PENGUKURAN TEMPERATUR MATA PISAU (CUTTING EDGE) PAHAT PADA PROSES DRILLING BAJA KARBON AISI 1045 DENGAN METODE EMBEDDED THERMOCOUPLE

(1)

PENGUKURAN TEMPERATUR MATA PISAU(CUTTING EDGE)

PAHAT PADA PROSES DRILLING BAJA KARBON AISI 1045

DENGAN METODE EMBEDDED THERMOCOUPLE

Oleh HENGKI INATA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2010


(2)

Judul Skripsi : PENGUKURAN TEMPERATUR MATA PISAU (CUTTING EDGE) PAHAT PADA PROSES DRILLING BAJA KARBON AISI 1045 DENGAN METODE EMBEDDED THERMOCOUPLE

Nama Mahasiswa : Hengki Inata

Nomor Pokok Mahasiswa : 0415021063 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Eng Suryadiwansa Harun. Dr. Yanuar Burhanuddin

NIP. 19700501 200003 1 001 NIP. 19640506 200003 1 001

2. Ketua Jurusan Teknik Mesin

Dr. Asnawi Lubis


(3)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Eng Suryadiwansa Harun ……….

Sekretaris : Dr. Yanuar Burhanuddin ... Penguji

Bukan Pembimbing : Tarkono, S.T., M.T. ……….

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung

Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A.

NIP. 19650510 199303 2 008


(4)

TUGAS AKHIR INI DIBUAT OLEH PENULIS DAN BUKAN HASIL PLAGIAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 44 PERATURAN AKADEMIK UNIVERSITAS LAMPUNG DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR No. 159/H26/PP/2008.

YANG MEMBUAT PERNYATAAN

HENGKI INATA 0415021063


(5)

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 17 Mei tahun 1985, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Tapisudin dan Inalia.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Dharma Wanita Bhayangkari Curup Bengkulu pada tahun 1991, pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Center Curup Bengkulu pada tahun 1997, SLTP Negeri 4 Kotamadya Bengkulu pada tahun 2000, SMUN 2 Kotamadya Bengkulu pada tahun 2003, dan pada tahun 2004 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi pengurus HIMATEM (Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin) sebagai kepala bidang organisasi dan kepemimpinan (2005-2006), dan sebagai anggota MEMO (Mechanical Engineering Motor Community). Penulis pernah menjadi asisten praktikum di Laboratorium Gambar (Drafting). Kemudian pada bidang akademik, penulis melaksanakan kerja praktek di PT. Coca-Cola Bottling unit Lampung, Lampung Selatan tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis melakukan penelitian pada bidang konsentrasi Proses Produksi dengan judul “Pengukuran Temperatur Mata Pisau (Cutting Edge) Pahat Pada Proses Drilling Baja Karbon AISI 1045 Dengan Metode Embedded Thermocouple” dibawah bimbingan Bapak Dr. Eng Suryadiwansa Harun dan Bapak Dr. Yanuar Burhannudin.


(6)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan. Maka Apabila kamu telah selesai

dari suatu urusan kerjakanlah urusan yang

lain dan hanya kepada Allah SWT

hendaknya kamu berharap

.

(QS. Al Insyirah : 6-8)

Kebanggaan kita yang terbesar adalah

bukan karena tidak pernah gagal, tetapi

bangkit kembali ketika kita jatuh dan gagal.

(engs qiy)

“Keberhasilan bukan berasal dari apa yang

telah kita pikirkan, akan tetapi berasal apa

yang

telah kita kerjakan.”

(Tuwilujaraji)

semuanya indah pada waktunya

(Rahma Tullah)


(7)

Dengan kerendahan hati

dan

harapan menggapai ridho Illahi Robbi

ku persembahkan skripsi ini untuk :

Bapak dan Ibu

Atas segala pengorbanan yang tak

terbalaskan, kesabaran, keikhlasan, doa,

cinta dan kasih sayangnya

Almamater tercinta


(8)

ABSTRAK

PENGUKURAN TEMPERATUR MATA PISAU (CUTTING EDGE) PAHAT PADA PROSES DRILLING BAJA KARBON AISI 1045 DENGAN

METODE EMBEDDED THERMOCOUPLE

Oleh

Hengki Inata, Dr. Eng Suryadiwansa Harun, Dr. Yanuar Burhanuddin

Salah satu proses permesinan yang sering digunakan dalam industri manufaktur adalah proses gurdi (drilling) dimana hampir 40-60% dari proses permesinan merupakan proses gurdi. Dalam proses ini kualitas yang dibutuhkan adalah kehalusan permukaan dan akurasi dimensi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas proses gurdi adalah temperatur pemotongan. Temperatur pemotongan yang tinggi menyebabkan kerusakan permukaan benda kerja dan mempercepat keausan mata pahat sehingga berpengaruh terhadap ketelitian geometri dan biaya produksi. Hal tersebut yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang pengaruh variabel pemotongan terhadap temperatur proses gurdi pada material AISI 1045. Tujuannya jelas dengan menguasai pengetahuan tersebut maka proses permesinan gurdi dapat direncanakan dengan baik.

Untuk mengukur temperatur mata pisau pada proses gurdi digunakan termokopel ditanam pada benda kerja. Penelitian ini menggunakan variasi pada kecepatan putaran spindel (443, 635 dan 970rpm), gerak makan (0,10mm/r, 0,18mm/r, 0,24mm/r) dan tanpa cairan pendingin.

Dari hasil penelitian temperatur pemotongan yang paling tinggi diperoleh sebesar 218,557oC pada kondisi pemotongan (V : 970rpm, f : 0,24mm/r), sedangkan temperatur yang terendah sebesar 131,071oC pada kondisi pemotongan (V : 443rpm, f : 0,10mm/r). Kecepatan putaran spindel dan kecepatan makan mempengaruhi temperatur pemotongan khususnya pada mata pisau seiring peningkatan kecepatan puataran spindel dan kecepatan makan. Berdasarkan warna geram peningkatan kecepatan mengakibatkan perubahan warna material benda kerja dari warna asli menjadi coklat atau biru. Hal ini mengindikasikan adanya kenaikan temperatur.


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi telah merubah industri manufaktur menjadi sebuah industri yang harus dapat berkembang dan bersaing secara global. Pada dasarnya seluruh elemen dalam sebuah industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri manufaktur yang mengharapkan produk hasil yang mengutamakan kualitas, kuantitas serta pencapaian target produksi dan biaya produksi yang ekonomis.

Sebuah industri manufaktur tidak lepas dari adanya proses pemesinan yang menjadi inti dari sebuah proses produksi. Keutamaan proses permesinan adalah hasil prosesnya (produk) mempunyai dimensi dan kehalusan permukaan yang lebih akurat/presisi dibandingkan dengan proses produksi yang lain seperti proses produksi pembentukan dan lain-lain. Disamping itu, sekitar 70 % dari total proses produksi industri menggunakan proses permesinan.

Proses gurdi (lihat gambar 1) merupakan salah satu proses pemesinan yang paling banyak dijumpai, dari bengkel kecil sampai ke industri manufaktur, dimana diperkirakan 40 – 60% dari proses permesinan secara keseluruan [Yang, 2009].


(10)

Gambar 1. Proses Gurdi

Dalam dunia industri khususnya dibidang manufaktur ketelitian dalam pembuatan lubang oleh proses permesinan gurdi pada sebuah material sangat dibutuhkan. Pada proses ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hasil akhir dari proses pemotongan benda kerja. Temperatur pemotongan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan selama proses permesinan karena temperatur penggurdian berpengaruh terhadap tingkat ketelitian geometri benda kerja dan selanjutnya keekonomian proses permesinan. Temperatur pemotongan yang tinggi yang dihasilkan selama proses permesinan dapat menyebabkan kerusakan permukaan benda kerja [Kalpakjian, 2001] dan mempercepat keausan pahat karena proses difusi [Trent, 2000 ; Kalpakjian 2001 ; Ren, 2000] yang memicu penurunan umur pahat secara drastis. Ketika keausan pahat meningkat, gaya pemotongan, getaran dan temperatur pemotongan akan meningkat, oleh karena itu, keausan pahat itu menyebabkan kerusakan integritas permukaan benda kerja dan rendahnya akurasi dimensi benda kerja.

Hal tersebut yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang pengaruh variabel pemotongan terhadap temperatur pemotongan khususnya selama proses gurdi pada material AISI 1045. Tujuannya jelas bahwa karena

pahat

komponen (benda kerja)


(11)

dengan menguasai pengetahuan tersebut proses permesinan gurdi dapat direncanakan dengan baik.

Beberapa peneliti tentang temperatur pemotongan gurdi selama proses permesinan telah dilakukan baik secara eksperimen maupun teoritis [Ueda et al. 2007] melakukan penelitian tentang pengukuran temperatur pada mata pisau (cutting edge) pahat dengan metode two-color pyrometer. Dalam penelitiannya, Ueda menginvestigasikan pengaruh variabel pemotongan yaitu kecepatan potong dan

feeding dalam kondisi pemotongan oil-mist. Ozcelik et al. (2005) juga melakukan penelitian temperatur pemotongan pada daerah geram pahat. Pada penelitiannya, Ozcelik mengukur temperatur pemotongan dengan menggunakan metode termokopel yang ditanam kedalam lubang pendingin pahat drill. Pada penelitian yang lain, pengukuran temperatur pemotongan gurdi bisa juga dengan metode

scanning electron microscope [Mills, 1981] dan termokopel sensitive paint [Koch, 1971]. Secara teoritis, temperatur pemotongan gurdi bisa dihitung dengan metode elemen hingga [Bone, 2002].

Dalam studi ini temperatur pemotongan pada daerah kontak antara mata pisau (cutting edge) pahat gurdi dan benda kerja diukur menggunakan termokopel yang ditanam pada benda kerja.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengukur temperatur pada pahat saat proses drilling dengan metode embedded thermocouple.


(12)

2. Menganalisa pengaruh parameter pemotongan yaitu kecepatan potong dan gerak makan terhadap temperatur pemotongan tanpa cairan pendingin utamanya pada daerah deformasi geser selama proses permesinan gurdi.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Benda kerja menggunakan baja karbon AISI 1045.

2. Termokopel yang digunakan pada penelitian adalah termokopel tipe K. 3. Mata bor yang digunakan menggunakan material jenis HSS.

4. Temperatur yang diukur adalah pada daerah kontak antara cutting edge dengan permukaan benda kerja yang dipotong.

5. Proses pemotongan dilakukan tanpa cairan pendingin.

D. Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya ilmu tentang pengaruh parameter pemotongan pada permesinan gurdi (drilling) terhadap temperatur yang terjadi selama proses pemotongan (deformasi plastis) sehingga proses permesinan gurdi bisa direncanakan dengan baik. Disamping itu, data yang dihasilkan (temperatur) dapat digunakan untuk memverifikasi data temperatur pemotongan hasil permodelan atau simulasi secara numeric misalnya finite element method ( FEM).


