menolak, kurator memerlukan izin dari hakim pengawas. Apakah ketentuan pasal 40 ayat 2 memungkinkan bagi hakim pengawas untuk menolak
permohonan kurator untuk tidak menerima warisan yang merugikan harta pailit? Apabila tujuan ketentuan Pasal 40 ayat 2 adalah untuk memastikan tindakan
kurator tidak merugikan harta pailit, sebaiknya bukan saja dalam hal kurator tidak menerima menolak tetapi juga apabila kurator menerima suatu warisan yang
jatuh kepada debitor pailit. Dengan demikian baik penolakan atau penerimaan warisan yang dilakukan kurator itu tidak sampai merugikan harta pailit karena
kekeliruan pertimbangan kurator atau karena kurator beritikad tidak baik.
110
C. Pertanggungjawaban Ahli Waris Debitor Terhadap Putusan Pailit
Menurut Wirjono Prodjodikoro, SH menyatakan: “Bahwa soal Pertanggung jawaban atas perbuatan orang lain adalah hal yang agak penting dalam hukum
perdata, jika masing-masing pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang telah di atur dalam kesepakatan yang mereka perbuatan yang segala
sesuatunya akan berjalan sesuai dengan yang mereka inginkan.”
111
Namun bila timbul dimana salah satu pihak tidak melakukan sesuatu yang telah menjadi kewajibannya sehingga timbul kerumitan yang semuanya mengarah
sampai kepada pihak yang tidak melaksanakan prestasi itu dapat diminta pertanggung jawabannya. Adalah suatu hal yang wajar bila seseorang yang telah
melakukan prestasi kepada orang lain dengan tujuan agar orang lain mendapatkan prestasi tersebut melakukan kontra prestasi dilindungi dari hal-hal yang tidak
110
Ibid, hal 280.
111
Ibid, hal 283.
dapat dipertanggung jawabkan, dimana mengakibatkan tidak terciptanya kontra prestasi yang diinginkan. Hal ini sejalan dengan “Prinsip kedudukan seimbang”
yang dianut oleh hukum itu sendiri. Secara mendasar pengertian pertanggung jawaban diartikan dengan suatu
kondisi dimana ada suatu pihak yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya baik perbuatan maupun tidak berbuat, pertanggungjawaban mana
disebabkan adanya kerugian yang dialami seseorang baik dari segi materil maupun sprituil. Pertanggung jawaban atas perbuatan orang lain biasanya praktis
baru ada apabila orang lain itu melakukan perbuatan melawan hukum Onrechtmatige daad. Memang sudah selayaknya bilamana orang yang karena
perbuatan hukum yang dilakukannya memikul sendiri kerugian yang dideritanya. Persoalan pertanggung jawaban tidak terlepas atu tidak terlepas dari masalah
ganti rugi. Masalah ganti rugi ini dalam Buku III KUH Perdata bervariasi, jika ganti rugi disandarkan kepada adanya wanpretasi maka bentuk ganti ruginya
ditekankan pada nilai uang, sementara bila perbuatan melawan hukum yang menjadi sandaran maka ganti ruginya bisa bermacam-macam, antara lain:
a. Ganti rugi dalam bentuk uang
b. Ganti kerugiaan dalam bentuk natural dan pengembalian kepada bentuk
semula c.
Pertanyaan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah bersifat melawan hukum
d. Meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum
e. Pengumuman daripada keputusan atau dari suatu yang telah diperbaiki.
Di dalam penyelesaian harta peninggalan yang dinyatakan pailit sebetulnya tidak ada perbedaan dengan suatu penerimaan warisan dengan hak pendaftaran.
Bedanya di dalam penerimaan dengan hak pendataran, seoarang waris sendiri yang pekerjaan dilakukan oleh seorang pengampu curator.
112
pailit tidak bertentangan dengan UUK-PKPU maka fungsi Check List sebaiknya digunakan untuk memudahkan, mengenali adanya kekurangan yang terjadi.
Adapun sebab mengapa masih diadakan kemungkinan untuk menyatakan pailit sesuatu warisan, sedangkan sudah ada cara penyelesaian segala urusan
dengan suatu penerimaan oleh waris dengan hak pendaftaran ialah : para crediteur dari pewaris diberi kemungkinan untuk menuntut pailit terhadap suatu warisan,
jika timbul keragu-raguan tentang kejujuran waris yang menerima warisan dengan hak pendaftaran barang peninggalan.
Bila merujuk pada pasal 209 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang UUK-PKPU yang bunyinya sebagai berikut “Putusan pernyataan pailit
berakibat demi hukum dipisahkannya harta kekayaan orang yang meninggal dari harta kekayaan ahli warisnya.” Sehingga pertanggung jawaban ahli waris debitor
terhadap putusan pailit demi hukum sudah dipisahkan dari harta kekayaan orang yang meninggal oleh UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Untuk memastikan pertanggung jawaban ahli waris debitor terhadap putusan
112
Ibid, hal 284.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan