiga jenis kegiatan menurut responden dapat diimplementasikan,
artinya tidak terjadi penyimpangan.
Berdasarkan hasil survei terhadap aspek fasilitas dan bangunan di karantina
hewan pusat di Timor Leste, mengambarkan bahwa kondisi yang diobservasi
masih dalam kategori tingkat buruk. Hasil ini ditunjukkan dengan masih sangat
minimnya fasilitas dan bangunan khusus yang permanen untuk kebutuhan
karantina hewan. Bangunan dan fasilitas yang dimaksud antara lain kandang
isolasi, kandang penampungan hewan sementara, tempat pembuangan limbah
padat maupun cair yang khusus, laboratorium biosafety level, klinik hewan,
instalasi kandang khusus ternak impor, fasilitas disinfeksi untuk petugas dan
pengunjung.
Karantina Hewan harus memenuhi persyaratan teknis baik lokasi,
konstruksi, sistem drainase, kelengkapan sarana dan prasarana. Penetapan lokasi
berkaitan dengan analisis risiko penyebaran hama penyakit, peta situasi hama
penyakit hewan, kesejahteraan hewan, sosial budaya dan lingkungan serta jauh
dari lokasi budidaya hewan lokal. Fasilitas dan bangunan karantina hewan
merupakan elemen penting selain sumber daya manusia yang berperan serta
mendukung dalam implentasi sistim biosecurity dan biosafety karantina hewan
yang baik.
Canadian Food Inspection Agency/CFIA (2003) bahwa dalam penerapan
biosecurity karantina, menyatakan bahwa fasilitas minimun karantina hewan yaitu
penyediaan fasilitas yang diperuntukkan untuk pengujian hewan setelah masuk
atau observasi penyakit-penyakit yang tidak ditanggani dengan fasilitas level
menenegah hingga tinggi. Fasilitas karantina minimun tidak digunakan untuk
penyakit-penyakit yang tercatat dalam list A OIE. Fasilitas yang dimaksud antara
lain, lingkungan atau lokasi karantina, bangunan yang dilengkapi dengan pagar,
air bersih, penerangan, tempat pembuangan limbah, fasilitas desinfeksi, security
terhadap pengunjung, staf kontrol hewan dan medical record. Pernyataan ini
menunjukkan bahwa, Karantina Hewan Timor Leste sudah memenuhi kriteria
minimun fasilitas karantina yang dimaksud namun perlu pengkhususan fasilitas
dan bangunan yang memadai.
Penilaian Kategori Implementasi Biosecurity dan Biosafety
Penilaian kategori implementasi biosecurity dan biosafety di Karantina
Hewan Pusat Timor Leste dapat dievaluasi berdasarkan keempat aspek penilaian
yakni biosecurity, biosafety, tindakan karantina hewan, serta bangunan dan
fasilitas karantina hewan. Aspek penilain didasarkan pertimbangan penyimpangan
tingkat risiko yang dimulai dari minor, mayor, serius dan kritis. Hasil evaluasi
dari keempat aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Cara evaluasi
ini merupakan adopsi dari model evaluasi kategori Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor yang telah dimodifikasi.
Tabel 6 Jumlah Penyimpangan Implementasi Sistem Biosecurity dan Biosafety
Karantina Hewan Pusat di Timor Leste
No
1
2
3
4

Kategori
Minor
Mayor
Serius
Kritis

Total Pernyataan
6
8
17
11

Jumlah Penyimpangan
4
3
8
2

12

Tabel 7 Model Evaluasi Kategori Implementasi sistem Biosecurity dan Biosafety
Karantina Hewan Pusat Timor Leste
Tingkat
Baik
Sedang
Buruk