(13)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan latar belakang, tujuan, batasan masalah dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang dijadikan sebagai landasan teori untuk mendukung penelitian ini.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan metode tentang langkah-langkah, alat dan bahan yang dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam penelitian ini.

IV. HASIL DAN ANALISA

Pada bab ini menguraikan hasil dan membahas yang diperoleh dari penelitian ini.

V. SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini memberikan kesimpulan dari hasil dan pembahasan sekaligus memberikan saran yang dapat menyempurnakan penelitian ini.


(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Gurdi (Drilling)

Proses gurdi (drilling) digunakan untuk pembuatan lubang silindris. Pembuatan lubang dengan mata gurdi spiral di dalam benda kerja yang pejal merupakan suatu proses pengikisan dengan daya penyerpihan yang besar. Jika terhadap benda kerja itu dituntut kepresisian yang tinggi (ketepatan ukuran atau mutu permukaan) pada dinding lubang, maka diperlukan pengerjaan lanjutan dengan pembenam atau penggerek. Pada proses gurdi, geram (chips) harus keluar melalui alur helix pahat gurdi ke luar lubang. Ujung pahat menempel pada benda kerja yang terpotong selama proses pemotongan, sehingga proses pendinginan menjadi relatif sulit. Proses pendinginan biasanya dilakukan dengan menyiram benda kerja yang dilubangi dengan cairan pendingin, disemprot dengan cairan pendingin, atau cairan pendingin dimasukkan melalui lubang di tengah mata gurdi [Widarto, 2008]. Akan tetapi cairan pendingin yang umumnya berbasis zat kimiawi berpontensi menggangu kesehatan operator dan merusak lingkungan akibat limbahnya.

Jenis gurdi yang paling baik untuk jenis aplikasi yang diberikan tergantung pada jenis material yang dibor, karateristik strukturalnya,ukuran lubang dan material yang dibor bersifat solid atau getas (lihat gambar 2). Dalam memilih tipe bor yang cocok untuk aplikasi yang diberikan membutuhkan pertimbangan dari semua


(15)

factor-faktor diatas. Penggurdian manufaktur membutuhkan tipe pengeboran yang sama namun dengan variasi yang lebih tajam dalam konfigurasi dan metalurginya. Variasi yang lebih tajam tersebut mempengaruhi umur mata bor dan kualitas lubang, khususnya untuk bor yang berdiameter kecil. Tiga jenis Pengeboran konvensional yang sering digunakan yaitu regrindable drills, spade drills dan

tipped drills. Ada beberapa jenis dari regrindable drills yaitu twiss atau regular drill, gun drill, counter drill dan pilot drill. Twiss drill memiliki perbedaan dalam jumlah lekukanya dan sifat-sifat geometrinya seperti sudut helix angel, sudut permukaannya, bentuk lekukanya, ketebalanya dan lebar margin. Sistem yang standar dalam mengklasifikasikan twiss drill yang dibuat oleh proses manufaktur yang berbeda beda belum dikembangkan [D.A Stephenson, 2006].

Gambar 2. Bidang Kerja Gurdi dan Sifat-sifat Lubang

B. Parameter Pemotongan Pada Gurdi (Drilling)

Ilustrasi parameter pemotongan pada proses permesinan gurdi dapat dilihat pada gambar 3. Kecepatan potong (cutting speed) pada drilling didefinisikan sebagai


(16)

kecepatan permukaan terluar dari pahat drill relatif terhadap permukaan benda kerja. Kecepatan potong dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

v

= ………. (1)

dimana, v : Kecepatan potong (m/min), N : Kecepatan putaran (rpm: rev/min). D : Diameter pahat.

Gambar 3. Kondisi pemotongan pada Drilling

Waktu riil permesinan (time of actual machining), Tm (min) :

1. Pada pembuatan lubang tembus (through hole):

N f

A t Tm

 

 ……… (2) 2. Pada pembuatan lubang tembus (through hole):

N f

d Tm

 ……… (3) dimana, f : gerak makan (mm/rev).

Tm : Waktu riil permesinan (min).

T : Ketebalan benda kerja (mm).

N (v) f


(17)

A : Jarak antara sisi terluar pahat drill dengan permukaan benda kerja ketika ujung drill mulai menyentuh permukaan.

D : Kedalaman lubang,

 : Drill point angle.

Kecepatan pemindahan material (material removal rate), MRR:

4

2

N f D

MRR    ………. (4)

dimana, MRR: material removal rate (mm3/min) [Rochim, 1993].

C. Variasi Pahat Pada Gurdi (Drilling)

Mata bor adalah suatu alat pembuat lubang atau alur yang efisien, macam-macam ukuran daripada mata bor terbagi dalam beberapa jenis, diantaranya ialah: didalam

satuan inchi, di dalam pecahan dari 1/64” sampai 3/8” dan seterusnya. Di dalam

satuan millimeter dengan setiap kenaikan bertambah 0,5 mm, dengan nomor dari 80 – 1 dengan ukuran 0,0135 – 0,228”, dengan tanda huruf A sampai Z dengan ukuran 0,234 –0, 413”.

Terdapat beberapa hal yang harus kita perhatikan untuk memilih mata bor yaitu : 1. Ukuran lubang

2. Benda kerja yang akan dibor 3. Sudut bibirnya

Ukuran lubang menentukan ukuran garis tengah dari mata bor, setiap mata bor akan menghasilkan lubang yang lebih besar daripada garis tengahnya, sudut spiral dan sudut bibir tergantung dari benda kerja yang akan dibor.


(18)

Alat penyudut dipakai untuk memeriksa sudut bibir, sisi potong yang tumpul akan menyebabkan permukaan lubang menjadi kasar, hal ini terjadi bila jarak sudut pahat dengan sisi potong 550, untuk mengurangi akibat yang tidak baik terhadap sisi potong, jarak perlu diperpendek dengan menggerinda mata bor yang lebih besar [Daryanto, 1996].

1. Mata bor pilin dengan spiral kecil

Mata bor pilin dengan spiral kecil (lihat gambar 4), sudut penyayatnya 130° digunakan untuk mengebor aluminium, tembaga, timah, seng, dan timbel [Widarto, 2008].

Gambar 4. Bor Pilin Spiral Kecil

2. Mata bor pilin spiral besar sudut penyayat 130°

Bor pilin dengan spiral besar (lihat gambar 5), sudut penyayat 130° digunakan untuk mengebor kuningan dan perunggu.

Gambar 5. Bor Pilin Kisar Besar

3. Mata bor pilin spiral besar sudut penyayat 80°

Mata bor pilin dengan spiral besar (lihat gambar 6), sudut penyayat 80° digunakan untuk mengebor batu pualam/ marmer, batu tulis, fiber, ebonit, dan sebagainya.


(19)

Gambar 6. Bor Pilin Kisar Besar Sudut Sayat Kecil

4. Mata bor pilin spiral besar sudut penyayat 30°

Mata bor pilin dengan spiral besar (lihat gambar 7), sudut penyayat 30° digunakan untuk mengebor jenis bahan karet yang keras (karet-karet bantalan).

Gambar 7. Bor Pilin Kisar Besar Sudut Lancip

D. Tool Geometry

Twist drill (drill dengan bermata dua) digunakan luas di industri untuk membuat lubang secara cepat dan ekonomis, diameter berkisar 0.15 mm (0.006 in.) - 75 mm (3.0 in.). Geometri pahat dapat dilihat lebih jelas pada gambar 8. Badan drill

memiliki dua daun spiral (flutes). Sudut kemiringan spral daun disebut helixangle,

biasanya sekitar 30°. Saat proses drilling, daun ini berfungsi untuk jalur pengeluaran geram dari lubang. Tebal (jarak) antara daun disebut web. Ujung twist drill berbentuk kerucut, sudutnya disebut point angle, nilai sekitar 118°. Desain umum dari ujung drill adalah chisel edge. Chisel edge menyambung dengan dua ujung (mata potong) disebut lips dan menyambung ke daun (flutes). Permukaan

flutes yang berhubungan dengan ujung potong berperan sebagai rake face. Twist drill biasanya terbuat dari high-speed steel (HSS). Pembentukan pahat dibuat dengan proses casting, kemudan dikeraskan permukaannya dengan proses heat


(20)

treatment sementara bagian dalamnya tetap kuat/ulet. Setelah itu dilakukan proses

Grinding untuk mempertajam ujung potongnya [Daryanto, 1996].

Gambar 8. Geometri Pahat

E. Mesin Gurdi (Drilling)

Mesin standar untuk drilling disebut drill press. Beberapa jenis drill press:

1. Upright drill (Gambar 9). Mesin ini ditegakkan diatas lantai, terdiri dari meja untuk meletakkan dan memegang benda kerja, drilling head yang digerakkan oleh spindle untuk memasang pahat drill, serta landasan dan tiang penopang.

Gambar 9. Upright drill

2. Bench drill. Lebih kecil dari upright drill, diletakkan diatas meja atau bangku.

3. Radial drill (Gambar 10). Drill press besar yang dirancang untuk melobangi benda kerja besar. Memiliki lengan radial sehingga drilling head dapat


(21)

digerakkan sepanjang lengan ini untuk menjangkau lokasi yang relatif jauh dari tiang mesin.

Gambar 10. Radial drill

4. Gang drill (Gambar 11). Mesin ini terdiri dari 2 - 6 mesin upright drill diatur saling berhubungan dan segaris. Tiap spindle beroperasi sendiri-sendiri, tapi memiliki satu meja kerja. Sehingga satu rangkaian proses drilling (centering, drilling, reaming, tapping) dapat dilakukan secara berurutan dengan hanya menggeser benda kerja tanpa mengganti pahatnya.


(22)

5. Multiple-spindle drill. Mirip dengan mesin gang drill, beberapa spindle

dihubungkan bersama untuk membuat berbagai lubang pada satu benda kerja secara bersamaan.

6. Numerical control drill presses. Mesin ini mampu mengontrol pemosisian lubang pada benda kerja. Sering dilengkapi dengan turrets untuk memegang beberapa pahat drill sekaligus dan dapat dikontrol dengan NC program, sering disebut mesin CNC turret drill [Darius, 2008].

F. Pemegang Pahat (pencekam)

Peralatan yang biasa digunakan untuk memegang benda kerja pada mesin drill press antara lain:

1. Ragum (Vise) adalah alat yang umum digunakan, menjepit benda kerja pada dua sisi berdampingan.

2. Perkakas cekam (Fixture). Peralatan yang dirancang secara khusus untuk komponen tertentu. Fixtures dirancang untuk mencapai tingkat akurasi

pemosisian yang lebih tinggi, tingkat produksi yang lebih cepat, dan kemudahan operasi yang lebih besar.

3. Perkakas tuntun (Jig). Mirip seperti fixtures, tapi dilengkapi dengan alat pengarah pahat drill terhadap benda kerja, sehingga akurasi penempatan pahat lebih tinggi.

