Penerapan Algoritma Adaptive Neuro Fuzzy Inference System Dalam Menentukan Tingkat Potensi Longsor Menggunakan Data Tematik

1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

  Bencana alam merupakan suatu peristiwa alam yang akibatnya akan

berdampak besar bagi populasi manusia, karenanya kemungkinan terjadinya

bencana alam harus dikurangi dengan mendeteksi bencana alam yang akan terjadi

dan segera menanggulanginya, misalnya pendeteksian bencana alam banjir, longsor

ataupun letusan gunung. Longsor adalah suatu kejadian geologi yang terjadi karena

pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya

bebatuan atau gumpalan tanah besar. Longsor merupakan kejadian bencana alam

yang sering terjadi tiba-tiba, sehingga sulit untuk diprediksi kejadiannya. Menurut

data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat 494 kejadian

longsor pada tahun 2011-2014 atau 4 tahun terakhir ini. Berdasarkan Pedoman

Penataan Ruang kawasan rawan bencana longsor yang ditetapkan dalam peraturan

menteri Pekerjaan Umum no.22/PRT/M/2007 salah satu cara untuk memperkecil

terjadinya longsor adalah dengan menentukan tingkat longsor menggunakan

beberapa faktor penyebab, yaitu kemiringan lereng, ketinggian tanah dan curah

hujan. Dengan adanya beberapa faktor tersebut kejadian longsor dapat dinilai

tingkatan longsornya dan dapat diberikan tindak lanjut yang tepat. Faktor-faktor

penyebab tersebut dapat diketahui dengan menggunakan berbagai macam

perspektif atau konteks, salah satunya dapat diketahui dengan menggunakan data

hasil olahan dari citra satelit atau data tematik. Dengan menggunakan data tematik

tersebut penentuan tingkat potensi longsor haruslah ditentukan menggunakan

sebuah metode atau algoritma yang akan membantu dalam menentukan tingkat

potensi longsor.

  Berdasarkan hasil studi literatur penggunaan algoritma Adaptive Neuro Fuzzy

Inference System (ANFIS) sebelumnya yang berjudul “Prediksi Curah Hujan dan

Debit Menggunakan Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS)” yang

  

yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan data bulanan, metode temporal

hasil identifikasi ANFIS juga layak dipergunakan untuk memprediksi curah hujan

dan debit sungai, karena hasil prediksi dapat memberikan nilai kesalahan (RMSE)

yang cukup kecil dan nilai korelasi yang mendekati 1.

  Dalam pengimplementasian sistem penentuan tingkat potensi longsor yang

baik pastilah diperlukan beberapa kriteria yaitu tingkat keakurasian yang tinggi dan

kecepatan baik dalam menentukan tingkatan faktor-faktor pendukung terjadinya

longsor ataupun dalam proses pembelajarannya. Algoritma ANFIS memiliki

keunggulan yaitu teknik pembelajaran dari jaringan syaraf tiruan untuk

mengoptimasi proses, sehingga dapat mengurangi waktu proses pencarian. Oleh

karena itu, salah satu algoritma yang dapat diterapkan dalam menentukan tingkat

potensi longsor ini adalah algoritma Adaptive Neuro Fuzzy Inference System

(ANFIS).

  Berdasarkan studi literatur yang menjelaskan bahawa algoritma ANFIS dapat

secara akurat diterapkan dalam memperediksi curah hujan dan masalah yang sudah

dipaparkan diatas, dengan begitu perlulah dilakukan suatu penelitian mengenai

penerapan algoritma ANFIS dalam menentukan tingkat potensi longsor, maka

dalam penelitian ini diambilah judul “Penerapan Algoritma Adaptive Neuro Fuzzy

Inference System Dalam Menentukan Tingkat Potensi Longsor Menggunakan data

tematik ”.

1.2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana cara penerapan algoritma Adaptive Neuro Fuzzy Inference

  System dalam menentukan tingkat potensi longsor ?

  2. Bagaimana cara menentukan tingkat potensi longsor menggunakan data tematik ?

  

menggunakan data tematik berdasarkan parameter-parameter yang menyusun

terjadinya bencana longsor. Dengan tujuan penelitian disini yaitu untuk mengetahui

seberapa baik algoritma Adaptive Neuro Fuzzy Inference System dapat diterapkan

dalam menentukan tingkat potensi longsor berdasarkan performansi error rate yang

didapat.

1.4. Batasan Masalah

  Pada penerapan algoritma Adaptive Neuro Fuzzy Inference System dalam

menentukan tingkat potensi longsor menggunakan data tematik ini terdapat

beberapa batasan masalah, yaitu :

  

1. Penelitian hanya menitik beratkan pada penerapan algoritma ANFIS dalam

menentukan tingkat potensi longsor.

  

2. Faktor-faktor yang digunakan sebagai parameter rawan longsor yaitu

kemiringan lereng, ketinggian tanah dan curah hujan.

  

3. Citra satelit sudah diproses menggunakan software ArcGIS di kementrian

Pekerjaan Umum.

