ANALISIS IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT DI YOGYAKARTA (Studi Kasus Pada BAZ dan LAZ di Yogyakarta)

ABSTRACT
Good Corporate Governace (GCG) is system to manage organization can
create good working pattern at the management. GCG has five principles whinch
consist of Transparency, Accountability, Reponsibility, Independent and Fairness.
At the management organization of zakat, implementation of these principles are
very important, because if an organization does GCG system well, it can give
satisfaction and conviction not only to the the zakat payers (muzzaki) but also
zakat receiver (mustahiq) that zakat which they are paid have been used and
benefited properly. This aim of the study to evaluate how far the application of
GCG principles to organizations of management zakat in Yogyakarta .
The object of this study are management of Badan Amil Zakat (BAZ) and

Lembaga Amil Zakat (LAZ) in Yogyakarta. The Interviewers were are
management of BAZNAS Provinsi Yogyakarta, BAZNAS Kota Yogyakarta ,
BAZNAS Kabupaten Bantul, LAZIS Masijd Syuhada, LAZIS DPU-DT, LAZIS
Dompet Dhuafa, LAZIS Muhammadiyah and Rumah Zakat.
The results of this research show that, the entire Organization
Management of Zakat in Yogyakarta have been applying five principles of Good
Corporate Governace (GCG), But there are some OPZ that still not optimal yet in
the implementation of the GCG principles. Therefore Organization Management of
Zakat that have not been optimal in the management of the organization, they can

see and improve their performance with other organzation which has applied the
principles of good corporate governance well.

Keywords: Good Corporate Governace, Organization Management of Zakat

viii

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Didalam Islam zakat merupakan rukun Islam ketiga yang wajib
dilaksanakan apabila seseorang telah mampu menunaikannya. Seperti yang
telah dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 43 bahwa “Dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku”, perintah
menunaikan zakat berdampingan dengan perintah sholat yang mana bagi
seorang muslim wajib menjalankannya. Menurut Adnan (2016) tidak akan ada
kemiskinan kalau zakat digerakkan. Zakat itulah harta di akhirat, di luar itu
akan habis. Hakikat zakat juga menambah, bukan mengurangi. Jangan sampai

rajin sedekah tapi lupa zakat dan utamakan zakat sebelum sedekah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 juga menjelaskan mengenai
pengertian zakat, bahwa zakat merupakan harta yang wajib dikeluarkan oleh
seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan infaq dan shodaqoh
merupakan wujud dari rasa syukur manusia terhadap nikmat yang telah
diberikan oleh Allah SWT dengan menyisihkan sebagian harta mereka untuk
diberikan kepada mereka-meraka yang berhak menerimanya.
Menurut Adnan (2009) Zakat umumnya dianggap sebagai alternatif
penting untuk memecahkan salah satu masalah sosial dan ekonomi yang
paling lazim di dunia, yaitu kemiskinan. Dalam beberapa negara-negara
Muslim,

misalnya

seperti

Malaysia

dan


Indonesia,

upaya

untuk

2

mengumpulkan zakat telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa dan
menjanjikan.
Pernyatan tersebut sesuai dengan yang telah disebutkan dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011 bahwa tujuan dari pengelolaan zakat bagi
Organisasi Pengelola Zakat adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat, dan meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Untuk memaksimalkan pengelolaan zakat, pemerintah telah membentuk badan
untuk pengelolaan akuntansi zakat, infaq dan shodaqoh yaitu Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Badan Amil Zakat (BAZ) dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil
Zakat dibentuk oleh masyarakat. Kedua badan pengelola zakat tersebut

mempunyai

tugas

pokok

mengumpulkan,

mendistribusikan

dan

mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Diperlukan adanya
keaktifan lembaga-lembaga pengelola zakat dalam mewujudkan terciptanya
pengelolaan dana zakat yang baik, selain itu dengan adanya Organisasi
Pengelola Zakat dapat memudahkan pelayanan terhadap masyarakat dalam
menunaikan zakat, meningkatkan fungsi dan peran pranata agama dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan hasil dan daya guna
zakat.
Lembaga pengelola zakat sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya,

dalam melaksanakan tugasnya harus mengaplikasikan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance. Dalam pasal 2 Undang-Undang Zakat No 23

3

menyebutkan bahwa pengelolaan zakat harus berasaskan: syariat Islam,
amanah,

kemanfaatan,

keadilan,

kepastian

hukum,

terintegrasi,

dan


akuntabilitas. Dari ketujuh asas tersebut sesuai dengan 5 prinsip Good
Corporate Governance yang diantaranya adalah: Transparency, akuntability,
Responsibility, Independent, Fairness.
Good Corporate Governace merupakan sistem pengelolaan organisasi
yang dapat mendorong terbentuknya pola kerja suatu manajemen yang bersih,
transparan, dan profesional yang meliputi empat prinsip dasar yaitu Fairness,
tranparency,

Accountability,

dan

Responsibility

(Tjager,

dalam

Kuncaraningsih 2014). Good Corporate Governace dalam Organisasi
Pengelola Zakat adalah suatu hal yang penting bagi pembayar zakat karena

dengan tata kelola yang baik pembayar zakat akan merasa yakin bahwa zakat
yang mereka bayarkan digunakan dengan semestinya.
Kepercayaan publik pada suatu institusi lembaga pengelola zakat
sangatlah penting. Munculnya sikap kurang percaya terhadap para
penyelenggara zakat, seperti dalam laporan penerimaan dana zakat di
BAZNAS Yogyakarta dapat dilihat dari belum tercapainya target penerimaan
dana zakat yang baru bisa menghimpun 25 persennya. Jumlah ini berkisar
Rp260 juta dari Rp1 miliar per bulan. Menurut Misbahrudin (2015), hal
tersebut dikarenakan masih kurangnya transparansi dan profesionalisme dari
beberapa lembaga pengelola zakat dalam pengelolaan zakat yang mereka
terima dan juga untuk BAZ sendiri masih minimnya target penerimaan zakat
mereka salah satunya dikarenakan kurangnya edukasi kepada pegawai negeri