G. Baja (Material Benda Kerja)

Baja karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah kadar karbonnya. Baja karbon dibagi menjadi tiga kelompok. Adapun pembagian jenis – jenis baja karbon adalah:


(23)

a). Baja karbon rendah

Baja karbon rendah yang biasanya disebut mild steel mengandung karbon antara 0,1% sampai dengan 0,3% dan dalam perdagangan karbon rendah berbentuk batang), pelat – pelat baja dan baja strip. Baja karbon rendah memiliki kekuatan sedang dengan keuletan yang baik dan sesuai dengan tujuan fabrikasi digunakan dalam kondisi anil atau normalisasi untuk tujuan konstruksi dan struktural, seperti jembatan, bangunan gedung, kendaraan bermotor, dan kapal laut.

b). Baja karbon sedang

Baja karbon sedang mempunyai kandungan karbon antara 0,3 % sampai dengan 0,6 %. Penemperan di daerah temperatur lebih tinggi (yaitu 350-550°C) menghasilkan karbida sferoidisasi yang meningkatkan keuletan baja, dan dalam perdagangan baja karbon sedang digunakan untuk bahan baut, mur, piston, poros engkol, material as roda, poros, roda gigi, dan rel. Proses ausforming dapat diterapkan pada baja dengan kadar karbon sedang tersebut sehingga dicapai kekuatan lebih tinggi tanpa mengurangi keuletan.

c). Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi mempunyai kandungan karbon antara 0,7 % sampai dengan 1,3 % dan setelah mengalami proses heat treatment, baja tersebut digunakan untuk pegas (per), alat – alat perkakas, gergaji, pisau, kikir dan pahat potong. Baja karbon tinggi umumnya dikeraskan dengan ditemper ring pada temperatur 250°C untuk menghasilkan kekuatan dan keuletan yang memadai untuk per, die, dan perkakas potong. Keterbatasan penggunaan terjadi karena kemampukerasan yang kurang baik dan pelunakan cepat yang terjadi pada penemperan temperatur sedang.


(24)

Klasifikasi dari jenis baja karbon tersebut diatas dapat dilihat lebih rincian pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Baja Karbon [Wiryosumarto, 1996]

Jenis Kadar

Karbon (%)

Kekuatan Luluh (kg/mm2)

Kekuatan Tarik (kg/mm2)

Kekerasa (Brinell)

Perpanjangan (%)

Baja Karbon Rendah : a. Baja Lunak Khusus b. Baja Sangat Lunak c. Baja Lunak

d. Baja Setengah Lunak

Baja Karbon Sedang : a. Baja Setengah Keras b. Baja Keras

Baja Karbon Tinggi : a. Baja Sangat Keras

0,08 0,08-0,12 0,12-0,20 0,20-0,30 0,30-0,40 0,40-0,50 0,50-0,80 18-28 20-29 22-30 24-36 30-40 34-46 36-47 32-36 36-42 38-48 44-55 50-60 58-70 65-100 95-100 80-120 100-130 112-145 140-170 160-200 180-235 40-30 40-30 36-24 32-22 30-17 26-14 20-11

H. Pahat Potong High Speed Steel (HSS)

Baja kecepatan tinggi (sering di singkat HSS/HS) adalah suatu material yang biasanya digunakan sebagai material pahat potong (cutting tools). Bahan HSS lebih kuat daripada material perkakas baja karbon tinggi yang mulai di gunakan pada tahun 1940-an dimana kandungan karbonnya adalah 0,70 % - 1,50 %. Pada suhu-kamar HSS dan baja karbon tinggi mempunyai kekerasan yang tidak jauh berbeda, hanya pada suhu yang sudah diatur HSS menjadi lebih menguntungkan. Adapun aplikasi dari penggunaan utama dari baja kecepatan tinggi digunakan pada manufaktur untuk berbagai pahat potong: drills, taps, milling cutters, tool


(25)

bits, gear cutters, saw blades, dll. Baja karbon tinggi menjadi suatu pilihan yang baik untuk aplikasi kecepatan rendah di mana suatu ketajaman tepi sangat diperlukan, seperti alat pemotong, pahat dan mata pisau.

Baja kecepatan tinggi menjadi Fe-C-X multicomponen bercampur menjadi sistem logam di mana X mewakili; menunjukkan unsur logam pelapis chromium,

tungsten, molibdenum, vanadium, atau unsur kimia kobalt. Secara umum, komponen X hadir lebih dari 7%, dengan karbon lebih dari 0,60%. Tingkatan T-1 dengan tungsten 18% tidak berubah komposisinya sejak tahun 1910 dan penggunaan tipe utama pada 1940, ketika diganti oleh molibdenum. Sekarang ini, hanya 5-10% dari HSS di Eropa dan hanya 2% di Amerika Serikat yang berasal dari jenis ini.

Penambahan 10% dari tungsten dan molibdenum secara keseluruhan memaksimalkan secara efisien kekerasan dan ketahanan dari baja kecepatan tinggi dan memelihara sifat-sifat pada temperatur tinggi yang dihasilkan ketika pemotongan logam [Krar, 1997].

I. Temperatur Pemotongan

Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses gesekan, antara geram dengan pahat dan antara pahat dengan benda kerja. Panas yang ditimbulkan cukup besar karena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan dan luas bidang kontak relatif kecil maka temperature pahat dan bidang utamanya akan sangat tinggi temperaturnya. Meskipun prosentase panas yang terbawah geram sangat tinggi tidaklah berarti bahwa temperatur geram menjadi lebih tinggi dari


(26)

pada temperatur pahat. Panas mengalir bersama sama geram yang selalu terbentuk dengan kecepatan tertentu, sedangkan panas yang merambat melalui pahat terjadi sebagai proses konduksi panas yang dipengaruhi olek konduktivitas panas material pahat serta penampang pahat yang relative kecil. Panas dalam proses permesinan ketika logam dipotong, sejumlah energi dibutuhkan dalam mendeformasi geram (chip) dan mengatasi gesekan antara pahat dan benda. Hampir semua energi yang dibutuhkan itu diubah menjadi panas (sekitar 98%) [M.C Shaw, 1984], menghasilkan suhu yang tinggi dalam area zone deformasi (primary and secondary deformation zone) (lihat Gambar 12). Ini dapat menyebabkan suhu panas yang sangat tinggi pada benda kerja dan pahat, energi yang tersisa sekitar 2% adalah tetap dipertahankan sebagai energi elastis dalam chip.

Gambar 12. Daerah zone deformasi selama proses pemotongan

Suhu pemotongan (cutting temperature) adalah perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi unjuk kerja proses pemesinan. Temperatur pada daerah zone deformasi utama (primary deformation zone), dimana terjadi deformasi benda kerja menjadi geram akibar tegangan geser, mempengaruhi sifat mekanik benda kerja dan selanjutnya gaya pemotongan [D.A Stephenson, 2006] serta keausan tepi pahat. Sedangkan temperatur pada zone deformasi kedua (secondary deformation zone) sangat mempengaruhi umur pahat utamanya akibat keausan

Primary deformation zone

Secondary deformation zone Primary

deformation zone

Secondary deformation zone


(27)

kawah. Peningkatan temperatur pada zone ini menyebabkan pahat penjadi lunak dan keausannya menjadi cepat melalui proses abrasi dan deformasi plastik.

Selama proses gurdi atau pengeboran kondisi panas pada daerah kontak antara pahat dengan benda kerja dalam pengeboran memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan pemotongan ortogonal bubut (turning) dan borring. Geram yang terbentuk pada dasar lubang akan tetap mengalami kontak dengan mata bor dan mengalami penumpukan karena titik pengeboran bergerak lambat kearah porsi material kerja sehingga daerah kontak pahat – benda kerja mengalami pemanasan karena terbentuknya geram. Temperatur pada proses gurdi atau pengeboran sering kali tidak mencapai kondisi steady, tapi meningkat seiring dengan kedalaman lubang. Pada proses pemotongan yang lain temperatur pengeboran sangat dipengaruhi oleh kecepata spindel dan laju gerak makan. Diantara parameter geometri pahat point angel memiliki pengaruh yang paling besar. Karena point angel meningkat, panjang ujung potongan pengeboran menurun, dan temperatur meningkat seiring difusi panas yang konstan ke bagian yang lebih kecil. Peningkatan sudut heliks, yang mengurangi torsi gurdi atau pengeboran, tanpanya tidak mempengaruhi temperatur pengeboran seperti yang diperkirakan karena panas yang dihasilkan dari pengeboran lebih berasal dari gesekan dari pada pergeseran material kerja [D.A Stephenson, 2006].

J. Analisis Temperatur Proses Gurdi Pada Zona Deformasi Geser

Kesulitan dalam mengukur temperatur pemotongan umumnya mendorong peneliti untuk melakukan analisis model prediksi temperatur. Analisis yang cukup dikenal baik adalah solusi sederhana untuk pelat yang panas yang bersumber dari model


(28)

pemotongan gurdi diasumsikan bahwa material benda kerja awalnya mempunyai temperatur sama dengan temperatur ruangan Ө1, dan pada saat deformasi plastis

material benda kerja dipanaskan oleh 2 bidang sumber panas primary deformation zone dan second deformation zone, dimana merepresentasikan panas yang timbul akibat deformasi plastis sepanjang zone geser friksi sepanjang bidang geram pahat. benda kerja terdeformasi masih menjadi geram (chips) pada zona deformasi

pertama dengan temperatur pemotongan Өs yang seragam dan selanjutnya

temperatur pemotongan akan meningkat didaerah zona deformasi kedua akibat gesekkan. Temperatur pemotongan pada zona deformasi geser (pertama) dapat dihitung dengan persamaan 5 [Stephenson et al,1993].

Өs

=

+

Ө

1 …………. (5)

dimana : Өs = Temperatur pemotongan pada zona deformasi geser,

T1 = Jumlah energi pada saat mengalami deformasi

Ps = Daya pada saat menalami deformasi

ρ = Konduktifitas termal C = Massa jenis

a = Kecepatan makan b = Zona deformasi V = Kecepatan potong

Ө1 = Temperatur ruangan

Untuk menentukan jumlah energi pada saat mengalami deformasi geser (T1) dapat

ditentukan dengan Persamaan 6 [Stephenson et al,1993]


(29)

dimana, k = Konduktivitas panas

Selanjutnya Daya pada saat mengalami deformasi geser dapat ditentukan dengan persamaan 7 [al tintas, 2001].

Ps

= Fs x Vs

…………. (7)

Dimana Fs adalah gaya pada saat mengalami deformasi geser. Gaya geser yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan 8, sedangkan Vs adalah kecepatan geser [al tintas, 2001].

Fs

= τ

s

x As

…………. (8)

As

=

x

…………. (9)

dimana, As = Luas bidang geser (lihat gambar 13) h = Kecepatan makan

cos i = Sudut oblique

фn = Sudut Geser

Sedangkan untuk mengetahui sudut geser (фn) dapat dihitung dengan persamaan 10 [al tintas, 2001].

tan фn =

…………. (10)

Dari persamaan diatas nilai ŋ dan i diasumsikan sama, sehingga persamaan sudut

geser menjadi persamaan sebagai berikut; [al tintas, 2001].

