The significance of mycorrhiza in regeneration of merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] originating from Papua

PERAN MIKORIZA DALAM REGENERASI
POHON MERBAU [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]
ASAL PAPUA

JULIUS DWI NUGROHO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ”Peran Mikoriza Dalam Regenerasi
Pohon Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] Asal Papua” adalah karya saya
sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi.


Bogor,

Juni 2010

Julius Dwi Nugroho
NRP. E061040051

ABSTRACT
JULIUS DWI NUGROHO. The Significance of Mycorrhiza in Regeneration of
Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] originating from Papua. Supervised
by IRDIKA MANSUR, AGUS PURWITO and ENDANG SUHENDANG.
Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze] is considered as one of valuable
timber tree in South-East Asia which has long been exploited but its silviculture
for supporting plantation development is neglected. How to produce good quality
of merbau seedlings by using generative and vegetative regeneration methods
collaborated with the application of ectomycorrhizal association on merbau for
improving the performance of the seedlings is an important issue to be answer.
The research was carried out in a series of laboratory experiments and field work
(exploration). Exploration was done in merbau natural stands, plantation and

nurseries for collecting merbau seeds, wildlings, soils suspiciously containing
ectomycorrhizal propagules, sporocarps and ectomycorrhizal root tips of merbau.
While experiments to find out the efficient method of merbau regeneration
through vegetative and generative propagation were conducted in the laboratory.
Merbau was easily regenerated through seeds and shoot cuttings. Merbau seeds
revealed variation in morphology and seed weight. Seed nicking followed with
seed soaking in low concentration of sodium hypochlorite (0.525 %) for 15
minutes and then in hot water for 24 hours gave the highest percentage of seed
germination of merbau (78.67%). Seed weight of > 2.25 g gave better in mean
germination time and height performance of the seedlings. The application of
auxin IBA/NAA (1000 ppm/500 ppm) gave highest percentage of rooted cuttings
(77.1%) and of rooted and sprouted cuttings (50.0%). Merbau regeneration by
micro cuttings in vitro was successful to produce explants although the
regeneration was in low frequency. The constraints are mainly related to early
defoliation of leaves and shoots, and the cessation of the growth after 2 months in
the culture medium. Maintaining relatively high concentration of nitrogen and
phosphate content close to those of MS medium likely gave beneficial effects for
shoot initiation of micro-cuttings of merbau in vitro. Only one species of
ectomycorrhizal fungus was found associated with merbau [Intsia bijuga (Colebr.)
Kuntze]. The fungus formed mycorrhizae with monopodial pinnate branching

type. The fungus was identified belonging to the genus of Scleroderma. The
fungus could be cultured in both agar and semi-solid media of MMN. Other
ectomycorrhizal fungi i.e. Scleroderma sinnamariense, Scleroderma columnare,
Scleroderma. dictyosporum and Pisolithus sp were not able to form
ectomycorrhizae with merbau seedlings. Inoculation using both suspension of
spore masses and mycelia aggregates of Scleroderma sp did not gave any
influences to the cuttings success. On the other hand the inoculation effectively
improved the seedling and the transplanted-rooted cutting performance.
Key words: Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze], Plant Regeneration,
Cuttings, Ectomycorrhizae, Scleroderma.

RINGKASAN
JULIUS DWI NUGROHO. Peran Mikoriza dalam Regenerasi Pohon Merbau
[Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] Asal Papua. Di bawah bimbingan IRDIKA
MANSUR, AGUS PURWITO dan ENDANG SUHENDANG.
Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] merupakan salah satu jenis
pohon penghasil kayu berharga di Asia Tenggara. Jenis ini menjadi salah satu
target utama untuk produksi kayu, namun pengembangan pengetahuan
silvikulturnya untuk dapat mendukung regenerasi dan pembubidayaan hingga saat
ini terabaikan. Pengembangan pengetahuan teknik regenerasi merbau secara