Minor
4

Jumlah penyimpangan
Mayor
Serius
≤2
≤5
3-5
6 - 11
>5
> 11

Kritis
≤3
4-7
>7

Tabel 6 memperlihatkan jumlah penyimpangan yang terjadi dalam kategori
minor sebanyak 4 jenis, kategori mayor sebanyak 3 jenis, kategori serius sebanyak
8 jenis dan kategori kritis sebanyak 2 jenis penyimpangan. Hasil penilaian ini
menunjukkan bahwa tingkat implementasi sistem biosecurity dan biosafety
karantina hewan secara keseluruhan di Timor Leste masih dalam kategori sedang.
Hasil evaluasi ini merupakan akumulasi jumlah penyimpangan yang ditemukan
pada keempat aspek penilaian (biosecurity, biosafety, tindakan karantina hewan
serta aspek bangunan dan fasilitas) di Karantina Hewan Pusat Timor Leste.
Kemungkinan Dampak Implementasi Sistem Biosecurity dan Biosafety
Karantina Hewan di Timor Leste
Penyebaran Penyakit Hewan
Menurut badan kesehatan hewan dunia (organization Internationale des
epizotica/OIE), menyatakan bahwa 60 % dari penyebab penyakit pathogen yang
ditularkan ke manusia berasal dari hewan. Penyakit-penyakit ini dikenal sebagai
penyakit zoonosis yang dapat ditransmisikan dari hewan domestik maupun hewan
liar. Peyakit-penyakit yang dapat ditularkan ke manusia seperti avian influenza,
rabies, brucellosis, dan bovine spongioform encephalopathy, saat ini menjadi
perhatian kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Pemeritah Timor Leste dalam
hal ini Departemen Karantina Hewan harus sigap untuk mencegah masuknya
penyakit-penyakit zoonosis yang dimaksud melalui implementasi sistem
biosecurity dan biosafety yang ketat.
Ada lima penyakit hewan yang masuk dalam daftar teratas agenda
Zoosanitary internasional beberapa tahun terakhir ini. Penyakit-penyakit tersebut
seperti Avian Influenza, bovine spongioform encephalopathy, foot and mouth
deseases, rabies and rinderspest. Ada beberapa penyakit yang masih menyebar di
beberapa wilayah di dunia, sehingga memerlukan konsern dan kesigapan
pengamanan serta informasi yang transparan secara saintifik. Penyakit-penyakit
tersebut di beberapa wilayah atau negara menjadi penyakit eksotik salah satunya
adalah Timor Leste masih menyandang status bebas dari kelima penyakit tersebut.
Status ini tidak menutup kemungkinan terhadap resiko penyebaran penyakit
hewan melalui lalu lintas orang dan barang yang tidak terkendali melalui
perdagangan bebas. Menurut Kimball (2006), penyediaan sumber pangan dan
obat-obatan serta kebutuhan hayati lainnya melalui perdagangan bebas begitu
cepat menyeluruh. Hal ini mengambarkan bahwa perpindahan barang dari satu
wilayah ke wilayah lain akan membawa mikroba yang akan mengancam
kesehatan hewan dan manusia.
Kejadian penyakit virus H1N1 (swine flu) di Meksiko yang dilaporkan
oleh WHO pada tahun 2009, bahwa transmisi agen penyakit berpindah dari hewan