=

…………. (11)

Dimana rasio (rc) didapat dari kecepatan makan dibagi dengan tebal chip yang dihasilkan selama proses pemotongan [al tintas, 2001].


(30)

dimana, α = Helix angel

tc = Tebal geram to = Kecepatan Makan

Gambar 13. Luas Bidang Geser

K. Pengukuran Temperatur Pemotongan

Temperatur pemotongan lebih sulit diukur secara akurat dibandingkan dengan gaya pemotongan. Gaya pemotongan adalah vektor yang dipengaruhi oleh tiga komponennya, sedangkan temperatur adalah besaran skalar yang memiliki banyak komponen dalam sistem dan tidak secara unik dapat dideskripsikan dalam beberapa poin tertentu. Untuk alasan-alasan ini, tidak ada perbandingan sederhana untuk dinamometer gaya pemotongan untuk mengukur temperatur pemotongan, jika dibandingkan.

Berikut ini dijelaskan beberapa metode yang umum digunakan dalam mengukur temperatur pemotongan.

luas geser


(31)

 Metode Termokopel tool-work

Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur temperatur pemotongan adalah metode termokopel tool-work seperti terlihat pada gambar 14, pertama kali dikenalkan pada tahun 1920 [H. Shore,1925; E.G.Herbert,1926]. Metode ini menggunakan pahat (tool) dan benda kerja sebagai elemen dari termokopel. Hot Junction adalah interface pahat dan bidang kerja, cold junction adalah dibentuk oleh bagian ymanaang terpisah dari pahat dan benda kerja yang harus dihubungkan dengan arus listrik dan diperlakukan pada keadaan temperatur konstan.

Gambar 14. Metode termokopel Tool-Work

Metode ini hanya dapat digunakan ketika pahat dan benda kerja adalah bahan konduktor yang mempunyai sifat listrik, dan metode ini tidak dapat digunakan pada berbagai pahat potong keramik. Daya termoelektrik dari sirkuit biasanya kecil dan harus diestimasi dengan mengkaliberasi sirkuit terhadap termokopel

 Metode Termokopel Konvensional

Termokopel konvensional dapat ditanam pada pahat atau pada benda kerjanya untuk memetakan distribusi temperatur (lihat gambar 15) [B. Alvelid,1970 ;S.Angapiou,1994]. Metode pengukuran ini tidak dapat diaplikasikan secara


(32)

menyeluruh karena persiapan spesimen yang cukup besar dibutuhkan. Tetapi metode pengukuran ini relatif akurat dimana hasil pengukurannya lebih akurat dibandingkan dengan metode termokopel Tool-Work.

Gambar 15. Metode Termokopel Konvesional

 Metode Inframerah

Temperatur pemotongan juga dapat dihitung dengan mengukur radiasi inframerah yang keluar dari daerah pemotongan seperti terlihat pada gambar 16. Studi terbaik mengenai hal ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti [Schwerd, Reichenbach dan Boothroyd,1961]. Reichenbach menggunakan titik sensor yang digabung dengan lubang bor yang sempit dan temperatur permukaan. Metode pengukuran ini telah dimanfaatkan uleh banyak peneliti untuk mengukur temperatur permukaan menggunakan sensor pada proses pemotongan dan penggerindaan. Boothroyd menggunakan potografi inframerah penuh dari darerah pemotongan dengan kecepatan potong rendah. Dikarenakan sensitifitas film yang rendah, maka


(33)

sampel percobaan dipanaskan lagi dengan temperatur tinggi untuk mendapatkan sinyal inframerah yang kuat.

Gambar 16. Metode Inframerah

 Metode Metalurgi

Material logam sering berhubungan dengan transformasi metalurgi atau perubahan kekerasan yang dapat pula berhubungan dengan temperatur. Fakta ini membuat kemungkinan untuk memetakan distribusi temperatur pada pahat dengan membagi daerah pahat setelah dilakukan pemotongan dan kita lakukan pemeriksaan metalografi atau mikroskopis. Metode ini membutuhkan pengukuran postmortem dan oleh karena itu sangat sulit untuk digunakan pada pemeriksaan rutin.

L. Termokopel

Pada dunia elektronika, termokopel adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk mengubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik (voltase). Termokopel yang sederhana dapat dipasang, dan memiliki jenis


(34)

konektor standar yang sama, serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup besar dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1 °C.

M. Prinsip Operasi Termokopel

Pada tahun 1821, seorang fisikawan Estonia bernama Thomas Johann Seebeck

menemukan bahwa sebuah konduktor (semacam logam) yang diberi perbedaan panas secara gradien akan menghasilkan tegangan listrik. Hal ini disebut sebagai efek termoelektrik ilustrasi dari prinsip kerja termokopel dapat dilihat pada gambar 17. Untuk mengukur perubahan panas ini gabungan dua macam konduktor sekaligus sering dipakai pada ujung benda panas yang diukur. Konduktor tambahan ini kemudian akan mengalami gradiasi suhu, dan mengalami perubahan tegangan secara berkebalikan dengan perbedaan temperatur benda. Menggunakan logam yang berbeda untuk melengkapi sirkuit akan menghasilkan tegangan yang berbeda, meninggalkan perbedaan kecil tegangan memungkinkan kita melakukan pengukuran, yang bertambah sesuai temperatur.

Gambar 17. Prinsip Kerja Termokopel

Beberapa kombinasi menjadi populer sebagai standar industri, dilihat dari biaya, ketersediaanya, kemudahan, titik lebur, kemampuan kimia, stabilitas, dan hasil. Sangat penting diingat bahwa termokopel mengukur perbedaan temperatur di antara 2 titik, bukan temperatur absolut.

titik 1


(35)

Pada banyak aplikasi, salah satu sambungan (sambungan yang dingin) dijaga sebagai temperatur referensi, sedang yang lain dihubungkan pada objek pengukuran. Termokopel dapat dihubungkan secara seri satu sama lain untuk membuat termopile, dimana tiap sambungan yang panas diarahkan ke suhu yang lebih tinggi dan semua sambungan dingin ke suhu yang lebih rendah. Dengan begitu, tegangan pada setiap termokopel menjadi naik, yang memungkinkan untuk digunakan pada tegangan yang lebih tinggi. Dengan adanya suhu tetapan pada sambungan dingin, yang berguna untuk pengukuran di laboratorium, secara sederhana termokopel tidak mudah dipakai untuk kebanyakan indikasi sambungan lansung dan instrumen kontrol. Mereka menambahkan sambungan dingin tiruan ke sirkuit mereka yaitu peralatan lain yang sensitif terhadap suhu (seperti termistor atau dioda) untuk mengukur suhu sambungan input pada peralatan, dengan tujuan khusus untuk mengurangi gradiasi suhu di antara ujung-ujungnya. Hal ini dikenal dengan kompensasi hubungan dingin. Biasanya termokopel dihubungkan dengan alat indikasi oleh kawat yang disebut kabel ekstensi atau kompensasi. Kabel ekstensi menggunakan kawat-kawat dengan jumlah yang sama dengan kondoktur yang dipakai pada Termokopel itu sendiri. Kabel-kabel ini biasanya memiliki spesifikasi untuk rentang suhu yang lebih besar. Mereka memakai perbedaan kecil, biasanya campuran material konduktor yang murah yang memiliki koefisien termoelektrik yang sama dengan termokopel (bekerja pada rentang suhu terbatas), dengan hasil yang tidak seakurat kabel ekstensi. Kabel ekstensi atau kompensasi harus dipilih sesuai kebutuhan termokopel. Pemilihan ini menghasilkan tegangan yang proporsional terhadap beda suhu antara sambungan panas dan dingin, dan kutub harus dihubungkan dengan benar


(36)

sehingga tegangan tambahan ditambahkan pada tegangan termokopel, menggantikan perbedaan suhu antara sambungan panas dan dingin.

Hubungan antara perbedaan suhu dengan tegangan yang dihasilkan termokopel bukan merupakan fungsi linier melainkan fungsi interpolasi polynomial koefisien memiliki nilai n. Agar diperoleh hasil pengukuran yang akurat, persamaan biasanya diimplementasikan pada kontroler digital atau disimpan dalam sebuah tabel pengamatan.

N. Tipe-Tipe Termokopel

Tersedia beberapa jenis termokopel (Tabel 3), tergantung aplikasi penggunaannya

1. Tipe K (Chromel (Ni-Cr alloy) / Alumel (Ni-Al alloy) ialah Termokopel untuk tujuan umum,Lebih murah,Tersedia untuk rentang suhu −200°C hingga +1350 °C. Tipe K adalah termokopel dengan sensivitas sekitar 41 µ v/ °C.

2. Tipe E (Chromel / Constantan (Cu-Ni alloy) Tipe E memiliki output yang besar (68 µV/°C) membuatnya cocok digunakan pada temperatur rendah. Properti lainnya tipe E adalah tipe non magnetik.

3. Tipe J (Iron / Constantan) Rentangnya terbatas (−40 hingga +750 °C)

membuatnya kurang populer dibanding tipe K. Tipe J memiliki sensitivitas sekitar ~52 µV/°C

4. Tipe N (Nicrosil (Ni-Cr-Si alloy) / Nisil (Ni-Si alloy) Stabil dan tahanan yang tinggi terhadap oksidasi membuat tipe N cocok untuk pengukuran suhu yang tinggi tanpa platinum. Dapat mengukur suhu di atas 1200 °C. Sensitifitasnya


(37)

sekitar 39 µV/°C pada 900°C, sedikit di bawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan tipe K

Sedangkan Termokopel tipe B, R, dan S adalah termokopel logam mulia yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Termokopel B,R, dan S ini adalah termokopel yang paling stabil, tetapi karena sensitifitasnya rendah (sekitar 10 µV/°C) mereka biasanya hanya digunakan untuk mengukur temperatur tinggi (>300 °C).

1. Type B (Platinum-Rhodium/Pt-Rh) Cocok mengukur suhu di atas 1800 °C. Tipe B memberi output yang sama pada suhu 0°C hingga 42°C sehingga tidak dapat dipakai di bawah suhu 50°C.

2. Type R (Platinum /Platinum with 7% Rhodium) Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10 µV/°C) dan biaya tinggi membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum.

3. Type S (Platinum/Platinum with 10% Rhodium) Cocok mengukur suhu di atas 1600°C. Sensitivitas rendah (10 µV/°C) dan biaya tinggi membuat tidak cocok dipakai untuk tujuan umum. Karena stabilitasnya yang tinggi Tipe S digunakan untuk standar pengukuran titik leleh emas (1064.43 °C).

Type T (Copper/Constantan) Cocok untuk pengukuran antara −200 to 350 °C.

Konduktor positif terbuat dari tembaga, dan yang negatif terbuat dari constantan. Type T memiliki sensitifitas ~43 µV/°C [http:// id.wikipedia.org/ ].