  

4. Data yang digunakan merupakan data yang disusun berdasarkan kelurahan

yang ada di daerah Bogor.

  

5. Hasil proses citra satelit atau data tematik digunakan sebagai data yang diolah

dalam algoritma ANFIS.

  

6. Hasil akhir program merupakan Simulator penentuan tingkat potensi longsor

menggunakan algoritma ANFIS.

  

7. Penerapan algoritma ANFIS dalam menentukan tingkat potensi longsor

diterapkan untuk menguji performansi berdasarkan error rate yang didapat.

1.5. Metodologi Penelitian

  Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

metode deskriptif. “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status

kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun

  1.5.1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah tahapan awal yang dilakukan dalam

penelitian ini dengan tujuan untuk mendapatkan data-data ataupun informasi yang

dibutuhkan dalam proses pembangunan aplikasi ini. Adapun metode pengumpulan

data yang dilakukan adalah Studi Literatur. Studi Literatur merupakan metode

pengumpulan data dengan sumber bukan manusia atau non human resources,

diantaranya dokumen, jurnal, teks, buku dan bahan statistik yang berkaitan dengan

penelitian.

  1.5.2. Metode Pembangunan Perangkat Lunak Metode pembangunan perangkat lunak yang digunakan adalah model

  

Prototype. Secara garis besar model protitype menurut Roger S.Pressman, Ph.D.[9]

berikut merupakan tahapan-tahapan proses pengembangan yang terdapat dalam

model prototype:

  1. Pengumpulan kebutuhan Pengguna dan pengembang bersana-sama mendefinisikan format seluruh

perangkat lunak, mengidentifikasikan semua kebutuhan dan menentukan garis

besar dari sistem yang akan dibuat.

  2. Membangun prototyping Membangun prototyping dengan membuat perancangan sementara yang

berfokus pada penyajian kepada pengguna (misalnya dengan membuat input dan

format output).

  3. Evaluasi prototyping Evaluasi ini dilakukan oleh pelanggan, apakah prototyping yang sudah

dibangun sudah sesuai dengan keinginan pelanggan atau belum. Jika sudah sesuai,

maka langkah selanjutnya akan masuk ke tahap pengkodean sistem. Namum jika

tidak, maka prototyping direvisi dengan tahapan-tahapan sebelumnya.

  4. Mengkodekan sistem Dalam tahapan ini prototyping sudah disepakati yang kemudian diterjemahkan

  5. Menguji sistem Setelah sistem sudah menjadi suatu perangkat lunak yang siap pakai, kemudian dilakukan proses pengujian. Pengujian ini dilakukan dengan metode Black Box.

  6. Evaluasi sistem Pengguna mengevaluasi apakah perangkat lunak yang telah jadi tersebut sudah

sesuau dengan yang diharapkan. Jika ya, maka proses akan dilanjutkan ke tahap

selanjutnya, namun juka perangkat lunak yang sudah jadi tidak/belum sesuai

dengan apa yang diharapkan, maka tahapan sebelumnya akan diulang.

  7. Menggunakan sistem Pada tahap ini apabila perangkat lunak yang telah dievaluasi dan sudah diuji

tersebut diterima oleh pelanggan maka perangkat lunak siap untuk digunakan oleh

pengguna.

  Berikut merupakan gambar metode pembangunan perangkat lunak prototype, dapat dilihat pada gambar 1.1 :

Gambar 1.1 Metode Pembangunan Perangkat Lunak Prototype

  

1. Communication : Komunikasi terlebih dahulu yang dilakukan antara pelanggan

dengan tim pengembang perangkat lunak mengenai spesifikasi kebutuhan yang diinginkan

2. Quick Plan : akan dilakukan perencanaan dan pemodelan secara cepat berupa

  

3. Modeling Quick Design : segera membuat model, dan quick design fokus pada

gambaran dari segi software apakah visible menurut pelanggan.

  4. Construction of Prototype : pembuatan dari prototype.

  

5. Deployment, Delivery & Feedback : prototype yang dikirimkan kemudian

dievaluasi oleh pelanggan, feedback digunakan untuk menyaring kebutuhan untuk software.

1.6. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan pada penelitian ini terbagi kedalam 5 bab beserta

materinya. Sebagai gambaran umum, sistematika penulisan laporan yang akan

ditulis adalah sebagai berikut :

  Bab 1 PENDAHULUAN Pendahuluan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,

maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi penelitan dan sistematika

penulisan.

  Bab 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan menjelaskan tentang semua konsep-konsep yang mendukung dan

mendasari pelaksanaan tugas akhir yaitu Artificial Intelligence, Algoritma Adaptive

Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS), C#, citra satelit, arcGIS dan lain-lain.

  Bab 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN SISTEM Bab ini terdiri dari analisis dan perancangan aplikasi yang akan dibangun dalam

tugas akhir yaitu analisis masalah, analisis sistem yang akan dibangun, analisis

kebutuhan data, analisis metode, analisis kebutuhan data non fungsional, analisis

kebutuhan fungsional dan perancangan sistem.

