Reisolasi Gubal Gaharu Induksi Pembentukan Gubal Gaharu dengan Perlakuan Frekuensi Injeksi Inokulum pada Tiga Bagian Batang

e. Reisolasi Gubal Gaharu

Reisolasi merupakan kegiatan mengisolasi ulang gaharu yang telah dihasilkan. Isolasinya mengunakan tekhik postulat Koch. a Gambar 7. Hifa Fusarium sp. a sebelum injeksi b sesudah injeksi Hasil reisolasi pada gambar 7 menunjukkan kesamaan antara hifa awal dan akhir penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa yang menginfeksi batang pohon A. malaccensis Lamk. adalah Fusarium sp yang telah diinjeksikan. Fusarium yang diinjeksikan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup, berkembang biak bahkan menginfeksi batang pohon yang diinjeksi tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Budi dkk 2010 yang menyatakan cendawan yang secara umum telah diketahui dapat menginduksi pembentukan gubal gaharu adalah dari genus Fusarium. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan inokulasi cukup tinggi, yaitu berkisar 76-100. 2. Waktu munculnya gejala sudah mulai terjadi pada minggu ke tiga pengamatan. 3. Tidak terdapat interaksi antara bgian batang dengan frekuensi injeksi terhadap perkembangan gubal panjang dan lebar infeksi 4. Fusarium sp lebih banyak menyerang bagian batang tengah, hal ini di tunjukkan dengan besar infeksi pada bagian tengah adalah yang paling besar. 5. Kualitas aroma dan perubahan warna yang di dapat masih di bawah kualitas gaharu kemedangan yang di gunakan sebagai standard uji. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memperbaiki hasil penelitian. Karena waktu 15 minggu masih kurang untuk memperoleh data yang baik. Hal ini ditunjukkan dari data panjang dan lebar infeksi serta perubahan warna yang masih bertambah seiring jalannya waktu. 34 Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gaharu Gaharu merupakan hasil dari pohon atau kayu tertentu di hutan. Gaharu adalah sejenis resin tapi bukan resin yang dihasilkan oleh pohon gaharu, melainkan karena adanya infeksi pada pohon tersebut. Infeksi ini mengakibatkan sumbatan pada pengaturan makanan, sehingga menghasilkan suatu zat phytalyosin sebagai reaksi dari infeksi tersebut. Infeksi didapat dari hasil perlukaan yang disebabkan oleh alam serangan hama dan penyakit seperti serangga, jamur, bakteri atau karena sengaja dilukai oleh manusia. Zat phytalyosin inilah yang merupakan resin gubal gaharu di dalam pohon keras dari jenis Aquilaria spp. Zat yang berbau wangi jika dibakar tidak keluar dari batang gubalnya, tetapi mengendap menjadi satu dalam batang. Hal ini terjadi pada tanaman yang sakit dan tidak pada pohon yang sehat. Proses inilah yang menyebabkan terbentuknya gaharu dalam batang. Gubal gaharu adalah bagian gubal gaharu yang mengandung damar wangi dengan konsentrasi yang lebih rendah Wulandari, 2000. Gaharu terbentuk melalui proses infeksi penyakit yang spesifik yang dikenal dengan “patogenesis”. Patogenesis tumbuhan adalah pertarungan antara inang pohon gaharu dengan patogen yang compatible dimana hasilnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta konstitusi genetik pohon Agrios, 1996. Dari segi morfologi daun, bunga dan buah, tanaman gaharu mempunyai ciri yaitu; daun lonjong memanjang dengan panjang 5–8 cm, lebar 3–4 cm, berujung runcing, dan berwarna hijau mengkilat. Bunga berada di ujung ranting atau ketiak atas dan bawah daun. Buah berada dalam polong berbentuk Universitas Sumatera Utara bulat telur atau lonjong, berukuran panjang sekitar 5 cm dan lebar 3 cm. Biji bulat telur yang ditutupi bulu – bulu halus berwarna kemerahan Sumarna, 2007. Simorangkir dan Dwisusanto 2000 menyatakan bahwa gaharu merupakan kayu resin atau damar yang dihasilkan oleh pohon gaharu yang terinfeksi oleh jamur, kejadian tersebut telah diketahui beribu-ribu tahun yang lalu. Gaharu dapat dinilai dari aromanya yang dapat digunakan untuk bahan campur obat-obatan. Gaharu yang paling berharga adalah yang diekstraksi dari genus Aquilaria termasuk ke dalam famili Thymeleaceae. Botani Tanaman Gaharu Taksonomi tanaman gaharu A. malaccensis Lamk. adalah : Kingdom : Plantae tumbuhan Divisi : Spermatophyta tumbuhan biji Sub Divisi : Angiospermae tumbuhan biji tertutup Kelas : Dikotil berbiji belah dua Sub Kelas : Dialypetale bebas daun bermahkota Ordo : Myrtales daun tunggal duduknya bersilang Famili : Thymeleaceae akar berserabut jala Genus : Aquilaria Species : A. malaccensis Lamk. Tarigan, 2004. Penyebaran Tanaman Penghasil Gaharu A. malaccensis Lamk Gaharu berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu “aguru” yang berarti kayu berat tenggelam sebagai produk damar atau resin dengan aroma keharuman yang khas. Gaharu sering digunakan untuk mengharumkan tubuh dengan cara fumigasi Universitas Sumatera Utara dan pada upacara ritual keagamaan. Di Indonesia, gaharu dikenal masyarakat sejak tahun 1200-an. Sebagian besar produksi masih merupakan produksi hutan secara alami. Perkembangan awal perdagangan gaharu di Indonesia ditunjukkan oleh adanya perdagangan dari Palembang dan Kalimantan ke Kwang Tung-China. Puncak perdagangan ekspor gaharu berlangsung antara 1918–1925 dan pada masa penjajahan Belanda dengan volume sekitar 11 tontahun. Setelah kemerdekaan, ekspor gaharu terus meningkat ke beberapa negara industri yang berkembang, dan tercatat ekspor gaharu pada tahun 2000, volume ekspor gaharu mencapai 446 tontahun dengan nilai US 2,2 Juta Sumarna, 2007. Gaharu adalah salah satu komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK yang bernilai sangat tinggi digunakan sebagai bahan parfum, obat-obatan dan bahan kemenyan. Harganya persatuan berat adalah sangat tinggi dan bervariasi tergantung dari kadar resin dan aroma yang dikeluarkan. Sedangkan mutu terendah kemedangan berharga kurang dari 100 ribu rupiah. Akibat tingginya harga gaharu dan belum tersedianya petunjuk objek yang mampu mengidentifikasi adanya gaharu di dalam satu pohon maka sampai sekarang banyak ditebang pohon yang tidak berisi gaharu, sehingga pohon gaharu menjadi jenis tanaman langka dan dimasukkan ke dalam CITTES APPENDIX I Sumadiwangsa dan Zulnely, 1999. Kayu gaharu juga berfungsi sebagai bahan baku dupa makmul dan hio dan bisa dijadikan sebagai bahan untuk aroma terapi. Selain itu kayu gaharu juga dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan dan minyak wangiparfum, bahan baku pembuatan minyak gaharu, Sabun, Shampo yang harum semerbak dan berbagai produk kecantikan, bahan baku kerajinan dan ukiran. Universitas Sumatera Utara Syarat Tumbuh dan Penyebaran Gaharu di Indonesia Syarat untuk tumbuh dengan baik, gaharu tidak memilih lokasi khusus. Umumnya gaharu masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah dengan struktur dan tekstur yang subur, sedang, maupun ekstrem. Gaharu pun dapat dijumpai pada kawasan hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah, ataupun hutan pegunungan dengan tekstur tanah berpasir. Bahkan ditemukan juga jenis gaharu yang tumbuh di celah–celah batuan. Pohon gaharu umumnya dapat ditanam pada lokasi dengan ketinggian 5- 700 mdpl dengan curah hujan 6 bulan dan sepanjang tahun lebih disukai. Tanaman gaharu dapat dipanen setelah berumur 9-10 tahun. Setelah pohon berdiameter 10 cm kira-kira pada umur 5 tahun, Produksi gubal gaharu mulai terbentuk setelah satu bulan penyuntikan dengan tanda-tanda pohon tampak sakit, dedaunan menguning dan rontok, kulit batang rapuh, jaringan kayu berwarna coklat tua dan mengeras, dan jika dibakar akan mengeluarkan aroma khas mirip kemenyan. Gaharu dapat dipanen 3–4 tahun kemudian. Daerah penyebaran gaharu di Indonesia antara lain, kawasan hutan Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dan Jawa. Secara ekologisnya, tanaman gaharu di Indonesia tumbuh pada daerah dengan ketinggian 0–2400 mdpl. Umumnya, gaharu yang berkualitas baik tumbuh pada daerah yang beriklim panas, dengan