(38)

Tabel 2. Kode warna pada Termokopel Jenis Rentang

temperatur ° C (kontinu)

Rentang temperatur ° C (jangka pendek)

Kode warna

K 0 – 1100 -180 - 1.300 J 0 – 700 -180 - 800 N 0 – 1100 -270 - 1.300 R 0 – 1600 -50 - 1.700 S 0 – 1600 -50 - 1.750

B 200 – 1700 0 - 1820

Tidak

menggunakan standar kawat T -185 – 300 -250 - 400

E 0 – 800 -40 - 900

O. Penggunaan Termokopel

Termokopel paling cocok digunakan untuk mengukur rentangan suhu yang luas, hingga 1800 K. Sebaliknya, kurang cocok untuk mengukuran perbedaan suhu yang kecil harus diukur dengan akurasi tingkat tinggi, contohnya rentang suhu 0 sampai dengan 100 °C dengan keakuratan 0.1 °C. Untuk aplikasi ini, termistor lebih cocok untuk digunakan. Contoh Penggunaan Termokopel yang umum antara lain :

 Industri besi dan baja

 Pengaman pada alat-alat pemanas

 Untuk termopile sensor radiasi


(39)

P. Osiloskop

Osiloskop adalah alat ukur besaran listrik yang dapat memetakan sinyal listrik. Pada kebanyakan aplikasi, grafik yang ditampilkan memperlihatkan bagaimana sinyal berubah terhadap waktu.

Contoh beberapa kegunaan osiloskop :

• Mengukur besar tegangan listrik dan hubungannya terhadap waktu.

• Mengukur frekuensi sinyal yang berosilasi.

• Mengecek jalannya suatu sinyal pada sebuah rangkaian listrik.

• Membedakan arus AC dengan arus DC.

• Mengecek noise pada sebuah rangkaian listrik dan hubungannya terhadap waktu.

Osiloskop dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan cara kerjanya, yaitu: osiloskop analog dan osiloskop digital.

1. Osiloskop analog (lihat gambar 18)menggunakan tegangan yang diukur untuk menggerakkan berkas elektron dalam tabung gambar ke atas atau ke bawah sesuai entuk gelombang yang diukur. Pada layar osiloskop dapat langsung ditampilkan bentuk gelombang tersebut.

Cara Kerja Osiloskop Analog

• Pada saat osiloskop dihubungkan dengan sirkuit, sinyal tegangan bergerak melalui probe ke sistem vertical.

• Bergantung kepada pengaturan skala vertical (volts/div), attenuator akan memperkecil sinyal masukan sedangkan amplifier akan memperkuat sinyal masukan.


(40)

pembelok vertikal dalam CRT(Cathode Ray Tube). Tegangan yang diberikan pada pelat tersebut akan mengakibatkan titik cahaya bergerak (berkas electron yang menumbuk fosfor dalam CRT akan menghasilkan pendaran cahaya). Tegangan positif akan menyebabkan titik tersebut naik sedangkan tegangan negatif akan menyebabkan titik tersebut turun.

Gambar 18. Osiloskop analog

2. Osiloskop digital (lihat gambar 19) merekam bentuk gelombang yang diukur dan dengan menggunakan ADC (Analog to Digital Converter) untuk mengubah besaran tegangan yang didapat menjadi besaran digital.

Cara Kerja Osiloskop Digital

Jika dalam osiloskop analog gelombang yang akan ditampilkan langsung diberikan ke rangkaian vertikal sehingga diambil begitu saja (real time), maka dalam osiloskop digital, gelombang yang akan ditampilkan lebih dulu digitalisasikan. Osiloskop kemudian menyimpan nilai-nilai tegangan ini bersama sama dengan skala waktu gelombang di memori. Pada prinsipnya, osiloskop digital hanya merekam dan menyimpan demikian banyak nilai dan kemudian berhenti. Ia mengulang proses ini lagi dan lagi sampai dihentikan.


(41)

Gambar 19. Osiloskop digital

Q. Bagian Osiloskop

Adapun bagian dari osiloskop :

1. Probe adalah kabel penghubung yang ujungnya diberi penjepit, dengan penghantar berkualitas, dapat meredam sinyal-sinyal gangguan, seperti sinyal radio atau noise yang kuat. Ada dua terminal penghubung pada probe, yaitu ujung probe dan kabel ground yang biasanya dipasangi capit buaya. Pada prakteknya capit buaya tersebut dihubungkan dengan bagian ground pada rangkaian, seperti chasis logam, dan sentuhkan ujung probe pada titik yang dites pada rangkaian.

2. Pengendali intensitas digunakan untuk mengatur intensitas cahaya gambar gelombang yang ditampilkan pada monitor osiloskop. Bila anda menambahkan kecepatan sapuan (sweep speed) pada osiloskop analog,maka anda harus

meningkatkan pula tingkat intensitas.

3. Pengendali fokus digunakan untuk mengatur ketajaman gambar gelombang. Pengendali ini hanya terdapat pada osiloskop analog.

4. Pengendali vertikal digunakan untuk merubah posisi dan skala gelombang secara vertikal. Osiloskop memiliki pula pengendali untuk mengatur masukan coupling dan kondisi sinyal lainnya yang dibahas pada bagian ini.


(42)

R. Pengukuran Tegangan

Tegangan adalah besar beda potensial listrik dinyatakan dalam Voltase, antara dua titik pada rangkaian. Biasanya salah satu titiknya adalah titik ground, tapi tidak selalu. Tegangan juga diukur dari puncak ke puncak, yaitu dari titik maksimum ke titik minimum. Pada dasarnya osiloskop adalah alat ukur tegangan. Sebagai contoh pengukuran arus dengan menerapkan hukum Ohm arus dapat diketahui melalui pengukuran tegangan dan membaginya dengan besar hambatan yang digunakan. Penerapan penghitungan juga bisa dilakukan untuk arus AC tetapi tentunya akan lebih rumit,tetapi pada intinya bahwa dengan mengukur tegangan sebagai langkah awal, maka besaran lain dapat diketahui melalui penghitungan. [http://www.google.com]


(43)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Lampung, yang meliputi beberapa proses sebagai berikut:

1. Proses pemotongan benda kerja 2. Proses pemasangan termokopel 3. Proses pengeboran benda kerja 4. Proses pengambilan data

B. Peralatan Penelitian

Untuk mendukung terlaksananya penelitian ini maka digunakan berbagai jenis mesin dan peralatan yang terdapat di Laboratorium Teknologi Mekanik dan Laboratorium Unila Robotik dan Otomasi. Rincian mesin dan peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut.

 Mesin Bor Vertikal

Mesin ini adalah peralatan utama yang digunakan dalam proses permesinan (drilling). bentuk dari mesin yang digunakan dapat dilihat pada gambar 20, sedangkan spesifikasinya dapat dilihat pada tabel 3.


(44)

Gambar 20. Mesin Bor Vertikal Tabel 3. Spesifikasi Mesin Bor

Jenis Mesin Mesin Bor Vertikal

Merek ERLO

Tipe TCA 35

Buatan Belanda

Diameter Bor Maksimum 32 mm KecepatanSpindel Maksimum 1420 rpm Kecepatan Motor 2800 rpm

Sistem Manual dan Otomatis Vertical Displacement 200 mm


(45)

 Mata Bor Nachi

Pahat bor atau drill yang digunaka untuk proses pemotongan adalah twist drill

HSS (liat gambar 21 ) spesifikasi pahat driil ini dapat dilihat pada tabel 4.

Gambar 21. Mata Bor Tabel 4. Spesifikasi Mata Bor

Kode IK 26

Nama TAPER TWIST DRILL

Nama NACHI

Panjang Ulir 150 mm Panjang 245 mm

Helix angle 30 °

Tipe 18,0 X 245 mm

Bahan HSS

 Mesin Sekrap

Mesin sekrap ini digunakan untuk membuat alur sebagai tempat untuk menanam kabel termokopel pada benda kerja. Bentuk dari mesin ini dapat dilihat pada tabel 5 dan gambar 22.

Tabel 5. Spesifikasi Mesin Sekrap

Jenis mesin High Speed Heavy Duty Shaping Machine

Merek San Hou

Tipe SH-18K


(46)

Jumlah Langkah 8

Motor 2 HP

Tingkat Kecepatan 4 transmisi Jumlah Pergeseran Meja 11

Gambar 22. Mesin Sekrap

 Termokopel

Termokopel ( gambar 23 ) adalah sensor suhu yang digunakan untuk mengukur sinyal panas/suhu akibat proses pemotongan. Output dari pengukuran adalah. Spesifikasi dari termokopel dapat dilihat pada tabel 6.

Gambar 23. Termokopel Tabel 6. Spesifikasi Termokopel Tipe K

Jenis Kabel Termokopel Tipe K

Kandungan Kabel Chromel Ni-Cr / Alumel Ni-Al Sensivitas 41 µ v/ °C


(47)

 Osiloskop

Osiloskop (gambar 24) adalah alat ukur besaran listrik yang dapat memetakan sinyal listrik. Pada kebanyakan aplikasi, grafik yang ditampilkan memperlihatkan bagaimana sinyal berubah terhadap waktu. Alat ini digunakan untuk mencatat sinyal temperatur pemotongan yang diukur. Spesifikasi dari osiloskop dapat dilihat pada tabel 7.

Gambar 24. Osiloskop Tektronik TDS 1001 B

Tabel 7. Data sheet Osiloskop TEKTRONIK TDS 1001 B

display (1/4 VGA LSD) mono

bandwidth 40 MHZ

Channels 2

Sample Rate on each channel 500 MS/s

Record Length 2.5 K points at all time-bases on all models

Vertical Resolution 8-Bits

Vertical Sensitivity 2 mV to 5 V/div on all models with calibrated fine adjustment Position Range 2 mV to 200 mV/div +2 V; >200

mV to 5 V/div +50 V

Input Coupling AC, DC, GND on all models time base range 5 ns to 50 sec/div

USB Flash Drive 128 or more screen images per 8 MB


(48)

 Benda Kerja

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Baja Karbon AISI 1045 (gambar 25). Baja Karbon AISI 1045 memiliki kandungan C,Mn,Si,S dan Cr + Mo + Ni yang persentase kandungannya dapat dilihat pada tabel 8.:

Tabel 8. Kandungan Baja Karbon AISI 1045

C Mn Si S Cr+Mo+Ni

0,42 – 0,50 0,50 – 0,80 0,40 max 0,02 – 0,04 0,63 max Adapun Baja Karbon AISI 1045 memiliki sifat mekanik sebagai berikut :

Yield Strength, Rp 0,2 : 305 N/mm2 (30 kg/mm2)

Tensile Strength, Rm : 580 N/mm2 (58 kg/mm2)

Elongation. A5 : min 16 %

Reduction of area, Z : min 40 %

Hardness : 200 Brinell

Gambar 25. Benda Kerja

benda kerja bagian atas

benda kerja bagian bawah


(49)

C. Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dimana

setup eksperimen dapat dilihat pada gambar 26.

Gambar 26. Setup penelitian

Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Mempersiapkan benda kerja

Ada tiga spesimen (benda kerja) yang digunakan dimana memiliki diameter 100 mm. Spesimen tersebut kemudian dipotong menjadi dua bagian dengan tinggi setiap bagian adalag 20 mm. Detail benda kerja tersebut dapat dilihat pada gambar 25.

mata bor

termokopel benda kerja


(50)

2. Pembuatan Alur Kabel Termokopel

Pada spesimen (benda kerja) yang telah dibagi menjadi dua, salah satu permukaannya dibuat alur untuk pemasangan kabel termokopel dengan menggunakan mesin sekrap. Alur tersebut berbentuk garis lurus ditengah permukaan benda kerja dengan kedalaman 4 mm dan lebar 2 mm, seperti dilihat pada gambar 27.

Gambar 27. Benda kerja setelah diproses sekrap 3. Pemasangan termokopel

Pemasangan termokopel dilakukan dengan cara :

a. Alur pada benda kerja dilapisi dengan alumunium foil supaya temperatur pemotongan mudah dideteksi (gambar 28).

Gambar 28. Benda kerja yang telah dilapisi alumunium foil

b. Sebelum termokopel dipasang pada alurnya terlebih dahulu dilapisi dengan lem untuk menghindari kontak dengan benda kerja.

alur termokopel


(51)

c. selanjutnya termokopel ditanam pada alurnya dan dilapisi kembali dengan alumunium foil, seperti dilihat pada gambar 29.

Gambar 29. Termokopel ditanam

d. Setelah pemasangan kabel termokopel benda kerja disatukan kembali dengan menggunakan baut M6. Dapat dilihat pada gambar 25.

e. Langkah selanjutnya menghubungkan kabel termokopel tersebut dengan Osiloskop digital.

4. Proses pengeboran

Setelah setup termokopel pada spesimen uji (benda kerja) selesai dilakukan maka proses selanjutnya adalah melakukan proses permesinan dengan kondisi pemotongan seperti terlihat pada tabel 9.

Tabel 9. Parameter penelitian

Material Benda kerja Baja Karbon AISI 1045 Material Pahat HSS

Geometri Pahat α : 30° D : 18mm Parameter pemotongan

Kecepatan Potong (RPM) 443 , 635 , 970 Gerak Makan (mm/rev) 0,10 , 0,18 ,0,24 Cairan Pendingin Kering

alumunium foil


(52)

5. Pengukuran Temperatur

Prinsip pengukuran temperatur Pemotongan pada penelitian ini adalah suatu system pengukuran suhu dengan termokopel tanam (embedded thermocouple). Kabel termokopel dengan diameter 0,6 mm ditanam dalam benda kerja seperti dilustrasikan pada gambar 28. Ketika benda kerja dipotong atau dilubangi oleh

cutting edge pahat bor, kabel termokopel juga ikut terpotong dan suatu tegangan

Thermoelektrik (emf) akan terbentuk pada ujung termokopel. Tegangan listrik (emf) yang timbul pada ujung termokopel tersebut adalah sama dengan sinyal temperatur pemotongan (lihat gambar 30) yang terjadi akibat deformasi pada zona deformasi geser. Untuk mengukur sinyal temperatur pemotongan pada daerah kontak antar pahat dan benda kerja kabel termokopel dihubungkan dengan osiloskop digital. Karena waktu pemotongan sangat singkat, maka frekuensi yang digunakan pada osiloskop adalah kurang dari 10 Hz

Gambar 30. Sistem pengukuran temperatur dengan termokopel tanam Benda

Kerja

Alumunium Foil

pahat

Termokopel

Benda Kerja


(53)

D. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

Prosedur penelitian tersebut dijelaskan dengan menggunakan diagram alir yang ditunjukkan pada gambar 31.

Gambar 31. Diagram Alir Penelitian

Apakah pemotongan

temperatur terdeteksi tidak

ya

Pengambilan data temperatur

Analisa

Kesimpulan

Selesai

Mulai

Penyiapan benda kerja dan alat

Setup termokopel pada benda kerja dari osiloskop

Proses pengeboran


(54)

Rancangan Parameter penelitian

Tabel 10. Rancangan Parameter Penelitian a. Kecepatan Putar 443 rpm

No V rot Feed rate Volt T 1

V1

f1 v1 T1

2 f2 v2 T2

3 f3 v3 T3

b. Kecepatan Putar 635 rpm

No V rot Feed rate Volt T 1

V2

f1 v1 T1

2 f2 v2 T2

3 f3 v3 T3

c. Kecepatan Putar 970 rpm

No V rot Feed rate Volt T 1

V3

f1 v1 T1

2 f2 v2 T2


(55)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengambilan Data Percobaan

Pengujian ini dilakukan pada proses mesin gurdi dengan masing – masing tiga kecepatan putaran spindel (443 rpm,635rpm dan 970 rpm) dan tiga variasi kecepatan makan (0,10mm/rev, 0,18mm/rev dan 0,24 mm/rev) serta diameter mata bor 18 mm. Untuk mengukur temperatur pada daerah deformasi geser, kabel termokopel tipe K ditanam pada alur (Gambar 32a) yang telah dibuat pada permukaan spesimen, setelah itu kabel tersebut dilapisi dengan alumunium foil dan disambungkan ke osiloskop digital. Selanjutnya menyatukan kedua spesimen dengan menggunakan baut baja yang berukuran 40 mm sebanyak 4 buah seperti yang terlihat pada gambar 32b. Kemudian dilakukan proses gurdi sepanjang 20 mm sampai mengenai kabel termokopel tipe K sehingga kabel tersebut ikut terpotong. Panas yang terjadi pada pisau pahat (cutting edge) yang mengenai kabel termokopel akan menimbulkan sinyal tegangan pada osiloskop digital. Setelah didapatkan hasil tegangan, proses selanjutnya adalah mendapatkan nilai temperatur dalam satuan °C dengan cara mengkalibrasi termokopel yang digunakan dengan tungku pemanas (furnace), sehingga didapatkanlah data-data pengujian berupa variasi temperatur. Dimana akan Dibahas lebih lanjut pada bagian C bab ini.


(56)

(a) (b)

Gambar 32. (a) Spesimen sebelum dibor (b) Spesimen sesudah dibor

B. Data Hasil Penelitian

Tabel 11 memperlihatkan data hasil pengujian ini didapatkan dengan kecepatan putar sebesar 443 rpm dengan 3 variasi kecepatan makan yaitu 0,10 , 0,18 dan 0,24 mm/rev.

Tabel 11. Pengujian Dengan kecepatan putaran Spindel 443 rpm

No V rot (rpm) Feed rate (mm/rev) Tegangan(mv) 1

443

0,10 4,35

2 0,18 5,33

3 0,24 5,95

Tabel 12 memperlihatkan data hasil pengujian ini didapatkan dengan kecepatan putar sebesar 635 rpm dengan 3 variasi kecepatan makan yaitu 0,10 , 0,18 dan 0,24mm/rev.

Tabel 12. Pengujian Dengan Kecepatan Putaran Spindel 635 rpm

No V rot (rpm) Feed rate (mm/rev) Tegangan(mv) 1

635

0,10 4,74

2 0,18 6,04

3 0,24 6,41


(57)

Tabel 13 memperlihatkan data hasil pengujian ini didapatkan dengan kecepatan putar sebesar 635 rpm dengan 3 variasi kecepatan makan yaitu 0,10 , 0,18 dan 0,24mm/rev.

Tabel 13. Pengujian Dengan Kecepatan Putaran Spindel 970 rpm

No V rot (rpm) Feed rate (mm/rev) Tegangan(mv) 1

970

0,10 6,26

2 0,18 6,96

3 0,24 7,88

Dari data yang didapatkan pada penelitian dapat dilihat pada tabel diatas dapat diketahui bahwa tegangan akan cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya kecepatan putaran spindel dan kecepatan makan.

C. Proses Pengkalibrasian Pada Tungku Pemanas (Furnace)

Setelah mendapatkan hasil pengujian berupa tegangan dari pencatatan osiloskop digital maka data yang didapatkan tersebut dikonversikan ke temperatur (°C ) dengan cara mengkalibrasi termokopel yang digunakan. Proses kalibrasi termokopel ini dilakukan dengan menggunakan tungku pemanas (furnace) seperti yang terlihat pada gambar 33. Pada proses kalibrasi ini kabel termokopel disambungkan ke osiloskop digital, setelah kabel termokopel dan osiloskop digital disatukan maka langkah selanjutnya meletakkan ujung kabel termokopel ke dalam tungku pemanas (furnace). Setelah itu, tungku pemanas (furnace) di set temperaturnya dimulai dari 100 °C sampai 250 °C.


(58)

Hasil termokopel tipe K dapat dilihat pada Tabel 14.

Gambar 33. Tungku pemanas (Furnace), kabel termokopel dan osiloskop

Tabel 14. Konversi Temperatur terhadap Tegangan

No Temperatur (°C) Tegangan (mv)

1 100 3,06

2 150 5,16

3 200 7,15

4 250 9,12

Dari tabel 14 diatas dapat dibuat persamaan kalibrasi dengan metode penyelesain persamaan linier regresion ordo I [Steven C , 1998] yaitu sebagai berikut ;

y = a1 + a0(xi) …………. (12)

dimana, untuk mendapatkan nilai a1 dan a0 dapat dicari dengan persamaan sebagai

berikut ;

T (°C) = Xi dan V (mv) = Yi dimana (n = 4)

∑ Xi = (100 + 150 + 200 + 250) = 700

∑ Yi = (3,06 + 5,16 + 7,15 + 9,12) = 24,49

osiloskop

termokopel Furnace


(59)

∑ XiYi = [(100 x 3,06) + (150 x 5,16) + ( 200 x 7,15) + (250 x 9,12)] = 4790

∑ Xi² = (100² + 150² + 200² + 250²) = 135000 x = = = 175

y = = = 6,123

a

1 = [Steven C , 1998] ……. (13)

= = 0,0403

a

0

=

∑ Yi – a1 (n) [Steven C , 1998] …….(14)

=

6,1225 – 0,04034 (175) = 6,1225 – 7,0595

=

-0,934

Dari hasil diatas, dapat ditulis persamaan

Yi =

a

0 +

a

1(Xi)

Yi = - 0,934 + 0,040 Xi

0,04034 Xi = Yi + 0,934 ~ Xi = 24,783 V Yi + 23,262 T (°C) = 24,783 V (mv) + 23,262

Selanjutnya dilakukan uji liniertas kalibrasi dengan asumsi apabila standard error of the estimate lebih kecil standard deviation ( Sx/y < Sy ) maka persamaan model itu adalah linier apabila sebaliknya maka persamaan itu tidak linier. Untuk mendapatkan nilai dari Sx/y dan Sy dapat digunakan persamaan sebagai berikut ;


(60)

Sx/y = [Steven C , 1998] …….(15)

=

= 0,063

Sy = [Steven C , 1998] …….(16)

=

= 2,603

dimana, St : jumlah nilai (Yi - yˉ ) (lihat Tabel 15) Sr : Jumlah nilai (Yi - a0 –a1 - a1 Xi)2

Dari hasil perhitungan diatas standard error of the estimate lebih kecil dari

standard deviation ( Sx/y < Sy ) sehingga hasil pengukuran kalibrasi termokopel linier regression yang terlihat pada gambar 33.

Tabel 15. Perhitungan Linear

no Xi Yi (Yi -

yˉ )

(Yi -

a

0 –

a

1 -

a

1 Xi)2

1 100 3,06 9,378 0,0016 2 150 5,16 0,926 0,0018 3 200 7,15 1,067 0,0002 4 250 9,12 8,985 0,0045

∑ 700 24,49 20,335 0,0081 Ket : Xi = T(°C) dan Yi = (mv)


(61)

grafik kalibrasi tegangan terhadap temperatur 3.06, 100 7.15, 200 9.12, 250 5.16, 150 0 50 100 150 200 250 300

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Voltage (mV) T e m p e ra tu re ( C )

Gambar 34. Grafik kalibrasi tegangan terhadap temperatur

Setelah melakukan perhitungan menggunakan persamaan linier, maka didapatkan lah hasil temperatur dari tegangan yang didapat pada saat pengujian dengan cara memasukan nilai tegangan yang didapat pada persamaan berikut ini.

T(°C) = 24,783 V(mv) + 23,262

Hasil akhir pengukuran temperatur dari tegangan yang sudah dikalibrasi dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Kalibrasi Tegangan Terhadap Temperatur

Feed Rate

Kecepatan Putar (rpm)

443 635 970

V (mv) T (°C) V (mv) T (°C) V (mv) T (°C) 0,1 4,35 131,071 4,74 140,737 6,26 178,408 0,18 5,33 155,359 6,04 172,955 6,96 195,756 0,24 5,95 170,477 6,41 182,125 7,88 218,557

D. Analisis Perhitungan Temperatur Pada Zona Deformasi Geser

Temperatur yang dihasilkan pada zona deformasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 5. Untuk variasi kecepatan putaran spindel dan kecepatan makan, dapat dihitung sebagai berikut ;


(62)

Nilai tebal geram (tc) secara lengkap setiap kondisi pemotongan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai tebal geram setiap kondisi pemotongan

Feed Rate Tebal geram pada kecepatan443 rpm

(mm)

Tebal geram pada kecepatan635 rpm

(mm)

Tebal geram pada kecepatan970 rpm

(mm)

0,10 0,275 0,377 0,436

0,18 0,345 0,438 0,526

0,24 0,366 0,509 0,495

Kecepatan Putaran Spindel 443 rpm dengan kecepatan makan 0,10 mm/rev rc =

=

= 0,363

=

=

= 0,384

фn = 21,006 °

As =

x

=

x

= 3,347 mm2

Fs = τs x As = 580 mpa x 3,347 mm2

= 1941,26 N

Vs = rc x v = rc x = 0,363 x = 0,363 x 25,038

= 9,088 m/min

Ps = Fs x Vs = 1941,26 N x 9,088 m/min = 17642,17 Nm/min

Ti =

=


(63)

Setelah mendapatkan hasil daya geser dan jumlah energi pada saat deformasi geser maka temperatur yang dihasilkan dapat dihitung dengan persamaan berikut ini ;

Qs =

+Qi

= + 30°C

= 124,863°C

dimana, ρ = 7800 kg/m3

k = 47,7 W/m°C

γ = 7500 /sec : 125/min

Helix angle ( = 30°

oblik angel (i) = 30°

C = 432,6 J/kg/°C a = Kecepatan makan b = 10,39

Q1 = 30°

Perhitungan temperatur (°C ) secara lengkap setiap kondisi pemotongan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Temperatur yang dihasilkan secara teoritik

feed rate mm/rev

Kecepatan putaran spindel

443 rpm 635 rpm 970 rpm T (°C ) T (°C ) T (°C ) 0,10 124,863 116,47 148,53 0,18 142,528 147,833 159,349 0,24 151,661 153,03 173,13


(64)

E. Pengaruh Kecepatan Putaran Spindel Terhadap Temperatur

Berikut gambar 35 grafik pengaruh kecepatan putaran spindel terhadap temperatur.

Gambar 35. Grafik temperature terhadap kecepatan putaran spindel

Dari grafik temperatur terhadap kecepatan putaran spindel dengan variasi putaran 443, 635 serta 970 rpm dan kecepatan makan 0,10 mm/rev secara pengujian eksperimen dan teoritik dari hasil analisis perhitungan dengan kedalaman potong yang sebesar 20 mm diperoleh temperatur pahat sebesar 131,071oC, 140,737oC dan 178,408oC, sedangkan secara teoritik diperoleh temperatur sebesar 124,863

o

C , 116,47 oC dan 148,53 oC. Dengan kecepatan makan 0,18 dengan variasi kecepatan putar yang sama dan kedalaman potong sebesar 20 mm temperatur yang didapat dengan pengujian ekperimen sebesar 155,358 oC, 172,955 oC dan 195,756 oC sedangakan secara teoritik 142,528 oC, 147,833 oC dan 159,349 oC. Begitu juga dengan gerak makan 0,24 dengan kedalaman pengeboran yang sama dan variasi putaran 443, 635 serta 970 rpm cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya kecepatan putar yaitu temperatur yang didapat secara eksperimen


(65)

sebesar 170,477 oC, 182,125 oC dan 218,557 oC sedangkan secara teoritik 151,661

o

C, 153,03 oC dan 173,13 oC. Pada gambar grafik 35 dapat dilihat bahwa temperatur mata bor cenderung meningkat hal ini disebabkan kecepatan putar yang bervariasi, semakin tinggi kecepatan putar maka semakin tinggi pula panas yang ditimbulkan. Termperatur yang dihasilkan paling besar terjadi pada kecepatan 970 rpm yaitu sebesar 218,557 oC, 195,756 oC dan 178,407 oC.

Dari penjelasan diatas diketahui bahwa kecepatan potong meningkat dikuti oleh peningkatan temperatur. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan daya geser akibat peningkatan kecepatan potong seperti yang terlihat pada gambar grafik 36.

Gambar 36. Grafik Daya Geser Terhadap Kecepatan Putaran Spindel

Kosekuensinya energi panas yang dihasilkan selama proses pemotongan gurdi meningkat seiring dengan peningkatan kecepatan potong. Hal ini yang menyebabkan temperatur pemotongan pada zona deformasi geser meningkat seiring dengan peningkatan kecepatan potong.


(66)

F. Pengaruh Kecepatan Makan Terhadap Temperatur

Berikut gambar 37 grafik pengaruh kecepatan makan terhadap temperatur

Gambar 37. Grafik temperatur terhadap kecepatan makan

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa temperatur yang didapatkan baik secara eksperimen maupun teoritik dengan analisis perhitungan semakin tinggi seiring dengan perbedaan kecepatan makan (Feed rate) yang bervariasi, dengan kecepatan putaran spindelnya yaitu sebesar (443 rpm, 635 rpm dan 970 rpm) dan variasi kecepatan makan (Feed rate) 0,10 , 0,18 dan 0,24 mm/rev.

Pada kecepatan putar 443 rpm untuk kecepatan makan 0,10 mm/rev temperatur yang dihasilkan secara eksperimen sebesar 131,071 oC, temperatur ini lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan makan 0,18 mm/rev yang mempunyai nilai temperatur sebesar 155,358 oC sedangkan pada kecepatan makan 0,24 mm/rev hasil yang didapat temperatur semakin meningkat, temperatur yang didapat pada gerak makan 0,24 mm/rev ini sebesar 170,477 oC. Sedangkan secara teoritik analisis perhitungan temperatur yang dihasilkan 124,863 oC, 142,528 oC dan 151,661 oC dengan variasi kecepatan makan (0,10 mm/rev, 0,18mm/rev dan 0,24


(67)

mm/rev). Pada kecepatan putar 635 rpm untuk kecepatan makan 0,10 mm/rev temperatur yang dihasilkan secara eksperimen sebesar 140,736 oC, temperatur ini lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan makan 0,18 mm/rev yang mempunyai nilai temperatur sebesar 172,955oC sedangkan pada kecepatan makan 0,24 mm/rev hasil yang didapat temperatur semakin meningkat, temperatur yang didapat pada gerak makan 0,24 mm/rev ini sebesar 182,125oC. Sedangkan secara teoritik analisis perhitungan temperatur yang dihasilkan 116,47oC, 147,833oC dan 153,03oC dengan variasi kecepatan makan (0,10 mm/rev, 0,18mm/rev dan 0,24 mm/rev)

Dari gambar 37 terlihat bahwa Pada kecepatan putaran spindel 970 rpm untuk kecepatan makan 0,10 mm/rev temperatur yang dihasilkan sebesar 178,407 oC, temperatur ini lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan makan 0,18 mm/rev yang mempunyai nilai temperatur sebesar 195,756 oC sedangkan pada kecepatan makan 0,24 mm/rev hasil yang didapat temperatur semakin meningkat, temperatur yang didapat pada gerak makan 0,24 mm/rev ini sebesar 218,557 oC. Sedangkan secara teoritik analisis perhitungan temperatur yang dihasilkan 148,53oC, 159,349oC dan 173,13oC dengan variasi kecepatan makan (0,10 mm/rev, 0,18mm/rev dan 0,24 mm/rev). Dari data yang didapatkan pada kecepatan putar 443 rpm, 635 rpm dan 970 rpm dimana semakin meningkat kecepatan makan pada mesin gurdi maka semakin tinggi pula hasil temperatur yang didapatkan. Hal ini disebabkan semakin cepatnya kecepatan makan maka luas geser yang dihasilkan semakin besar seperti yang terlihat pada gambar grafik 38. Semakin besar luas geser yang dihasilkan maka gaya geser dan selanjutnya daya geser akan meningkat pula.


(68)

Gambar 38. Grafik Luas Geser Terhadap Feed Rate

Kosekuensinya luas geser yang dihasilkan selama proses pemotongan gurdi meningkat seiring dengan peningkatan kecepatan makan (Feed Rate). Hal ini yang menyebabkan temperatur pemotongan pada zona deformasi geser meningkat seiring dengan peningkatan kecepatan makan.

G. Warna Geram (chip) Yang Dihasilkan Pada Proses Pengeboran

Jika dilihat dari bentuk geram yang dihasilkan pada proses pengeboran, terdapat perbedaan sesuai kecepatan putaran spindel dan kecepatan makan. Pada kecepatan putaran spindel 443 rpm dan kecepatan makan 0,10 mm/rev geram yang dihasilkan sangat panjang dan memiliki warna yang relatip masih sama dengan warna baja karbon seperti terlihat pada 39a. Pada kondisi kecepatan makan 0,18 mm/rev dengan putaran spindel yang sama geram yang dihasilkan relatif agak sama dengan kecepatan makan 0,10 mm/rev tetapi digeram tersebut sudah terlihat warna yang mulai agak keemasan/kecoklatan (Gambar 39b), sedangakan pada kecepatan makan 0,24 mm/rev dengan kecepatan putaran spindel 443 rpm memiliki geram yang hasilkan keemasan yang mulai membiru seperti yang telihat pada gambar 38c. Ini disebabkan karena geram yang dihasilkan pada kecepatan


(69)

putar spindel 443 rpm dan kecepatan makan yang bervariasi terjadi kenaikan temperatur, sehingga terjadi perbedaan warna yang dihasilkan pada geram.