  Bab 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

  

pengujian perangkat lunak yaitu implementasi sistem, implementasi antarmuka dan

pengujian sistem.

Bab 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penerapan algoritma Adaptive Neuro Fuzzy Inference System dalam menentukan tingkat potensi longsor menggunakan data tematik.

1. BAB 2 LANDASAN TEORI 1.1. Artificial Intelligence (AI) Kecerdasan buatan menurut H.

A. Simon (1987) “kecerdasan buatan (artificial

  

intelligence) merupakan kawasan penelitian, aplikasi dan instruksi yang terkait

dengan pemrograman komputer untuk melakukan sesuatu hal yang dalam

pandangan manusia adalah cerdas”. Kecerdasan buatan sendiri merupakan salah

satu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pemanfaatan mesin untuk

memecahkan persoalan yang rumit dengan cara yang lebih manusiawi. Hal tersebut

biasanya dilakukan dengan mencontoh karakteristik dan analogi berpikir dari

kecerdasan manusia, dan menerapkannya sebagai algoritma yang dikenal oleh

komputer. Manusia bisa menjadi pintar dalam menyelesaikan permasalahan-

permasalahan yang ada di dunia ini karena manusia mempunyai pengetahuan dan

pengalaman yang diperoleh dari belajar. Semakin banyak bekal pengetahuan yang

dimiliki oleh seseorang tentu saja diharapkan akan lebih mampu dalam

menyelesaikan suatu permasalahan. Namun pengetahuan saja tidak cukup, manusia

juga diberi akal untuk berpikir, mengambil kesimpulan berdasarkan pengetahuan

dan pengalaman yang dimiliki. Agar komputer bisa bertindak seperti manusia,

maka komputer juga harus diberi bekal pengetahuan dan mempunyai kemampuan

untuk berpikir. Untuk itu AI mempunyai banyak metode untuk membekali

komputer dengan pengetahuan dan akal yang mirip dengan manusia agar komputer

bisa menjadi mesin yang cerdas.

1.2. Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS)

  Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) penggabungan mekanisme

fuzzy inference system yang digambarkan dalam arsitektur jaringan syaraf. Sistem

inferensi fuzzy yang digunakan adalah sistem inferensi fuzzy model Tagaki-

Sugeno-Kang (TSK) orde satu dengan pertimbangan kesederhanaan dan

  

Gambar 2. 1 Struktur ANFIS

Terlihat pada gambar 2.1 sistem neuro-fuzzy terdiri atas lima lapisan dengan

fungsi yang berbeda untuk tiap lapisannya. Tiap lapisan terdiri atas beberapa simpul

yang dilambangkan dengan kotak atau lingkaran. Lambang kotak menyatakan

simpul adaptif artinya nilai parameternya bisa berubah dengan pembelajaran dan

lambang lingkaran menyatakan simpul nonadaptif yang nilainya tetap.

  Lapisan 1 : semua simpul pada lapisan ini adalah simpul adaptif (parameternya

dapat berubah). Parameter a,b,c pada fungsi keanggotaan gbell dinamakan

parameter premis yang adaptif, dengan b yang biasa nya bernilai 1 untuk

menentukan nilai keanggotaan bell tidak terbalik. Berikut gambar kurva

Generalized Bell yang dapat dilihat pada gambar 2.2, dan persamaan gbell dapat

dilihat pada persamaan 2.1.

  

Gambar 2. 2 Kurva Generalized Bell

persamaan (2.1) �� , , , =

  −

  • | |
b = pengendalian slopes (merupakan nilai koefisien yang biasanya bernilai 1) c = pusat MF (Membership Function) Lapisan 2 : semua simpul pada lapisan ini adalah nonadaptif (parameter tetap).

Fungsi simpul ini adalah mengalikan setiap sinyal masukan yang datang. dengan

fungsi simpul lapisan 2 dapat dilihat pada persamaan 2.2.

  � ,�

  = �

  = � . � , � = , Persamaan (2.2)

  Keterangan variable: x = nilai masukan y = nilai masukan w i = bobot ke-i µ i = nilai keanggotaan kelas-i O2

  ,i = nilai hasil dari lapisan 2 ke-i

Tiap keluaran simpul menyatakan derajat pengaktifan (firing strength) tiap aturan

fuzzy. Fungsi ini dapat diperluas apabila bagian premis memiliki lebih dari dua

himpunan fuzzy. Banyaknya simpul pada lapisan ini menunjukkan banyaknya

aturan yang dibentuk.

  Lapisan 3 : setiap simpul pada lapisan ini adalah simpul nonadaptif yang

menampilkan fungsi dearajat pengaktifan ternormalisasi (normalized firing

strength) yaitu rasio keluaran simpul ke-i pada lapisan sebelumnya terhadap seluruh

keluaran lapisan sebelumnya, dengan bentuk fungsi simpul lapisan 3 dapat dilihat

pada persamaan 2.3.

