57
teman yang lain ketika diskusi, dan bekerjasama dengan teman satu kelompok ketika melakukan percobaan. Guru juga memberikan teguran pada siswa yang
tidak disiplin, tidak menghargai pendapat teman lain ketika diskusi, dan tidak mau bekerjasama dengan teman dalam percobaan, bahkan guru memberikan hukuman
kepada siswa yang bertindak tidak bertanggungjawab dalam pembuatan laporan hasil percobaan.
4.2.4 Hasil Belajar Psikomotorik
Aspek psikomotorik siswa dalam penelitian ini meliputi persiapan alat dan bahan, merangkai alat dan bahan, menggunakan produkhasil karya, bekerja sama
dalam kelompok, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil. Berdasarkan hasil penelitian semua aspek psikomotorik siswa yang diteliti
mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata tiap aspek psikomotorik siswa dari siklus I ke siklus II.
Pada siklus I, nilai rata-rata hasil belajar psikomotorik siswa sebesar 65,12 dengan ketuntasan klasikal mencapai 65,71. Pada siklus II, nilai rata-
rata hasil belajar psikomotorik siswa sebesar 85,24 dengan ketuntasan klasikal mencapai 94,29. Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai g = 0,58 yang berarti
terjadi peningkatan yang signifikan untuk hasil belajar psikomotorik siswa dari siklus I ke siklus II dengan kriteria peningkatan sedang karena 0,3 g 0,7.
Indikator keberhasilan untuk aspek psikomotorik dapat dilihat dari hasil pengamatan kepada siswa selama proses pembelajaran berlangsung.Jika hasil
tersebut mencapai 75 secara individual dan 75 secara klasikal maka hasil belajar psikomotorik dikatakan tuntas Mulyasa 2002: 101. Berdasarkan tabel 4.2
58
diperolah ketuntasan klasikal sebesar 65,71 pada siklus I, dan 94,29 pada siklus II. Berdasarkan hasil ketuntasan klasikal ini menunjukkan bahwa
ketuntasan klasikal yang terjadi pada siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan sehingga penelitian ini dihentikan. Oleh karena itu, pembelajaran
dalam penelitian ini dapat dikatakan tuntas. Ketuntasan hasil belajar psikomotorik siswa dalam penelitian ini membuktikan bahwa penerapan pendekatan contextual
berbasis proyek dapat digunakan sebagai salah satu kegiatan pembelajaran untuk melibatkan siswa dalam pembelajaran.
Peningkatan hasil belajar psikomotorik siswa di setiap siklus disebabkan karena keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran ditunjukkan dengan keterlibatan siswa secara penuh dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Mundilarto
2002:24 yang menyatakan bahwa melalui kegiatan laboratorium siswa dapat mempelajari sains melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala maupun
proses sains. Selain itu Wiyanto 2008:2 menyatakan bahwa kegiatan laboratorium menjadikan laboratorium sebagai wahana untuk membelajarkan
proses ilmiah. Peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II dikarenakan pada siklus I siswa mengalami perubahan dari metode yang biasa diajarkan ke metode
proyek. Hal ini mengakibatkan siswa kurang mampu beradaptasi sehingga siswa cenderung malas dan kurang antusias dalam percobaan, selain itu siswa belum
memiliki pengetahuan awal untuk modal pembelajaran proyek, hal ini dapat dilihat dari hasil observasi siklus I yang menunjukkan semua aspek penilaian
psikomotorik masih rendah. Berdasarkan indikator keberhasilan pada penelitian
59
ini, siklus I belum memenuhi kategori keberhasilan. Berbeda dengan siklus II yang menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap aspek-aspek
psikomotorik yang meliputi persiapan alat dan bahan, merangkai alat, menggunakan
hasil karya,
kerjasama, menarik
kesimpulan, dan
mengkomunikasikan hasil. Hal ini dikarenakan siswa telah mampu beradaptasi terhadap model pembelajaran proyek, yang mengakibatkan siswa lebih antusias
dalam pelaksanaan percobaan. Selain itu siswa sudah memiliki gambaran proyek yang diperoleh dari pengalaman pada siklus I, sehingga siswa mencari referensi
sebagai pengetahuan awal pada pembelajaran siklus II.
4.3 Kelemahan Penelitian