Analisis Tipologi Tutupan Vegetasi Sebagai Dasar Penyusunan Strategi Restorasi Di Area Iuphhk Re Pt Reki

ANALISIS TIPOLOGI TUTUPAN VEGETASI
SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN STRATEGI RESTORASI
DI AREA IUPHHK-RE PT REKI

NINING NURFATMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian berjudul Analisis Tipologi
Tutupan Vegetasi sebagai Dasar Penyusunan Strategi Restorasi di Area IUPHHKRE PT REKI adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016
Nining Nurfatma
NIM E451150206

RINGKASAN
NINING NURFATMA. Analisis Tipologi Tutupan Vegetasi sebagai Dasar
Penyusunan Strategi Restorasi di Area IUPHHK-RE PT REKI. Dibimbing oleh
PRIJANTO PAMOENGKAS dan IKA HERIANSYAH.
Hutan Harapan yang berada di wilayah Sumatera Selatan merupakan
kawasan hutan produksi dataran rendah yang dikelola dengan skema restorasi
ekosistem oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia (PT REKI) yang sangat rentan
terhadap konversi lahan. Area restorasi yang luas dan permasalahan sosial yang
tinggi serta belum terujinya teknik silvikultur merupakan hambatan dalam
mengimplementasikan upaya restorasi ekosistem. Tingkat kerusakan yang
dicerminkan dari kondisi tutupan vegetasi merupakan salah satu informasi dasar
biofisik yang sangat penting, dan dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam
penyusunan strategi restorasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
tingkat kerusakan, kondisi ekosistem, upaya pemulihan dan jenis prioritas
restorasi. Metode yang digunakan yaitu analisis vegetasi pada 4 tipologi tutupan
vegetasi (hutan sekunder, belukar tua, belukar muda, eks HT akasia) yang masingmasing diwakili oleh 3 lokasi berbeda, dan analisis Normalized Difference

Vegetation Index (NDVI).
Hasil penelitian menunjukkan urutan tingkat kerusakan terendah hingga
tertinggi meliputi: tipologi hutan sekunder, belukar tua, belukar muda dan eks HT
akasia. Tipologi Hutan sekunder memiliki nilai keanekeragaman, kekayaan dan
kemerataan yang tinggi (H’>3, Dm>5, E>0.6). Hubungan tipologi eks HT akasia
dengan tipologi lain tergolong tidak erat (euclidean distance>3.31), hubungan
semai dan pohon di semua tipologi (terkecuali eks HT akasia) menunjukkan nilai
korelasi sangat tinggi (r>0.9). Strategi restorasi yang dapat dilakukan meliputi
pemulihan fisik berupa eradikasi tanaman jenis Acacia mangium, pemeliharaan
regenerasi alam jenis asli dan penanaman/pengkayaan pada aeral minim
regenerasi alam pada tipologi eks HT akasia, pemulihan biotis berupa
penanaman/pengkayaan jumlah jenis toleran pada tipologi pada tipologi belukar
muda dan pengkayaan jumlah individu dari jenis toleran/semitoleran pada tipologi
belukar tua, upaya pemulihan fungsi berupa jaminan perlindungan dan
pengamanan dari faktor perusak ekosistem pada tipologi hutan sekunder. Jenis
prioritas restorasi yang terpilih ditentukan berdasarkan toleransi jenis dan tujuan
pengelolaan (produksi, pembinaan habitat satwa, dan pemenuhan kebutuhan
sosial).
Kata kunci: Hutan Harapan, Teknik Pemulihan, Strategi Restorasi


SUMMARY
NINING NURFATMA. Typological of Vegetation Cover Analysis as the Basis
Strategy of Restoration on IUPHHK-RE PT REKI. Supervised by PRIJANTO
PAMOENGKAS and IKA HERIANSYAH.
Harapan Rainforest situated in South Sumatera is a lowland production
forest managed in the scheme of restoration ecosystem by PT. Restorasi
Ekosistem Indonesia (PT REKI) that is highly susceptible to land conversion.
Restored area, social problems, and silvicultural techniques that have been tested
are obstacles in the implementing of restoration efforts. The level of damage that
is reflected from the condition of the vegetation cover is one of the important
biophysical basic information is very important that can be used as a reference in
the preparation of the restoration strategy. The study aimed to determine the level
of damage, the condition of the ecosystem, appropriate recovery techniques and
plant species restoration priorities. The used methods were analysis of vegetation
in 4 typologies (secondary forest, old shrub, young shurb, former akasia
plantations) consisting in three locations, and the analysis of Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI).
The results showed that the order of area with the level of damage from the
lowest to the highest were: the typology of secondary forest, old shurb, young
shrub, and former akasia plantation, respectively. The typology of secondary

forests had the highest value of diversity, richness, and evenness (H’>3, Dmg>5,
and E>0.6). Relationship between open land typology and another tipologies was
not germane (euclidean distance> 3.31), and the relationship between seedling and
trees in all typologies (with the exception of former akasia plantations) was very
high (r> 0.9). Restoration strategy could involve eradicating of Acacia mangium,
maintenance and enrichment of natural regeneration of native species in the area
lack of natural regeneration on the typology of former acacia forest, biotic
recovery by cultivation and enrichment of tolerant species in the typology of
shrub, protection and security against destructive factors on the typology of
secondary forest. Selected species of restoration are determined based on tolerant
species and purpose of management (production, development of wildlife habitat,
and the fulfillment of social needs).
Keyword: Harapan Rainforest, Recovery techniques, Strategy of Restoration

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS TIPOLOGI TUTUPAN VEGETASI
SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN STRATEGI RESTORASI
DI AREA IUPHHK-RE PT REKI