generatif maupun vegetatif yang efisien digabungkan dengan pemanfaatan peran
fungi ektomikoriza untuk meningkatkan mutu bibit tanaman merbau digunakan
untuk memperoleh teknologi produksi bibit merbau yang efisien dan mampu
menghasilkan bibit bermutu baik.
Penelitian ini merupakan suatu seri penelitian, terdiri atas sub-penelitian
berjudul (1) Biologi dan perkecambahan biji merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O.
Kuntze]; (2) Inisiasi stek mikro pucuk merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]
secara in vitro pada berbagai komposisi media kultur; (3) Karakterisasi morfologi
ektomikoriza pada merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]; (4) Pembiakan
fungi ektomikoriza Scleroderma sp. secara in vitro; (5) Spesifisitas merbau [Intsia
bijuga (Colebr.) O. Kuntze] sebagai inang fungi ektomikoriza; (6) Keberhasilan
stek merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] menggunakan auksin (IBA/NAA)
dan inokulum fungi ektomikoriza; (7) Pengaruh inokulasi fungi ektomikoriza
Scleroderma sp. terhadap keberhasilan penyapihan stek merbau [Intsia bijuga
(Colebr.) O. Kuntze].
Telaah keragaman biji merbau asal lima lokasi tempat tumbuh
memperlihatkan terdapat keragaman bentuk morfologi maupun ukuran biji
merbau. Keragaman ukuran merbau berdasarkan bobot biji berkisar dari 1,18 –
4,33 g. Studi histologi struktur biji merbau memperlihatkan lapisan kutikula,
makroskleroid dan osteoskleroid biji merbau setebal ±170 μm, bertindak sebagai

penghalang bagi terjadinya imbibisi benih. Evaluasi metode pematahan dormansi
benih merbau dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap berfaktor.
Faktor pertama berupa perlakuan awal, yaitu: (1) pelukaan benih dilanjutkan
dengan perendaman dalam larutan sodium hipoklorit 0.525% selama 15 menit dan
air panas (80oC) hingga dingin selama 24 menit; (2) pembakaran benih
dilanjutkan perendaman dalam larutan sodium hipoklorit 0.525% dan air panas
(80oC) hingga dingin selama 24 jam; dan (3) perendaman benih dalam larutan
sodiumhipoklorit 5,25% selama 30 menit dilanjutkan dengan perendaman dengan
air panas (80oC) hingga dingin selama 24 jam. Faktor kedua adalah ukuran biji
berdasarkan bobot, yaitu benih besar (3,45 g). Hasil evaluasi memperlihatkan bahwa perlakuan pelukaan
terhadap biji merbau merupakan metode skarifikasi terbaik dengan daya
kecambah biji merbau yaitu sebesar 78,67%, waktu rata-rata berkecambah 11,78
hari dan sebanyak 3,28 kecambah per hari dihasilkan. Perlakuan awal pelukaan
memberikan persentase biji terimbibisi 100% pada semua kategori bobot biji.
Bobot biji berpengaruh nyata terhadap keseragaman dan keragaan tinggi
kecambah yang dihasilkan. Perkecambahan biji merbau di atas kertas saring basah

dalam petridish memperlihatkan biji merbau dengan perlakuan pelukaan
berkecambah dalam 8 hari setelah penyemaian. Daun pertama kecambah merbau
muncul dari dalam kotiledon terjadi pada hari ke 16.

Perbanyakan merbau melalui stek mikro pucuk merbau secara in vitro
dilakukan dengan mengeksplorasi media MS yang dimodifikasi susunan garam
anorganiknya dan media WPM yang dimodifikasi komposisi vitaminnya
mengikuti komposisi pada media MS. Eksplorasi juga mengikutsertakan
penggunaan sitokinin BAP, auksin NAA dan IBA, adenin sulfat, casein hidrolisat,
vitamin C dan arang aktif. Dalam penelitian ini berhasil diperoleh inisiasi tunas
dari stek mikro merbau hingga 42,9%. Kendala dalam inisiasi dan pertumbuhan
tunas merbau berhubungan dengan defoliasi dini pucuk dan daun, berhentinya
pertumbuhan tunas dan rendahnya frekuensi regenerasi tunas.
Ektomikoriza pada merbau dipelajari melalui eksplorasi lapangan, dan
melalui penanaman cabutan alam dari lapangan dengan menggunakan media
tanah yang diambil dari bawah tegakan merbau dengan tujuan untuk mendapatkan
akar bermikoriza dan sporokarp (baiting method). Badan buah maupun
ektomikoriza yang diperoleh dari kedua metode tersebut didiskripsi karakter
morfologi maupun morfotipenya, sedangkan karakter mikroskopis ditelaah secara
histologi. Dari kegiatan ini ditemukan satu jenis fungi ektomikoriza yaitu
Scleroderma sp. yang bersimbiosis dengan anakan merbau,. Fungi ektomikoriza
ini dapat diisolasi dan dibiakkan dalam media kultur Modified Melin-Norkrans
(MMN) agar padat dan semi cair. Dengan pertumbuhan 2,52 ± 1,10 cm /2 bulan
pada media MMN padat dan 0,41 ± 0,14 cm/2 bulan pada media MMN semi cair.

Merbau sebagai inang fungi ektomikoriza diuji spesifisitasnya dengan
menginokulasikan fungi ektomikoriza asal anakan merbau yaitu Scleroderma sp.,
dan asal tegakan lain yaitu Scleroderma sinnamariense, Scleroderma columnare,
Scleroderma dictyosporum dan Pisolithus sp. Inokulum diberikan dalam dua
macam bentuk yaitu bentuk agregat miselium dan suspensi spora. Dari pengujian
ini diperoleh hasil bahwa seluruh tanaman yang terinfeksi memiliki ciri morfotipe
ektomikoriza sama dengan ciri yang ditampakkan oleh asosiasi Scleroderma sp.
dengan merbau, sebaliknya empat fungi ektomikoriza asal tegakan lain tidak dapat
membentuk ektomikoriza dengan merbau.
Fungi ektomikoriza Scleroderma sp. berperan penting dalam meningkatkan
keragaan tanaman sapih asal biji. Total berat biomassa kering tanaman
bermikorisa menunjukkan 78% lebih tinggi daripada tanaman tidak bermikoriza.
Anakan merbau lebih efektif diinokulasi dengan inokulum spora, dengan
perbedaan persen akar terinfeksi mencapai 67% dibandingkan dengan inokulum
agregat miselia.
Penggunakan auksin IBA/NAA maupun pemberian inokulum fungi
ektomikoriza Scleroderma sp.dalam bentuk agregat miselia maupun suspensi
spora ditujukan untuk meningkatkan keberhasilan stek. Perlakuan IBA/NAA 2000
ppm/1000 ppm memberikan hasil terbaik dengan persen stek berakar (76,4%) dan
persen stek berakar dan bertunas (43,1%). Peran mikoriza untuk meningkatkan

pengakaran stek belum tampak. Stek berakar yang terkolonisasi Scleroderma sp.
berjumlah 0,01-0,02%.
Kehadiran fungi ektomikoriza Scleroderma sp sangat berperan dalam
meningkatkan keragaaan anakan merbau. Tinggi anakan sapih bermikoriza dapat

meningkat hampir dua kali lipat (138%). Sebaliknya tanaman non-mikoriza
cenderung mudah mengalami defoliasi dini yang mendorong peningkatan
percabangan. Penggunaan inokulum spora pada anakan sapih memperoleh persen
infeksi dan kolonisasi lebih baik 5,92% dan 11,37% daripada inokulum miselium.
Kata kunci: Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze], Regenerasi, Stek,
Perkecambahan, Ektomikoriza, Scleroderma