  � ,�

  = �

  = � � � +�

  , � = , Persamaan (2.3)

  Keterangan variable : w i = bobot ke-i �

  = derajat pengaktifan ternormalisasi ke-i (normalized firing strength) O 3,i

  = nilai hasil dari lapisan 3 ke-i Lapisan 4 : setiap simpul pada lapisan ini adalah simpul adaptif dengan fungsi simpul lapisan 4 dapat dilihat pada persamaan 2.4. i f = sinyal kontrol ke-i O 4,i = nilai hasil dari lapisan 4 ke-i

  

Dengan adalah derajat pengaktifan ternormalisasi dari lapisan 3 dan parameter

� p,q,r menyatakan parameter konsekuen yang adaptif.

  

Lapisan 5 : pada lapisan ini hanya ada satu simpul tetap yang ada fungsinya untuk

menjumlahkan semua masukan, dengan fungsi simpul lapisan 5 dapat dilihat pada

persamaan 2.5.

  Persamaan (2.5)

� = ∑ �

  ,� � � � Keterangan variable : = derajat pengaktifan ternormalisasi ke-i (normalized firing strength)

  � i f = sinyal kontrol ke-i O 5,i = nilai hasil dari lapisan 5 ke-i

1.2.1. Proses Belajar ANFIS

  3 7

9

X1,x2 11 x1 4 13 5 8

10

12 Y x2 6 X1,x2

LAPISAN 1 LAPISAN 2 LAPISAN 3 LAPISAN 4 LAPISAN 5

Gambar 2. 3 Struktur ANFIS Backpropagation

  Struktur ANFIS Backpropagation pada gambar 2.3, simpul adaptif terdapat

  

pembelajaran hibrid, yang artinya penyatuan dua metode pembelajaran yang terdiri

dari dua bagian yaitu arah maju (forward pass) dan arah mundur (backward pass).

  Pada forward pass, parameter premis dibuat tetap. Dengan menggunakan

metode Recursive Least Square Estimator (RLSE), parameter kensekuen diperbaiki

berdasarkan pasangan data masukan-keluaran. Pada backward pass, parameter

kensekuen dibuat tetap. Kesalahan yang terjadi antara keluaran jaringan adaptif dan

keluaran sebenarnya dipropagasikan balik dengan menggunakan gradient descent

untuk memperbaiki parameter premis, pembelajaran ini dikenal sebagai algoritma

Backpropagation-error. Satu tahap arah pembelajaran maju-mundur dinaikan satu

epoch. Proses pembelajaran hibrid ANFIS dapat dilihat pada tabel 2.1.

  

Tabel 2. 1 Proses pembelajaran hibrid ANFIS

  Arah Maju Arah Mundur Parameter Premis Tetap Backpropagation Error Parameter Konsekuen LSE Tetap

  Error lapisan 5 : Pada lapisan 5 hanya terdiri dari 1 hasil output, maka propagasi error yang menuju lapisan 5 dapat dilihat pada persamaan 2.6.

  ∗ persamaan (2.6)

  � = − − � � ∗

  

Dengan adalah target output data pelatihan ke-p, dan adalah hasil output dari

  � lapisan ke-5.

  Error lapisan 4 : Pada lapisan 4 tidak dilakukan perhitungan error hal ini dikarenakan pada alur

mundur tidak terjadi update nilai parameter konsekuen yang terdapat pada lapisan

  4 atau bisa dikatakan tetap.

  Error lapisan 3 : Dengan melihat gambar 2.2, maka propagasi error yang menuju lapisan 3 dapat

  Error lapisan 2 : Dengan melihat gambar 2.2, maka propagasi error yang menuju lapisan 2 dapat dilihat pada persamaan 2.9 dan 2.10.

  Untuk simpul 7 : �� � � � � �� � � � �

  � = persamaan (2.9) +

  �� �� �� �� �� �� �� �� Untuk simpul 8 :

  �� � � � � �� � � � � persamaan (2.10) + � =

  �� �� �� �� �� �� �� �� Error lapisan 1 :

  Dengan melihat gambar 2.2, maka propagasi error yang menuju lapisan 1 dapat dilihat pada persamaan 2.11

  • – 2.14.

  � Untuk simpul 3 persamaan (2.11) � = �

  �� � Untuk simpul 4 persamaan (2.12) � = �

  �� � Untuk simpul 5 persamaan (2.13) � = �

  �� � Untuk simpul 6 persamaan (2.14) � = �

  �� 1.3.

   Citra Satelit Citra Satelit merupakan suatu citra yang didapat dari pemotretan / perekaman

alat sensor yang dipasang pada wahana satelit ruang angkasa dengan ketinggian

lebih dari 400 km dari permukaan bumi. Pemanfaatan citra satelit saat ini sudah

sangat luas jangkauannya, terutama dalam hal yang berkaitan dengan ruang spasial

permukaan bumi, mulai dari bidang sumber daya alam, lingkungan, kependudukan,

transportasi hingga pada bidang pertanian.

  Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali

  

diluncurkan 5 Maret 1978 berakhir 31 Maret 1983, Landsat 4 diluncurkan 16 Juli

1982, dihentikan 1993. Landsat 5 diluncurkan 1 Maret 1984 masih berfungsi

sampai dengan saat ini namun mengalami gangguan berat sejak November 2011,

akibat gangguan ini, pada tanggal 26 Desember 2012, USGS mengumumkan bahwa

Landsat 5 akan dinonaktifkan. Berbeda dengan 5 generasi pendahulunya, Landsat

6 yang telah diluncurkan 5 Oktober 1993 gagal mencapai orbit. Sementara Landsat

7 yang diluncurkan April 15 Desember 1999, masih berfungsi walau mengalami

kerusakan sejak Mei 2003.

  Pada tabel 2.2 dapat dilihat bahwa Landsat 8 memiliki sensor Onboard

Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan

jumlah kanal atau band sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal

(band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 10) pada TIRS, berikut

tabel 2.2.

  

Tabel 2. 2 Tabel Band Penyusun Landsat 8

Band Wavelength Useful for mapping

  Band 1 0.43-0.45 coastal and aerosol studies

  • – coastal aerosol

  Bathymetric mapping, distinguishing Band 2 0.45-0.51 soil from vegetation and deciduous

  • – blue

  from coniferous vegetation Emphasizes peak vegetation, which is Band 3 - green 0.53-0.59 useful for assessing plant vigor Discriminates vegetation slopes

  Band 4 - red 0.64-0.67 Band 5 - Near Infrared Emphasizes biomass content and 085.-0.88 (NIR) shorelines

  Discriminates moisture content of soil Band 6 - Short-wave 1.57-1.65 and vegetation; penetrates thin clouds

  Infrared (SWIR) 1

Band 7 - Short-wave Improved moisture content of soil and

2.11-2.29

Infrared (SWIR) 2 vegetation and thin cloud penetration

  15 meter resolution, sharper image Band 8 - Panchromatic .50-.68 definition

  

Band Wavelength Useful for mapping

100 meter resolution, thermal mapping Band 10

  10.60

  • – TIRS 1 – 11.19

  and estimated soil moisture 100 meter resolution, Improved thermal Band 11 11.5-12.51

  • – TIRS 2

  mapping and estimated soil moisture 1.4.

   Software arcGIS ArcGIS adalah salah satu Software yang dikembangkan oleh ESRI

(Environment Science & Research Institute) yang merupakan kompilasi dari

berbagai macam software GIS yang berbeda seperti GIS desktop, server, dan GIS

berbasis web. Software ini mulai dirilis oleh ESRI pada tahun 2000. ArcGIS

desktop sendiri terdiri dari 5 aplikasi dasar, ArcMap, ArcCatalog, ArcToolbox,

ArcGlobe dan ArcScene.

  a. ArcMap ArcMap merupakan Aplikasi utama yang digunakan dalam ArcGIS yang digunakan untuk mengolah (create, viewing, query, editing, composite, publishing) peta.

  b. ArcCatalog ArcCatalog adalah aplikasi yang berfungsi untuk mengatur atau mengorganisir berbagai macam data spasial yang digunakan dalam pekerjaan SIG. Fungsi ini meliputi tool untuk browsing, organizing, distribution dan documentation data-data SIG.

  c. ArcToolbox Terdiri dari kumpulan aplikasi yang berfungsi sebagai perangkat dalam melakukan berbagai macam analisis keruangan.

  d. ArcGlobe Aplikasi ini berfungsi untuk menampilkan peta-peta secara 3D ke dalam bola dunia dan dapat dihubungkan langsung dengan internet.

e. ArcScene

  1.5. Shape file Shape file merupakan sebuah file yang berekstensi .shp yang menyimpan data

geografis dalam sebuah vektor. Shape file biasanya berupa titik, garis dan poligon.

  

Dimana titik biasanya merepresentasikan lokasi suatu objek tertentu misalnya

posisi sekolah, spbu, dsb. Sedangkan garis biasanya merepresentasikan objek yang

memiliki titik awal dan titik akhir yang berbeda misalnya jalan, sungai, dsb.

Sementara poligon biasanya digunakan untuk merepresentasikan objek yang

memiliki titik awal dan titik akhir yang sama misalnya danau, kabupaten, kota, dsb.

  1.6. Entity Relationship Diagram (ERD) Entity Relationship Diagram (ERD) adlaah suatu model untuk menjelaskan

hubungan antar data dalam basis data berdasarkan objek-objek dasar data yang

mempunyai hubungan antar relasi.

  ERD digambarkan dalam bentuk komponen-komponen ERD yang saling

menyusun. Komponen ERD diantaranya adalah entitas, atribut, relasi serta garis

yang menghubungkan atribut dengan kumpulan entitas dan kumpulan entitas

dengan relasi.