NINING NURFATMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Iwan Hilwan, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 ini ialah
restorasi ekosistem, dengan judul “Analisis Tipologi Tutupan Vegetasi sebagai
Dasar Penyusunan Strategi Restorasi di Area IUPHHK-RE PT REKI”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Prijanto Pamoengkas MSc
FTrop selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ika Heriansyah, SHut MAgr
selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
dalam menyelesaikan karya tulis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada seluruh staff PT REKI, terutama tim riset (Zelvin, Supriyadi, Ferry,
Firman, Edi, Idam, Akbar, Sarwo, Habibi, Agus) yang telah banyak membantu
dalam proses pengambilan data dan pengumpulan data sekunder. Penulis juga
mengucapkan banyak terimakasih kepada Harits Aulia Ahmad, Dwi Budi, Zakaria
Al Anshori, Arief Firmansyah, Ilham Ananda, M. Hamdani, Rizki Widiyatmoko,
Nurani Hardikananda, Tri Yanto, M Iqbal Maulana, Konita Rahman yang telah
membantu dalam menganalisis data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan

kepada ayah, ibu (Bapak Slamet Haryadi, Ibu Patimah), adik (M Adam Makmur
Setiadi, Eliza Rahmawati, Jasmine Aulia Fitri, Abdul Rohman Muhammad) yang
selalu menjadi penyemangat dalam menyelesaikan karya tulis ini, dan tak lupa
kepada seluruh keluarga besar Alm H Arobi (khususnya kepada H Abdulah
Makmur dan Hj Sinkletika), keluarga besar H Kliwon Niaty, serta teman-teman
Silvikultur Tropika, Fahutan IPB, dan juga seluruh civitas akademika IPB atas
segala doa dan kasih sayangnya, serta kepada PT REKI yang telah membantu
operasional selama di lapangan dan LPDP yang telah memberikan dana bantuan
beasiswa tesis batch 2, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan studi
tepat pada waktunya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2016
Nining Nurfatma

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3

3

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Pengumpulan Data
Prosedur Analisis Data

4
4
4
5
6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Hasil dan Pembahasan

11
11

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

30
30
30

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP


41

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Jenis, teknik pengumpulan, dan analisis data ................................................... 5
Sebaran komunitas menurut Hukum Frekuensi Raunkaier .............................. 9
Sebaran tipologi tutupan vegetasi di area restorasi Hutan Harapan
wilayah Sumatera Selatan .............................................................................. 11
Jenis tanah di lokasi penelitian ....................................................................... 11
Dugaan persentase perubahan kerapatan pohon pada tahun 2008 dan
2016 di beberapa tipologi berdasarkan nilai NDVI........................................ 13
Nilai kerapatan berdasarkan stratifikasi tajuk (N/ha) ..................................... 15
Rata-rata komposisi jenis pionir dan klimaks di beberapa tipologi ............... 16
Indeks Nilai Penting berdasarkan tingkat permudaan di beberapa
tipologi............................................................................................................ 20
Nilai indeks keanekaragaman (H’), kekayaan (DMg), kemerataan (E),
dominansi (ID) tingkat permudaan pada setiap tipologi hutan ...................... 22
Hubungan korelasi antara semai dan pohon di beberapa tipologi .................. 25
Persentase tutupan vegetasi terhadap hutan sekunder berdasarkan nilai
kerapatan dan luas bidang dasar. ................................................................... 26
Penentuan teknik pemulihan berdasarkan kondisi vegetasi ........................... 27
Jenis prioritas berdasarkan tujuan pengelolaan .............................................. 29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangka pendekatan penelitian....................................................................... 4
Bentuk petak ukur yang diamati di lapangan ................................................... 7
Grafik hubungan persamaan regresi linear antara NDVI dengan
kerapatan pohon (N/ha) .................................................................................. 13
4 Struktur tegakan berdasarkan kelas diameter di beberapa tipologi pada
tingkat pohon .................................................................................................. 14
5 Struktur tegakan berdasarkan ketersedian tingkatan permudaan di
beberapa tipologi. ........................................................................................... 16
6 Perbandingan jumah spesies dan famili berdasarkan tingkat permudaan ...... 18
7 Sebaran famili berdasarkan tingkat permudaan di berbagai tipologi ............. 19
8 Distribusi jenis pohon di beberapa tipologi Hutan Harapan Sumatera
Selatan berdasarkan kelas Frekuensi Raunkaier............................................. 23
9 Hasil analisis kluster berdasarkan tingkat permudaan di beberapa
tipologi............................................................................................................ 24
10 Score plot hubungan semai dan pohon di beberapa tipologi .......................... 25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

7

Peta lokasi penelitian ...................................................................................... 35
Kondisi di masing-masing tipologi ................................................................ 35
Spesies dari famili Euphorbiaceae yang ditemukan di lokasi penelitian ....... 36
Indeks Nilai Penting tingkat semai di beberapa tipologi ............................... 37
Indeks Nilai Penting tingkat pancang di beberapa tipologi ........................... 38
Indeks Nilai Penting tingkat tiang di beberapa tipologi ................................ 39
Indeks Nilai Penting tingkat pohon di beberapa tipologi .............................. 40

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki hutan terluas
luasan ketiga di dunia. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(2015) luas hutan Indonesia mencapai 120 juta ha atau 51.3% dari luas wilayah
daratan wilayah. Luas hutan yang tergolong besar ini menyimpan sumber daya
alam hayati yang berlimpah dan memiliki peranan yang penting bagi kehidupan
makhluk hidup. Akan tetapi, pengelolaan yang kurang bijaksana dan orientasi
pada hasil hutan kayu mengakibatkan hutan Indonesia mengalami kerusakan.
Kerusakan tersebut mengakibatkan penurunan biodiversitas dan daya dukung
lingkungan sehingga kesimbangan ekosistem terganggu dan berdampak pada
penurunan produktivitas hutan dalam menjalankan fungsi ekologi, ekonomi dan
sosial.
Laju deforestasi dan degradasi hutan pada periode 2009–2012 adalah sekitar
450 000 ha/tahun (FWI 2011), dan pada periode 2009–2014 sekitar 9% tutupan
hutan berkurang dari 30.1 juta ha menjadi 27.2 juta ha (KLHK 2015). Luas hutan
yang berkurang menyebabkan daya serap hutan terhadap emisi karbon menjadi
menurun, yang dapat memicu terjadinya perubahan iklim global. Oleh karena itu,
Indonesia telah berkomitmen untuk berperan aktif dalam Reducing Emissions
from Deforestation and Forest Degradation (REDD) yang pada tahun 2010
berkembang menjadi REDD++. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan daya serap karbon sekaligus meningkatkan stabilitas ekosistem dan
optimalisasi jasa-jasa ekosistem yaitu melalui upaya restorasi ekosistem.
Restorasi ekosistem merupakan paradigma baru dalam pengelolaan hutan
alam produksi dari pengelolaan berbasis kayu menjadi pengelolaan berbasis
ekosistem. Upaya nyata yang dilakukan Indonesia dalam merestorasi ekosistem
hutan yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun
2007, jo PP Nomor 3 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa kegiatan restorasi
ekosistem dalam hutan alam produksi dilakukan dalam kawasan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE)
(Kartodiharjo et al.2014).
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.64/Menhut-II/2014
IUPPHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam
hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat
dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan,
perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan,
penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk
mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim,
dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai
keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Salah satu perusahaan yang mendapatkan izin usaha pemanfaatan hasil
hutan kayu restorasi ekosistem (IUPHHK-RE) adalah PT Restorasi Ekosistem
Indonesia (PT REKI) yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No.293/Menhut-II/2007, dengan visi dan misi untuk melakukan
pengelolaan habitat, perlindungan dan upaya restorasi ekosistem hutan.
Perusahaan ini memiliki konsensi seluas ±52 170 ha di Provinsi Sumatera Selatan,

2
yang selanjutnya lebih dikenal dengan Hutan Harapan (Harapan Rainforest).
Hutan ini merupakan bekas konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Padeco
Jaya (perusahan kerjasama antara Filipina, Jepang, dan Indonesia) yang beroperasi
pada tahun 1970 sampai dengan 1990. Pengusahaan berbasis kayu tersebut
menyebabkan sebagian besar kawasan hutan terdegradasi, sehingga izin konsesi
tidak diperpanjang dan dialihkan kepada PT Inhutan V, yang berorientasi pada
pembangunan hutan tanaman. Perusahaan tersebut melakukan rehabilitasi hutan
dengan membangun hutan tanaman akasia. Namun setelah sepuluh tahun, izin
konsesi juga tidak diperpanjang sehingga area dikembalikan kepada pemerintah,
dibawah yuridiksi Kementerian Kehutanan. Sejak saat itu, kawasan menjadi areal
terbuka (open access) yang tidak terhindar dari kegiatan pembalakan liar dan
okupasi lahan yang dilakukan oleh masyarakat (Burung Indonesia et al.2014).
Hutan Harapan termasuk salah satu hutan dataran rendah yang tersisa di
Sumatera Selatan, bagian dari 34 konservasi hostpot keanekaragaman hayati
dataran sunda internasional, kawasan burung endemik, habitat 26 spesies langka
dan kritis untuk dilindungi (sebagian diantaranya: bangau, harimau sumatera,
gajah sumatera, tapir, ungko, trenggiling), serta tempat tinggal bagi 220 keluarga
yang merupakan masyarakat asli/adat Batin Sembilan (indigenous people). Oleh
karena hal tersebut Hutan Harapan memiliki ekosistem yang sangat penting dan
keterwakilannya perlu dijamin melalui pengelolaan hutan dengan mekanisme
restorasi ekosistem (Burung Indonesia et al.2014).
Restorasi yang dilakukan di Hutan Harapan ini salah satu upaya untuk
mengurangi tingkat kerusakan ekosistem yang ada di hutan daratan rendah
Sumatera yang berbasis pada proses pemulihan vegetasi. Proses pemulihan
tersebut dapat ditentukan salah satunya dengan mempertimbangkan kondisi
tutupan vegetasi. Kondisi tutupan vegetasi yang beragam dapat diklasifikasikan
berdasarkan tingkat kerusakan, yang dinilai dari struktur dan komposisi tegakan.
Menurut penelitian Htun et al. (2011) tingkat kerusakan semakin rendah seiring
dengan meningkatnya nilai kerapatan tegakan suatu ekosistem. Selain itu tingkat
kerusakan juga dapat dibedakan menurut keanekaragaman hayati (Ng et al. 2009)
dan kekayaan jenis (Bischoff et al. 2005), yang menjadi karakteristik ekologi
suatu tegakan.
Kondisi tutupan vegetasi merupakan salah satu informasi dasar yang sangat
penting untuk diketahui, dan dapat dijadikan sebagai acuan dasar dalam
penyusunan strategi restorasi. Selain itu, melalui informasi tersebut dapat
diketahui kondisi dinamika perubahan ekosistem (suksesi), dan juga dapat
ditentukan teknik pemulihan yang tepat dalam rangka upaya restorasi. Oleh
karena itu peneliti dirasa sangat perlu dilakukannya penelitian mengenai Analisis
Tipologi Tutupan Vegetasi sebagai Dasar Penyusunan Strategi Restorasi di Area
IUPHHK-RE PT REKI.
Perumusan Masalah
Hutan Harapan merupakan hutan dataran rendah Sumatera yang penting
dipertahankan keberadaanya, baik ditijau dari sisi konservasi keanekaragaman
hayati, tempat hidup dan bergantungnya masyarakat adat maupun sebagai
penyedia jasa-jasa lingkungan bagi wilayah sekitarnya. Pengelolaan hutan
diharapan pada tahun 1970 yang lebih berorientasi pada hasil hutan kayu telah