(a) (b) (c)

Gambar 39. (a) Kecepatan makan 0,10 mm/rev (b) Kecepatan makan 0,18 mm/rev (c) kecepatan makan 0,24 mm/rev

Pada kecepatan putaran spindel 635 rpm dan kecepatan makan yang bervariasi 0,10 , 0,18 dan 0,24 mm/rev geram yang dihasilkan memiliki warna keemasan dan mulai mebiru tetapi pada kecepatan makan 0,24 warna geram yang dihasilkan telah berwarna biru muda seperti terlihat pada gambar 40. Ini disebabkan karena geram yang dihasilkan pada kecepatan putar spindel 635 rpm dan kecepatan makan yang bervariasi terjadi kenaikan temperatur, sehingga terjadi perbedaan warna yang dihasilkan pada geram.

(a) (b) (c)

Gambar 40. (a) Kecepatan makan 0,10 mm/rev (b) Kecepatan makan 0,18 mm/rev (c) kecepatan makan 0,24 mm/rev


(70)

Sedangkan pada kecepatan putar spindel 970 rpm dan kecepatan makan (Feed Rate) 0,10 , 0,18 dan 0,24 mm/rev geram yang dihasilkan berwarna biru (lihat gambar 41). Tetapi pada kecepatan makan 0,24 mm/rev dengan kecepatan putaran spindel 970 memiliki geram yang hasilkan berwarna biru dan mulai agak kehitaman. Ini disebabkan karena geram yang dihasilkan pada kecepatan putar spindel 970 rpm ini sangat panas, sehingga warna geram yang dihasilkan mulai terbakar.

(a) (b) (c)

Gambar 41. (a) Kecepatan makan 0,10 mm/rev (b) Kecepatan makan 0,18 mm/rev (c) kecepatan makan 0,24 mm/rev

Dari warna geram yang dihasilkan pada 3 variasi kecepatan putar spindel dan 3 variasi kecepatan makan (feed rate), terlihat jelas bahwa Semakin tinggi kecepatan putaran spindel dan kecepatan makan maka gaya yang dikenakan kepada spesimen semakin besar. Sehingga menimbulkan temperatur dan warna geram yang bervariasi seperti yang telihat pada gambar 42.


(71)

(a) (b) (c) Gambar 42. (a) Kecepatan putaran 443 rpm (b) Kecepatan putaran 635 rpm

(c) kecepatan putaran 970 rpm

Dari gambar di atas terlihat perbedaan warna geram yang signifikan dari variasi kecepatan putaran dan kecepatan makan. Semakin bertambah kecepatan putar dan kecepatan makan maka geram yang dihasilkan semakin panas dan berwarna biru, ini menadakan temperatur yang terjadi pada saat pengujian semakin meningkat. Sehingga pahat yang digunakan akan cepat rusak atau mengalami keausan dan hasil pengeboran pada benda kerja tidak menghasilkan lubang yang sempurna.

(a) (b) (c)

Gambar 43. (a) Kecepatan makan 0,10 mm/rev (b) Kecepatan makan 0,18 mm/rev (c) Kecepatan makan 0,24 mm/rev

Geram yang dihasilkan dari proses gurdi merupakan material yang kontinu dengan tebal geram yang dihasilkan bervariasi dari kecepatan makan 0,10, 0,18 dan 0,24 mm/rev (gambar 43). Bentuk geram dan warna geram yang dihasilkan dipengaruhi oleh kecepatan putaran spindel dan kecepatan makan. (rochim, 1993)


(1)

Krar, Steve F dan Albert F Check. 1997. Technology of Machine Tolls. Fifth Edition. Mc Graw Hill International Editions.

Koch. U1971, Some Mechanical and Thermal Aspects of Twist Performance. Annals of the CIRP.

Kalpakjian. 2001, Manufacturing Processes For Engineering Materials. India. Modul Teknik Pemesinan, 2008. Universitas Darma Persada. Jakarta.

M.C Shaw. 1984. Metal Cutting Principles. Oxford University Press. Oxford. Inggris

Mills. B 1981, The Application of Scanning Electron Microscope to the Study of Temperatures and Temperature Distribution in M2 High Speed Steel Twist Drills. Annals of the CIRP.

Ozcelik, B. et.al. 2005, Experimental and Numerical Studies on the Determination of Twist Drill Temperature in Dry Drilling: A New Approach Materials and Design.

Rochim, Taufiq. 1993. Teori dan Teknologi Proses pemesinan. ITB: Bandung. Stephenson, D.A. 1993. Tool-Work Thermocouple Measurements Theory And

Implementation Issues. America

Trent, Edward M dan Wright, Paul K, 2000. Metal Cutting. Butter Worth Heinemann. U S.

Ueda. T. et.al 2006, Effect of Oil Mist on Tool Temperature in Cutting, Journal of Manufacturing Science and Engineering, transactions of the ASME. Japan.

Widarto. 2008. Teknik Pemesinan Jilid 2.. DEPDIKNAS. Jakarta.

Wiryosumarto, H., 1996. Teknologi pengelasan logam. Cetakan ke-7. PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Yang. Yong, 2006. Finite Element Modelling and Simulating of Drilling of Titanium Alloy. Department of Mechanical Engineering Qingdao Technological University Qingdao. China.


(2)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Baja Karbon ... 16

2. Kode Warna Pada Termokopel ... 30

3. Spesifikasi Mesin Bor ... 36

4. Spesifikasi Mata Bor ... 37

5. Spesifikasi Mesin Sekrap ... 37

6. Spesifikasi Termokopel Tipe K ... 38

7. Data sheet Osiloskop TEKTRONIK TDS 1001 B ... 39

8. Kandungan Baja Karbon AISI 1045 ... 40

9. Parameter Penelitian... 43

10. Rancangan Parameter Penelitian ... 46

11. Pengujian Dengan kecepatan putaran Spindel 443 rpm ... 48

12. Pengujian Dengan Kecepatan Putaran Spindel 635 rpm... 48

13. Pengujian Dengan Kecepatan Putaran Spindel 970 rpm... 49

14. Konversi Temperatur Terhadap Tegangan... 50

15. Perhitungan Linear ... 52

16. Kalibrasi Tegangan Terhadap Temperatur... 53

17. Nilai Tebal Geram Setiap Kondisi Pemotongan ... 54


(3)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur tidak lupa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing dan mengantarkan kita menuju zaman yang lebih baik seperti sekarang ini.

Skripsi dengan judul “Pengukuran Temperatur Mata Pisau (Cutting Edge) Pahat Pada Proses Driling Baja Karbon AISI 1045 Dengan Metode Embedded Thermocouple. adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tak langsung sehingga pelaksanaan dan penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Ucapan terima kasih tersebut layak penulis hanturkan kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Lusmeilia Afriani D.E.A., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Asnawi Lubis, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.


(4)

3. Ibu Dr. Eng Shirley Savetlana, M.Met., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Eng Suryadiwansa Harun, selaku Dosen Pembimbing Utama Tugas Akhir yang telah berkenan memberikan bimbingan, saran dan pengarahan dan masukan selama penulis melaksanakan penyelesaian Tugas Akhir ini.

5. Bapak Dr. Yanuar Burhanuddin, selaku Dosen Pembimbing Pendamping Tugas Akhir yang telah berkenan memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan selama melaksanakan penelitian.

6. Bapak Tarkono, S.T., M.T, selaku Dosen Pembahas Tugas Akhir yang telah memberikan kritik, saran dan masukan selama proses penyelesain skripsi ini. 7. Bapak Muhammad Irsyad, S.T., M.T, selaku pembimbing akademik yang

telah banyak memberikan bimbingan selama dalam perkuliahan.

8. Bapak M. Dyan Susila E.S, S.T., M.Eng selaku Dosen Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

9. Seluruh Dosen Pengajar Jurusan Teknik Mesin yang telah banyak memberikan ilmu selama penulis melaksanakan studi, baik berupa materi perkuliahan maupun tauladan dan motivasi.

10.Staf Administrasi Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

11.Ayahanda Tapisudin dan Ibunda Inalia, atas nasehat, doa restu, cinta, kesabaran dan kasih sayangnya.

12.Adik–adik ku, Daeli Purwanto inata dan Pebi Nopelemdiy Inata atas dukungan, motivasi, pengertian dan doanya.


(5)

13.Rahma Tullah atas pengertian, dukungan maupun dorongan, doa, cinta dan kasih sayangnya selama proses penyelesain skripsi ini.

14.Segenap keluarga besar penulis, atas segala doa dan bantuannya.

15.Rendy Chandika, sebagai teman satu team Tugas Akhir yang saling berbagi dikala duka maupun senang.

16.Temen-temen seperjuangan MT Intan Barlian, Chandra Hardi yudha, Andre Simon, Egi Naratama, Fajar Perdana, Bertoni Chandra, Gde Wisastra, Marido, Dasril Firmansyah, Ardi Saputra, Gabe Partinandar S.T., Puput Setiawan, Harun Arsyad, Angga, Aditia Herning S.T, Andri China S.T, Ian Parulian S.T, Yuli Suprianto, Agus Opik S.T., Laila Utari, Hardi Suarno, Lapri Aries, Arif, Muksin P, Dani Purba, dan rekan–rekan Teknik Mesin 2004 yang telah membantu dan memberikan dukungannya. Semoga persaudaraan kita tetap terjaga di manapun kita berada dan selalu ingat slogan kita ”Solidarity Forever”.

17.Rianto S.T, Akhmad Fitrizal A, Beny Fajar, Dwi Istono, S.T., Elwin Handika, Andi Darmawan S.T, Ahmad Munandar S.T, Rudy Okto G S.T, Syarif Hasan F, S.T., Sandra Yance, S.T., Yogi Rahman A, Akhmad Khulaifi, Wachid Yusa, dan Kakak tingkat Teknik Mesin 2003 yang telah membantu dan memberikan dukungannya.

18.Aditia Triajmaja, Sonik, Yoga, Jeffry, Efri, Hendra, Repdi dan adik - adik tingkat Teknik Mesin tercinta semoga kebersamaan ini tetap terjaga hingga akhir hayat.


(6)

19.Munsa Ipakri, Agus Chandra, Yondri, Hendi Payoza, Rudianto S.P., Mitra J., Serta teman-teman yang lain atas doa dan bantuannya selama pengerjaan Tugas Akhir.

20.Rano dan temen-temen dilaboratorium Robotika dan Otomasi yang telah berkenan membantu selama melaksanakan penelitian.

21.Agnes, Sahara, Rizka, Retno dan Micun atas doa dan bantuannya selama pengerjaan Tugas Akhir.

22. Welly Chandra, S.com., Yudi Refka, S.com., M. Thesar, Ave, Krisna, Salmi Mashuri, dan semua teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. 23.Semua sahabat-sahabatku yang ada di fakultas teknik, jangan pernah

menyerah dan terus berjuang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amien.

Bandar Lampung, Mei 2010 Penulis,