4

sipil (PNS) untuk membayar zakat pendapatan di BAZNAS Yogyakarta dan
masih banyak PNS yang menggunakan lembaga amil zakat di luar BAZNAS
Yogyakarta.
Masalah profesionalisme pengelolaan organisasi zakat juga menjadi salah
satu agenda penting dalam meningkatkan kinerjanya. Menurut Adnan dalam

Susianti (2016) bahwa seorang profesionalisme itu harus memenuhi enam
kreteria yaitu Competence, Full Time Commitment, Member of Assosiason,
Continue Study/Learning, Ethict, dan Fairly Compensated. Untuk itu
sangatlah perlu diterapkan seluruh kriteria tersebut

agar kinerja suatu

organisasi dapat berjalan dengan baik.
Penelitian yang terkait Good Corporate Governance (GCG) pada
Organisasi Pengelola Zakat sebelumnya juga telah dijelaskan oleh Hasbar dan
Nurul (2016), Hendian, dkk (2016), Kuncaraningsih dan M. Rasyid (2015),
Kurniawan (2014), Septiarini (2011), Muhammad (2006), dalam penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya tidak semua menjelaskan tentang
keseluruhan prinsip GCG melainkan hanya menjelaskan sebagian dari prinsip
tersebut dan juga tidak semua objek dalam penelitian tersebut yaitu pada OPZ.
Motivasi dilakukannya penelitian ini karena penelitian sebelumnya belum
mampu menjelaskan secara lebih spesifik mengenai penerapan prinsip GCG
pada OPZ khusunya perbandingan penerapan prinsip GCG tersebut pada BAZ
dan LAZ. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
lima prinsip GCG yang digunakan yaitu Transparency, Accountability,


5

Responsibility, Independent, Fairness, serta objek penelitian yaitu pada
Organisasi Pengelola Zakat yaitu BAZ dan LAZ.
Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG) dalam sebuah Organisasi Pengelola Zakat sangat diperlukan dan
berperan penting untuk membangun kepercayaan masyarakat dengan
demikian organisasi tersebut dapat berkembang dengan baik dan amanah.
Selain itu juga mengingat potensi zakat di Yogyakarta sangat besar tetapi
belum terkumpul secara maksimal dan melihat pentingnya Good Corporate
Governance pada organisasi pengelola zakat.
Berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang
“ANALISIS IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA
ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT DI YOGYAKARTA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah
penelitian sebagai berikut:
Sejauhmana penerapan prinsip Good Corporate Governance pada Organisasi
Pengelola Zakat di Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai Analisis Implementasi Good Corporate Governance
Pada Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Yogyakarta ini memiliki tujuan,
yaitu:
Mengevaluasi sejauhmana penerapan prinsip Good Corporate Governance
pada Organisasi Pengelola Zakat di Yogyakarta.

6

D. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai Analisis Implementasi Good Corporate Governance
Pada Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Yogyakarta diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat di bidang teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dunia akademis yang
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan gambaran informasi
secara umum kepada pihak-pihak yang membutuhkan studi yang
berkaitan dengan pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance
khususnya dalam pengelolaan zakat.
b. Memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan

khususnya tentang penerapan prinsip Good Corporate Governance
pada Organisasi Pengelola Zakat.
2. Manfaat di bidang praktis
a. Dapat dijadikan masukan kepada seluruh Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) di Yogyakarta baik itu Badan Amil Zakat (BAZ) maupun
Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai bahan evaluasi dengan
diketahuinya prinsip dari Good Corporate Governance (GCG) yang
perlu ditingkatkan untuk dapat meningkatkan kepuasan bagi muzzaki,
pemerintah, masyarakat luas, dan pengelola, yang nantinya akan
berdampak mejadi suatu kepercayaan dalam jangka waktu panjang.

7

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data yang berguna bagi
Organisai Pengelola Zakat dan masyarakat dalam memahami dan
menilai mana OPZ yang baik dalam pengelolaan zakatnya.

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Konsep Zakat
a. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Menurut bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu albarakatu
‘keberkahan’, al-namaa ‘pertumbuhan dan perkembangan’, althaharatu ‘kesucian’ dan ash-shalahu ‘keberesan’. Sedangkan secara
istilah zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang
Allah SWT mewajibkan bagi pemiliknya,untuk diserahkan kepada yang
berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula. (Hafidhuddin
Didin, 2002:7).
Didalam Al-Qur’an Allah SWT telah menyebutkan beberapa ayat yang
menjelaskan tentang zakat, diantaranya dalam:
Surat Al Baqarah ayat 43:

“Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku”

9

Surat at Taubah ayat 103:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah
untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka, dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui”.
Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat tertera dalam
Al- Quran Surah :
At-Taubah ayat 60 :

“Seungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang
miskin, amil zakat, yang dilunakan hatinya (mu‟alaf), untuk
(memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana”.
Terdapat delapan golongan yang berhak menerima zakat. Para
mustahiq zakat atau yang biasa disebut dengan delapan asnaf zakat,
terdiri dari (Huda, 2013: 299) :

10

1. Orang fakir, yaitu orang yang amat sengsara hidupnya,
tidak memiliki harta dan tenaga untuk

memenuhi

penghidupannya.
2. Orang

miskin,

yaitu

orang

yang

tidak

cukup

penghidupannya.
3. Amil

zakat,

yaitu

orang-orang

yang

bertugas

mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf, yaitu kafir yang ada harapan masuk Islam dan
orang yang baru masuk Islam sehingga imannya masih
lemah.
5. Riqab, yaitu untuk memerdekakan budak. Termasuk juga
untuk melepaskan orang muslim yang ditawan oleh orang
kafir.
6. Gharim, yaitu orang yang berhutang dan tidak sanggup
membayarnya.
7. Sabilillah, yaitu untuk kepentingan berjuang dijalan Allah ,
hal ini mencakup juga kepentingan-kepentingan umum
seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, dan lain-lain.
8. Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan dan
mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Berbeda dengan zakat, menurut PSAK No.109 Infaq adalah adalah
harta yang diberikan secara sukarela oleh pemiliknya, baik yang
peruntukannya dibatasi (ditentukan) maupun tidak dibatasi. Infaq terdiri

