The Effect Frequency of Moderate-Intensity Aerobic Exercise on Nutritional Status and Fitness of Female

PENGARUH FREKUENSI LATIHAN SENAM AEROBIK
INTENSITAS SEDANG (LOW IMPACT) TERHADAP STATUS
GIZI DAN KEBUGARAN MAHASISWI

MURY KUSWARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Frekuensi
Latihan Senam Aerobik Intensitas Sedang (Low Impact) terhadap Status Gizi dan
Kebugaran Mahasiswi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Mury Kuswari
NIM. I151100081

RINGKASAN
MURY KUSWARI. Pengaruh Frekuensi Latihan Senam Aerobik Intensitas
Sedang (Low Impact) terhadan Status Gizi dan Kebugaran Mahasiswi. Dibimbing
oleh BUDI SETIAWAN dan RIMBAWAN.

Obesitas merupakan resiko penyakit degeneratif yang cenderung
mengalami peningkatan dari tahun-ketahun dan merupakan faktor penyebab
tertinggi kematian penduduk dunia. Obesitas dapat dicegah dengan melakukan
aktivitas fisik yang teratur salah satunya dengan senam aerobik intensitas sedang.
Senam aerobik adalah jenis olahraga kesehatan, yaitu gerakannya sub maksimal,
tidak boleh melakukan gerakan maksimal atau eksplosif, tanpa henti minimal 10
menit, non kompetisi dengan frekwensi 3-5 kali dalam seminggu dan
intensitasnya sedang adalah 60-80% denyut nadi maksimal. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis pengaruh frekuensi senam aerobik intensitas sedang
terhadap status gizi dan kebugaran mahasiswi.

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen dengan jumlah sampel
21 mahasiswi yang dibagi menjadi 3 kelompok intervensi senam aerobik
intensitas sedang setiap minggunya selama 8 minggu. Kelompok pertama dengan
frekuensi 2x seminggu, kelompok kedua dengan frekuensi 3x seminggu dan
kelompok 3 dengan 4x seminggu. Masing-masing kelompok memperoleh latihan
dengan intensitas yang sama yaitu 60-80% tetapi memiliki jumlah frekuensi
latihan yang berbeda. Setiap intevensi senam aerobik intensitas sedang (Low
impact) dalam setiap pelaksanaanya dilakukan secara sama yaitu dimulai dengan
pemanasan (stretching) selama 5-10 menit tempo yang digunakan antara 100-115
ketukan permenit kemudian dilanjutkan dengan inti selama 20-30 menit temponya
115-135 ketukan permenit dan diakhiri dengan pendinginan 5-10 menit.
Data diperoleh semuanya menggunakan data primer meliputi : antropometri
(IMT), lemak bawah kulit (triceps,abdomen dan paha), komposisi tubuh (lean
body mass, soft body mass, total body water, mass body fat dan precent of mass
body fat), profil lipid serum (kolesterol, HDL-kolesterol, HDL-kolesterol dan
trigliserida), kebugaran (kecepatan, kekuatan, fleksibilitas dan daya tahan),
konsumsi (energi dan protein). Seluruh data rasio dari variable konsumsi, aktivitas
fisik, status gizi dan juga kebugaran antara sebelum dan sesudah perlakuan diuji
dengan menggunakan uji skala data yang digunakan Paired Sample T Test untuk
melihan pengaruh sebelum dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan analisis

menggunakan Uji One Way ANOVA untuk membandingkan perbedaan rata-rata
variabel bebas dan terikat dua atau lebih kelompok baik sebelum maupun sesudah
perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan pada variable yang signifikan.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa frekuensi senam aerobik intensitas
sedang berpengaruh nyata (P0.05).
Kata kunci: senam aerobik, intensitas sedang, status gizi, kebugaran

SUMMARY
MURY KUSWARI. The Effect Frequency of Moderate-Intensity Aerobic
Exercise on Nutritional Status and Fitness of Female University Students.
Supervised by BUDI SETIAWAN and RIMBAWAN.
Obesity is one risk of degenerative diseases that usually increase in years
and is the leading cause of death in the world. Obesity can be prevented with
regular physical activities, one of them is physical activity with moderate intensity
aerobic exercise. The purpose of this study was to analyze the effect of the
frequency of moderate-intensity aerobic exercise on nutritional status and fitness
of female university students.
This study used a quasi experimental design with sample of 21 students
who were divided into three groups of moderate-intensity aerobic exercise
intervention for eight weeks. The first group with a frequency of two times a week,

the second group with a frequency of three times a week, and third group with
frequency four times a week.
Primary data collected include: anthropometry (BMI), subcutaneous fat
(triceps, abdomen and thigh), body composition (lean body mass, soft body mass,
total body water, body fat mass and body mass percent of fat), serum lipid profile
(cholesterol, HDL-cholesterol, HDL-cholesterol and triglycerides), fitness (speed,
strength, flexibility and endurance), consumptions (energy and protein).
The results of statistical tests showed that the difference in frequency (oneway ANOVA) were significant different in vertical jump and protein intake (P
0.05).
Keyword: Aerobic exercise, moderate-intensity, nutritional status, fitness

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PENGARUH FREKUENSI LATIHAN SENAM AEROBIK
INTENSITAS SEDANG (LOW IMPACT) TERHADAP STATUS
GIZI DAN KEBUGARAN MAHASISWI

MURY KUSWARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi : Dr Ir Hadi Riyadi, MS


Judul Tesis
Nama
NIM

: Pengaruh Frekuensi Latihan Aerobik Intensitas Sedang (Low
Impact) terhadap Status Gizi dan Kebugaran Mahasiswi
: Mury Kuswari
: I151100081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Budi Setiawan, MS
Ketua

Dr Rimbawan
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

drh M Rizal M Damanik, MRepScPhD

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
21 Desember 2012

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh
Frekuensi Latihan Aerobik Intensitas Sedang (Low Impact) terhadap Status Gizi
dan Kebugaran Mahasiswi”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar master (S2) pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis meyampaikan terimakasih yang tulus dan penghargaan yang
tinggi kepada bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Dr. Rimbawan selaku
pembimbing tesis yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk
tetap istiqomah dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas belajar di Institut
Pertanian Bogor dan juga bapak Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS selaku penguji yang telah
memberikan masukan dan juga saran untuk menyempurnakan tulisan ini.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Rimbawan
(Direktur Kehasiswaan IPB) dan Prof. Dr. Siti Madanijah, MS (Dosen Gizi
Masyarakat IPB) dan Dr. Ir. Irzaman, MS (Ketua Departemen Fisika IPB) yang
telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
Magister Gizi Masyarakat di IPB. Selain itu penulis juga menyampaikan terima
kasih kepada Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Koordinator Program
Pascasarjana Gizi Masyarakat, para dosen dan seluruh staf yang telah memberikan
motivasi dan dukungan selama menempuh pendidikan sehingga semua dapat
terlaksana dengan baik.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada mahasiswi Ilmu Gizi
Masyarakat yang telah berpartisipasi menjadi sampel dalam penelitian ini, dengan
mengikuti intervensi latihan senam aerobik intensitas sedang (low impact) selama