suhu 28º–34ºC, kelembaban 60–80, dan curah hujan 1000–2000 mmtahun. Dari beberapa hasil uji coba serta informasi dan pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa gaharu tidak memerlukan persyaratan khusus untuk membatasi suatu upaya pengembangannya. Oleh karena itu, secara teknis Universitas Sumatera Utara pengembangan gaharu dapat dilakukan pada berbagai lahan dengan variasi kondisi lingkungan dan iklim. Namun, pertumbuhan optimal akan diperoleh pada kondisi lahan yang struktur tanahnya lempung, dan liat berpasir, serta solum yang dalam Sumarna, 2007. Kelas Produk Gaharu Menurut Tarigan 2004, pengkelasan produk gaharu adalah syarat untuk penentuan kualitas dan harga jual. Kualitas gaharu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: a. Gubal Gubal adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dan aroma yang agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitaman berseling coklat. b. Kemedangan Merupakan kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh warnanya yang putih ke abu-abuan sampai kecoklat-coklatan, berserat kasar dan kayunya yang lunak. c. Abu bubuk Abu merupakan serbuk kayu gaharu yang dihasilkan dari proses penggilingan atau penghancuran kayu gaharu sisa pembersihan atau pengerokan. Sesuai rancangan Standar Nasional Indonesia SNI yang ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional DSN, masing-masing kelompok produk gaharu tersebut dibagi lagi menjadi beberapa kelas seperti pada tabel 1. Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Klasifikasi mutu produk gaharu berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI No Klasifikasi dan kelas mutu Warna Kandungan damar wangi Aroma A A1 A2 A3 Gubal Mutu utama U setara dengan mutu super Mutu pertama I setara dengan mutu AB Mutu kedua II setara dengan Sabah Super SBI Hitam merata Hitam coklat Hitam kecoklatan Tinggi Cukup Sedang Kuat Kuat Agak kuat B B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 Kemedangan Mutu I, setara TG-A Tanggung A Mutu II, setara SBI Mutu II, setara TAB Mutu IV, setara TG-C Tanggung C Mutu V, setara mutu M1 Kemedangan 1 Mutu VI, setara mutu M2 Kemedangan 2 Mutu VII, setara mutu M3 Kemedangan 3 Coklat kehitaman Coklat bergaris hitam Coklat bergaris putih Coklat bergaris putih Kecoklatan bergaris putih lebar Putih keabuan garis hitam tipis Putih keabuan Tinggi Cukup Sedang Sedang Sedang Kurang Kurang Agak kuat Agak kuat Agak kuat Agak kuat Kurang kuat Kurang kuat Kurang kuat C C1 C2 C3 Abu Mutu utama U Mutu pertama I Mutu kedua II Hitam Coklat kehitaman Putih kecoklatan atau kekuningan Tinggi Sedang Kurang Kuat Sedang Kurang kuat Sumber : Badan Standarisasi Nasional Gubal gaharu terakumulasi pada jaringan yang terdapat diantara xylem sekunder dan floem sekunder pada batang. Jaringan pengakumulasi ini telah terbenuk pada tanaman gaharu umur 4 bulan, penemuan ini mendasari inokulasi pada umur muda, walaupun jaringan yang terbentuk masih sangat tipis. Gubal kulit, merupakan bukti bahwa resin gaharu terdeposit pada jaringan floem. Anatomi kulit bagian dalam tersusun dari jaringan floem, yang berfungsi sebagai Universitas Sumatera Utara transport hasil asimilat dari daun ke seluruh bagian tanaman. Jaringan ini merupakan tempat terakumulasinya resin gaharu Rawana, 2009. Inokulasi adalah kontak awal patogen pada suatu tanaman yang mungkin terinfeksi. Inokulum adalah bagian dari patogen yang dapat memulai infeksi. Tidak semua inokulum mampu melakukan infeksi pada tanaman, hanya inokulum patogen berpotensi untuk menginfeksi tumbuhan Agrios, 1996. Inokulan Pembentuk Gaharu Inokulan Pembentuk Gaharu merupakan jamur protista nonfotosintesis yang berkembang biak dengan spora. Jalinan filament hifa yang dikenal dengan sebutan miselium mycelium. Meskipun hifa memiliki sekat-sekat, namun sekat ini berlubang sehingga inti dan sitoplasma bias leluasa melewatinya. Jadi secara utuh organisme ini adalah Coenocyte berinti banyak yang sitoplasmanya saling berhubungan berada dalam deretan tabung-tabung yang bercabang. Tabung- tabung ini dibentuk dari polisakarida seperti kitin, yang mirip dengan dinding sel. Secara evolusi jamur merupakan bagian dari protozoa. Jamur dibagi menjadi empat kelas yaitu Zygomycotina phycomycetes, Ascomycotina ascomycetes, Basidiomycotina basidomycetes dan Deuteromycotina fungi imperfekti Brooks dkk, 2001. Jamur merupakan mikroorganisme tidak berklorofil, berbentuk hifasel tunggal eukarotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, bereproduksi seksual dan aseksual. Dalam dunia kehidupan jamur merupakan kingdom tersendiri karena cara mendapatkan makanannya berbeda dari organism eukarotik lainnya, yaitu melalui absorpsi Gandjar dkk, 1999. Universitas Sumatera Utara Jamur merupakan protista nonfotosintesis yang berkembang biak dengan spora. Jalinan filament hifa yang dikenal dengan sebutan miselium mycelium. Meskipun hifa memiliki sekat-sekat, namun sekat ini berlubang sehingga inti dan sitoplasma bias leluasa melewatinya. Jadi secara utuh organisme ini adalah Coenocyte berinti banyak yang sitoplasmanya saling berhubungan berada dalam deretan tabung-tabung yang bercabang. Tabung-tabung ini dibentuk dari polisakarida seperti kitin, yang mirip dengan dinding sel. Secara evolusi jamur merupakan bagian dari protozoa. Jamur dibagi menjadi empat kelas yaitu Zygomycotina phycomycetes, Ascomycotina ascomycetes, Basidiomycotina basidomycetes dan Deuteromycotina fungi imperfekti Brooks dkk, 2001. Menurut Agrios 1996, untuk menentukan apakah jamur yang ditemukan bersifat patogen atau saprofit maka pertama kali yang harus dipelajari adalah morfologi miselium, struktur buah, dan sporanya di bawah mikroskop. Pada banyak kasus, pada awal perkembangan penyakit baik struktur buah ataupun spora tidak dijumpai pada jaringan yang sakit, dan oleh karena itu tidak ada hal yang memungkinkan untuk mengidentifikasi jamur tersebut. Untuk beberapa jenis jamur, telah tersedia beberapa medium biakan khusus untuk isolasi selektif, identifikasi atau untuk merangsang sporulasi. Kebutuhan lain adalah dengan cara menginkubasi di bawah kondisi suhu, udara, atau cahaya tertentu untuk menghasilkan spora. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus, struktur buah dan spora dapat dihasilkan pada jaringan inang yang sakit jika jaringan tersebut ditempatkan dalam gelas atau plastik “ruang lembab” moisture chamber, yaitu wadah yang di dalamnya ditambahkan kertas saring yang basah untuk meningkatkan kelembaban udara dalam gelas atau plastik tersebut. Universitas Sumatera Utara Inokulan yang diproduksi di laboratorium penyedia inokulan ada beberapa macam, yaitu inokulan padat, inokulan cair, dan inokulan biakan murni. a. Inokulan padat Inolukan padat dapat dibuat dan dikembangkan di dalam media padat berupa serbuk gergaji atau tepung yang berasal dari pohon gaharu atau jenis lain seperti kayu sengon. Media ini harus dalam kondisi steril. Adapun tahapan pembuatan inokulan padat tersebut sebagai berikut : 1. Pengumpulan media dari kayu-kayu gaharu yang dianggap limbah. 2. Memasukkan media kayu berbentuk serbuk atau tepung tersebut di dalam botol yang sudah disterilkan dengan volume sekitar 1 ons atau 100 gram. 3. Botol yang sudah steril tersebut dimasukkan di dalam ruang biakan yang sudah dilengkapi dengan laminair air flow dan lampu ultraviolet. 4. Mengambil spora atau miselium dari biakan murni dengan menggunakan pinset. 5. Spora atau miselium tersebut lalu dimasukkan ke dalam botol secara steril di atas lampu spiritus. Ini dilakukan agar terhindar dari kontaminasi mikroba lain. Pemasukan spora ini pun dilakukan dengan pinset. 6. Lalu botol ditutup dengan kapas steril dan dilapisi dengan aluminium foil 7. Botol biakan pengembangan spora inokulan kemudian disimpan dalam ruang bersuhu kamar. 8. Diamati dan uji kenampakan pertumbuhan spora dan miselium yang terbentuk. 9. Setelah di amati, botol disimpan kembali dalam inkubator atau freezer bila miselium sudah memenuhi tepian botol sekitar 1-2 bulan kemudian agar Universitas Sumatera Utara spora diistirahatkan didormankan. Setelah itu, inokulan sudah siap diinokulasikan ke tanaman gaharu. b. Inokulan cair Selain padat, inokulan pun dapat diproduksi dalam bentuk cairan. Seperti halnya inokulan padat, inokulan cair pun dimasukkan dalam botol dengan volume tertentu. Botol infus bekas di rumah sakit dapat digunakan sebagai wadah inokulan cair, tetapi harus melalui tindakan sterilisasi. Adapun tahapan produksi inokulan cair ini sebagai berikut Sumarna, 2007 : 1. Dilarutkan media cair yang berisi energi berupa mineral, karbohidrat, dan vitamin dengan aquadest air murni. Lalu disterilkan dalam autoclave. 2. Setelah steril, media cair tersebut dimasukkan ke dalam botol infus bekas. 3. Diberikan lubang pada bagian atas botol infus untuk memudahkan pemasukan spora inokulan ke dalam botol. 4. Lalu botol infus dimasukkan dalam ruang pembiakan inokulan yang dilengkapi dengan lampu ultraviolet. 5. Kemudian diambil biakan murni inokulan, lalu masukkan ke dalam botol infus bekas. Pemasukan inokulan ini dilakukan di atas nyala spiritus agar steril. 6. Setelah itu lubang pada botol yang digunakan untuk pemasukan spora ditutup dengan menggunakan selotip. Kemudian di simpan botol tersebut pada rak inkubasi dalam suhu kamar. 7. Dibiarkan spora berkembang dalam waktu sekitar sebulan. 8. Setelah sebulan, diamati pertumbuhan spora di bawah mikroskop. Bila dijumpai koloni spora inokulan minimal 50 sporacm bidang pengamatan Universitas Sumatera Utara maka botol infus dapat diistirahatkan di dalam inkubator atau freezer. Setelah itu, inokulan sudah bisa diinokulasikan ke tanaman gaharu. Sumarna, 2007 c. Biakan murni Biakan murni mikroba penyakit pembentuk gaharu perlu tetap tersedia di dalam laboratorium pengembangan. Bahkan biakan murni tersebut harus selalu diperbaharui secara berkala setiap dua bulan sekali. Hal ini sangat diperlukan bila sewaktu-waktu inokulan tersebut diperlukan Sumarna, 2007. Teknik Inokulasi Teknik inokulasi dengan inokulan terhadap pohon gaharu berbeda-beda sesuai dengan inokulannya. Pada pelaksanaannya penginokulasian terhadap pohon gaharu ini, harus diperhatikan umur dan diameter batangnya. Batas minimal suatu pohon dapat diinokulasi ditandai dengan pohon yang mulai berbunga. Biasanya umur tanaman tersebut sekitar 4-5 tahun atau diameter batang sudah mencapai 8- 10 cm Sumarna, 2007. a. Inokulasi dengan inokulan padat Teknik inokulasi pohon gaharu menggunakan inokulan padat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: 1. Dibuat lubang pada batang kayu gaharu dengan menggunakan bor. Diameter lubang bor sekitar 0,8-1 cm. Kedalaman optimal pemboran ini perlu disesuaikan dengan ukuran diameter batang, biasanya sekitar 5 cm. Setiap batang dibuatkan banyak lubang dengan jarak antar lubang bor sekitar 20 cm. 2. Tangan pelaku inokulasi terlebih dahulu dibersihkan dengan air hingga bersih dan dibilas dengan alkohol sebelum pelaksanaan inokulasi. Universitas Sumatera Utara 3. Memasukkan inokulasi padat ke dalam setiap lubang. Jumlah inokulan yang dimasukkan disesuaikan dengan kedalaman lubang. Sebagai patokan, pemasukan ini dilakukan hingga terisi penuh dengan inokulan. Agar pemasukan inokulan menjadi mudah, gunakan potongan kayu atau bambu yang ukurannya sesuai diameter lubang. 4. Setiap lubang yang sudah diberi inokulan ditutup untuk menghindari masuknya air ke dalam lubang. Penutupan lubang ini dilakukan dengan pasak kayu gaharu. Penutupan pun dapat dilakukan dengan “lilin malam”. Sumarna, 2007. b. Inokulasi dengan inokulan cair Teknik inokulasi menggunakan inokulan cair dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: 1. Dilakukan pengeboran pada pangkal batang pohon dengan posisi miring ke bawah. Kedalaman pemboran disesuaikan dengan diameter batang pohon, biasanya sekitar 13 diameter batang. Sementara mata bor yang digunakan berukuran sama dengan selang infus sekitar 0,5 cm. Selang infus tersebut biasanya sudah disediakan produsen inokulan pada saat pembelian inokulan. Namun, bila belum tersedia, selang infus dapat disediakan sendiri oleh petani. 