11

dari dua jenis yaitu

Infaq wajib dan Infaq sunah. Infaq wajib

diantaranya adalah zakat, kafarat, dan nadzar. Sedangkan Infaq sunah
diantaranya adalah infaq yang diberikan

fakir miskin, infaq yang

diberikan ketika terjadi bencana alam, dan infaq dalam hal
kemanusiaan.
Shadaqah berasal dari kata shadaqa, yang berarti jujur atau benar
(Hasan, 2011). Maksud dari benar disini adalah pembenaran
(pembuktian) dari keimanan seseorang yang diwujudkan melalui amal
perbuatan yang baik, baik berupa pengorbanan materi ataupun
perbuatan positif lain. Menurut istilah agama pengertian shadaqah
sering disamakan dengan pengertian infaq, termasuk di dalamnya
hukum dan ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan
materi, sedangkan shadaqah memiliki pengertian yang lebih luas,
menyangkut hal yang bersifat materi dan non materi (Gusfahmi, 2007).
Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian harta
yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban membayar zakat
tersebut berlaku untuk seluruh umat Islam yang telah baligh ataupun
yang belum, baik yang berakal ataupun gila. Dimana mereka telah
memiliki sejumlah harta yang sudah masuk batas nisabnya, maka
seseorang tersebut wajib mengeluarkan sebagian hartanya dalam jumlah
tertentu untuk diberikan kepada mustahiq zakat yang terdiri dari
delapan golongan.

12

Surat Al- Baqarah ayat 273:

“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang
terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia
yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu,
menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena
mereka menjaga diri ( dari meminta-minta). Engkau (Muhammad)
mengenal mereka dari ciri-cirinya , mereka tidak meminta secara
paksa, kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu
infakkan , sungguh, Allah Maha Mengetahui.
b. Muzzaki dan Mustahiq
Muzzaki adalah individu muslim yang secara syariah wajib membayar
(menunaikan) zakat. Sedangkan Mustahiq adalah orang atau entitas
yang berhak menerima zakat. Adapun yang berhak menerima zakat
yaitu ada delapan golongan diantaranya, fakir, miskin, amil, muallaf,
hamba sahaya, gharim, fissabilillah, dan ibnu sabil (PSAK 109 Tahun
2011).
c. Amil Zakat
Amil adalah entitas pengelola zakat yang pembentukannya dan atau
pengukuhannya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
dimaksudkan

untuk

mengumpulkan

dan

menyalurkan

zakat,

infak/sedekah (PSAK 109 Tahun 2011). Adanya Badan Amil Zakat dan

13

Lembaga Amil Zakat juga dapat berfungsi sebagai lembaga jaminan
sosial seperti dalam hal pengentasan kemiskinan, pemerataan
pendapatan dan memperkecil adanya kesenjangan antar kelompok
miskin dan kaya. Dengan adanya suatu organisasi pengelolaan zakat
masyarakat miskin tidak perlu

lagi merasa khawatir terhadap

keberlangsungan hidup mereka, karena zakat dapat menjamin hidup
mereka ditengah-tengah masyarakat, yang memiliki kepedulian
terhadap sesama dan saling tolong-menolong.
d. Macam-macam Zakat
Zakat dibagi menjadi dua yaitu zakat Nafs (jiwa), dan zakat mal (harta)
adapun pengertiannya sebagai berikut:
a) Zakat Nafs (jiwa) atau zakat fitrah adalah zakat untuk mensucikan
diri. Zakat ini dikeluarkan dan disalurkan pada saat bulan Ramadhan
sebelum tanggal 1 Syawal, zakat ini berbentuk bahan pangan atau
makanan pokok.
b) Zakat Mal (harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan
harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat
(Juanda dan Gustian, 2006:18).
e. Hikmah dan Manfaat Zakat
Terdapat beberapa Hikmah dan Manfaat dari membayar zakat adalah:
a) Menambah keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmatNya,
menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan

14

ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan
harta yang dimiliki.
b) Karena zakat merupakan hak mustahiq, maka zakat berfungsi untuk
menolong,membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin,
kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera,sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhan kehidupan mereka dengan
layak,dapat beribadah kepada Allah SWT , terhindar dari kekufuran ,
sekaligus menhilangkan sifat iri,dengi dan hasad yang mungkin
timbul dari dari kalangan mereka.
c) Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana tempat
ibadah, pendisikan,kesehatan, sosial maupun ekonomi,sekaligus
sarana pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim
(Hafidhuddin, 2002:10).
2. Konsep Good Cororate Governance
a. Definisi Good Corporate Governance
Di

Indonesia

istilah

corporate

governance

seringkali

diterjemahkan sebagai tata kelola perusahaan. Pengertian corporate
governance sendiri telah dikemukakan oleh banyak institusi dan para
pakar. Berikut ini definisi Corporate Governance menurut Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan Corporate
Governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham ,pengurus (pengelola) perusahaan, pihak

15

kreditur pemerintah dan karyawan, serta para pemegang kepentingan
internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengendalikan perusahaan dengan tujuan untuk menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) (Effendi,
2009:1).
Terdapat dua teori utama yang terkait dengan Corporate
Governance adalah Stewardship Theory dan Agency Theory. Menurut
Chinn dalam Kaihatu (2006) Stewardship Theory dibangun di atas
asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada
hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung
jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah
yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang
saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen
sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan publik maupun stakeholder.
Sementara itu, menurut Shaw dalam Kaihatu (2006)

Agency

Theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang bahwa
manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham,
akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri,
bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap
pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory
mendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan

16

kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate
governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana
pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai
peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan
sistem

yang

mengatur

dan

mengendalikan

perusahaan

yang

menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder
(Monks, 2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini,
pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi
dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban
perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat,
tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan stakeholder.
Good Corporate Governance tidak lain adalah permasalahan
mengenai

proses

pengelolaan

perusahaan

secara

konseptual

menyangkut diaplikasikannya prinsip – prinsip Fairness, Transparency,
Accountability,

dan

Responsibility,

terutama

ditujukan

kepada

perusahaan-perusahaan publik, Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
perusahaan-perusahaan yang menggunakan dana publik dan ikut dalam
pengelolaan dana publik (Sutojo dan Aldridge, 2005:13).