  1.7. Diagram Konteks Diagram konteks adalah diagram yang terdiri dari suatu proses dan

menggambarkan ruang lingkup suatu sistem. Diagram konteks merupakan level

tertinggi dalam DFD (Data Flow Diagram) yang menggambarkan seluruh input ke

sistem atau output dari sistem.

  1.8. Data Flow Diagram (DFD) Data Flow Diagram (DFD) merupakan alat yang digunakan dalam metodologi

pengembangan sistem yang terstruktur (structured analysis and design). DFD

sering digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang telah ada atau sistem

baru yang akan dikembangkan secara logika tanpa mempertimbangkan lingkungan

  1.9. Kamus Data Kamus data adalah suatu kumpulan data elemen yang tersetruktur dengan

pengertian yang konsistem dan sesuai dengan sistem, sehingga pengguna maupun

analyst sistem memiliki pemahaman yang sama mengenai data masukan dan

keluaran.

  Dengan adanya kamus data, didapat definisi-definisi dari bentuk-bentuk yang

kurang dimengerti dalam DFD seperti aliran data, file, proses dan elemen-elemen

data.

  1.10. Flowchart Flowchart merupakan gambar atau bagian yang memperlihatkan urutan dan

hubungan antar proses beserta instruksinya. Flowchart digambarkan dengan

simbol, dengan begitu setiap simbil menggambarkan proses tertentu. Sedangkan

hubungan antar proses digambarkan dengan garis penghubung.

  Flowchart disini merupakan langkah awal pembuatan program. Dengan

adanya flowchart urutan proses kegiatan menjadi lebih jelas. Setelah flowchart

selesai disusun, selanjutnya pemrogram menerjemahkannya ke bentuk program

dengan bahasa pemrograman.

  1.11. MySQL MySQL adalah sebuah perangkat lunak sistem manajemen basis data SQL

(Structured Query Language) atau DBMS yang multithread, multi-user. MySQL

sebenarnya merupakan turunan salah satu konsep utama dalam database sejak lama,

yaitu SQL (Structured Query Language). SQL sendiri adalah sebuah konsep

pengoperasian database, terutama untuk pemilihan atau seleksi dan pemasukan

data, yang memungkinkan pengoperasian data dikerjakan dengan mudah secara

otomatis.

  Adapun beberapa keistimewaan dari MySQL sehingga banyak orang menggunakan MySQL : b. Peragkat lunak sumber terbuka (Open Source) MySQL didistribusikan sebagai open source sehingga dapat digunakan secara gratis.

  c. Multi-user MySQL dapat digunakan oleh beberapa pengguna dalam waktu yang bersamaan tanpa mengalami masalah ataupun konflik.

  d. Performance Tuning MySQL memiliki kecepatan yang menakjubkan dalam menangani query sederhana, dengan kata lain dapat memproses lebih banyak SQL per satuan waktu.

  e. Ragam Tipe Data MySQL memiliki ragam tipe data yang sanagat kaya, seperti signed /

unsigned integer, float, double, char, text, date, timestamp dan lain-lain.

  f. Perintah dan Fungsi MySQL memiliki operator dan fungsi secara penuh yang mendukung perintah select dan where dalam perintah (query).

  g. Keamanan MySQL memiliki beberapa lapisan keamanan seperti password yang terenkripsi.

  h. Skalabilitas dan Pembatasan MySQL mampu menangani basis data dalam skala besar, dengan jumlah record lebih dari 50 juta dan 60 ribu tabel serta 5 milyar baris. Selain itu batas indeks yang dapat ditampung mencapai 32 indeks pada tiap tabelnya. i. Konektivitas MySQL dapat melakukan koneksi dengan klien menggunakan protokol

  TCP/IP, Unix soket (UNIX), atau named pipes (NT). j. Lokalisasi MySQL dapat mendeteksi pesan kesalahan pada klien dengan menggunakan lebih dari dua puluh bahasa.

  MySQL memiliki antar muka (interface) terhadap berbagai aplikasi dan bahasa pemrograman dengan mengguanakn fungsi API (Application Programming Interface). l. Klien dan Peralatan MySQL dilengkapi dengan berbagai tools yang dapat digunakan untuk administrasi basis data dan pada setiap peralatan yang ada disertakan petunjuk online. m. Strutur Tabel MySQL memiliki struktur tabel yang lebih fleksibel dalam menagani

  ALTER TABLE, dibandingkan basis data lainnya semacam PostgreSQL ataupun Oracle.

  1.12. Bahasa Pemrograman C# C# adalah sebuah bahasa pemrograman berorientasi objek yang dapat

digunakan untuk membuat program diatas arsitektur Micorosoft.NET framework.

  

Awalnya pada tahun 2000, Microsoft mulai meluncurkan bahasa yang dikenal

dengan nama C#. Bahasa C# sendiri dibuat dengan bahasa yang berbasiskan bahasa

C++ yang telah dipengaruhi oleh fitur bahasa yang terdapat pada bahasa-bahasa

pemrograman lain, antara lain java dan C. Bahasa pemrograman C# sendiri dibuat

sebagai bahasa pemrograman yang bersifat general-purpose atau open source.