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

PERAN MIKORIZA DALAM REGENERASI POHON
MERBAU [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]
ASAL PAPUA

JULIUS DWI NUGROHO

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

1. Ujian Tertutup Tanggal 03 Mei 2010

Penguji Luar Komisi Pembimbing:
a. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.
Guru Besar pada Departemen Managemen Hutan, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor
b. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, M.S.
Staf Pengajar pada Departemen Silvikultur Tropika, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

2. Ujian Terbuka Tanggal 08 Juni 2010
Penguji Luar Komisi Pembimbing:
a. Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA
Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Kementerian Kehutanan
Republik Indonesia.
b. Dr. Ir. Arum Sekar Wulandar, M.S.
Staf Pengajar pada Departemen Silvikultur Tropika, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Judul Disertasi
Nama
NIM


: Peran Mikoriza pada Regenerasi Pohon Merbau
[Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] Asal Papua
: Julius Dwi Nugroho
: E061040051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.
Anggota

Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, M.S.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 08 Juni 2010

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas
terselesaikannya disertasi ini. Penulisan disertasi merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.
Disertasi berjudul ”Peran Mikoriza dalam Regenerasi Pohon Merbau [Intsia
bijuga (Colebr.) O. Kuntze] Asal Papua” merupakan suatu seri penelitian yang
terdiri atas survei lapangan maupun percobaan di rumah kaca dan laboratorium.
Keseluruhan seri penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan cara regenerasi
merbau dengan menyertakan pemanfaatan mikoriza untuk memperoleh bibit
merbau yang bermutu baik. Bab 5 dan 6 dari disertasi ini telah dipublikasikan
dalam Hayati Journal of Biosciences Vol. 17, No.2, June 2010, dengan judul
“Morphological Characteristics of Ectomycorrhizas on Merbau [Intsia bijuga

(Colebr.) Kuntze]”
Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas dari bantuan segala pihak. Pada
kesempatan

ini

penulis

menyampaikan

penghargaan

dan

mengucapkan

terimakasih kepada: Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc., Prof. Dr. Endang
Suhendang, M.S. dan Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc., selaku komisi pembimbing,
yang telah mencurahkan waktu dan perhatian dalam proses penelitian hingga
penyelesaian disertasi penulis. Demikian pula kepada Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R,
M.S., Prof. Dr. Cecep Kusmana, M.S., Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA. dan Dr. Arum
Sekar Wulandari, M.S., selaku penguji dalam ujian prelim, penguji luar komisi
dalam ujian tertutup dan ujian terbuka, penulis sampaikan terima kasih atas
kesediaan dan saran-saran penyempurnaan isi desertasi.
Kepada Dr. Supriyantono (Departemen Silvikultur IPB), Ibu Endang
(Laboratorium SEM LIPI Cibinong), Prof. Dr. Ir. Mien A. Rifai dan Dr. Kartini
Kramadibrata (LIPI), Dr. Ir. Made Hesti Lestari Tata, M.S. (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam), Pak Yadi (Laboratorium Silvikultur
SEAMEO-BIOTROP) yang telah banyak memberikan masukan maupun
membantu dalam analisis laboratorium, penulis menyampaikan banyak terima
kasih.

Penyelesaian disertasi ini tidak terlepas pula dari dukungan Kementerian
Pendidikan Nasional RI melalui Dirjen Pendidikan Tinggi melalui bantuan
Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS), DP3M Dikti atas Beasiswa Unggulan
(P3SWOT) 2007 dan Hibah Doktor 2009. Untuk itu, penulis menyampaikan
terimakasih.
Kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Pimpinan Program Pascasarjana
IPB, Rektor Universitas Negeri Papua dan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas
Negeri Papua, penulis ucapkan terimakasih atas kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti program pendidikan S3 di Program Pascasarjana IPB. Ucapan
terimakasih penulis sampaikan pula kepada Kepala Bagian Laboratorium
Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Silvikultur SEAMEOBIOTROP, dan Laboratorium Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas
Negeri Papua atas ijin dan bantuannya dalam penggunaan fasilitas laboratorium
selama penulis melakukan penelitian.
Demikian pula penulis sampaikan terimakasih kepada Bu Melya dan
keluarga, Pak Abi, Pak Iskandar, Ibu Widi, Teh Nur, Mbak Faiq, Bu Diana, Bi
Itah, Pak Atang, Pak Santa, rekan-rekan SPs IPB. dan seluruh rekan mahasiswa
asal Papua atas bantuan, dorongan semangat dan kebersamaan selama ini.
Secara khusus, penulis sampaikan terima kasih kepada orang tua, mertua
dan keluarga besar penulis atas dukungan dan doanya. Demikian pula kepada istri,
Elda Irma Jeanne Joice Kawulur, dan ananda, Ignacio Simeon Nugroho tercinta
atas segala pengorbanan, kasih sayang dan doa yang tak henti.
Akhirnya, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
silvikultur merbau di tanah air dan khususnya bagi pembangunan kehutanan di
Papua.
Bogor, Juni 2010
Julius Dwi Nugroho

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo tanggal 8 Juli 1960 sebagai anak kedua dari
tujuh bersaudara, dari ayah Simeon Soepratiknjo (Alm) dan ibu Erlina
Soelihingsih. Penulis menikah dengan Elda Irma Jeanne Joice Kawulur dan
dianugerahi seorang anak, Ignacio Simeon Nugroho.
Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah
Menengah Atas diselesaikan di Jayapura. Pada tahun 1979 penulis melanjutkan
pendidikan di Universitas Cenderawasih Fakultas Pertanian Peternakan dan
Kehutanan di Manokwari. Penulis memperoleh gelar sarjana kehutanan pada
tahun 1986. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai pengajar di Fakultas
Pertanian Peternakan dan Kehutanan, Universitas Cenderawasih di Manokwari,
yang kemudian berubah nama menjadi Universitas Negeri Papua pada tahun 2000.
Sejak tahun tersebut hingga sekarang penulis aktif sebagai pengajar di Fakultas
Kehutanan Universitas Negeri Papua.
Pada tahun 1990 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan
program Magister pada Department of Silviculture and Forest Influences di
University of the Philippines di Lös Banös, Filipina dan gelar Magister diperoleh
pada tahun 1994. Selanjutnya, pada tahun 2004 penulis mendapatkan Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana (BPPS) untuk melanjutkan pendidikan Doktor di Institut
Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

......................................................................................

DAFTAR GAMBAR

................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
PENDAHULUAN

xxiii
xv
xxxi

...............................................................................

1

Latar Belakang .....................................................................................
Rumusan Masalah ..............................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................

1
3
6

TINJAUAN PUSTAKA

..................................................................

9

Merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kun ……………………………
Nama Botanis dan Vernakular ..................................................
Penyebaran Geografi dan Ekologi................................................
Ciri Botanis ...............................................................................
Penggunaan ...............................................................................
Status Konservasi .....................................................................
Ektomikoriza ....................................................................................
Ciri Umum Ektomikor............................................................ .....
Fungi Ektomikoriza......................................................................
Manfaat Mikoriza ........................................................................
Karakterisasi dan Identifikasi Fungi Ektomikoriza .....................
Isolasi Fungi Ektomikoriza ……….............................................
Asosiasi dan Spesifisitas Ektomikoriza ..................................... .
Regenerasi Tanaman Berkayu …………………………......................
Perbanyakan Tanaman Melalui Biji .......................................
Perbanyakan Tanaman Melalui Stek (Cuttings) ..........................
Perbanyakan Tanaman Secara In Vitro .......................................
Pemanfaatan Ektomikoriza Dalam Perbanyakan Tanaman..... .............
Perkembangan Penelitian Jenis Merbau ...............................................
Kerangka Pemecahan Masalah .............................................................
Hipotesis ...............................................................................................
Daftar Pustaka ………………………………………………………
BIOLOGI DAN PERKECAMBAHAN BIJI MERBAU
[Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] ………………………......
…..
Abstrak ………………………………………………………………..
Abstract ……….………………………………………………………
Pendahuluan …………………………………………………………..
Latar Belakang …………………………………………………
Tujuan …………………………………………………….........

9
9
9
10
11
11
12
13
14
15
16
18
20
21
21
25
26
33
37
40
43
44
51
51
51
52
52
53

Halaman
Bahan dan Metode ………………………………………………….
Bahan Percobaan ……………………………………………...
Biologi Benih dan Perkecambahan …………………………...
Pengaruh ukuran biji dan Perlakuan awal terhadap ....................
Analisis Data ……………………………………………………
Hasil dan Pembahasan ………………………………………………..
Hasil Penelitian …………………………………………………
Pembahasan …………………………………………………….
Simpulan ………………………………………………………………
Daftar Pustaka …………………………………………………………

53
53
54
54
56
57
57
63
67
69

INISIASI STEK MIKRO PUCUK MERBAU [Intsia bijuga (Colebr.)
O.Kuntze] SECARA IN VITRO PADA BERBAGAI KOMPOSISI
MEDIA KULTUR …………………………………………......................…

71

Abstrak ………………………………………………………………..
Abstract ……….……………………………………………………….
Pendahuluan …………………………………………………………..
Latar Belakang .………………………………………………..
Tujuan Penelitian ……………………………………………….
Bahan dan Metode ………….………………………………………..
Bahan Penelitian ………………………………………………..
Rancangan Penelitian …………………………………………..
Prosedur Penelitian ……………………………………………..
Pengamatan dan Analisis Data …………………………………
Hasil dan Pembahasan…………………………………………………
Hasil Penelitian …………………………………………………
Pembahasan …..…………………………………………………
Simpulan ………………………………………………………………
Daftar Pustaka …………………………………………………………

71
71
72
72
73
73
73
73
74
74
74
74
77
81
82

KARAKTERISASI MORFOLOGI EKTOMIKORIZA PADA MERBAU
[Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] …………...………………………………
Abstrak ………………………………………………………………..
Abstract ……………………………………………………………….
Pendahuluan …………………………………………………………..
Latar Belakang ……………………………………………........
Tujuan Penelitian ……………………………………………….
Bahan dan Metode ................................................................................
Lokasi Penelitian ……………………………………………….
Survei Lapangan dan Baiting Method …………………………..
Karakterisasi Morfologi dan Anatomi Mikoriza...........................
Hasil dan Pembahasan ..........................................................................
Hasil Penelitian …………………………………………………
Pembahasan …..…………………………………………….......
xx

85
85
85
86
86
86
87
87
87
88
88
88
89

Halaman
Simpulan ……………………………………………………………...
Daftar Pustaka ………………………………………………………...

93
93

PEMBIAKAN FUNGI EKTOMIKORIZA Scleroderma sp.
SECARA IN VITRO .......................................................................................

95

Abstrak ………………………………………………………………..
Abstract ……………………………………………………………….
Pendahuluan ………………………………………………………..
Latar Belakang …………………………………………………
Tujuan Penelitian …………………….…………………………
Bahan dan Metode ............................................................................…
Hasil dan Pembahasan ..........................................................................
Hasil Penelitian …………………………………………………
Pembahasan ……………………………………………………
Simpulan ………………………………………………………………
Daftar Pustaka …………………………………………………………

95
95
95
95
96
96
98
98
100
101
102

SPESIFISITAS MERBAU [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]
SEBAGAI INANG FUNGI EKTOMIKORIZA ……………………………
Abstrak ………………………………………………………………..
Abstract ……….………………………………………………………
Pendahuluan …………………………………………………………..
Latar Belakang …………………………………………………
Tujuan Penelitian ……………………………………………….
Bahan dan Metode ….……….……………………………….……….
Rancangan Penelitian……………………………………………
Prosedur Penelitian……………………………………………...
Pengamatan dan Analisis Data………………………………….
Hasil dan Pembahasan……………………………………………..….
Hasil Penelitian ……………………………………………. …..
Pembahasan …..…………………………………………….......
Simpulan ………………………………………………………..……..
Daftar Pustaka …………………………………………………………

105
105
105
106
106
107
107
107
108
110
111
111
115
121
122

KEBERHASILAN STEK MERBAU [Intsia bijuga (Colebr.)
O. Kuntze] MENGGUNAKAN AUKSIN (IBA/NAA) DAN
INOKULUM FUNGI EKTOMIKORIZA …………………………………

125

Abstrak …………………………………………………………….….
Abstract ……….…………………………………………………..…..
Pendahuluan …………………………………………………………..
Latar Belakang …………………………………………………
Tujuan Penelitian ……………………………………………….
Bahan dan Metode ………….………………………………………..

125
125
126
126
127
127
xxi

Halaman
Rancangan Penelitian …………………………………………..
Prosedur Penelitian ……………………………………………..
Pengamatan dan Analisis Data …………………………………
Hasil dan Pembahasan…………………………………………………
Hasil Penelitian ………………………………………….…. ….
Pembahasan …..….……………………………………………..
Simpulan ……..…..………………………………………..………….
Daftar Pustaka …………………………………………………………

127
127
129
130
130
134
136
137

PENGARUH INOKULASI FUNGI EKTOMIKORIZA Scleroderma
sp TERHADAP KEBERHASILAN PENYAPIHAN STEK MERBAU
[Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] …………………………………………

139

Abstrak …………………………………………………………….….
Abstract ……….…………………………………………………..…..
Pendahuluan …………………………………………………………..
Latar Belakang …………………………………………………
Tujuan Penelitian ……………………………………………….
Bahan dan Metode ………….………………………………………..
Bahan Penelitian ………………………………………………..
Rancangan Penelitian …………………………………………..
Prosedur Penelitian ……………………………………………..
Pengamatan dan Analisis Data …………………………………
Hasil dan Pembahasan…………………………………………………
Hasil Penelitian …………………………………………………
Pembahasan …..….……………………………………………..
Simpulan …………………………………………………..………….
Daftar Pustaka …………………………………………………………

139
139
140
140
140
140
140
141
141
142
142
142
146
148
149

PEMBAHASAN UMUM …………………………………………………..

151

SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………...

157

Simpulan ……………………………………………………………..
Saran ………………………………………………………………….

157
157

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….

159

LAMPIRAN …………………………………………………………………

169

xxii

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Fungi basidiomycetes pembentuk ektomikoriza dan tipe hormon
tumbuh yang dihasilkan .............................................................
2 Rangkuman Hasil-hasil Penelitian Jenis Merbau [Intsia bijuga
(Colebr.) O. Kuntze] yang mendukung dalam pengembangan
penelitian di bidang silvikultur ....................................................

36

38

3 Rata-rata benih merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]
berimbibisi (%) setelah perlakuan awal pelukaan, perendaman
dalam larutan sodium hipoklorit NaOCl 5,25% dan pembakaran
pada benih dengan ukuran benih yang berbeda ……………

61

4 Modifikasi media Woody Plant Media (WPM), Murashige dan
Skoog (MS) untuk media inisiasi tunas stek mikro merbau
[Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] secara in vitro …………….

75

5 Persentase eksplan bertunas (ET), eksplan berkalus (EK) dan
eksplan berakar (EA) stek mikro merbau [Intsia bijuga (Colebr.)
O. Kuntze] pada beberapa media modifikasi WPM dan MS ......

78

6 Deskripsi karakter biakan Scleroderma sp yang ditumbuhkan
pada media Modified Melin-Norkrans (MMN) padat dan semicair ...............................................................................................

99

7 Sifat kimia media tanam ...............................................................

109

8 Kemampuan fungi ektomikoriza uji dalam menginfeksi dan
mengkolonisasi, dan penampilan keragaan anakan merbau
[Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] akibat keberadaan fungi
ektomikoriza .................................................................................

112

9 Korelasi persentase kolonisasi (K) dengan berat kering akar
(BKA), berat kering pucuk (BKP), serapan N dan serapan P .......

115

10 Rata-rata persentase stek hidup (SH), persentase stek bertunas
(ST), persentase stek berakar (SA), persentase stek bertunas dan
berakar (STA), jumlah rata-rata akar primer (JA), rata-rata
panjang akar primer (PA), jumlah daun (JD) dan persentase stek
terinfeksi (I) dipengaruhi oleh pemberian auksin dan inokulasi
fungi ektomikoriza Scleroderma sp. pada 4 minggu setelah
tanam ...........................................................................................

131

Halaman
11 Rata-rata penampilan keragaan, persentase tanaman terinfeksi
dan persentase kolonisasi pada tanaman sapihan stek merbau
[Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze] umur 4 bulan sebagai akibat
pengaruh inokulasi fungi ektomikoriza Scleroderma sp. ............

143

12 Korelasi antara tingkat kolonisasi fungi EcM dengan berat
kering akar (BKA), berat kering pucuk (BKP), serapan N dan
serapan P. .....................................................................................

146

xxiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ciri morfologi merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze]. (a)
Daun majemuk merbau; (b) bunga biseksual merbau, (c) buah
polong merbau dengan (d) biji yang berkulit keras .......................

11

2 Ciri anatomi ektomikoriza. M = mantel (sheath), HN=Hartig net
dan C=sel kortek (Brundrett et al. 1994) .......................................

13

3 Beberapa jenis fungi ektomikoriza yang mudah dijumpai pada
beberapa tanaman di Indonesia. Scleroderma columnare (A), S.
sinamariensis (B), Scleroderma dictyosporum (C) dan Pisolithus
sp. (D) ………………………………………………………..…...

15

4 Struktur morfologi fungi Basidiomycetes. 1-3 Epigeous
fungi, A= cap (pileus), B=hymenium/gill/lammeliae, C=stipe/
stalk/stem, D=partial veil/annulus/cortina, E=base, F=universal
veil remains, G=fleshl. 4. hypogeous fungi, H=peridium, I=gleba
(internal fertile tissue), J=locules, K=columella (steril tissue);
dan pada semua tipe fungi, L=attached hyphae, M=bruising
exudates (Brundrett et al. 1994) .....................................................

17

5 Perbedaan antara zygotic embryogenesis dan somatic
embriogenesis (Gray 2005) ………………………………...…….

28

6 Sumber sel embriogenik, tipe embriogenesis dan perkembangan
embrio menjadi tanaman (Gray 2005) ……………………...……

29

7 Kerangka Pemecahan Masalah Penelitian. Garis terputus adalah
kondisi saat ini, garis tak terputus adalah cara pemecahan
masalah dan angka 1-7 adalah topik penelitian. ............................

42

8 (a) Bentuk morfologi biji merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O.
Kuntze] bervariasi. Mulai dari gambar atas kanan ke kiri, biji
berbentuk pipih seperti spatula, bulat (globose) hingga oval
(eliptikal), mendekati bentuk hati (kordata) hingga mendekati
bentuk persegi empat (oblong). (b-c) bentuk dan ukuran biji
tergantung letaknya saat terbentuk dalam polong buah
merbau ............................................................................................

58

9 Variasi bobot biji merbau [Intsia bijuga (Colebr.) O. Kuntze].
A-E = lokasi pengambilan biji, dan F merupakan variasi
gabungan bobot biji dari seluruh lokasi pengambilan biji. Bar
dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji-t (p