2 bulan di ruang Audit GMSK IPB. Tidak lupa ucapan terimakasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman seangkatan pada Program Magister Ilmu Gizi
Masyarakat, Sekolah Pascasarjana angkatan 2010 atas semangat kebersamaan,
persahabatan dan dukungannya selama menempuh pendidikan di Program
Magister Ilmu Gizi Masyarakat, SPS - IPB serta program Doktor Gizi Manusia,
SPS - IPB angkatan 2009-2011 atas semangat kebersamaan, persahabatan dan
dukungannya terutama pada pelaksanaan kolokium, seminar hasil hingga
pelaksanaan ujian.
Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan secara tulus dan mendalam
khususnya kepada kedua orang tua yang selalu saya hormati dan banggakan
Bapak Kusnadi, S.Pd dan Ibu Rusmini Bakin, serta adik-adik tersayang Adhitya
Pratiwi, S.Pd beserta suami, Rian Gautama S.Kom dan Wisnu Wardhana dan juga
buat Harsyi Melisanda Putriciana beserta keluarga atas segala dukungan doa dan
kasih sayang yang telah tercurahkan. Semoga karya ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013

Mury Kuswari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Hipotesis
Manfaat Penelitian


1
1
3
3
3
1
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Obesitas
Remaja
Aktivitas Fisik, Olahraga dan Latihan
Aktivitas Fisik
Olahraga
Latihan
Senam Aerobik
Senam Aerobik Intensitas Sedang
Status Gizi
Profil Lipid
Kolesterol Total
LDL (Low Density Lipoprotein)
HDL (High Density Lipoprotein)
Trigliserida
Kebugaran Jasmani
Daya Tahan (Endurance)
Kekuatan (Strength)
Kecepatan (Speed)
Kelentukan (Flexibility)
Kerangka Pemikiran

4
4
5
6
6
7
9
11
12
14
15
16
16
16
16
17
17
18
18
18
19

3 METODE
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Prosedur dan Analisis Data
Prosedur Penelitian

20
20
21
22
23
24

Analisis Status Gizi dan Status Kebugaran

24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik Subyek Penelitian
Pengaruh Intervensi terhadap Status Antropometri
Pengaruh Intervensi terhadap Lemak Bawah Kulit
Pengaruh Intervensi terhadap Komposisi Tubuh
Pengaruh Intervensi terhadap Profil Lipid Darah
Pengaruh Intervensi terhadap Status Kebugaran
Pengaruh Intervensi terhadap Konsumsi Energi dan Protein
Pengaruh Intervensi terhadap Aktivitas Fisik
Pembahasan
Status Gizi
Status Kebugaran

26
26
26
27
29
31
35
36
39
42
43
43
46

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

47
47
48

DAFTAR PUSTAKA

48

LAMPIRAN

54

RIWAYAT HIDUP

61

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi status gizi yang diusulkan berdasarkan indeks masa tubuh
2 Karakteristik dan komposisi very low density lipoprotein, low density
lipoprotein dan high density lipoprotein
3 Nilai profil lipid darah
4 Klasifikasi nilai low density lipoprotein bagi orang normal
5 Pengukuran status gizi antropometri
6 Pengukuran status gizi biokimia
7 Pengukuran kebugaran
8 Pengukuran tingkat konsumsi
9 Pengukuran aktivitas fisik
10 Data karakteristik sampel

5
15
15
16
22
23
23
23
23
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Kerangka pemikiran
Rata-rata umur subjek penelitian
Rata-rata tinggi badan subjek penelitian
Rata-rata berat badan awal dan akhir sampel
Rata-rata indek masa tubuh awal dan akhir sampel
Rata-rata lipatan lemak triceps tubuh awal dan akhir sampel
Rata-rata lipatan lemak abdomen awal dan akhir sampel
Rata-rata lipatan lemak paha awal dan akhir sampel
Rata-rata lean body mass (LBM) awal dan akhir sampel
Rata-rata soft lean mass (SLM) awal dan akhir sampel
Rata-rata total body water (TBW) awal dan akhir sampel
Rata-rata percent of body fat (PBF) awal dan akhir sampel
Rata-rata mass of body fat (MBF) awal dan akhir sampel
Rata-rata total kolesterol awal dan akhir sampel
Rata-rata high density lipoprotein (HDL) awal dan akhir sampel
Rata-rata low density lipoprotein (LDL) awal dan akhir sampel
Rata-rata trigliserida awal dan akhir sampel
Rata-rata push up awal dan akhir sampel
Rata-rata sit up awal dan akhir sampel
Rata-rata vertical jump awal dan akhir sampel
Rata-rata waktu tempuh lari 60 meter awal dan akhir sampel
Rata-rata waktu tempuh lari jarak 1000 meter awal dan akhir sampel
Rata-rata konsumsi energi intervensi awal dan akhir sampel
Rata-rata konsumsi energi non-intervensi awal dan akhir sampel
Rata-rata konsumsi protein intervensi awal dan akhir sampel
Rata-rata konsumsi protein non-intervensi awal dan akhir sampel
Rata-rata aktivitas fisik intervensi
Rata-rata aktivitas fisik non-intervensi

20
27
27
28
28
29
30
30
31
32
32
33
33
34
35
35
36
36
37
38
38
39
40
40
41
41
42
43

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Hasil uji paired sample T test
Hasil uji one way ANOVA variabel penelitian
Kuesioner food record hari intervensi 2x24 jam
Kuesioner food record hari non-intervensi 2x24 jam
Kuesioner aktivitas fisik hari intervensi dan non-intervensi 2x24 jam