Bahasa pemrograman C# ditujukan untuk digunakan dalam mengembangkan

komponen perangkat lunak yang mampu mengambil keuntungan dari setiap

penggunanya.

  1.13. Microsoft Visual Studio Microsoft Visual Studio merupakan sebuah perangkat lunak lengkap yang

dapat digunakan untuk melakukan pengembangan aplikasi, baik itu aplikasi bisnis,

aplikasi personal, ataupun komponen aplikasinya, dalam bentuk aplikasi console,

aplikasi Windows, ataupun aplikasi Web. Visual Studio mencakup kompiler, SDK,

Integrated Development Environment (IDE), dan dokumentasi (umumnya berupa

  Microsoft Visual Studio dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi

dalam native code (dalam bentuk bahasa mesin yang berjalan diatas Windows)

ataupun managed code (dalam bentuk Microsoft Intermediate Language diatas

.NET Framework). Selain itu, Visual Studio juga dapat digunakan untuk

mengembangkan aplikasi Silverlight, aplikasi Windows Mobile (yang berjalan

diatas .NET Compact Framework).

  Visual Studio kini telah menginjak versi Visual Studio 9.0.21022.08, atau

dikenal dengan sebutan Microsoft Visual Studio 2008 yang diluncurkan pada 19

November 2007, yang ditujukan untuk platform Microsoft .NET Framework 3.5.

Versi sebelumnya, Visual Studio 2005 ditujukan untuk platform .NET Framework

2.0 dan 3.0. Visual Studio 2003 ditujukan untuk .NET Framework 1.1, dan Visual

Studio 2002 ditujukan untuk .NET Framework 1.0. Versi-versi tersebut diatas kini

dikenal dengan sebutan Visual Studio .NET, karena memang membutuhkan

Microsoft .NET Framework. Sementara itu, sebelum muncul Visual Studio .NET,

terdapat Microsoft Visual Studio 6.0 (VS1998).

1.14. Pengujian Matrix Confusion

  Matrix Confusion adalah sebuah matriks yang memberikan gambaran

mengenai tingkat kesalahan atau error rate dan kualitas prediksi sebuah model.

  

Ukuran dimensi matrix confusion adalah L x L yang dimana L merupakan jumlah

nilai yang ingin dibandingkan [10]. Matrix confusion berisi informasi tentang

klasifikasi aktual dan diperkirakan yang dilakukan oleh sistem klasifikasi. Berikut

cara menentukan Matrix Confusion dapat dilihat pada tabel 2.3.

  

Tabel 2. 3 Matrix Confusion

  Prediksi

  Negative Positive Negative a b

  Aktual

  Positive c d Setiap kolom pada matrix confusion mewakili contoh di kelas yang

dilakukan oleh system, sedangkan setiap baris mewakili contoh di kelas yang sudah

ditentukan. Setelah mengetahui nilai a, b, c dan d maka selanjutnya dilakukan

1. BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN SISTEM 1.1. Analisis

  Pada bagian ini akan dilakukan analisis dan perancangan pada sistem yang

akan dibangun, yaitu penerapan algoritma Adaptive Neuro Fuzzy Inference System

dalam menentukan tingkat potensi longsor menggunakan data tematik.

1.1.1. Analisis Masalah

  Longsor merupakan kejadian bencana alam yang sering terjadi tiba-tiba,

sehingga sulit untuk diprediksi kejadiannya. Menurut data dari Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat 494 kejadian longsor pada tahun 2011-

2014 atau 4 tahun terakhir ini. Salah satu cara untuk memperkecil terjadinya longsor

adalah dengan menentukan tingkat longsor menggunakan beberapa faktor

penyebab, yaitu kemiringan lereng, ketinggian tanah dan curah hujan.

  Berdasarkan hasil studi literatur penggunaan algoritma Adaptive Neuro Fuzzy Inference System

  (ANFIS) sebelumnya yang berjudul “Prediksi Curah Hujan dan

Debit Menggunakan Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS)” yang

ditulis oleh Rizki Maulana, beberapa kesimpulan yang didapat yaitu model

dinamika temporal hidrometeorologi dapat diidentifikasi secara akurat oleh ANFIS

dengan menggunakan data pentad yang menghasilkan nilai training dan prediksi

yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan data bulanan, metode temporal

hasil identifikasi ANFIS juga layak dipergunakan untuk memprediksi curah hujan

dan debit sungai, karena hasil prediksi dapat memberikan nilai kesalahan (RMSE)

yang cukup kecil dan nilai korelasi yang mendekati 1.