17

b. Prinsip Good Corporate Governance
Dalam setiap penyelenggaraan Good Governance terdapat 3 prinsip
yang sering digunakan :
1) Transparansi, mengandung arti keterbukaan.
2) Partisipasi, dapat dikategorikan dengan kalimat “turut ambil bagian”.
3) Akuntabilitas, pertanggungjawaban (Ulum dan Hafiez 2016:35)
Prinsip-prinsip

dasar

Good

Corporate

Governance

menurut

Organization for Economic Coorporation and Development (OECD)
yang telah disebutkan dalam Tjager (2003 ) adalah sebagai berikut:
1) Fairness (Kewajaran)
2) Transparency (Transparansi)
3) Accountability (Akuntabilitas)
4) Responsibility (Responsibilitas)
Selain itu menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor : Kep-117/M-Mbu/2002 Pasal 3 Tentang Penerapan Praktek
Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) menyebutkan terdapat 5 prinsip Good Corporate Governance
yaitu :
1) Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

18

2) Akuntabilitas,

yaitu

pertanggungjawaban

kejelasan
organ

fungsi,

sehingga

pelaksanaan

pengelolaan

dan

perusahaan

terlaksana secara efektif.
3) Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4) Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola
secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
5) Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan menurut UNDP dalam Ulum dan Hafiez (2016:35-36)
terdapat 9 prinsip penerapan Good Corporate Governance yang dapat
saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri, sembilan prinsip
tersebut meliputi:
1) Participation. Setiap warga negara mempunyai suara dalam
pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.
Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan
berbicara , serta berpartisipasi secara konstruksi.

19

2) Rule of Law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa
pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia.
3) Tansparancy. Dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Prosesproses, lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat
diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dipahami
dan dapat dimonitor.
4) Responsiveness. Lembag-lembaga dan proses-proses harus untuk
melayani setiap stakeholder.
5) Consensus

orientation. Good

governance

menjadi

perantara

kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi
kepentingan lebih luas, baik dalam kebijakan-kebijakan maupun
prosedur-prosedur.
6) Equity. Semua warga negara mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
7) Effectiveness and efficiency. Prosess-proses dan lembaga-lembaga
menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
menggunkan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8) Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintah ,sektor
swasta dan masyarakat (civil cociety) bertanggungjawab kepada
publik dan lembaga-lembaga

stakeholder . Akuntabilitas ini

tergantung pada organisasi dan sifat yang dibuat , apakah keputusan
tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.

20

9) Strategic vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai
persepektif good governance dan pengembangan manusia yang luas
dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang iperlukan untuk
pembangunan.
Agar Good Governace dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan
adanya komitmen dari semua pihak yang berkepentingan seperti
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
c. Tujuan penerapan Good Corporate Governance
Tujuan dari adanya penerapan corporate governance adalah sebagai
berikut:
a) Implementasi mekanisme corporate governance diharapkan dapat
mengurangi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari
adanya masalah keagenan. Pada gilirannya hal tersebut akan
menimbulkan perasaan aman pada seluruh pemegang saham ataupun
investor lainnya bahwa hak-hak mereka diperhatikan dan dilindungi.
b) Kesadaran mengenai praktik Good Corporate Governance akan
mendorong transparansi perusahaan.
c) Penerapan Good Corporate Governance juga dapat mencegah
terjadinya praktik-praktik yang tidak sehat seperti perdagangan
orang dalam (insider trading), akuisisi internal dan transaksi
hubungan istimewa yang merugikan pemegang saham minoritas
(Wulandari 2001:12).

21

d. Manfaat Good Corporate Governance
Manfaat Good Corporate Governance antara lain:
1) Meningkatkan kinerja lembaga ,meningkatkan efeisiensi operasional
lembaga serta lebih meningkatkan pelayanan terhadap para pihak
yang berkepentingan (stakeholder).
2) Mempermudah lembaga untuk memperoleh dana , dengan mudah
memperoleh dana maka akan meingkatkan corporate value.
3) Memberikan kepuasan dan nilai kepada pemangku kepentingan
dengan kinerja lembaga yang baik.
4) Meningkatkan citra perusahaan atau organisasi dimata publik dalam
jangka waktu panjang.
5) Meningkatkan dukungan stakeholder dalam lingkungan kerja
(Daniri, 2005:14)
3. Organisasi Pengelola Zakat
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) adalah suatu organisasi yang
bertugas dalam menghimpun, mengelola, serta mendistribusikan zakat.
Sejarah terbentuknya dua Organisasi Pengelola Zakat yaitu Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yaitu diprakarsai oleh
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaaan Zakat.
Lahirnya Undang-Undang tersebut muncul di latar belakangi oleh
kenyataan bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam
harus memenuhi kewajibannya yaitu dalam membayar Zakat. BAZ dan
LAZ merupakan lembaga formal yang disahkan oleh Undang-Undang

22

Nomor 38 Tahun 1999 sebagai lembaga yang diizinkan mengelola zakat.
Oleh karena itu dua lembaga tersebut memiliki peran yang sangat penting
dalam pemberdayaan sosial maupun ekonomi umat. Pengelolaan zakat
dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah,
baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah. Masyarakat dan pemerintah
berperan penting dalam sebuah kepengurusan BAZ yang mana keduanya
harus memenuhi persyaratan tertentu seperti memiliki sifat adil, amanah,
profesional, berdedikasi, dan berintegritas tinggi.
Di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No.581 Tahun
1999, dikemukakan bahwa suatu Organisasi Pengelola Zakat harus
memiliki persyaratan teknis sebagai berikut:
1. Berbadan Hukum
2. Memiliki data Muzzaki dan Mustahiq
3. Memiliki program kerja
4. Memiliki pembukuan
5. Membuat pernyataan kesediaan untuk diaudit
Persyaratan tersebut tentu mengarah kepada profesionalitas dan
transparansi dari setiap lembaga pengelola zakat. Dengan demikian ,
diharapkan masyarakat akan semakin bergairah dalam menyalurkan
zakatnya melalui organisasi pengelola zakat.
Selain itu Organisasi Pengelola Zakat juga memiliki asas yang terdapat
dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2011, yaitu sebagai berikut :