3

menyebabkan hutan Hutan Harapan sebagian kawasannya terdegradasi. Oleh
karena itu, untuk mencapai stabilitas ekosistem dan optimalisasi jasa-jasa
lingkungan diperlukan upaya restorasi yang komprehensif berdasarkan kondisi
biofisik dari setiap tipologi tutupan vegetasi. Informasi tersebut menjadi ladasan
dalam menyusun dasar strategi restorasi ekosistem. Oleh karena itu, rumusan
masalah yang menjadi landasan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kondisi tutupan vegetasi di Hutan Harapan berdasarkan analisis
citra?
2. Bagaimana stuktur dan komposisi tegakan pada setiap tipologi tutupan
vegetasi?
3. Bagaimana hubungan kedekatan antara tingkat permudaan?
4. Bagaimana tingkat kerusakan yang terjadi di lokasi penelitian?Adakah
ekosistem utuh yang dapat dijadikan sebagai referensi/target dalam restorasi?
5. Tindakan pemulihan apa yang sesuai pada setiap tipologi tutupan vegetasi
dalam rangka mencapai tujuan restorasi dan dasar strategi restorasi?
6. Jenis asli apa yang sesuai untuk restorasi pada setiap tipologi tutupan vegetasi?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah tersusunnya strategi
restorasi berdasarkan tipologi tutupan vegetasi di areal kerja PT REKI, dengan
tahapan sebagai berikut meliputi :
1. Mengidentifikasi tipologi tutupan vegetasi berdasarkan citra satelit
2. Menganalisis struktur dan komposisi tegakan di setiap tipologi tutupan vegetasi
3. Mengetahui hubungan kedekatan antara tingkat permudaan
4. Mengklasifikasikan tingkat kerusakan berdasarkan hasil analisis vegetasi
5. Menentukan teknik pemulihan yang sesuai untuk mencapai tujuan restorasi dan
sebagai dasar strategi restorasi di setiap tipologi tutupan vegetasi
6. Menentukan jenis asli yang sesuai untuk upaya restorasi disetiap tipologi
tutupan vegetasi
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh PT REKI
dalam melaksanakan upaya restorasi di wilayah Sumatera Selatan. Memberikan
sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
restorasi (pemulihan). Sumber informasi atau referensi untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai restorasi ekosistem hutan di wilayah lain.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada upaya restorasi, dengan
pendekatan terhadap kondisi vegetasi dan tingkat kerusakan yang terjadi di lokasi
penelitian. Ruang lingkup penelitian ini secara ringkas digambarkan dalam bentuk
kerangka pendekatan penelitian yang terdapat pada Gambar 1.

4

RUANG
LINGKUP
PENELITIAN

Kerusakan
Hutan
Pemulihan
(Restorasi)

Kondisi
tegakan

Pengambilan data primer:
Analisis Vegetasi
INP, H’, Dmg, E’, IS, Frekuensi
Raunkaier, Ordinansi

Tingkat
kerusakan

Interpretasi
Citra Satelit

Analisis
NDVI
Jenis asli
prioritas
restorasi

Hubungan
kedekatan tingkat
permudaan

Struktur dan
komposisi
tegakan

ANALISIS

Ekosistem
Hutan

Gangguan Hutan
-Biotik
-Abiotik

Analisis
regresi NDVI
dengan K
(N/Ha)

Tindakan pemulihan sebagai dasar
strategi restorasi
Klasifikasi dan
identifikasi
kerusakan

Gambar 1 Kerangka pendekatan penelitian.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di area restorasi Hutan Harapan (PT REKI) yang
berada di wilayah Sumatera Selatan. Area tersebut, secara geografis terletak
diantara 1030 27' 00" – 1030 7' 54" BT dan 020 23' 51" – 020 07' 00" LS, dengan
ketinggian tempat antara 30-70 mdpl, secara administrasi kehutanan, termasuk
kedalam Dinas Kehutanan Sekayu dan secara administrasi pemerintahan,
termasuk kedalam wilayah Kecamatan Batanghari Liko, Kabupaten Musi
Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, serta termasuk dalam sub-DAS Meranti
dan sub-DAS Kapas (REKI 2016). Waktu pelaksanaannya dimulai pada Mei 2016
sampai dengan Juni 2016.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: alat survey lapangan
dan alat analisis data. Alat survey lapangan terdiri vertex, phi band, kompas, GPS

5

dan kamera, sunto tandem sedangkan alat analisis data yang digunakan adalah
ERDAS Imagine, Arcgis, Minitab, Ms. Excel. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder meliputi: peta tutupan lahan area kerja PT
REKI Citra Landsat (2008 dan 2016), data analisis vegetasi berupa data IHMB
dan Risalah , data primer berupa hasil analisis vegetasi tahun 2016.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan didasarkan pada tujuan penelitian, jenis data,
metode pengumpulan data, dan metode analisis data (Tabel 1). Pendekatan yang
digunakan dalam pengumpulan data berbasis pada interpretasi citra dan data hasil
pengecekan lapang /pengamatan langsung di lapangan (ground check).
Tabel 1 Jenis, teknik pengumpulan, dan analisis data
Metode
Pengumpulan
Tujuan Penelitian
Jenis Data
Metode Analisis Data
Data
Mengidentifikasi
tipologi tutupan
vegetasi berdasarkan
citra satelit

 Peta
identifikasi
lokasi
penelitian

 Interpretasi
Citra
Landsat
(tahun 2008,
dan 2016)
 Pengamatan
langsung

 Analisis vegetasi
berdasarkan citra: Indeks
Vegetasi (NDVI), analisis
regresi antara NDVI
dengan Kerapatan
 Analisis Vegetasi : Indeks
Nilai Penting (INP), H’,
DMg, E’, C, IS, frekuensi
hukum Raunkaier