  Dengan begitu pengimplementasian sistem penentuan tingkat potensi longsor

yang baik pastilah diperlukan beberapa kriteria yaitu tingkat keakurasian yang

tinggi dan kecepatan baik dalam menentukan tingkatan faktor-faktor pendukung

terjadinya longsor ataupun dalam proses pembelajarannya. Algoritma ANFIS

1.1.2. Analisis Data Masukan

  Setelah dilakukan analisis masalah dari sistem, maka tahap selanjutnya adalah

menentukan analisis dari sistem yang akan dibangun. Adapun analisis sistem yang

akan dibangun dapat dilihat dari flowmap gambar 3.1. Kemiringan Lereng, Ketingg ian Tanah) (Curah Hujan, MULAI Data Base

  Data Pembelajaran Perubahan

  LAPISAN 1 (Fuzzyfikasi) Parameter Premis

  LAPISAN 2 (Sistem Inferensi Fuzzy AND) LAPISAN 3

  (Normalis asi) LAPISAN 4 (LSE) LAPISAN 5

  (Defuzifikasi) Toleransi Error Max Epoch / RMSE > YA Propagation Error Back LAPISAN 5 - 1 TIDAK Parameter

  Premis ANF IS SELESAI

Gambar 3.1 Flowmap Analisis dari Sistem yang akan dibangun

  Berdasarkan gambar 3.1, terdapat data input yaitu data curah hujan,

kemiringan lereng dan ketinggian tanah yang akan dimasukan kedalam sistem

  

5 selesai dikerjakan, selanjutnya akan dicek apakah iterasi sudah melebihi batas

iterasi yang ditetapkan atau rmse melebihi batas toleransi error yang ditetapkan,

jika kedua kondisi tersebut benar maka akan dilakukan perhitungan Error Back

Propagation Lapisan 5-1 yang dimana akan memperbarui nilai parameter premis,

kemudian akan dilanjutkan kembali ke perhitungan lapisan 1, jika salah satu kondisi

salah maka proses selanjutnya adalah menghitung parameter premis yang baru.

1.1.3. Analisis Kebutuhan Data

  Untuk menjalankan sistem ini dibutuhkan masukan data yang dijadikan sebagai

bahan perbandungan dengan data yang ada pada basis data. Adapun data yang

diperlukan untuk pembuatan aplikasi ini yaitu :

  

1. Data shapefile kota bogor yang merupakan hasil olahan citra satelit yang

berformat *.shp

  

2. Data citra LANDSAT untuk pembuatan peta kemiringan lereng yang berformat

*.TIFF.

  

3. Gambar yang merupakan hasil dari pengolahan citra satelit menggunakan

software ArcGIS, yaitu gambar faktor penyusun longsor kemiringan lereng yang berformat *.bmp.

  4. Data curah hujan per kecamatan kota Bogor dari kementrian PU.

  

5. Data ketinggian tanah per kecamatan kota Bogor yang diambil dari website

pemerintah kota bogor profilwilayah.kotabogor.go.id.

1.1.4. Analisis Metode

  Analisis metode disini akan membahas sample data yang akan dilakukan

simulasi pada algoritma ANFIS hingga output yang akan diharapkan. Awal data

yang akan diproses masih berupa citra LANDSAT yaitu berupa citra mentah yang

masih belum diolah. Pengolah citra LANDSAT menggunakan software ArcGIS.

Setelah pengolahan citra satelit yaitu LANDSAT tersebut maka didapatlah nilai

kemiringan lereng yang nantinya akan digabung dengan paramater curah hujan dan

  Data Curah Hujan, Kemiringan Lereng, Rendah Sedang W Ketinggian Tanah 1 ѿ

  1 Curah Hujan

RENDAH RENDAH

.f Rendah Tinggi

  ѿ

  1

  1 W

  2

  2 Sedang

SEDANG SEDANG

ѿ Kemiringan Lereng

  .f ƒ Tinggi ѿ

  2

  2 W

  3

  3 Rendah

TINGGI TINGGI

ѿ .f Sedang

  ѿ

  3

  3 Ketinggian Tanah Tinggi

Gambar 3.2 struktur anfis yang digunakan Dari gambar 3.2 dapat dijelaskan bahwa setiap faktor-faktor pendukung

terjadinya longsor memiliki 3 kategori yaitu rendah sedang dan tinggi yang diolah

pada lapisan 1, kemudian dihitung pembobotan untuk tiap kategori pada lapisan 2,

kemudian dihitung rata-rata bobot pada lapisan 3, kemudian menghitung nilai

pembelajaran menggunakan LSE pada lapisan 4 dan menghitung nilai akhir pada

lapisan 5.

  Sample data yang digunakan sebanyak 3 data rawan longsor tinggi, 3 data

rawan longsor sedang dan 3 data tidak rawan longsor. Yang akan menghasilkan

target keluaran 1. Rawan longsor tinggi, 2. Rawan longsor sedang, 3. Tidak rawan

longsor. Yang ditampilkan pada tabel 3.1.

Nilai masukan : Curah Hujan, Kemiringan Lereng, Ketinggian Tanah (3 inputan),

  

Tabel 3. 1 Data Masukan dan Target Keluaran

  No Nama Kelurahan Curah Hujan Kemiringan Ketinggian Tanah Target Lereng Keluaran