54
55
57
58
59

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit kronik akibat pola hidup adalah sekelompok penyakit yang
mempunyai faktor resiko yang sama sebagai akibat dari perjalanan selama
beberapa dekade, seperti merokok, pola makan, kurang aktivitas, stress dan lainlain. Faktor-faktor tersebut akan menghasilkan berbagai penyakit tidak menular
atau penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif meningkat dengan pesat di
negara-negara berkembang (WHO 2004) yang sedang mengalami transisi
demografi dan perubahan hidup dalam masyarakatnya (Anies 2006). Seiring
perkembangan waktu, masalah kesehatan saat ini mulai bergeser dari penyakitpenyakit infeksi menjadi penyakit-penyakit degeneratif dan kelompok usia yang
mengalami penyakit degeneratif juga mengalami pergeseran yaitu dari kelompok
usia tua ke kelompok usia muda. Penyakit degeneratif mempunyai resiko yang
besar sebagai faktor penyebab kematian penduduk dunia yaitu 63% bila
dibandingkan penyakit menular yang hanya 23% dan kecelakaan sebesar 9%
(WHO 2011).
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif seperti
penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, artritis, beberapa jenis kanker dan
gangguan fungsi pernapasan (Arisman 2004). Salah-satu kelompok usia yang
rentan terhadap kegemukan adalah kelompok remaja (Tsiros et al. 2008).
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lewis et al. (2000) menyebutkan bahwa
masa remaja merupakan masa yang paling tinggi mengalami pergeseran dari
status normal dan overweight menjadi obesitas. Survey WHO (2011)
menunjukkan bahwa lebih dari 1.5 milyar remaja usia 20 tahunan adalah
overweight dan lebih dari 500 juta adalah obesitas. Selain itu juga hampir 43
milyar orang berumur 5 tahun lebih mempunyai status gizi overweight pada tahun
2010.
Penelitian yang dilakukan oleh Esperanza et al. (2000) di Mexico dan
Amerika Serikat menunjukkan adanya indikasi penurunan aktivitas fisik akan
meningkatkan prevalensi obesitas. Studi kohort yang dilakukan selama 2 tahun
yang dilakukan pada 689 wanita dengan IMT normal dan overweight
menunjukkan bahwa orang yang mempunyai aktivitas fisik rendah mempunyai
resiko 2x lebih tinggi pergeseran dari IMT normal menjadi obesitas dalam waktu
2 tahun (Hillemeir 2011). Prevalensi obesitas berdasarkan IMT>25 pada
perempuan menunjukkan 22.8 % lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki
sebesar 13 % hal ini menunjukkan bahwa perempuan beresiko lebih tinggi untuk
terkena penyakit kardiovaskuler (Riskesdas 2007). Data Riskesdas (2010)
menunjukkan adanya peningkatan prevalensi Obesitas yaitu menjadi 16.3% pada
laki-laki dan 26.9% pada perempuan.
Obesitas dapat juga terjadi tidak hanya karena makan berlebihan, tetapi
karena aktivitas fisik berkurang sehingga terjadi kelebihan energi (Moehyi 1992).
Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang
dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi. Obesitas
berhubungan dengan penurunan level aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik orang
kurus akan bertolak belakang dengan orang yang mengalami obesitas. Dewasa ini

2
seiring dengan kemajuan dan jaman serta perkembangan teknologi membuat
segala sesuatu dikerjakan dengan alat elektronik. Kendaraan bermotor sudah
menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dalam aktivitas apapun, menaiki
gedung dengan menggunakan lift dan sebagainya yang membuat aktivitas fisik
menjadi berkurang dan terjadi ketidakseimbangan antara masukan energi dan
pengeluaran energi. Penelitian deskriptif yang dilakukan pada remaja putri
obesitas menunjukkan bahwa remaja yang obesitas cenderung kurang dalam
aktivitas fisik (Citra dan Retnaningsih 2009).
Aktivitas fisik yang rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran
seseorang individu, yaitu meningkatkan kemampuan pemakaian oksigen dan
curah jantung, peningkatan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan
efisiensi kerja jantung, mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
jantung, peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, peningkatan
metabolisme tubuh, meningkatkan kemampuan otot dan mencegah obesitas
(Fatmah 2011).
Berbagai bentuk aktifitas fisik dapat dilakukan yaitu salah satunya dengan
olahraga. Olahraga merupakan suatu aktifitas gerak yang dilakukan secara teratur
dan terencana yang dilakukan secara berulang ulang. Olahraga yang dilakukan
dengan benar dan teratur berhubungan dengan status gizi dan juga kebugaran dari
setiap individu. Sebuah survey di Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa era
tahun 1960an dan 1970an dibandingkan dengan sekarang kebugaran remaja AS
menurun, sementara persen lemak tubuhnya meningkat (Hoeger dan Hoeger
2005).
Orang yang mempunyai aktivitas fisik yang rendah mempunyai resiko 2x
lebih tinggi dari BMI normal menjadi obesitas dalam kurun waktu 2 tahun
(Hillemier et al. 2011). Wei et al. (1999) melaporkan bahwa kebugaran
kardiorespirasi adalah prediktor yang signifikan bagi penyakit kardiovaskular dan
semua penyebab kematian di seluruh kategori pria dengan berat badan normal,
kelebihan berat badan, dan obesitas. Temuan serupa telah dilaporkan pada wanita,
dengan tingkat kebugaran kardiorespirasi rendah sebagai prediktor kuat daripada
indeks massa tubuh sebagai penyebab kematian. Selain itu sebuah penelitian
mengenai kebugaran yang dilakukan kepada para calon mahasiswa di Karmataka,
India menyatakan bahwa berdasarkan metode ergometer step test, 93% berada
pada kondisi buruk dan batas rata-rata bawah (Hasalkar et al. 2005).
Di Indonesia, penelitian yang dimuat pada Majalah Ilmu Faal Indonesia
menyatakan dari 30 orang responden remaja usia 18 hingga 23 tahun yang diteliti,
sebanyak 22 orang berada pada level buruk, 8 orang pada level sedang dan tidak
ada yang berada pada level baik (Indriawati 2005). Pada penelitian lainnya, yaitu
survey pendahuluan pada mahasiswi Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) menyatakan bahwa dari 11 orang
yang diuji, hanya terdapat tiga orang yang tergolong bugar (Indrawagita 2009).
Hasil penelitian tentang hubungan kebugaran dan status gizi (IMT) yang
dilakukan pada mahasiswi Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Serang,
Banten, bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi (IMT) dengan
kebugaran, yaitu kelompok dengan IMT normal lebih bugar (Trismanto 2003).
Penelitian lain yang dilakukan pada PNS Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) wanita yang berumur 19 hingga 52 tahun menyatakan bahwa terdapat