Menganalisis struktur
dan komposisi tegakan
di setiap tipologi
tutupan vegetasi

 Data analisis
vegetasi

Mengetahui hubungan
kedekatan antara
tingkat permudaan

 Data analisis
vegetasi

 Ordinansi
 Analisis kluster

Mengklasifikasikan
tingkat kerusakan
berdasarkan hasil
analisis vegetasi
Menentukan teknik
pemulihan yang sesuai
untuk mencapai tujuan
restorasi dan sebagai
dasar strategi restorasi
di setiap tipologi
tutupan vegetasi
Menentukan jenis asli
yang sesuai untuk
upaya restorasi
disetiap tipologi
tutupan vegetasi

 Data analisis
vegetasi

 Menganalisis gap antara
lokasi peneltian dengan
ekosistem referensi

 Data analisis
vegetasi

 Membandingkan kondisi
tegakan dengan ekosistem
referensi

 Data analisis
vegetasi
 Data
sekunder

 Studi pustaka jenis terpilih
berdasarkan toleransi jenis,
kondisi tapak, keberadaan
satwa liar, dan sosial
ekonomi masyarakat

6
Prosedur Analisis Data
Analisis Vegetasi berdasarkan Citra
Analisis vegetasi ini digunakan untuk menduga nilai kerapatan pada tahun
2008 yang dapat dijadikan acuan dalam menduga perubahan tutapan vegetasi
selama periode 2008–2016 di area restorasi Hutan Harapan (PT REKI) Sumatera
Selatan, yang menjadi pertimbangan dalam penentuan strategi restorasi yang tepat
dalam melakukan upaya restorasi. Tahapan yang dilakukan meliputi:
a. Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan tingkat kehijauan hasil dari
pengolahan data Citra Landsat tahun 2016, yang dianggap mewakili setiap
tipologi tutupan vegetasi (hutan sekunder, belukar tua, belukar muda dan lahan
terbuka). Klasifikasi tipologi yang digunakan mengacu pada hasil interpretasi
Citra Landsat tahun 2015 yang disahkan oleh Direktur Inventarisasi dan
Pemantauan Sumber Daya Hutan, Surat Nomor : S.410/IPSDH-2/2015 tanggal 10
Desember 2015. Jumlah dan sebaran lokasi penelitian dipilih berdasarkan
pertimbangan tenaga ahli bagian pemetaan PT REKI dan Peraturan Direktur
Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor: P.9/PHPL-SET/2015.
b. Indeks Vegetasi
Indeks Vegetasi atau Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
menggabungkan pemantulan dalam R (band red) dan NIR (band near infra red)
pada daerah spektral, serta memungkinkan untuk pemantauan perubahan dinamika
tutupan vegetasi, yang dapat menguksur jumlah vegetasi hijau (Petropoulos et al.
2014). Analisis ini menggunakan citra Landsat 5 tahun 2008 dan Landsat 8 OLI
tahun 2016 dengan path 125 row 61-62. Persamaan algoritma dari NDVI sebagai
berikut :
NDVI = (NIR - Red)/(NIR + Red)
Keterangan :
NDVI = Normalized difference vegetation index
NIR = Band near infra red
Red = Band red
b. Analisis Regresi Hubungan NDVI dengan Kerapatan
Analisis regresi dimaksudkan untuk mengetahui besarnya pengaruh yang
diakibatkan adanya perubahan pada setiap satuan variabel x terhadap variabel y.
Nilai hasil NDVI tahun 2016 dijadikan sebagai variabel x sedangkan nilai
kerapatan (N/ha) yang diperoleh dari pengambilan data di lapangan digunakan
sebagai variabel y. Persamaan ini digunakan untuk menduga perubahan kerapatan
selama 8 tahun (2008-2016). Persamaan yang digunakan sebagai berikut:
y = a + bx
Keterangan:
y
= variabel dependen yang diprediksi (N/ha)
x
= variabel indepen yang mempunyai nilai tertentu (nilai NDVI)
a
= intercept
b
= koefisien regresi variabel bebas

7

Analisis Vegetasi berdasarkan Pengamatan Lapangan
Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui struktur dan komposisi
tegakan serta distribusi vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan pada empat tipologi
dengan masing-masing tipologi diwakili oleh tiga lokasi yang berbeda, dengan
tahapan analisis vegetasi yang dilakukan sebagai berikut:
a. Pembuatan Plot
Metode yang digunakan yaitu metode garis berpetak yang merupakan
modifikasi dari metode petak ganda dan jalur, dimana terdapat jarak antar petak,
sehingga garis rintis antar petak memiliki ukuran yang sama panjang (Indriyanto
2006). Plot penelitian yang dibuat seperti yang terlihat pada Gambar 2.
b
c

20 m
mm

a
d
d
c

a
b
20 m
100 m

Keterangan:
a. 20 m x 20 m
b. 10 m x 10 m
c.

5mx5m

d.

2mx2m

: Plot pengamatan pohon (pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm)
: Plot pengamatan tiang (pohon muda yang berdiameter ≥ 10 cm sampai
diameter < 20 cm)
: Plot pengamatan pancang (anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 m
dengan diameter batang < 10 cm)
: Plot pengamatan semai dan tumbuhan bawah

Gambar 2 Bentuk petak ukur yang diamati di lapangan.
Gambar 2 menunjukkan bentuk plot yang digunakan berupa petak yang
berukuran 20 m x 20 m dengan jarak antar petak sebesar 100 meter. Petak yang
dibuat sebanyak 5 buah pada setiap jalur. Jalur yang dibuat sebanyak 3 buah untuk
setiap tipologi tutupan vegetasi. Sehingga banyak plot pengamatan sebanyak 60
plot (5 petak x 3 jalur x 4 tipologi).
b. Analisis Data
Pengolahan data hasil analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui struktur
dan komposisi jenis vegetasi yang ada di kawasan tersebut. Struktur tegakan dapat
diketahui dengan distribusi jumlah pohon berdasarkan kelas diameter (Indriyanto
2008). Analisis data yang dilakukan dengan membuat tabel distribusi frekuensi
berdasarkan selang kelas diameter dan kurva eksponensial dengan menggunakan
Ms Excel. Komposisi jenis dapat diketahui dengan melakukan analisis data
meliputi menghitung nilai Kerapatan Jenis (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi
(F), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi (D), dan Dominansi Relatif (DR) dengan
rumus sebagai berikut:

