Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

124

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pelabuhan Air Bangis pada awalnya hanyalah pelabuhan sederhana untuk bertambatnya kapal-kapal atau sampan penduduk yang ingin berlayar ke daerah hinterland melalui Sungai Air Bangis dan Sungai Sikabau. Pelabuhan Air Bangis dalam periode abad XVII hingga abad XIX berada dalam beberapa kekuasaan asing. Aceh merupakan penguasa pertama yang menerapkan sistem monopoli dagang di wilayah ini yang dijalankan oleh seorang wakil raja Aceh atau syahbandar. Untuk mengikat wilayah vasalnya ini, Aceh melakukan kerjasama dengan penghulu- penghulu kampung yang biasanya diikat dengan perkawinan politik. Sistem monopoli yang diberlakukan Aceh di Pelabuhan Air Bangis yaitu dengan mengendalikan seluruh perdagangan lada dan emas wilayah ini dan menjualnya ke pasar-pasar Aceh. Selain Aceh, wilayah Air Bangis juga dipengaruhi bangsa Eropa yang mulai berlayar di wilayah ini. Armada dagang Eropa pertama yang melakukan kontak dagang dengan penduduk Air Bangis adalah VOC. Pertengahan abad XVII, VOC melakukan propaganda di pelabuhan dan mengusir orang Aceh dari wilayah ini. Kehadiran VOC di Pelabuhan Air Bangis tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan Aceh pada wilayah ini, yakni mengincar lada dan emas dari daerah hinterland kawasan tersebut, dan VOC juga menerapkan sistem perdagangan yang sifatnya monopolistis. Namun kekuasaan VOC juga tidak bertahan lama di wilayah 125 ini seiring pergolakan politik yang terjadi Eropa. Wilayah dagang VOC akhirnya diambil alih oleh Inggris, termasuk Pelabuhan Air Bangis. Sistem perdagangan yang diterapkan Inggris berbeda dengan penguasa sebelumnya, yaitu Inggris menjadikan wilayah yang baru dikuasainya sebagai tempat pemasaran produk-produk industrinya. Memasuki abad XIX, pergolakan politik di Eropa mulai membaik, Inggris pun pada akhirnya mengembalikan wilayah-wilayah yang dahulu milik VOC kepada Pemerintah Belanda dengan beberapa perjanjian. Berkuasanya kembali Pemerintah Belanda tentulah membawa berbagai dampak baru bagi negeri ini, karena kebijakan-kebijakan yang diberlakukan Pemerintah Belanda masih bersifat monopolistis. Seperti kekuasaan Belanda di Pelabuhan Air Bangis, sistem monopoli perdagangan yang diberlakukan di wilayah ini memicu konflik dengan gerakan Paderi. Namun pada pertengahan awal abad XIX, Pemerintah Belanda mulai memberlakukan sistem perdagangan bebas, dan Pelabuhan Air Bangis merupakan salah satu pelabuhan yang dibuka untuk perdagangan skala besar. Kebijakan ini tentu memberi angin segar bagi perkembangan pelabuhan. Pemerintah Belanda akhirnya melengkapi sarana dan prasarana pelabuhan untuk menampung aktivitas perdagangan dan pelayaran. Pelabuhan ini kemudian difungsikan sebagai pelabuhan untuk ekspor-impor dari dan ke berbagai negeri tujuan di dunia. Hasil ekspor utama dari Pelabuhan Air Bangis adalah hasil bumi dan pertanian. Sebelum abad XIX komoditas ekspor utama berupa emas, hasil hutan diantaranya rotan, kapur barus, kemenyan, damar dan hasil pertanian seperti lada. 126 Setelah perkembangan pelabuhan di abad XIX terjadi perubahan beberapa komoditas ekspor utama wilayah ini seperti kopi, baik itu kopi perkebunan pemerintah maupun kopi rakyat dan kopra. Pelabuhan Air Bangis sebagai pelabuhan yang dibuka untuk arus perdagangan skala besar tentu saja memiliki peran bagi wilayah-wilayah di sekitarnya. Peran ini bisa terlihat dalam aktivitas ekspor-impor di pelabuhan, seperti tempat pengumpulan komoditi-komoditi dari sekitar wilayah pelabuhan sebelum dilakukan pengiriman. Selain itu wilayah ini juga pernah berperan sebagai pusat ekonomi dan politik Belanda untuk kawasan utara Pantai Barat Sumatera dengan menjadikan wilayah ini sebagai ibu kota Keresidenan Air Bangis. Memasuki akhir abad XIX peranan Pelabuhan Air Bangis dalam kegiatan ekspor-impor mulai menurun. Banyak hal yang menjadi dasar kemunduran Pelabuhan Air Bangis ini diantaranya, keberhasilan perluasan wilayah ke utara Tapanuli telah menjadikan Pelabuhan Sibolga sebagai pusat ekonomi dan politik yang baru di kawasan utara Pantai Barat Sumatera, berjangkitnya penyakit Malaria membuat para pedagang meninggalkan wilayah ini, penerapan pajak yang terus meningkat membuat pedagang asing enggan berlayar di kawasan Pantai Barat Sumatera, termasuk di wilayah Air Bangis, saling terhubungnya akses jalan di daerah hinterland membuat Belanda sibuk dengan wilayah baru ini, dan berkembangnya kawasan Pantai Timur Sumatera sebagai pusat ekonomi dan politik baru bagi Pemerintah Hindia Belanda telah mematikan banyak pelabuhan kecil di kawasan Pantai Barat Sumatera termasuk Pelabuhan Air Bangis. 127

6.2 Saran