13
ke manusia dan meyebar ke suatu populasi degan sangat cepat. Hanya dalam
waktu 6 minggu virus H1N1 terdeteksi di Meksiko pada Februari 2009, virus itu
sudah menyerang lebih dari 2000 orang di 23 negara melalui perjalanan
internasional. Hal ini menunjukkan bahwa setiap negara termasuk Timor Leste
berpotensi terhadap ancaman suatu mikroba sehingga diperlukan kewaspadaan
dini untuk mencegah masuk atau keluarnya suatu agen penyakit melalui
inplementasi biosecurity dan biosafety melalui karantina yang ketat.
Invasive Species Animal (invasive alien species)
Invasive alien species (IAS) merupakan organisme invasive di suatu
lingkungan yang mengancam perekonomian yang berdampak pada pertanian,
kesehatan manusia dan nilai dari suatu lingkungan yang alami. Pejchar et al.
(2009), IAS didefinisikan sebagai spesien yang bukan endemik yang dapat
mengancam ekosistem, habitas atau spesies. Mooney (2005), IAS juga dapat
menyebabkan dampak yang serius terhadap proses ekosistem yang jadi dasar
kesehahteraan manusia. IAS merupakan isu global penting yang sangat berisiko,
oleh karena itu perlu tangungjawab dan pendekatan karantina dalam mengambil
tidakan sesuai dengan level proteksi pada batas-batas perdagangan yang efektif
dan efisien dalam mencegah, mendeteksi dan mengkontrol spesies invasif
(hewan). Hal ini karena organisme maupun hewan yang bukan endemik di suatu
wilayah akan mengancam ekosistem flora dan fauna setempat sehingga
menimbulkan ancaman kesehatan manusia, hewan, lingkugan maupun
perekonomian.
Timor Leste merupakan salah satu negara berisiko terhadap keberadaan
IAS. Faktor-faktor pendukung masuknya IAS ke Timor Leste adalah banyaknya
produk impor dari luar negeri melalui kapal-kapal kargo semenjak masuknya
tentara perdamain (PBB) hingga saat ini. Masih minimnya industri peternakan dan
bahan pangan lainnya, maka peningkatan aktivitas impor memudahkan
perpindahan IAS ke Wilayah Timor Leste.
Menurut hasil observasi OIE (2011), jalur perdangangan merupakan salah
satu faktor pendukung terhadap berkembangnya invasive alien species atau
invasive animals species di seluruh dunia. Hal ini berhubungan dengan komoditas
ekspor maupun impor melalui sarana transportasi, oleh karena itu OIE
menghimbau kepada seluruh karantina wilayah maupun negara untuk memberi
perhatian penuh, dalam hal menjaga dalam control ekspor dan impor komoditikomoditi yang berisiko. Selain itu diminta kerja sama dari semua stakeholder
untuk transparan dan partisipatif dalam memberikan informasi terkait IAS.
Agen Senjata Biologis (bioweapons)
Agen-agen penyebab penyakit pada hewan termasuk penyakit zoonosis
berpotensi untuk digunakan sebagai “biological weapons” atau sejata biologis
sebab mereka memiliki dampak ekonomi dan kepanikan social besar contohnya
agen penyebab penyakit mulut dan kuku (foot and mouth diseases). Pada dasarnya
ada dua kategori dari agen biologis yang dipakai sebagai senjata antara lain
mikroorganisme (bakteri dan virus) dan toksin (seperti toxin botulinum). Menurut
OIE banyak penyakit zonotik dari hewan yang dapat berperan mengancam
kesehatan masyarakat. Sekitar 60 % penyakit infeksius pada manusia yang
bersifat zoonotic dan 75 % dari penyakit infeksi baru pada manusia berasal dari

14
hewan dan sekitar 80% agen pathogen zoonotic digunakan sebagai agen
bioterorist.
Menurut Riedel (2004), meningkatnya ancaman bioteroris menimbulkan
risiko penggunaan beragam mikroorganisme sebagai senjata biologi sehingga
perlu dievaluasi pemahaman yang lebih baik mengenai sejarah pengembangan dan
penggunaan agen-agen biologi. Timor Leste merupakan negara baru yang
sebagian besar penduduknya masih minim pengetahuan tentang bioterisme yang
dimaksud. Hal ini dapat menimbulkan ketakutan, kepanikan sosial serta
memperburuk ekonomi yang tinggi sehingga diperlukan sosialisasi dan kontrol
ketat terhadap penggunaan mikroba dan toksin di laboratorium.
Atlas dan Reppy (2005), untuk memperkuat peraturan internasional
diperlukan implemetasi biosecurity yang ketat guna mengurangi resiko
bioterosist. Seperti pada system keamanan yang lainnya diperlukan kerja sama
yang baik dan kuat dalam menerapkan sistim kontrol akses bahaya-bahaya
pathogen, program transparansi biodefense, asistansi dan transfer teknolgi kepada
negara-negara berkembang untuk meningkatkan biosecurity dan biosafety,
meningkatkan kesadaran secara global dari penyalagunaan ilmu melalui terrorist
dan pengembangan ketaatan terhadap etika. Perlu kerjasama secara kolektif dan
memanfaatkan lembaga internasional maupun regional yang telah memiliki peran
dalam mendukung keamanan maupun kenyamanan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penilaian menunjukkan bahwa kondisi sumber daya manusia di
Karantina Hewan Pusat Timor Leste belum memadai baik secara teknis maupun
manajerial. Evaluasi dari keempat aspek yang dinilai yakni aspek biosecurity,
biosafety, tindakan karantina hewan serta aspek bangunan dan fasilitas
menunjukkan bahwa pelaksanaan implementasi system biosecurity dan biosafety
Karantina Hewan Timor Leste masih pada kategori tingkat sedang. Kondisi ini
sangat berpontensi terhadap ancaman kemungkinan penyebaran penyakit hewan
dan biohazard lainnya terhadap kesehatan, keamanan dan keselamatan manusia,
hewan dan lingkungan di Timor Leste.
Saran
Saran dari penilitian ini, pemerintah Timor Leste dalam hal ini Kementerian
Pertanian dan Perikanan khususnya Direktorat Nasional Karantina dan
Biosecurity, Departemen Karantina Hewan untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia khususnya staf medik dan paramedik veteriner, baik dalam hal
teknis maupun manajerial. Perlu pengembangan dan penyediaan fasilitas dan
bangunan karantina yang memadai dan terpadu khususnya di wilayah perbatasan
yang strategis sebagai pintu masuk (entry point) sesuai dengan kebutuhan
IPTEKS di karantina hewan. Penilitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengkaji
dampak biologi, kimia dan bahaya lainnya terhadap ancaman penyebaran penyakit
hewan dan biohazard lain di Timor Leste.