8
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan Jenis (K)

=

individu/ha
Luas plot pengamatan
Kerapatan suatu jenis

Kerapatan Relatif (KR)

=

x 100%
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah plot ditemukannya suatu jenis

Frekuensi Jenis (F)

=
Jumlah total plot pengamatan
Frekuensi suatu jenis

Frekuensi Relatif (FR)

=

x 100%
Frekuensi seluruh jenis
Luas bidang dasar suatu jenis

Dominansi Jenis (D)

m2/ha

=
Luas plot pengamatan
Dominasi suatu jenis

Dominansi Relatif (DR)

=

x 100%
Dominasi seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP)
INP Semai
INP Pancang, Tiang, Pohon

= KR + FR
= KR + FR + DR

Nilai Keanekaragaman Jenis (H’)
Nilai keanekaragaman jenis tumbuhan dapat diketahui dengan rumus Indeks
Shannon dan Wiener (1949) dalam Maguran (1988), sebagai berikut:
S

H

∑ pi ln (pi )

a a

i 1

Keterangan :
H’
= Indeks keanekaragaman jenis
N
= Total INP
ni
= INP jenis ke-i, dan

pi

ni
ni
s
N ∑i 1 ni

Nilai Kekayaan Jenis (Dmg)
Nilai kekayaan dapat diketahui dari jumlah spesies yang ditemukan pada setiap
tipe ekosistem, dengan rumus sebagai berikut (Hilwan et al. 2013):
S1
Dmg
ln N
Keterangan :
Dmg
= Indeks kekayaan jenis
S
= Jumlah jenis yang ditemukan
N
= Jumlah total individu

9

Nilai kemeratan jenis (E)
Tingkat kemerataan jenis tumbuhan pada seluruh petak contoh pengamatan
akan digunakan pendekatan Indeks Kemerataan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Hilwan et al. 2013):
E H’ / ln(S)
Keterangan:
E’ = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan
S
= Jumlah jenis
Indeks Dominansi Jenis (ID)
Nilai indeks ini digunakan untuk melihat dominansi suatu jenis dari seluruh
nilai INP yang diperoleh, dengan rumus sebagai berikut (Hilwan et al. 2013):

Keterangan :
ID = Indeks dominansi
ni = INP jenis i
N = Total INP

ID ∑

n

(

ni

i 0 N

)2

Indeks Kesamaan Komunitas (IS)
Indeks ini digunakan untuk melihat kesamaan suatu komunitas yang ditemukan
di beberapa tutupan vegetasi yang diamati, rumus yang digunakan sebagai
berikut (Indriyanto 2006):
2
IS
x 100
a b
Keterangan :
IS = Indeks kesamaan komunitas
W = Jumlah nilai yang sama atau nilai terendah dari jenis-jenis yang terdapat
dalam dua tegakan yang dibandingkan
a = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada komunitas
pertama
b = Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada komunitas
kedua
Frekuensi Raunkaier
Hukum Frekuensi Raunkaier digunakan untuk melihat penyebaran jenis
dalam komunitas, yang diklasifikasikan kedalam lima kelas terlihat pada Tabel
2.
Tabel 2 Sebaran komunitas menurut Hukum Frekuensi Raunkaier
Klasifikasi
Jumlah jenis dengan frekuensi
A
B
C
D
E

Sumber : Misra 1980

1 – 20%
21 – 40%
41 – 60%
61 – 80%
81 – 100%

10
Komunitas hutan alam terdistribusi secara normal apabila :
A > B > C > D < E; atau
A > B > C = D < E; atau
A>B>C 100 mm) (REKI 2016).
Hasil dan Pembahasan
Kondisi Tipologi berdasarkan Citra
a. Identifikasi tipologi
Kondisi tipologi dapat diketahui dengan analisis Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI). Hasil citra Wen (2010) menyatakan bahwa kerusakan
hutan dapat ditentukan menggunakan indeks vegetasi, salah satunya adalah NDVI
atau indeks vegetasi. Indeks vegetasi merupakan salah satu cara yang efektif dan
sederhana untuk mengidentifikasi kondisi vegetasi di suatu wilayah. Indeks
vegetasi ini merupakan sebuah transformasi dari penajaman citra pada band
spektral. Nilai indeks vegetasi diperoleh dari rasio antara pantulan yang terukur
dari band merah (R) dan band infra-merah (didekati oleh band NIR). Penggunaan
kedua band ini banyak dipilih sebagai parameter indeks vegetasi karena hasil
ukuran dari band ini dipengaruhi oleh penyerapan klorofil, kepekaan terhadap
biomassa vegetasi, serta mempermudah dalam membedakan antara lahan
bervegetasi, lahan terbuka, dan air. Nilai indeks vegetasi ini berkisar antara -1
hingga +1 (Danoedoro dan Projo 1996).

13

Hasil analisis NDVI yang dilakukan sesuai dengan pernyataan Iskandar et al.
(2012) yang menyatakan bahwa nilai indeks ini berbanding lurus dengan tingkat
kerapatan vegetasi di suatu wilayah. Hasil analisis yang diperoleh ditunjukkan
pada Gambar 3.
Kerapatan
(N/ha)
250
200

y = 425.46x - 136.35
R² = 0.8935

150
100
50
0
0.00

Gambar 3

0.20

0.40

0.60

0.80 NDVI

Grafik hubungan persamaan regresi linear antara NDVI dengan
kerapatan pohon (N/ha).