23

1. Syariat

Islam. Dalam menjalankan perannya

Organisasi

Pengelola Zakat harus berlandaskan syariat Islam.
2. Amanah. Organisasi Pengelola Zakat harus menjadi organisasi
yang amanah atau dapat dipercaya.
3. Kemanfaatan. Organisasi Pengelola Zakat harus menjadi
organisasi yang bermanfaat bagi muzzaki maupun mustahiq.
4. Keadilan. Organisasi Pengelola Zakat harus berlaku adil dalam
pendistribusian zakat.
5. Kepastian hukum. Organisasi Pengelola Zakat harus mempunyai
legalitas dari pemerintah.
6. Terintegrasi.

Dalam

penghimpunan,

pengelolaan

serta

pendistribusian zakat haruslah dilakukan secara hierarkis.
7. Akuntabilitas. Pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat serta informasi yang berkaitan dengan
pengelolaan zakat dapat diakses dengan mudah.
Selain BAZ yang dibentuk oleh pemerintah, terdapat institusi lain yang
mana masyarakat diberikan kesempatan untuk mendirikan institusi
pengelolaan zakat tersebut yang sepenuhnya dibentuk dan diprakarsai oleh
masyarakat dengan kriteria sebagai organisasi Islam yang sosial,
keagamaan serta kemaslahatan ummat Islam yang disebut dengan
Lembaga Amil Zakat (LAZ). LAZ yang telah ada dan yang akan dibentuk
oleh masyarakat itu dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
Pengukuhan dan pembentukan LAZ berdasarkan keputusan Menteri

24

Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan UU Nomor 38 tahun
1999 tentang pengelolaan Zakat dilakukan atas permohonan Lembaga
Amil Zakat setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Berbadan hukum;
2. Memiliki data muzakki dan mustahik;
3. Telah beroperasi minimal selama 2 tahun;
4. Memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik
selama 2 tahun terakhir;
5. Memiliki wilayah operasi (untuk tingkat nasional 10 Provinsi,
untuk tingkat provinsi 40 % Kabupaten/Kota;
6. Mendapat rekomendasi dari Forum Zakat;
7. Telah mampu mengumpulkan dana Rp. 1.000.000.000,00 (Satu
Milliyar Rupiah) dalam satu tahun untuk tingkat nasional, sedangkan
untuk tingkat propinsi sebanyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta
rupiah);
8. Melampirkan surat pernyataan bersedia disurvei oleh Tim yang
dibentuk oleh Departemen Agama dan diaudit oleh akuntan publik;
9. Dalam melaksanakan kegiatan bersedia berkoordinasi dengan
Badan Amil Zakat (BAZ) dan Departemen Agama setempat
(Hasibuan : 2016).

25

B. Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang relevan dalam menunjang penelitian ini
adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Hasbar dan Nurul (2016) mengenai
“Analisis Implementasi Good Corporate Governance dan Penerapan
PSAK 109 Tentang Akuntansi Zakat Pada Lembaga Amil Zakat
Dompet Dhuafa Cabang Sulawesi Selatan”, menghasilkan kesimpulan
bahwa Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) telah
diimplementasikan pada Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Cabang
Sulawesi Selatan, walaupun secara legalitas kebijakan belum secara
formil diterapkan. Selain itu Pedoman Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) 109 tentang Akunatnsi Zakat juga telah diterapkan pada
Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Cabang Sulawesi Selatan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hendian, dkk (2016) mengenai
“Analisis Implementasi Good Corporate Governance pada Manajemen
Zakat di BAZNAS Kabupaten Bandung”, menghasilkan kesimpulan
bahwa

BAZNAS

Kabupaten

Bandung

secara

umum

sudah

menerapkan sistem transparansi kepada para muzakki dan masyarakat
pada umumnya, yaitu dengan menginformasikan pemasukan dan
penyaluran dana zakat yang dapat diakses pada situs BAZNAS
maupun Kandepag RI wilayah Kabupaten Bandung. Informasi tersebut
juga dapat diakses melalui situs resmi Pemkab Kabupaten Bandung.
Selain itu, penerapan nilai transaparansi yang dilakukan manajemen

26

BAZNAS Kabupaten Bandung yaitu dengan mengadakan rapat
tahunan pada akhir periode yang membahas mengenai pengelolaan
zakat, serta evaluasi kinerja amil untuk mewujudkan kinerja yang
profesional.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Kuncaraningsih dan M. Rasyid (2015)
mengenai “Good Corporate Governance dalam Meningkatkan
Kepuasan Muzakki di Badan Amil Zakat Nasional”, menghasilkan
kesimpulan bahwa Good Corporate Governance berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap kepuasan muzakki pada BAZNAS
Kabupaten Sleman. Ini menunjukkan semakin tinggi tingkat Good
Corporate Governance maka tingkat kepuasan muzakki juga akan
semakin tinggi, dan bila tingkat Good Corporate Governance menurun
juga akan berdampak penurunan pada kepuasan muzakki.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, (2014) mengenai “Analisis
Implementasi Good Corporate Governance dari Aspek Akuntabilitas
pada Badan Amil Zakat”, menghasilkan kesimpulan bahwa BAZNAS
Kabupaten Jepara telah mengimplementasikan Good Corporate
Governance dari aspek akuntabilitas, akan tetapi implementasinya
secara umum belum berjalan secara maksimal karena masih terdapat
beberapa hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan seperti,
Independensi BAZNAS Kabupaten Jepara hanya bisa dilihat dari
program-programnya. Sedangkan dari sisi individu pengurus, belum
adanya kebijakan atau peraturan organisasi yang melarang dan

27

memberikan sangsi bagi staf pengelola yang mempunyai rangkap
jabatan

diluar

organisasi

guna

menghindari

adanya

konflik

kepentingan. Dari segi komitmen organisasi, Sosialisasi secara masif
perlu dilakukan karena masih banyak sektor di Jepara yang belum bisa
dimanfaatkan potensi ZISnya, seperti sektor swasta pada industri
furniture kayu yang mempunyai potensi ZIS paling besar. Berdasarkan
prinsip kompetensi, kinerja dan partisipasi anggota pengurus BAZNAS
Kabupaten Jepara masih kurang karena hanya bekerja berdasarkan
kesadaran, selain itu jumlah staf profesional kurang memadai yaitu
hanya sebanyak tiga orang. Berdasarkan prinsip transparansi, kontrol
internal dan eksternal pada BAZNAS Kabupaten Jepara masih kurang.
BAZNAS Kabupaten Jepara selama ini belum pernah diaudit oleh
auditor. Selain itu, pelaporan pertanggungjawaban pada Pemerintah,
DPRD, maupun BAZNAS Provinsi hanya satu kali dalam satu tahun.
Dari segi kemitraan, dalam menjalankan tugasnya BAZNAS
Kabupaten Jepara banyak bekerjasama dengan instansi pemerintah
dalam

program

pengumpulan,

pendistribusian,

maupun

pendayagunaan. Akan tetapi kerjasama dengan sektor swasta masih
kurang dan belum berjalan optimal, sehingga perlu ditingkatkan.
Berdasarkan pada prinsip keberpihakan pada kelompok rentan,
BAZNAS Kabupaten Jepara telah menggolongkan pendayagunaan ZIS
dalam bidang-bidang kemasyarakatan. Tetapi masih banyak pekerjaan
rumah bagi BAZNAS Kabupaten Jepara karena angka kemiskinan

28

yang tinggi di kabupaten Jepara dan cenderung meningkat.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Septiarini (2011) mengenai “Pengaruh
Transparansi dan Akuntabilitas Terhadap Pengumpulan Dana Zakat,
Infaq dan Shodaqoh Pada LAZ di Surabaya”, menghasilkan
kesimpulan bahwa Tabligh (Transparansi informasi) dan amanah
(Akuntabilitas

organisasi)

secara

bersama-sama

mempengaruhi

pengumpulan zakat, infaq dan shoadaqoh pada Lembaga Amil Zakat di
Surabaya. Tabligh (Transparansi informasi) berpengaruh positif
terhadap pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah pada BAZ dan LAZ
di Surabaya. Amanah (Akuntabilitas organisasi) berpengaruh positif
terhadap pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah pada BAZ dan LAZ
di Surabaya.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2006), mengenai
“Akuntabilitas Keuangan pada Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di
Daerah Istimewa Yogyakarta”, menghasilkan kesimpulan bahwa,
terdapat tiga karekter organisasi OPZ yaitu OPZ dengan bentuk BAZ
(Badan Amil Zakat), LAZ (Lembaga Amil Zakat), dan BMT (Baitul
Maal wa Tamwil). Selain itu juga terdapat tiga metode dalam
penyusunan laporan keuangan pada tiap-tiap OPZ.
Metode pertama yang disusun oleh BAZ (Badan Amil Zakat) dengan
menyusun laporan keuangan berdasarkan format yang diatur dalam
sistem keuangan pemerintahan, namun demikian berdasarkan obyek
penelitian laporan keuangan yang disajikan tidak cukup lengkap

29

karena hanya menyusun laporan sumber dan penggunaan dana saja.
Metode kedua yang disusun oleh (LAZ) Lembaga Amil Zakat dengan
menyusun laporan keuangan yang auditable. Hal ini dilakukan
khususnya oleh LAZ yang telah memiliki ijin dari Departemen Agama
karena mereka mempunyai kewajiban untuk mempublikasikan laporan
keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Metode ketiga yang disusun oleh OPZ yang tergabung dalam BMT
(Baitul Maal wa Tamwil) dengan menyusun laporan keuangan yang
digabung menjadi satu dalam laporan keuangan BMT.
Tetapi, belum semua OPZ memiliki sistem akuntansi dan sistem
pengendalian internal yang layak sesuai standar. Pengetahuan mereka
tentang sistem akuntansi dan sistem pengendalian internal masih
terbatas pada adanya struktur organisasi dan job diskripsi serta hanya
sebagian saja yang memiliki prosedur yang jelas dalam menjalankan
tugasnya. Selain itu, kendala utama yang dihadapi oleh OPZ dalam
penyusunan laporan keuangan adalah belum adanya standar tentang
pelaporan keuangan OPZ dari pemerintah maupun IAI.

30

Bila disusun kedalam bentuk sederhana, beberapa penelitian terdahulu
diatas dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 4.1
Penelitian Terdahulu
No

Nama

Judul

Hasil

1

Hasbar dan Nurul
(2016)

Analisis
Implementasi Good
Corporate
Governance dan
Penerapan PSAK
109 Tentang
Akuntansi Zakat
Pada Lembaga Amil
Zakat Dompet
Dhuafa Cabang
Sulawesi Selatan

Prinsip-prinsip
Good
Corporate
Governance
(GCG)
telah
diimplementasikan pada
Lembaga Amil Zakat
Dompet Dhuafa Cabang
Sulawesi
Selatan,
walaupun secara legalitas
kebijakan belum secara
formil diterapkan. Selain
itu
Pedoman
Standar
Akuntansi
Keuangan
(PSAK)
109
tentang
Akunatnsi Zakat juga telah
diterapkan pada Lembaga
Amil
Zakat
Dompet
Dhuafa Cabang Sulawesi
Selatan.