3
hubungan yang bermakna antara persen lemak tubuh dengan kebugaran
(Wijayanti 2006).
Salah satu jenis olahraga dilihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu
olahraga kesehatan. Ciri umum olahraga kesehatan antara lain masal, mudah,
murah, meriah, manfaat dan aman sedangkan cirri khususnya adalah homogen dan
sub maksimal, adanya kesatuan takaran, adekuat, dan juga bebas stress psikis,
sehingga dari ciri umum dan ciri khusus olahraga kesehatan dapat dilakukan
dengan senam aerobik, jalan santai, sepeda santai, renang dan berbagai olahraga
lainnya yang memenuhi kriteria sebagai olahraga kesehatan. Berbagai macam
olahraga kesehatan yang dapat dilakukan, senam aerobik adalah yang paling baik
untuk dilakukan (Giriwijoyo 2005). Penelitian yang dilakukan pada 54 orang
yang diberikan latihan aerobik secara teratur terbukti menurunkan total kolesterol,
LDL, Trigliserida dan lemak tubuh selain itu juga meningkatkan kadar HDL
dalam darah (Koc 2011).
Senam aerobik yang dilakukan secara teratur setiap minggunya dengan
frekuensi 3-5 kali dalam seminggu akan membantu meningkatkan kebugaran
tubuh jasmani (Suharjana dan Sumaryanti 2003). Hasil penelitian Dehghan
(2009) menunjukkan adanya pengaruh pemberian latihan aerobik intensitas
sedang terhadap indek masa tubuh dan komposisi lemak tubuh dalam waktu 8
minggu. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Brooks dan Farey dalam
Sajoto (1995) menunjukkan bahwa waktu yang digunakan dengan lama latihan 6
– 15 minggu, sudah dapat menggambarkan peningkatan kapasitas yang berarti.
Dengan memperhatikan berbagai fakta dan masalah yang dijelaskan
sebelumnya, maka dilakukan penelitian eksperimen untuk mengetahui pengaruh
latihan senam aerobik intensitas sedang (low impact) terhadap status gizi dan juga
kebugaran pada mahasiswi.
Perumusan Masalah
1. Apakah frekuensi latihan senam aerobik intensitas sedang (low impact)
berpengaruh terhadap status gizi mahasiswi.
2. Apakah frekuensi latihan senam aerobik intensitas sedang (low impact)
berpengaruh terhadap kebugaran mahasiswi.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji efektivitas frekuensi
latihan senam aerobik intensitas sedang (low impact) terhadap status gizi dan
status kebugaran mahasiswi.
Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji perubahan status gizi antropometri yaitu indeks masa tubuh
(IMT) mahasiswi sebelum dan setelah intervensi.
2. Mengkaji perubahan komposisi tubuh meliputi lean body mass (LBM),
soft lean mass (SLM), total body water (TBW), percent of body fat (PBF),

4
mass body fat (MBF) dan lemak bawah kulit mahasiswi sebelum dan
setelah intervensi.
3. Mengkaji perubahan profil lipid serum meliputi kolesterol total, kolesterol
LDL, kolesterol HDL dan trigliserida pada mahasiswi sebelum dan setelah
intervensi.
4. Mengkaji perubahan status kebugaran meliputi daya tahan, kecepatan,
kekuatan dan kelentukan mahasiswi sebelum dan setelah intervensi.
5. Mengkaji konsumsi energi dan protein mahasiswi sebelum dan setelah
intervensi.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan status gizi antropometri, biokmiawi, persentase lemak
tubuh dan persentasi lemak bawah kulit pada kelompok pada latihan
aerobik intensitas sedang (low impact) dengan frekuensi 2 kali 3 kali dan 4
kali dalam seminggu.
2. Terdapat perbedaan kebugaran pada kelompok pada latihan aerobik
intensitas sedang (low impact) dengan frekuensi 2 kali 3 kali dan 4 kali
dalam seminggu.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan
pengetahuan dan teknologi serta memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai efektivitas pengaruh frekuensi latihan senam aerobik intensitas sedang
(low impact) terhadap status gizi dan status kebugaran mahasiswi. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan memberi manfaat kepada mahasiswi untuk
melakukan latihan senam aerobik intensitas sedang sesuai dengan kaidah latihan
senam aerobik intensitas sedang sehingga hasilnya akan baik untuk kesehatan.
Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian lebih lanjut.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Obesitas
Kegemukan atau obesitas adalah dampak dari konsumsi energi yang
berlebihan, dimana energi disimpan dalam tubuh sebagai lemak, sehingga
akibatnya dari waktu ke waktu badan menjadi bertambah berat (Muchtadi 1996).
Salah-satu kelompok usia yang rentan terhadap kegemukan adalah kelompok
remaja (Tsiros et al. 2008). Masa remaja adalah tahap terakhir dari proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa dewasa
banyak ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja (Husaini
1991).

5
Data dari dua survei di Amerika yang dilakukan oleh Lembaga Survei Gizi
dan Kesehatan Nasional (NHANES) pada periode 1976-1980 dan 2007-2008
menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan terus meningkat secara nyata pada
beberapa kelompok usia salah-satunya usia remaja, yakni pada kelompok 12-19
tahun prevalensinya meningkat dari 5% menjadi 18.1% (Odgen et al. 2009).
Berdasarkan Riskesdas 2010, status gizi pada kelompok usia di atas 18 tahun
didominasi dengan masalah obesitas dan kegemukan. Angka obesitas dan
kegemukan pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki.
Menurut Riyadi (2001) bahwa pengukuran status gizi dapat dilakukan
dengan metode antropometri. Metode ini menggunakan pengukuran terhadap
berat badan, tinggi badan, lingkaran bagian-bagian tubuh dan tebal lapisan kulit.
Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi. Antropometri dapat
memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau. Tingkat kegemukan
atau obesitas dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) atau
body mass index (BMI). Indeks masa tubuh (IMT) dihitung dengan cara membagi
berat tubuh (kg) dengan kuadrat tinggi tubuh (m) atau IMT = BB / TB2 dengan
keterangan BB adalah berat badan dan TB adalah tinggi badan.
Batas baku nilai IMT (cut off point) dalam menentukan status gizi seseorang
yang ditetapkan oleh Badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2005 mengenai
kategori IMT yang cocok untuk masyarakat Asia melalui tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan indek masa tubuh (IMT) untuk usia
dewasa
Kategori
Underweight

BMI (kg/m2)
< 18.5 kg/m2

Normal
Overweight
At Risk
Obese I
Obese II
Sumber : WHO (2000).

18.5-22.9 kg/m2
> 23 kg/m2
23.0–24.9 Kg/m2
25.0- 29.9kg/m2
> 30.0 kg/m2

Risiko Kematian
Rendah
(tetapi resiko terhadap
masalah klinis lain
meningkat)
Rata rata
Rendah
Meningkat
Sedang
Berbahaya

Remaja
Istilah remaja adolesence berasal dari kata adolescere yang berarti “tumbuh”
atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 1994). Monks et al. (1982)
mengemukakan suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan
dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur12-21 tahun,
dengan pembagiannya: (1) 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, (2) 15-18
tahun termasuk masa remaja pertengahan, dan (3) 18-21 tahun termasuk remaja
akhir.
Masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan
kematangan manusia (Riyadi 2001). Pada periode ini banyak terjadi perubahan
unik serta banyak pemantapan pola-pola dewasa. Remaja merupakan fase transisi

6
sebelum anak menjadi dewasa. Selama remaja perubahan-perubahan hormon
mempercepat pertumbuhan tinggi badannya. Banyak para ahli mengemukakan
berbagai pendapat mengenai batasan usia remaja.
Dari berbagai pendapat tersebut disimpulkan bahwa secara teoritis dan
empiris, rentang usia remaja berada dalam usia 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22
tahun bagi pria. Jika dibedakan atas remaja awal dan akhir, maka remaja awal
berada pada usia 12 atau 13 tahun sampai 17 atau 18 tahun dan remaja akhir pada
rentang usia 17 atau 18 tahun hingga usia 21 atau 22 tahun (Panuju & Umami
1999).
Pada masa ini terjadi keunikan pertumbuhan dan perkembangan yang
karakteristiknya adalah sebagai berikut (Husaini 1989):
1. Pertumbuhan fisik yang sangat cepat (adolescent growth spurt)
2. Pertumbuhan dan perkembangan pada remaja putri terjadi lebih awal, yaitu
pada usia 11-13 tahun, sehingga pada usia 13-14 tahun remaja putri terlihat
lebih tinggi dan besar.
3. Pertumbuhan remaja putra dan putri berbeda dalam besar dan susunan
tubuh sehingga kebutuhan gizinya pun berbeda.
4. Pertumbuhan fisik dan pematangan fungsi-fungsi tubuh adalah proses
akhir dari masa remaja. Keadaan ini menentukan pada waktu dewasa
seperti bertambah pendek atau tinggi, lamban atau energik, ulet atau
pasrah.
5. Terjadi perubahan hormon seks.
Remaja tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi juga tidak termasuk
golongan dewasa atau orang tua sehingga remaja berada diantara anak-anak dan
dewasa. Pada umumnya mereka masih belajar di sekolah menengah atau
perguruan tinggi, Pertumbuhan cepat, perubahan emosional dan perubahan sosial
merupakan ciri yang spesifik pada usia remaja (Monks et al. 1994 dalam
Novikasari 2003). Pertumbuhan pada remaja segala sesuatunya cepat berubah dan
untuk mengantisipasi perubahan-perubahan ini menjadikan makanan sehari-hari
penting baik kualitas maupun jumlahnya.
Badan yang mengalami pertumbuhan perlu mendapat masukan zat-zat gizi
dari makanan yang seimbang tetapi kenyataannya tidak selalu sejalan dengan
tuntutan diantaraya jajanan yang kurang bergizi, makan makanan kaya energi
tetapi rendah zat-zat gizi seperti gula-gula, coklat, fast food dan minuman
berkarbonat sering dijumpai pada remaja.
Pertumbuhan yang cepat ini biasanya diiringi pertambahan aktifitas fisik
sehingga kebutuhan zat-zat gizi bertambah pula. Nafsu makan anak laki-laki yang
lebih tinggi hingga tidak akan menemukan kesulitan untuk memenuhi
kebutuhannya, sedangkan anak perempuan lebih mementingkan penampilan
sehingga akan lebih membatasi diri dalam memilih makanan. Mereka harus
diyakinkan bahwa masukan zat gizi yang kurang akan berakibat pada
kesehatannya (Pudjiadi 1997).
Aktivitas Fisik, Olahraga dan Latihan
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang
menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik seperti

7
berjalan, berlari, berolahraga dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan
energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI
2007). Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh
yang dihasilkan oleh otot skeletal dan membutuhkan pengeluaran energi. Obesitas
berhubungan dengan penurunan level aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik orang
kurus akan bertolak belakang dengan orang obes.
Penelitian yang dilakukan oleh Esperanza et al. (2000) di Mexico dan
Amerika Serikat menunjukkan adanya indikasi penurunan aktivitas fisik akan
meningkatkan prevalensi obesitas. Menurut Wirakusumah (1994), gaya hidup
yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi
tubuh seseorang. Aktivitas fisik diperlukan untuk membakar energi dalam tubuh.
Bila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang
seimbang akan memudahkan seseorang untuk menjadi gemuk. Lebih lanjut,
dikemukakan pula bahwa modernisasi yang terjadi saat ini menyebabkan
segalanya dimudahkan dengan fasilitas-fasilitas teknologi yang berakibat pada
terbatasnya gerak dan aktivitas, hidup terasa lebih santai.
Penelitian di Jepang menunjukkan pada kelompok yang mempunyai
kebiasaan olah raga berisiko 0,48 kali mengalami obesitas. Penelitian lain yang
dilakukan terhadap anak di Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang menonton televisi 5 jam perhari mempunyai
risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibandingkan mereka yang menonton
televisi 2 jam setiap harinya (Hidayati, Irawan, Hidayat 2009).
Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan
dalam physical activity level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan
besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam.
PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut FAO/WHO/UNU (2004) adalah
PAL = (PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) / 24 jam.
Keterangan: PAL adalah Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) dan
PAR adalah Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap
jenis kegiatan per satuan waktu tertentu). Selanjutnya tingkat aktivitas fisik
dikategorikan sebagai berikut: ringan dengan nilai PAL 1,40–1,69, sedang dengan
nilai PAL 1,70-1,99, dan berat dengan nilai PAL 2,00-2,40 (FAO/WHO/UNU
2001).
Olahraga
Olahraga merupakan suatu kata yang sering diucapkan dan digunakan oleh
sebagian besar orang dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian olahraga sendiri di
masyarakat mengandung pengertian yang beragam, olahraga dapat diartikan
sebagai melakukan aktivitas, atau dapat juga diartikan melakukan cabang olahraga,
ungkapan ini sebanarnya kurang tepat apabila ditelaah dari definisi olahraga itu
sendiri, sehingga terdapat perbedaan yang jelas antara aktivitas fisik, olahraga dan
juga latihan.
Pengertian olahraga menurut Giriwijoyo (2005) adalah serangkaian gerak
raga yang teratur dan terencana yang dilakukan orang dengan sadar untuk
meningkatkan kemampuan fungsionalnya, sesuai dengan tujuannya melakukan
olahraga. Definisi ini menunjukkan bahwa pengertian olahraga berbeda dengan
pengertian aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah segala aktivitas yang
menghasilkan kalori dan memerlukan energi (Hoeger & Hoeger 2005).