Gambar 3 menunjukkan hubungan persamaan yang terbentuk yaitu y =
425.46x -136.35, dimana y merupakan nilai kerapatan (N/ha) dan x merupakan
nilai NDVI. Nilai determinasi dihasilkan sebesar 0.89 yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang erat diantara dua variabel tersebut. Oleh karena itu,
persamaan tersebut digunakan sebagai acuan menghitung persentase perubahan
kerapatan pohon (N/ha) pada tahun 2008 lihat Tabel 5.
Tabel 5 Dugaan persentase perubahan kerapatan pohon pada tahun 2008 dan
2016 di beberapa tipologi berdasarkan nilai NDVI
NDVI
Kerapatan (N/ha)
Tipologi
2008
2016
2008
2016
%perubahan
Hutan sekunder
0.63
0.73
136
206
51.47
Belukar tua
0.62
0.69
126
120
-4.76
Belukar muda
0.61
0.42
123
45
-63.41
Eks HT akasia
0.49
0.35
59
5
-91.53
Keterangan : (-) = berkurang, (+) = bertambah

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar nilai persentase perubahan
vegetasi di lokasi penelitian secara signifikan mengalami penurunan. Nilai ini
tentunya sangat bertolak belakang dengan hasil ground check lapangan, dimana
berdasarkan tabel tersebut 91% kerapatan tahun 2008 lebih rapat dibandingkan
tahun 2016, sedangkan hasil analisis citra tahun 2007 menunjukkan bahwa lokasi
eks HT akasia ini termasuk kedalam 0.27% dari areal yang tergolong dalam
tipologi lahan terbuka. Oleh karena itu, peneliti menganalisis kembali persamaan
yang terbentuk dengan membangun persamaan baru dari 2/3 data dan 1/3 data
untuk menguji keakuratan suatu persamaan. Hasil yang diperoleh menunjukkan
persamaan y = 337.89x - 101.98 (R2 = 0.59), dengan nilai standar deviasi sebesar
0.18. Nilai standar deviasi tersebut menunjukkan jarak setiap unit data dengan
nilai rata-rata tergolong dekat sehingga data yang dipakai cukup representatif

14
untuk membangun persamaan. Akan tetapi, persamaan tersebut tidak dapat
digunakan untuk menduga nilai kerapatan tegakan pada tahun 2008, karena
terdapat beberapa nilai NDVI tahun 2008 yang merupakan data pencilan atas dan
bawah yang sangat berpengaruh terhadap keakuratan data.
Kondisi Tipologi Hasil Analisis Vegetasi
a. Struktur tegakan
Hutan hujan tropis disebut hutan heterogen tidak seumur (uneven-aged
forest) dikarenakan setiap tapaknya memiliki komposisi jenis yang heterogen
dengan struktur tegakan yang beragam. Struktur tegakan menunjukkan
ketersediaan tegakan pada setiap kelas diameter (Muhdin et al. 2008). Hasil
analisis mengenai struktur tegakan di plot penelitian terlihat pada Gambar 4.
N/ha
100
80
60
40
20
0

HS1
y = 150.45e-0.629x
R² = 0.9597

N/ha
100
80
60
40
20
0

BT1
y = 168.71e-0.973x
R² = 0.9732

N/ha
100
80
60
40
20
0

Kelas diameter (cm)
N/ha
50
40
30
20
10
0

BM1

y = 26.709e-0.369x
R² = 0.4727

Kelas diameter (cm)

y = 313.05e-0.843x
R² = 0.9827

N/ha
100
80
60
40
20
0

Kelas diameter (cm)

Kelas diameter (cm)
N/ha
100
80
60
40
20
0

HS2

BT2

y = 152.22e-0.69x
R² = 0.7528

Kelas diameter (cm)
N/ha
100

BT3

80
y = 121.94e-0.613x
R² = 0.9462

60
40

y = 112.44e-0.613x
R² = 0.8713

20
0

Kelas diameter (cm)
N/ha
50
40
30
20
10
0

HS3

BM2

Kelas diameter (cm)
N/ha
50

BM3

40
y = 9.517e-0.099x
R² = 0.2857

30
20

y = 17.321e-0.318x
R² = 0.5708

10
0

Kelas diameter (cm)

Kelas diamater (cm)

Gambar 4 Struktur tegakan berdasarkan kelas diameter di beberapa tipologi;
belukar muda=BM, belukar tua=BT, hutan sekunder=HS pada
tingkat pohon. Angka dibelakang huruf menunjukkan urutan lokasi.

15

Gambar 4 menunjukkan kurva eksponensial yang menggambarkan struktur
horizontal di beberapa tipologi. Tipologi hutan sekunder (lokasi pertama dan
kedua), dan belukar tua (lokasi kedua), dan belukar muda lokasi ketiga
menunjukkan kurva eksponensial negatif dengan nilai determinasi (R2) yang lebih
dari 0.5. Nilai determinasi tertinggi berada pada tipologi hutan sekunder di lokasi
kedua (R2 = 0.98), dan belukar tua di lokasi pertama (R2 = 0.97). Kedua tipologi
di lokasi tersebut mengindikasikan kondisi tegakan yang produktif, yang ditandai
dengan kehadiran pohon berdiamater 40up, selain itu ketersediaan tegakan yang
tinggi pada pohon kelas diameter kecil menjamin kelangsungan tegakan dimasa
mendatang apabila terjadi kerusakan pada pohon kelas diameter besar (Suwardi et
al. 2013).
Nilai determinasi lebih besar dari 0.95 menunjukkan bahwa kontribusi nilai
kelas diameter terhadap variasi (naik turunnya) nilai kerapatan di dua lokasi
tersebut sebesar lebih dari 95%, sedangkan sisanya kurang dari 5% disebabkan
oleh faktor lain (Supranto 2009). Tipologi eks HT akasia yang diteliti tidak dapat
dibuat persamaan ekponensial karena jumlah pohon yang ditemukan hanya satu
jenis yaitu A.mangium. Struktur vertikal suatu tegakan dapat diketahui dari
hubungan kerapatan dengan stratifikasi tajuk dan tingkat permudaan. Stratifikasi
tajuk di plot penelitian disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6 Nilai kerapatan berdasarkan stratifikasi tajuk (N/ha)
Stratifikasi tajuk
Tipologi
A (>30 m) B (20-30 m) C (4-20 m) D (1-4 m) E (0-1 m)
Hutan sekunder
Belukar tua
Belukar muda
Eks HT akasia

30
8
0
0

120
60
15
0

688
438
188
5

4 640
5 008
2 280
1 160

65 500
56 250
15 750
3 827 750

Tabel 6 menunjukkan bahwa semua tipologi yang diamati menunjukkan
bahwa nilai kerapatan tertinggi terdapat pada stratum E. Stratum E ini
dominannya merupakan jenis permudaan tingkat semai. Stratifikasi A-C lebih
banyak ditemukan di tipologi Hutan sekunder. Hal ini mengindikasikan bahwa
pada tipologi hutan sekunder terdapat pohon-pohon yang lapisan teratasnya
mengalahkan atau menguasai pohon-pohon lebih rendah, yang menjadi penciri
dari komunitas yang bersangkutan (Soerianegara dan Indrawan 2014).
Maribungan (Callerya atropurpurea) adalah jenis dari famili Fabaceae yang
memiliki tajuk tertinggi 41 m di tipologi tersebut. Selain itu, adanya kekosongan
atau gap pada stratifikasi A dan B di tipologi belukar muda dan bekas hutan
tanaman akasia mengindikasikan bahwa di kedua tipologi tersebut menggalami
gangguan.
Strukur tegakan secara vertikal ditinjau dari ketersediaan permudaan dapat
menunjukkan kondisi keseimbangan dari suatu ekosistem. Keseimbangan
ekosistem pada hutan alam umumnya ditunjukkan oleh ketersediaan permudaan
yang berbentuk kurva J terbalik. Hasil analisis struktur vertikal berdasarkan
tingkat pemudaan di lokasi penelitian terlihat pada Gambar 5.

Kerapatan (N/ha)

16

70000
60000
50000

Hutan sekunder

40000

Belukar tua

30000

Belukar muda

20000

Eks HT akasia

10000
0

Hutan sekunder
Belukar tua
Belukar muda
Eks HT akasia

Gambar 5

Semai
65500
56250
15251
27789

Pancang
4640
4880
2280
1680

Tiang
620
450
160
40

Pohon
206
120
45
5

Struktur tegakan berdasarkan ketersedian tingkatan permudaan di
beberapa tipologi.

Gambar 5 menunjukkan kurva J terbalik yang terbentuk di semua tipologi.
Kurva tersebut menunjukkan bahwa kondisi hutan berada dalam kondisi yang
seimbang dimana, tingkat pemudaan tersedia dalam jumlah yang cukup (tingkat
semai>tingkat pancang>tingkat tiang>tingkat pohon) dan mengindikasikan bahwa
proses regenerasi sedang berlangsung (Dendang et al. 2015). Kemudian pada
semua tingkat permudaan, tipologi hutan sekunder memiliki nilai kerapatan
tertinggi, sedangkan terendah terdapat pada tipologi eks HT akasia. Hal ini diduga
karena adanya faktor lingkungan terutama faktor cahaya yang memengaruhi
pertumbuhan suatu vegetasi, dimana pada kondisi cahaya penuh, jenis yang
tumbuh adalah jenis semai yang intoleran terhadap naungan sedangkan pada saat
kanopi mulai terbentuk, vegetasi tumbuh ke tahap dewasa merupakan jenis toleran
dan semi toleran terhadap naungan sehingga jumlah jenis yang tumbuh akan lebih
banyak dan beragam ketika tutupan kanopi sudah terbentuk (Whitemore 1998).
b. Komposisi jenis
Lokasi penelitian yang diambil mempunyai karakteristik berbeda.
Karakteristik yang berbeda pada setiap tipologi tentunya akan menciptakan
susunan komposisi jenis yang berbeda. Peneliti melakukan klasifikasi jenis antara
spesies pionir dan klimaks yang mengacu pada Ghazoul dan Sheil (2009).
Komposisi jenis pionir dan klimaks di lokasi penelitian terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Rata-rata komposisi jenis pionir dan klimaks di beberapa tipologi
Permudaan
Jumlah jenis
Jumlah individu
%
%
Tipologi klimaks Pionir klimaks klimaks pionir klimaks
Semai
Hutan sekunder
Belukar tua
Belukar muda
Eks HT akasia

31
16
13
0

11
17
6
14

74
48
70
0

74
45
19
0

58
68
13
7 656

56
40
60
0

17

Lanjutan Tabel 7
Permudaan

Jumlah jenis

Tipologi klimaks
Pancang
Hutan sekunder
Belukar tua
Belukar muda
Eks HT akasia
Tiang
Hutan sekunder
Belukar tua
Belukar muda
Eks HT akasia
Pohon
Hutan sekunder
Belukar tua
Belukar muda
Eks HT akasia

Pionir

Jumlah individu

%
klimaks

klimaks

pionir

%
klimaks

33
27
5
0

3
5
4
2

93
84
53
0

54
43
8
0

4
18
21
15

93
70
26
0

21
11
4
0

1
5
3
1

95
69
62
0

30
13
5
0

2
10
3
2

95
58
63
0

29
15
5
0

3
3
4
1

92
81
59
0

39
18
5
1

3
6
4
1

93
75
56
50

Tabel 7 menunjukkan rata-rata jumlah jenis dan jumlah individu antara
pionir dan klimaks berbanding terbalik pada setiap tipologi yang diamati. Jumlah
jenis klimaks mengalami penurunan seiring dengan keterbukaan tutupan vegetasi,
sedangkan jenis pionir mengalami peningkatan seiring dengan keterbukaan
tutupan vegetasi. Hal ini diduga karena pada kondisi ekosistem yang seimbang
tumbuh