15

DAFTAR PUSTAKA
[CFIA] Canadian Food Inpection Agent. 2003. Criteria for Minimun security
Quarantine
Fasilities.
[Diunduh
5
Juli
2013]
dalam
(http://www.inspection.gc.ca/animals/terrestrialanimals/imports/policies/li
ve-animals/quarantine-facilities/2003-5/eng/)
[Deptan RI] Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan,
Direktorat Kesehatan Hewan. 2004. Penyakit Eksotik Pada Hewan.
Jakarta : Departemen Pertanian.
[FAO] Food and Agricultural Organization of The United Nations. 2008.
Biosecurity for Higly Pathogenic Avian Influenza. FAO Animal
Production and Health Paper. Roma: Food and Agricultural Organization.
[OIE] Organization Internationale des Epizotica. 2011. Guidelines For Assessing
The Risk Of Non-Native Animals Becoming Invasive. [Sandia Report]
Sandia National Laboratory. 2005. Laboratory Biosecurity Implementation
Guidelines. Alburqueque, New Mexico 87185 and Livermore, California
94550
[OIE]
Organization
Internationale
des
Epizotica.
One
Health.
(http://www.oie.int/for-the-media/editorials/detail/article/one-health/).
[diunduh, 23 Maret 2013]
[UU RI.No.18/2009] Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2009.
Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta : PDHI.
[WHO] World Health Organization. 2004. Laboratory Biosafety Manual. Third
Edition. Geneva : World Health Organization.
[WHO] World Health Organization. 2006. Biorisk Management: Laboratory
Biosecurity Guidance. Geneva : World Health Organization.
[WHO]World Health Organization. 2006. Guidline for development of Healthy
Food Market in Indonesian Public Health Inventions for prevention and
control of avian influenza. New Delhi: World Health Organization
Atlas RM, Reppy J. 2005. Globalizing biosecurity. Biosecurity and terrorism:
Biodefense Strategy, Practice and Science 3(1):51-60.
Azhari. 2007. Revitalisasi Laboratorium Karantina Hewan Bbkp Tanjung Priok.
(http://www.deptan.go.id/bbkptgpriok/detailberita.php?id). [diunduh, 8
Agustus 2012]
Dekretu-Lei No.21/31 Dezembru 2003 no regulamento Geral No. 1/2006) Konaba
Juridiku Quarantena Konaba Inportasaun no exportasaun Animal Moris no
Produto Animal Nia no Kontrola Sanitario ba Mercadoria Internasional.
Departamento Informasaun Geral Quarantena: Timor Leste
Djajalogawa SS, Pambudy R. 2008. Menjelang dua Abad sejarah peternakan dan
Kesehatan Hewan Indonesia:”Peduli Peternak Rakyat”. Jakarta : Yayasan
Agrindo Mandiri.
Jones KE, Patel NG, Levy MA, Storegard A, Balk D, Gittleman JL, Daszak P.
2008. Global Trends in Emerging Infectious Diseases. Nature. 21:451990.

16
Kimball AM. 2006. Risky Trade : Infectious Diseases in an Era of Global Trade.
London: Ashgate Publisher.
Mooney HA. 2005. Invasive Alien Species: the Nature of The Problem. In
Invasive Alien Species. England : Island Press
Pejchar L, Mooney HA. 2009. Invasive Species, Ecosystem Services and Human
Well-Being. USA : Stanford Inc.
Riedel S. 2004. Biological Warfare and Bioterorism: a Historical Riview. Proc
(Bayl Univ Med Cent). v.17 (4): 400-406. PMCID: PMC1200679.

17
Lampiran 1 Kerangka Pemikiran