2

Hendian, dkk
(2016)

Analisis
Implementasi Good
Corporate
Governance pada
Manajemen Zakat di
BAZNAS
Kabupaten Bandung

BAZNAS
Kabupaten
Bandung secara umum
sudah menerapkan sistem
transparansi kepada para
muzakki dan masyarakat
pada umumnya, yaitu
dengan menginformasikan
pemasukan dan penyaluran
dana zakat yang dapat
diakses
pada
situs
BAZNAS
maupun
Kandepag RI wilayah
Kabupaten
Bandung.
Informasi tersebut juga
dapat diakses melalui situs
resmi Pemkab Kabupaten

31

Bandung.
Selain
itu,
penerapan
nilai
transaparansi
yang
dilakukan
manajemen
BAZNAS
Kabupaten
Bandung yaitu dengan
mengadakan rapat tahunan
pada akhir periode yang
membahas
mengenai
pengelolaan zakat, serta
evaluasi kinerja amil untuk
mewujudkan kinerja yang
profesional.
3

Kuncaraningsih dan
M. Rasyid (2015)

Good Corporate
Governance dalam
Meningkatkan
Kepuasan Muzakki
di Badan Amil
Zakat Nasional

Good
Corporate
Governance berpengaruh
secara
positif
dan
signifikan
terhadap
kepuasan muzakki pada
BAZNAS
Kabupaten
Sleman. Ini menunjukkan
semakin tinggi tingkat
Good
Corporate
Governance maka tingkat
kepuasan muzakki juga
akan semakin tinggi, dan
bila
tingkat
Good
Corporate
Governance
menurun
juga
akan
berdampak
penurunan
pada kepuasan muzakki.

4

Kurniawan (2014)

Analisis
Implementasi Good
Corporate
Governance dari
Aspek Akuntabilitas
pada Badan Amil
Zakat

BAZNAS
Kabupaten
Jepara
telah
mengimplementasikan
Good
Corporate
Governance dari aspek
akuntabilitas, akan tetapi
implementasinya
secara
umum belum berjalan
secara maksimal karena
masih terdapat beberapa
hal yang perlu diperbaiki
dan ditingkatkan seperti,
Independensi
BAZNAS

32

Kabupaten Jepara hanya
bisa dilihat dari programprogramnya.
5

Septiarini (2011)

Pengaruh
Transparansi dan
Akuntabilitas
Terhadap
Pengumpulan Dana
Zakat, Infaq dan
Shodaqoh Pada
LAZ di Surabaya

Tabligh
(Transparansi
informasi) dan amanah
(Akuntabilitas organisasi)
secara
bersama-sama
mempengaruhi
pengumpulan zakat, infaq
dan
shoadaqoh
pada
Lembaga Amil Zakat di
Surabaya.
Tabligh
(Transparansi informasi)
berpengaruh
positif
terhadap
pengumpulan
zakat, infaq, dan shadaqah
pada BAZ dan LAZ di
Surabaya.
Amanah
(Akuntabilitas organisasi)
berpengaruh
positif
terhadap
pengumpulan
zakat, infaq, dan shadaqah
pada BAZ dan LAZ di
Surabaya.

6

Muhammad (2006)

Akuntabilitas
Keuangan pada
Organisasi
Pengelola Zakat
(OPZ) di Daerah
Istimewa
Yogyakarta

Tiga karekter organisasi
OPZ yaitu BAZ (Badan
Amil
Zakat),
LAZ
(Lembaga Amil Zakat),
dan BMT (Baitul Maal wa
Tamwil).
Menggunakan
metode dalam penyusunan
laporan keuangan yang
berbeda-beda.

Tetapi, belum semua OPZ
memiliki sistem akuntansi
dan sistem pengendalian
internal yang layak sesuai
standar.
Pengetahuan
mereka tentang sistem
akuntansi
dan
sistem
pengendalian
internal

33

masih terbatas pada adanya
struktur organisasi dan job
diskripsi
serta
hanya
sebagian
saja
yang
memiliki prosedur yang
jelas dalam menjalankan
tugasnya.
Selain itu,
kendala
utama
yang
dihadapi oleh OPZ dalam
penyusunan
laporan
keuangan adalah belum
adanya standar tentang
pelaporan keuangan OPZ
dari pemerintah maupun
IAI.
Perbedan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumya adalah
pada penelitan ini menggunakan 5 pinsip GCG menurut Keputusan Menteri
Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep-117/M-Mbu/2002 Pasal 3 Tentang
Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik
Negara

(BUMN)

yaitu

Transparency,

akuntability,

Responsibility,

Independent, Fairness, karena dari kelima prinsip tersebut sesuai dengan asas
pengelolaan zakat menurut pasal 2 Undang-Undang Zakat No 23
menyebutkan bahwa pengelolaan zakat harus berasaskan: syariat Islam,
amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi,

dan

akuntabilitas. Perbedaan lainnya terletak pada objek penelitian yaitu pada dua
Organisasi Pengelola Zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ) di Yogyakarta.

34

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi (Mixed
Methods), dimana pendekatan penelitian ini mengkombinasikan atau
menggabungkan antara metode penelitian kuantitatif dan metode kualitatif
untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian,
sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel dan obyektif,
(Sugiyono, 2014 : 19).
Creswell (2009) (dalam Sugiyono, 2014 : 19), menyatakan bahwa “Mixed
Methods Research is an approach to inquiry that combines or associated both
qualitative quantitative forms of research” Metode kombinasi adalah
merupakan pendekatan penelitian yang menggabungkan atau menghubungkan
metode penelitian kuantitatif dan kualitatif”.
Dalam penelitian ini data tersebut akan diperoleh berdasarkan pada hasil
wawancara, dari catatan-catatan dan data pendukung lainnya untuk
mendapatkan gambaran yang lebih spesifik dan komprehensif berkaitan
dengan topik penelitian. Penggunaan metode ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana implementasi Good Corporate Governance pada Organisasi
Pengelola Zakat di Yogyakarta.