8
Olahraga dapat dibagi berdasarkan sifat dan tujuannya menjadi olahraga
kesehatan, olahraga rekreasi dan juga olahraga prestasi (Giriwijoyo 2005).
Olahraga kesehatan adalah olahraga yang bertujuan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan seseorang, olahraga rekreasi adalah olahraga yang
dilakukan dengan aktivitas rekreasi, seperti naik gunung, outbond dan sebagainya,
sedangkan olahraga prestasi adalah olahraga untuk menghasilkan kemampuan
puncak yang dimiliki seseorang untuk mencapai prestasi yang maksimal.
Olahraga kesehatan biasanya dilakukan dengan intensitas yang setingkat di
atas intensitas gerak raga yang biasa dilakukan untuk pelaksanaan tugas
kehidupan sehari-hari, sehingga setiap orang memiliki dosis olahraganya masing
masing. Ada beberapa syarat umum dan khusus dari olahraga kesehatan. Untuk
syarat umum yaitu massal, mudah, murah, meriah, manfaat dan aman (Giriwijoyo
2005). Massal yaitu olahraga kesehatan harus mampu menampung sejumlah besar
peserta secara bersama-sama, mudah yaitu gerakannya mudah sehingga dapat
diikuti oleh kebanyakan orang (peserta) yang menjadikan kemampuan dan
keterampilan gerak dasar menjadi meningkat, murah yaitu peralatannya sangat
minim atau bahkan tanpa peralatan sama sekali, meriah yaitu mampu
membangkitkan kegembiraan dan tidak membosankan, manfaat dan aman yaitu
manfaatnya jelas dirasakan oleh setiap peserta dengan tingkat umur dan derajat
sehat dinamis yang berbeda-beda.
Syarat khusus dari olahraga kesehatan antara lain yaitu homogen dan
submaksimal dalam intensitas atau beban olahraganya, adanya kesatuan takaran
atau dosis, adekuat dan bebas dari stress psikis. Homogen dan submaksimal dalam
intensitas atau beban olahraganya yaitu olahraga dengan intensitas yang rata, tidak
ada gerakan-gerakan dengan beban yang maksimal, tidak ada pengerahan
kemampuan maksimal.
Intensitas yang homogen diperlukan untuk mempermudah mengatur dosis
olahraga secara tepat dan intensitas yang submaksimal diperlukan sebagai faktor
keamanannya. Adanya kesatuan takaran atau dosis yaitu dapat diatur intensitas
(dengan mengatur beban/kekuatan dan pengulangan) dan juga lama waktu atau
durasi pelaksanaannya. Adekuat yaitu ada batasan tertentu mengenai intensitas
dan waktu pelaksanaan olahraga kesehatan agar dapat menghasilkan manfaat,
khususnya dapat meningkatkan kemampuan fungsional perangkat pendukung
gerak dilaksanakan 2-5 kali seminggu (Giriwijoyo 2005), selain itu dapat
mencapai intensitas antara 60-80% denyut nadi maksimal (DNM) sesuai umur.
Bebas stress psikis yaitu dilakukan dengan santai tanpa beban emosional dan
bukanlah suatu perlombaan atau pertandingan.
Olahraga kesehatan mampu memelihara dan meningkatkan kemampuan
fungsional jasmaniah pesertanya dengan pembebanan yang dapat diatur secara
bertahap dalam dosis-dosis latihan. Dengan demikian terlihat bahwa olahraga
kesehatan memang terutama menggarap aspek jasmaniah, tetapi dapat pula
menjangkau aspek rohaniah dan aspek sosialnya sehingga olahraga kesehatan
dapat memelihara dan bahkan meningkatkan derajat kesehatan.
Olahraga kesehatan merupakan salah satu saja dari berbagai bantuk upaya
pembinaan kesehatan, tetapi merupakan satu-satunya cara untuk meningkatkan
derajat kesehatan dinamis, hal ini berarti untuk meningkatkan kemampuan
fungsional jasmani (sehat dinamis) hanyalah dapat dilaksanakan bila ada kemauan
untuk mendinamiskan dirinya sendiri dengan jalan melatih jasmani (tubuhnya)

9
mulai dengan intensitas yang rendah sampai intensitas yang memenuhi kriteria
olahraga aerobik sesuai dengan umur seseorang.
Fungsi olahraga kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan
statis dan dinamis. Sehat statis adalah sehat pada waktu istirahat, sedangkan sehat
dinamis adalah sehat pada waktu bergerak atau bekerja. Orang yang sehat dinamis
pasti sehat statis sedangkan orang yang sehat statis belum tentu sehat dinamis.
Olahraga kesehatan melatih fungsi alat-alat tubuh secara bertahap agar tetap
normal pada waktu bergerak dengan sendirinya juga akan normal pada waktu
istrahat. Oleh karena itu, olahraga kesehatan membuat orang menjadi lebih sehat
dinamis, menjadi lebih mampu bergerak dan menjadi tidak mudah lelah.
Sasaran olahraga kesehatan mempunyai 3 tahapan, yaitu sasaran minimal,
sasaran antara dan sasaran utama (Giriwijoyo 2005). Sasaran minimal tujuan
utamanya adalah memelihara dan meningkatkan kemampuan gerak yang masih
ada dengan pemeliharaan dan mengusahakan meningkatkan luas pergerakan
semua persendian (kelentukan/fleksibilitas) melalui latihan pemanasan pada
semua persendian. Sasaran antara yaitu memelihara dan meningkatkan
kemampuan otot untuk kemampuan gerakannya lebih lanjut. Latihan pada tahapan
ini dapat dilakukan dengan gerakan statis dan dinamis.
Gerakan statis dilakukan dengan kontraksi isometrik diikuti dengan
pemanasan secara umum.Sedangkan untuk latihan dinamis dilakukan dengan
melakukan gerakan-gerakan yang cepat, berulang-ulang dan dengan sentakan
(latihan pliometrik) yang dilakukan secara bertahap dan tidak melebihi
kemampuan pada saat itu. Sasaran utama dari olahraga kesehatan adalah
memelihara kemampuan kapasitas aerobik yang telah memadai atau
meningkatkan kemampuan aerobik untuk mencapai kategori minimal sedang.
Olahraga aerobik memiliki ciri-ciri yaitu olahraga yang mengaktifkan otot
sekitar 40% atau lebih, secara simultan dan serentak, dengan intensitas yang
adekuat dan sesuai dengan umur dan dilakukan secara terus-menerus dengan
waktu minimal 10 menit (Giriwijoyo 2005). Olahraga yang memenuhi kriteria
sebagai olahraga aerobik antara lain lari/jogging, lari ditempat, renang, senam.
Latihan
Latihan adalah suatu proses kerja yang dilakukan secara sistematis,
berkelanjutan, beban dan intensitas latihan makin hari makin bertambah yang
pada akhirnya memberikan rangsangan secara menyeluruh terhadap tubuh dan
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental secara bersama-sama
(Harsono 1997). Ada tiga aspek utama dalam latihan yang harus diperhatikan
yaitu jenis latihan, intensitas latihan dan lamanya waktu latihan (Mougios 2006).
Selama proses latihan fisik harus dapat menampakkan pengaruh yang positif
terhadap kebugaran jasmani para olahragawan. Selama proses latihan akan
ditemukan beberapa gejala gejala baik fisik maupun mental selama proses latihan
itu berjalan seperti: kebosanan, jenuh, apatis, kekuatan otot, daya tahan meningkat,
gesit dan berbagai pengaruh lainnya. Perlu disadari bahwa hal itu terjadi karena
adanya perubahan perubahan dalam jaringan tubuh dan fungsi fungsi fisiologis,
anatomis lainnya karena pengaruh dari latihan. Faktor-faktor tersebut haruslah
diketahui dan dimonitor secara jelas penyebabnya hingga tidak menjadikan
olahragawan itu frustasi, sehingga prestasinya kian hari kian menurun.

10
Pelaksanaan latihan haruslah memperhatikan prinsip prinsip latihan yang
menjadi acuan dalam melakukan suatu latihan. Harsono (1997) menjelaskan
bahwa ada beberapa dasar dari program latihan fisik yang harus dilaksanakan
untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Prinsip Overload (beban lebih) adalah suatu proses latihan yang
menekankan pada pembebanan latihan yang semakin berat atau menambah jumlah
beban latihannya. Setiap bentuk latihan, baik latihan untuk keterampilan teknik,
taktik, fisik dan mental sekalipun haruslah berpedoman pada prinsip beban lebih
ini. Latihan yang terlalu ringan artinya di bawah kemampuan yang dimilikinya,
maka berapa lama latihan dilakukan dan betapa seringnya latihan dilakukan
sampai bagaimanapun capainya mengulang-ngulang latihan itu, prestasinya tidak
akan meningkat. Akan tetapi yang perlu diperhatikan pula ialah, meskipun beban
latihan harus lebih berat, beban tersebut haruslah masih berada dalam batas batas
kemampuan untuk dilakukan. Beban yang terlalu berat menyebabkan pengulangan
tidak akan terjadi.
Banyak orang yang tidak mau atau tidak berani untuk berlatih dengan beban
latihan yang melebihi kemampuannya padahal mereka semua mampu untuk
menanggung beban yang lebih berat dari pada yang diperkirakannya. Persoalan
sebenarnya tergantung kepada kata hati (inner speaking). Kata hati mengatakan
mampu untuk melakukan dan menyelesaikan latihan yang terlihat berat, sehingga
latihan yang berat akan dapat diselesaikan. Persoalan sebenarnya adalah berakar
pada perasaan semu, yakni adanya hambatan psikologis yang berpengaruh
terhadap keterampilan fisik. Banyak orang yang sering kali memanjakan dirinya
dengan perasaan negatif yang demikian, seakan akan merasa lemah atau tidak
berdaya. Padahal mereka sebenarnya lebih kuat dan lebih mampu dari pada yang
mereka rasakan atau pikirkan.
Metode latihan merupakan suatu cara untuk mempercepat peningkatan
prestasi, latihan tidak cukup hanya dilakukan secara motorik (dengan gerakan
saja). Banyak penelitian yang membuktikan bahwa latihan motorik harus
dibarengi dengan latihan nir-motorik (tanpa gerakan). Latihan nir-motorik bisa
dilakukan dengan membayangkan gerakan yang akan dilakukan atau
memvisualisasikan gerakan yang akan dipelajari. Para ahli mengatakan bahwa
meskipun kita tidak bergarak, kita bisa memperbaiki perilaku kita. Syaratnya ialah
kita harus mencurahkan konsentrasi dan pikiran kita secara intensif pada pola
gerakan yang akan kita lakukan. Dalam latihan nir-motorik, konsentrasi mengenai
gerakan yang akan dilakukan adalah sangat penting agar kita dapat memperoleh
dimensi kognitif yang sangat kuat mengenai gerakan yang akan kita lakukan dan
kita latih. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa selalu ada hubungan antara otak
dan otot (brain-muscle connection). Misalnya saat kita akan mempelajari gerakan
salto atau melempar bola. Dalam benak kita, kita harus bisa membayangkan
gerakan tersebut sejelas mungkin, seakan akan kita bisa “melihat” dengan jelas
gerakan yang kita lakukan.
Intensitas latihan merupakan perubahan fisiologis (yang berkenaan dengan
fungsi organ tubuh) dan psikologis hanyalah mungkin terjadi apabila latihan
dilakukan secara intensif. Latihan intensif adalah bahwa proses latihan haruslah
kian berat dengan cara menambah daya kerjanya, jumlah repetisi gerakan, serta
kadar intensitas pengulangan gerak. Latihan yang ringan tidak akan dapat
merangsang perubahan dalam fungsi organ tubuh maupun hal yang bersifat

11
kejiwaan. Batasan untuk menentukan kadar intensitas latihan khususnya untuk
perkembangan daya tahan kardiovaskuler yaitu menghitung denyut nadi maximal
(DNM) permenit dengan rumus denyut nadi maximal = 220-umur (Katch dan Mc
Ardle 1983).
Takaran denyut nadi maksimal seorang atlet olahraga prestasi intensitas
latihannya sebaiknya antara, 80% hingga 95% dari DNM. Intensitas latihan juga
ditentukan oleh lamanya berlatih dalam zona latihan. Seorang atlet harus berlatih
dalam zona latihan selama 45 – 120 menit untuk benar benar disebut berlatih
intensif. Seorang non atlet yang menganggap olahraga hanya untuk sekedar
menjaga kesehatan atau memelihara kondisi fisiknya mempunyai intensitas latihan
yang tidak perlu sebesar untuk atlet. Patokannya ialah 60-80 % dari DNM dan
juga untuk waktu latihan pun tidak perlu seberat atlet yaitu antara 20 -30 menit
saja berlatih dalam zona latihan.
Kualitas latihan merupakan mutu dari latihan yang dilakukan. Berlatih
secara intensif belum cukup menjamin tercapainya peningkatan prestasi, terutama
jika latihannya tidak bermutu. Orang bisa saja berlatih keras, intensif, sampai
habis tenaga, tetapi karena latihannya tidak bermutu, maka peningkatan prestasi
pun tidak terjadi. Latihan yang bermutu memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu: latihan
atau drill yang diberikan oleh pelatih adalah benar benar bermamfaat dan sesuai
kebutuhan atlet, koreksi yang tepat dan konstruktif selalu diberikan manakala atlet
melakukan kesalahan kesalahan, pengawasan terhadap setiap gerakan dilakukan
secara teliti, setiap kesalahan gerak segera diperbaiki. Latihan yang bermutu tetapi
tidak intensif seringkali lebih bermanfaat ketimbang latihan yang intensif akan
tetapi tidak bermutu. Bermutu tidaknya latihan tergantung pada kepandaian dan
kejelian pelatih dalam merancang program latihan. Kekeliruan kebanyakan pelatih
atau atlet adalah bahwa mereka lebih menekankan pada lamanya berlatih
ketimbang pada mutu dan penambahan beban latihannya. Oleh karena itu,
sebaiknya waktu latihan jangan berlangsung terlampau lama, pendek, berisi dan
padat dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
Variasi Latihan dapat dilakukan dengan latihan yang benar dan biasanya
menuntut banyak waktu, pikiran dan tenaga sehingga bukan mustahil jika latihan
yang intensif dan berkelanjutan kadang-kadang bisa menimbulkan rasa bosan
berlatih (boredom). Rasa bosan yang timbul membuat gairah dan motivasinya
biasanya menurun yang akan menjadi penyebab menurunnya semangat untuk
kembali melakukan latihan dan untuk mencapai kondisi sehat dinamis pada diri
seseorang. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk mencegah kebosanan
dalam berlatih, yaitu dengan menyelenggarakan dan merencanakan latihan latihan
bervariasi sehingga seorang pelatih harus kreatif dan pandai merancang serta
menerapkan berbagai variasi dalam latihannya.
Senam Aerobik
Olahraga yang sangat dianjurkan untuk keperluan kesehatan adalah aktivitas
gerak raga dengan intensitas yang setingkat di atas intensitas gerak raga yang
biasa dilakukan untuk kegiatan sehari-hari yaitu senam aerobik (Giriwijoyo 2004).
Senam aerobik bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kapasitas aerobik
yang merupakan sasaran utama olahraga kesehatan, selain itu pada senam aerobik
gerakannya dapat dibuat menjangkau seluruh persendian dan otot, gerakannya
juga mempunyai dosis-dosis mulai dari yang paling ringan sampai gerakan yang

12
dapat meningkatkan kemampuan kekuatan dan daya tahan otot. Tujuan senam
aerobik adalah untuk meningkatkan kapasitas aerobik, meningkatkan kekuatan
dan daya tahan otot serta meningkatkan luas pergerakan persendian (Giriwijoyo
2005).
Pada hakikatnya olahraga senam aerobik adalah jenis olahraga kesehatan,
yaitu gerakannya sub maksimal, tidak boleh melakukan gerakan maksimal atau
eksplosif, tanpa henti minimal 10 menit, non kompetisi dengan frekwensi 3-5 kali
dalam seminggu dan intensitasnya sedang adalah 60-80% denyut nadi maksimal
(Giriwijoyo 2007).
Secara umum latihan dalam senam aerobik disusun dalam empat fase latihan,
yaitu fase warm up, fase skill review, fase aerobik dan fase cooling down
(Sumardianto 2007). Dalam setiap fasenya, senam aerobik mempunyai tujuan dan
manfaat khusus, sehingga apabila tidak dilakukan maka latihan tidak akan
memperoleh hasil yang maksimal.
Senam Aerobik Intensitas Sedang (Low Impact)
Senam aerobik merupakan latihan yang menggunakan seluruh otot terutama
otot-otot besar, secara terus-menerus, berirama, maju dan berkelanjutan. Biasanya,
senam aerobik dilaksanakan dengan iringan musik untuk meningkatkan motivasi
latihan, pengaturan waktu latihan, dan kecepatan latihan, serta menjaga agar
latihan dapat dilakukan dengan gerakan yang bersamaan. Intensitas latihan dapat
diatur dengan pengaturan tempo musik yang mengiringinya (Hodder & Stonghton
1997). Tempo yang digunakan dapat menjadi acuan dalam intensitas latihan yang
dilakukan.
Senam aerobik dibagi menjadi dua jenis yaitu aerobik intensitas rendah (low
impact) dan intensitas tinggi (high impact). Senam aerobik intensitas rendah (low
impact) adalah kedua kaki atau salah satu kaki selalu kontak dengan lantai,
sehingga gerakan jogging diganti dengan gerakan jalan cepat (Sadoso 1996).
Pelaksanaan senam aerobik intensitas rendah (low impact) dapat dilakukan setelah
pemanasan 5-10 menit dengan tempo antara 100-120 ketukan permenit kemudian
dilanjutkan dengan inti selama 20-30 menit dengan tempo 115-135 ketukan
permenit.
Pada senam aerobik terdapat variasi-variasi gerakan yang banyak terutama
gerakan dasar pada kaki dan jalan dapat memenuhi kriteria CRIPE (continous,
rhythmical, interval, progresif dan endurance) sehingga sesuai dengan tahapan
kegiatan yang harus dilakukan. Selain itu senam aerobik yang dilakukan secara
berkelompok akan memberi rasa senang pada anggota dan juga dapat memotivasi
anggota yang lain untuk terus melakukan olah raga secara terus-menerus dan
teratur (Soegondo 1995).
Gerakan senam aerobik yang pertama kali diperkenalkan di Indonesia
adalah gerakan dengan benturan-benturan keras dan gerakan yang energik yang
dikategorikan dengan high impact. Pada gerakan, ini ada kalanya kedua kaki tidak
berpijak, seperti gerakan melompat. Gerakan ini dimodifikasi oleh Sadoso tahun
1984, yaitu dengan salah satu kaki selalu berada di lantai guna mengurangi
benturan-benturan yang keras. Modifikasi ini disebut dengan low impact atau soft
impact (aerobik benturan ringan). Modifikasi ketiga disebut non impact, tanpa
menggunakan benturan. Gerakan badan hanya berkisar antara Uitvaal
(memindahkan berat badan) dan navere (gerak ngeper) (Soekarno et al. 1996).

13
Dewasa ini berbagai macam variasi gerakan