2. Dimasukkan selang infus yang ada pada botol inokulan cair ke dalam lubang. 3. Besarnya aliran inokulan cair tersebut harus diatur dengan baik. Hentikan aliran infus bila cairan inokulan sudah keluar dari lubang. 4. Ditutup bagian tepi di sekitar selang infus dengan menggunakan “lilin malam”. Universitas Sumatera Utara 5. Pengaturan aliran masuknya cairan infus ke dalam lubang di ulangi setiap 1-2 hari, tergantung keadaan cairan dalam lubang. Pengaturan aliran dilakukan bila lubang sudah tidak terdapat lagi cairan inokulasi. 6. Penginokulasian ini di lakukan hingga inokulan cair di dalam botol infus tersebut habis. Penginokulasian diulang kembali dengan botol inokulasi baru bila belum ada tanda-tanda kematian fisik dan fisiologis Sumarna, 2007. Luas infeksi dihitung berdasarkan sebaran browning secara vertikal dan horisontal. Sebaran browning secara vertikal lebih besar dari pada horisontal hal ini karena infeksi vertikal mengikuti arah jaringan pembuluh batang tanaman yang tersusun atas sel-sel vessel secara vertical dan berfungsi sebagai jalur transportasi air dan cairan nutrisi, di mana hifa jamur dapat menggunakan sel-sel tersebut untuk memperluas invasi. Perkembangan infeksi secara horizontal cenderung melambat seiring waktu Novriyanti, 2008. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Gaharu merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai jual tinggi dan banyak dicari masyarakat luas. Aroma gaharu yang sangat popular bahkan sangat disukai oleh masyarakat negara-negara di Timur Tengah, Saudi Arabia, Uni Emirat, Yaman, Oman, daratan Cina, Korea, dan Jepang. Gaharu dibutuhkan sebagai bahan baku industri parfum,obat-obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis aksesoris. Serta untuk keperluan kegiatan keagamaan, gaharu sudah lama digunakan oleh pemeluk agama Budha dan Hindu. Banyaknya manfaat dan nilai jual yang tinggi membuat kayu gaharu ini menjadi primadona bagi para petani. Bahkan tak hanya gubal gaharu saja yang memiliki nilai ekonomis, untuk ukuran daun pun dapat diolah menjadi teh yang sangat berkhasiat yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Guna menghindari tumbuhan penghasil gaharu di alam tidak punah dan pemanfaatannya dapat lestari maka perlu upaya konservasi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai budidaya dan tekhnik inokulasi yang berguna untuk pengembangan gaharu dan meningkatkan produktifitas gubal gaharu. Selain tumbuhan penghasil gaharu di alam sudah semakin sedikit, proses pembentukan gubal gaharu juga terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama. Prosesnya dapat mencapai puluhan tahun. Sedangkan gaharu yang dihasilkan dengan tekhnologi budidaya, walaupun dihasilkan dalam jangka waktu yang lebih cepat. Namun kualitasnya masih jauh di bawah kualitas gaharu dari alam. Untuk Universitas Sumatera Utara itulah dilakukan penelitian ini supaya gaharu di hasilkan lebih cepat dan menghasilkan kualitas yang cukup baik Selama ini proses inokulasi dapat dilakukan dengan cara melukai bagian batang pohon, menyuntikkan mikroorganisme jamur, menyuntikkan oli dan gula merah dan dengan memasukan potongan gaharu ke dalam batang tanaman. Untuk penelitian ini dilakukan cara yang kedua yaitu dengan menyuntikkan jamur ke dalam batang pohon A. mallaccensis Lamk. Kelebihan dari tekhnik ini ialah tingkat keberhasilan infeksinya paling besar dan cukup mudah dilakukan. Sedangkan kelemahannya ialah memerlukan biaya lebih besar dibandingkan ketiga tekhnik yang lain. Tujuan Penelitian 1. Mengukur perbedaan pembentukan gubal gaharu akibat perlakuan frekuensi injeksi baik pada bagian batang bawah, tengah dan atas. 2. Menguji kualitas gubal gaharu setelah 15 minggu perlakuan frekuensi injeksi baik pada bagian batang bawah, tengah dan atas. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah terjadi perbedaan pembentukan gubal gaharu dari perlakuan frekuensi injeksi baik pada bagian batang bawah, tengah dan atas. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terbaru tentang induksi pembentukan gubal gaharu. Dan menjadi acuan untuk pengelolaan gaharu yang lestari. Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Gaharu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki banyak khasiat dan bernilai jual tinggi. Pembentukan gubal gaharu memerlukan waktu yang cukup lama. Penelitian ini berisi tentang bagaimana cara mempercepat pembentukan gaharu dan menghasilkan gaharu yang berkualitas cukup baik. Metode yang digunakan ialah dengan cara menginjeksi batang pohon A. malacceensis Lamk. dengan frekuensi injeksi yang berbeda pada batang bagian bawah, tengah dan atas selama empat belas minggu pengamatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan gubal gaharu sudah terbentuk tiga minggu setelah injeksi awal. Persentase infeksi mencapai 100 pada frekuensi tiga kali injeksi. Kualitas gubal semakin baik dengan bertambahnya frekuensi injeksi terhadap batang. Batang tengah merupakan bagian yang kualitas gubal gaharunya paling baik. Kata kunci : Gaharu, A.malaccensis Lamk., frekuensi Injeksi, pembagian batang, kualitas gubal gaharu. Universitas Sumatera Utara ABSTRACT Agarwood is one of non-timber forest products that have many properties and high value. Require a long time to form agarwood. This study describes how to accelerate the formation of agarwood and agarwood produce fairly good quality. The method used is by injecting trees A. malacceensis Lamk. with different injection frequencies on the trunk bottom, middle and top for fourteen weeks of observation. The results of this study demonstrate the sapwood has been formed three weeks after the initial injection. The percentage of infection reached 100 at a frequency of three times injection. The quality is getting better aloes sapwood with increasing frequency against stem injection. The quality is getting better sapwood with increasing frequency of injection to the rod. Central stem is the part that quality sapwood best gaharu. Keywords: Agarwood, A.malaccensis Lamk., Injection frequency, bucking, quality sapwood. Universitas Sumatera Utara INDUKSI PEMBENTUKAN GUBAL GAHARU DENGAN PERLAKUAN FREKUENSI INJEKSI INOKULUM PADA TIGA BAGIAN BATANG SKRIPSI Oleh : DONNY I E SIREGAR 091201145 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 Universitas Sumatera Utara LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Induksi Pembentukan Gubal Gaharu dengan Perlakuan Frekuensi Injeksi Inokulum pada Tiga Bagian Batang Nama : Donny I E Siregar NIM : 091201145 Program Studi Minat : Kehutanan Budidaya Hutan Menyetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Edy Batara M. S, MS Nelly Anna, S.Hut, M.Si Ketua Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Kehutanan Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Gaharu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki banyak khasiat dan bernilai jual tinggi. Pembentukan gubal gaharu memerlukan waktu yang cukup lama. Penelitian ini berisi tentang bagaimana cara mempercepat pembentukan gaharu dan menghasilkan gaharu yang berkualitas cukup baik. Metode yang digunakan ialah dengan cara menginjeksi batang pohon A. malacceensis Lamk. dengan frekuensi injeksi yang berbeda pada batang bagian bawah, tengah dan atas selama empat belas minggu pengamatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan gubal gaharu sudah terbentuk tiga minggu setelah injeksi awal. Persentase infeksi mencapai 100 pada frekuensi tiga kali injeksi. Kualitas gubal semakin baik dengan bertambahnya frekuensi injeksi terhadap batang. Batang tengah merupakan bagian yang kualitas gubal gaharunya paling baik. Kata kunci : Gaharu, A.malaccensis Lamk., frekuensi Injeksi, pembagian batang, kualitas gubal gaharu. Universitas Sumatera Utara ABSTRACT Agarwood is one of non-timber forest products that have many properties and high value. Require a long time to form agarwood. This study describes how to accelerate the formation of agarwood and agarwood produce fairly good quality. The method used is by injecting trees A. malacceensis Lamk. with different injection frequencies on the trunk bottom, middle and top for fourteen weeks of observation. The results of this study demonstrate the sapwood has been formed three weeks after the initial injection. The percentage of infection reached 100 at a frequency of three times injection. The quality is getting better aloes sapwood with increasing frequency against stem injection. The quality is getting better sapwood with increasing frequency of injection to the rod. Central stem is the part that quality sapwood best gaharu. Keywords: Agarwood, A.malaccensis Lamk., Injection frequency, bucking, quality sapwood. Universitas Sumatera Utara RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Langkat pada tanggal 21 April 1991 dari ayah Efendi Siregar dan ibu Ride Sidabutar. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengawali Pendidikan pada Taman Kanak-Kanak TK Mutiara Nusantara Kabupaten Langkat pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan Formal ke Sekolah Dasar SD Negeri no 054903 Kabupaten Langkat pa, lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis malanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Yayasan Pendidikan Anak Karyawan Yaspendak Tenera Kabupaten Langkat, dan lulus pada tahun 2006, kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Atas SMA St Thomas 4, Binjai dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujan tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi. Penulis memilih program studi Kehutanan, minat Budidaya Hutan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva HIMAS USU, KPU Fakultas Pertanian USU, sebagai asisten Praktikum Pengenalan Ekosistem Hutan P2EH dan praktikum Hidrologi Hutan. Selain itu penulis juga aktif dalam oranisasi ektrauniversitas yaitu Sylva Indonesia. Penulis melakukan prektek kerja lapangan PKL di Taman Nasional Bali Barat dari tanggal 11 Februari sampai 11 Maret 2013. Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembentukan Gubal Gaharu dengan Perlakuan Frekuensi Injeksi Inokulum pada Tiga Bagian Batang ’’ Pada kesempatan ini penulis menghanturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Edy Batara M.S, MS dan Ibu Nelly Anna S.Hut, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk Bapak Petro Sembiring, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya memberikan tempat penelitian selama penulis mengumpulkan data. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan, Minat Budidaya Hutan, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL No Hal 1. Klasifikasi mutu produk gaharu ………………………………………... 8 2. Persentase Infeksi ……………………………………………………… 22 3. Panjang Infeksi Fusarium sp ........................................................... 27 4. Lebar Infeksi Fusarium sp …………………………………………….. 28 5. Kualitas Aroma Gubal Gaharu ……………………………………….... 29 Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR No Hal 1. Sketsa pelubangan pada batang pohon .............................................................. 19 2. Batang pohon A.malaccensis Lamk. ……………………………………….. 23 3. Perkembangan gejala ………………………………………………………… 25 4. Perubahan warna gaharu pada perlakuan 1x injeksi pada minggu ke-15 … 31 5. Perubahan warna gaharu pada perlakuan 2x injeksi pada minggu ke-15 … 31 6. Perubahan warna gaharu pada perlakuan 3x injeksi pada minggu ke-15 … 32 7. Hifa Fusarium sp ……………………………………………………… 33 Universitas Sumatera Utara