35

B. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara kepada pihak internal atau stafstaf dari Organisasi Pengelola Zakat terkait, yang dapat memberikan
segala informasi terkait pengeloaan dana zakat.
2. Data Sekunder
Data sekunder ini diperoleh dari jurnal, buku-buku, artikel, serta UndangUndang, dan peraturan pemerintah terkait Organisasi Pengelola Zakat.
C. Tempat Penelitian
1. Badan Amil Zakat Provinsi Yogyakarta
2. Badan Amil Zakat Kota Yogyakarta
3. Badan Amil Zakat Kabupaten Bantul
4. Badan Amil Zakat Kabupaten Sleman
5. Rumah Zakat Indonesia
6. Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah
7. Lembaga Amil Zakat Masjid SYUHADA
8. Lembaga Amil Zakat DPU-DT
9. Lembaga Amil Zakat NU
10. Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian dimulai dengan meminta izin dengan memberikan surat
permohonan untuk melakukan penelitian pada Organisasi Pengelola Zakat di
Yogyakarta. Setelah diberikan izin untuk melakukan penelitian, maka penulis

36

akan melakukan wawancara terkait topik yang akan diteliti dan meminta
beberapa data terkait sejarah, visi misi, prinsip-prinsip, struktur organisasi,
uraian jabatan, pelaksanaan pengelolaan zakat dan penerapan prinsip-prinsip
GCG pada Organisasi Pengelola Zakat di Yogyakarta.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mendukung metode yang digunakan di atas, tehnik pengumpulan data
yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Studi dokumentasi merupakan

teknik pengumpulan data dengan

mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden, seperti yang
dilakukan oleh seorang psikolog dalam meneliti perkembangan seorang
klien melalui catatan pribadinya (Fathoni, 2006:112). Teknik ini
digunakan untuk menganalisis dokumen-dokumen terkait manajemen
pengelolaan dana zakat serta implementasi GCG pada Organisasi
Pengelola Zakat di Yogyakarta.
2. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstrusikan makna dalam suatu
topik tertentu (Sugiyono, 2010:410). Untuk penelitian ini metode
wawancara sangat diperlukan untuk memperoleh data yang valid dan lebih
spesifik terkait manajemen pengelolaan dana zakat serta implementasi
GCG pada Organisasi Pengeloal Zakat di Yogyakarta.
3. Observasi, adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu
pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau

37

perilaku objek sasaran (Fathoni, 2006: 04). Observasi dilakukan dengan
pengamatan langsung ke kantor Organisasi Pengelola Zakat di Yogyakarta
untuk mengamati pelaksanaan pengelolaan zakat.
4. Studi kepustakaan, merupakan teknik yang dipakai untuk memperoleh
teori yang mendukung penelitian dengan membaca berbagai buku referensi
jurnal, dokumen dan bacaan yang kiranya yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti (Sudjarwo, 2009:160). Dalam hal ini teori yang berkaitan
dengan pengelolaan zakat pada Organisasi Pengelola Zakat dan konsepkonsep GCG.
F. Indikator Pengukuran Data
1. Transparency
Transpaency yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan. Organisasi Pengelola Zakat menyediakan
informasi yang jelas dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan terkait
pengelolaan ZIS yang dilakukan. Indikator transparansi adalah sebagai
berikut:
a. Memublikasi

laporan

keuangan

agar

terwjudnya

pengelolaan

organisasi yang transparan sebagai wujud tanggungjawab
b. Mengembangkan sistem akntansi yang berbasis standar akuntansi
yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang
berkualitas

38

c. Mengembangkan Information Tecnology (IT) dan Management
Information System sebagai jaminan adanya kinerja yang memadai
dan proses pengambilan keputusan yang efektif. (Tjager, dalam
Kuncaraningsih 2014).
2. Accountability
Accountablity

yaitu

kejelasan

fungsi,

pelaksanaan

dan

pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif.
Indikator akuntabilitas adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggungjawab organ
masing-masing perusahaan dan semua karyawan secara jelas, dan
selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate value), dan
strategi perusahaan.
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ dan karyawan
mempunyai kemampuan sesuai tugas, tanggungjawab, dan perannya
dalam pelaksanaan GCG.
c. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, setiap organ perusahaan
dan semua karyawan harus berpegang pada etika dan perilaku (code of
conduct) yang telah disepakati (KNKG, 2006).
3. Responsibility
Responsibility yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi
yang sehat. Organisasi Pengelola Zakat harus mampu bertanggungjawab

39

atas segala bentuk kinerjanya baik kepada lingkungan, karyawan, maupun
kepada masyarakat. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut:
a. Adanya kesadaran unuk bersikap tangungjawab sebagai salah satu
kosekuensi yang melekat pada jabatan.
b. Kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial.
c. Bekerja secara profesional dan menjunjung etika dan kode etik
organisasi
d. Memelihara lingkungan kerja yang sehat dan kondusif (Tjager, dalam
Kuncaraningsih 2014).
4. Independent
Independent yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Organisasi Pengelola
Zakat bersifat otonom dan bebas dari pengaruh dan kepentingan
pemerintah, partai politik, donor/lembaga penyandang dana, dan siapapun
yang dapat menghilangkan independensi organisasi dalam bertindak bagi
kepentingan umum. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut:
a. Adanya kebijakan mengenai pelanggaran rangkap jabatan sebagai
pengambil keputusan dan/atau kepentingan sejenis antara pengelola
dengan jajaran pemerintah, perusahaan swasta, pengurus dan anggota
partai politik, atau pun organisasi lain yang berafiliasi dengan partai
politik.

40

b. Program dan aktivitas organisasi bersifat independen dan bebas.
Alat Ukur
Dokumen kebijakan independensi organisasi, Visi dan misi organisasi,
Nilai-nilai yang Dianut organisasi (Tim Penyususn PABK, 2011).
5. Fairness
Fairness yaitu Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan, melalui perlakuan amil yang setara terhadap muzakki seperti
kesetaraan sistem pembayaran zakat yang sederhana dan perlindungan
kepentingan muzakki.
Indikator Fairness adalah sebagai berikut:
a. Sistem pembayaran zakat yang mudah dan sederhana.
b. Jumlah pembayaran zakat muzakki sama dengan jumlah yang telah
disepakati sebelumnya.
c. Manajemen BAZNAS terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
pihak lain.
d. Pembayaran zakat dapat melalui media on-line sehingga tidak perlu
datang ke kantor BAZNAS (Adha, 2012).
G. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis data Model
Miles & Huberman dalam (Sugiyono : 2010:430), mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

41

jenuh. Adapun aktivitas dalam analisis data antara lain data reduction, data
display, dan conclusion drawing/verification.
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal