Effect of Long Time Anesthesia Propofol and Isoflurane on Cardiovascular Function of Domestic Rabbits
PENGARUH PENGGUNAAN ANESTESI PROPOFOL
DAN ISOFLURANE JANGKA PANJANG TERHADAP FUNGSI
KARDIOVASKULAR KELINCI DOMESTIK
SITARIA FRANSISKA SIALLAGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Penggunaan
Anestesi Propofol dan Isoflurane Jangka Panjang terhadap Fungsi Kardiovaskular
Kelinci Domestik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Sitaria Fransiska Siallagan
NIM 351110011
RINGKASAN
SITARIA FRANSISKA SIALLAGAN. Pengaruh Penggunaan Anestesi Propofol
dan Isoflurane Jangka Panjang terhadap Fungsi Kardiovaskular Kelinci Domestik.
Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan GUNANTI.
Penggunaan anestesi selama prosedur pembedahan akan menekan fungsi
jantung. Beberapa pembedahan mayor membutuhkan anestesi jangka panjang dan
akan meningkatkan penekanan pada fungsi jantung. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui efek jangka panjang dari anestesi propofol dan
isoflurane pada struktur dan fungsi kardiovaskular kelinci domestik yang meliputi
frekuensi denyut jantung, volume aliran darah, kemampuan kontraksi, dan
tekanan darah sistol melalui pemeriksaan ekhokardiografi M-mode dan tekanan
darah.
Penelitian ini menggunakan 5 ekor kelinci jantan dengan usia 1-1,5 tahun.
Anestesi yang digunakan selama penelitian adalah kombinasi propofol 12,5 mg/kg
IV sebagai induksi dan inhalasi isoflurane sebagai maintenance selama 12 jam
pengamatan. Isoflurane dialiri melalui masker dengan aliran oksigen murni 1
L/menit. Cairan NaCl fisiologi 0,9% digunakan selama penelitian berlangsung
dengan aliran 6mL/kg/jam. Aliran infus dikontrol oleh infusion pump.
Tahapan penelitian dibagi menjadi tahap aklimasi, tahap persiapan, dan
tahap pembiusan. Tahap aklimatisasi dilakukan setelah kelinci tiba di kandang.
Aklimasi dilakukan selama 3 hari dengan menggunakan ivermectine sebagai
antiektoparasit, mebendazole sebagai anti endoparasit, dan enrofloksasin sebagai
antibiotik. Pengambilan darah dilakukan seminggu setelah aklimasi dilakukan.
Tujuan dari pengambilan darah adalah untuk mengetahui kondisi kelinci sebelum
digunakan pada penelitian.
Tahap persiapan dilakukan sebelum penelitian. Tahapan tersebut meliputi
pencukuran rambut pada daerah right thorax, antebrachii medialis dan telinga.
Pencukuran tersebut dilakukan untuk pemeriksaan ekhokardiografi, tekanan darah
sistol, dan pemasangan oksimeter. Pada hari peneletian semua kelinci dilakukan
pemeriksaan klinis yang meliputi pemeriksaan temperatur, pemeriksaan nafas, dan
pemeriksaan frekuensi denyut jantung.
Tahap pembiusan dimulai saat propofol disuntikkan secara intravena dan
berakhir pada saat aliran isoflurane dihentikan pada jam ke-12. Pada tahapan ini
dilakukan pengambilan data ekhokardiografi pada saat induksi, serta pengambilan
data tekanan darah sistol dan ekhokardiografi selama maintenance. Selama tahap
pembiusan juga dilakukan pemeriksaan monitoring, yaitu pemeriksaan saturasi
oksigen dan pemeriksaan klinis yang meliputi pemeriksaan temperatur dan
pemeriksaan nafas. Saturasi oksigen diatur dengan nilai minimal saturasi oksigen
adalah 95%.
Hasil pengamatan tekanan darah menunjukkan tekanan darah sistol berada
pada kisaran 70,17±17,92 hingga 88,33±15,34 mmHg. Hasil pengamatan
ekhokardiografi diketahui ruang ventrikel kiri secara berurutan selama diastol dan
sistol berada pada kisaran 1,21±0,08 hingga 1,33±0,1 cm; dan 0,87±0,08 hingga
0,98±0,08 cm. Ketebalan dinding ventrikel kiri selama diastol dan sistol secara
berurutan adalah 0,24±0,04 hingga 0,28±0,04 cm; dan 0,23±0,03 hingga
0,28±0,05 cm. Ketebalan septa interventrikel pada saat diastol dan sistol secara
berurutan adalah 0,23±0,02 hingga 0,27±0,04 cm dan 0,28±0,06 hingga 0,3±0,05
cm. Fungsi kardiovaskular yang diamati selama penelitian adalah frekuensi
denyut, volume aliran, kemampuan kontraksi jantung serta tekanan darah sistol.
Frekuensi denyut jantung berkisar antara 244±18 hingga 266±24 kali/menit.
Volume aliran jantung yang meliputi stroke volume dan cardiac output secara
berurutan berkisar antara 1,07±0,29 hingga 1,57±0,53 mL/denyut dan 0,27±0,07
hingga 0,39±0,14 L/menit. Kemampuan kontraksi jantung meliputi fraksi
pemendekan dan fraksi ejeksi. Fraksi pemendekan dan fraksi ejeksi secara
berurutan berkisar antara 26±3 hingga 31±5% dan 60±2 hingga 67±8%. Tekanan
darah sistol berkisar antara 75,87±16,91 hingga 101,2±31,69 mmHg. Hasil
pemeriksaan monitoring selama penelitian, diketahui kisaran rata-rata temperatur
adalah 36,40±0,81 hingga 39,02±0,54oC dan frekuensi respirasi berkisar antara
42±6 hingga 61±23 kali/menit.
Berdasarkan hasil selama pengamatan dapat disimpulkan bahwa
kombinasi anestesi propofol dan isoflurane jangka panjang menyebabkan
penurunan temperatur, sedikit peningkatan frekuensi pernafasan pada jam tertentu
serta penekanan struktur dan fungsi jantung yang minimal.
Kata kunci: anestesi jangka panjang, ekhokardiografi, isoflurane, kelinci, propofol,
tekanan darah
SUMMARY
SITARIA FRANSISKA SIALLAGAN. Effect of Long Time Anesthesia
Propofol and Isoflurane on Cardiovascular Function of Domestic Rabbits.
Supervised by DENI NOVIANA and GUNANTI.
Anesthesia during surgical procedures can lead to suppression of the
heart function. Several major surgeries may require long time use of anesthetics
and therefore increase the heart function suppression. The purpose of this study
was to determine the effects of long time use of propofol and isoflurane anesthesia
on cardiac function of domestic rabbits through the systole blood pressure and
echocardiography examination.
This study used 5 male rabbits, 1-1,5 years old. Anaesthesia was used
during the study was the combination of propofol 12,5 mg/kg IV as an induction
and isoflurane inhalation as the maintenance anesthetic for a 12-hour observation.
Isoflurane was inhaled with 1 L/minutes in facemasked. During this study,
intravenous infusion was maintained with 6 mL/kg/hours NaCl physiology. Infuse
flowing was controlled by infusion pump.
Study phases were acclimatization phase, preparation phase, and
anaesthesia phase. Acclimatization phase was started by the time the rabbits were
arrived to cages for 3 days. Acclimatization used ivermectine as parasiticids,
mebendazole as anthelmentics, and enrofloxacin as antibiotics. Blood tests were
examined after a week of acclimation to ensure the rabbit condition before the
study.
Phases of preparation were done before the study. Phases include shaving
hair on the right thoracic region, medial antebrachii, and ears. The shaving was
done for echocardiography examination, systolic blood pressure, and oxygen
saturation. On the day of the study, clinical examination was performed in all
rabbits that including checking temperature, respiratory and heart rate
examination.
Anaesthetic phase was begun when propofol was injected intravenously
and done when isoflurane flowing was stopped at the twelfth hour.
Echocardiography examination was done at the time of induction, as well as
systolic blood pressure and echocardiography examinations were done during
maintenance. During the examination phase of anesthesia, monitoring was also
done including oxygen saturation and clinical examination including temperature
and respiratory examination. Oxygen saturation was set to a minimum value of
oxygen saturation was 95%.
The results of this study include systolic blood pressure, cardiac structure
and function. Systolic blood pressure was ranged from 70,17±17,92 to
88,33±15,34 mmHg. Cardiac structure and function were observed using M-mode
echocardiography. Results showed that the left ventricle heart chamber
dimensions during diastole (LVIDd) and systole (LVIDs) were between 1,21±0,08
to 1,33±0,1cm, and 0,87±0,08 to 0,98±0,08cm respectively. Left ventricular wall
thickness at diastole (LVWd) and systole (LVWs) ranged from 0,24±0,04 to
0,28±0,04cm, and 0,23±0,03 to 0,28±0,05cm respectively, while the thickness of
the interventricular septa at diastole (IVSd) and systole (IVSs) ranged from
0,23±0,02 to 0,27±0,04cm, and 0,28±0,06 to 0,3±0,05 cm. Cardiac function
observed in study were heart rate, heart blood volume, and the ability of the
heart’s contraction. Heart rate ranged from 244±18 to 266±24 beat/min. Heart
blood volumes which include stroke volume (SV) and cardiac output (CO) ranged
from 1,07±0,29 to 1,57±0,53ml/beat and 0,27±0,07 to 0,39±0,14lt/min
respectively. the ability of the heart’s contraction includes fractional shortening,
and ejection fraction. Fractional shortening and ejection fraction ranged from
26±3 to 31±5% and 60±2 to 67±8% respectively. The results of monitoring
examinations during the study, known temperature ranged from 36,40±0,81 to
39,02±0,54 °C and respiration rate ranged from 42±6 to 61±23 bpm.
Based on the result can be concluded that combination of long term
propofol and isolfurane anesthesia causes temperature decreased, slight
respiratory rate increased during limited hours, and minimal cardiac structure
and function suppression.
Keywords: echocardiography, blood pressure, isoflurane, long time anesthesia,
propofol, rabbits
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH PENGGUNAAN ANESTESI PROPOFOL
DAN ISOFLURANE JANGKA PANJANG TERHADAP FUNGSI
KARDIOVASKULAR KELINCI DOMESTIK
SITARIA FRANSISKA SIALLAGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr drh R. Putratama Agus Lelana, SpMP, MS
Judul Tesis : Pengaruh Penggunaan Anestesi Propofol dan Isoflurane Jangka
Panjang terhadap Fungsi Kardiovaskular Kelinci Domestik
: Sitaria Fransiska Sial1agan
Nama
: B351110011
NIM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Drh Deni Noviana, PhD
Ketua
Dr Drh Gunanti, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Umu Biome .s ewan
Drh Agus
Tanggal Ujian: 29 Juli 2013
Tanggal Lulus:
2 7 AUG LO 1
Judul Tesis : Pengaruh Penggunaan Anestesi Propofol dan Isoflurane Jangka
Panjang terhadap Fungsi Kardiovaskular Kelinci Domestik
Nama
: Sitaria Fransiska Siallagan
NIM
: B351110011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Drh Deni Noviana, PhD
Ketua
Dr Drh Gunanti, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Biomedis Hewan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 29 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini adalah
pengaruh penggunaan anestesi propofol dan isoflurane jangka panjang terhadap
fungsi kardiovaskular kelinci domestik. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar master (S2) pada mayor Ilmu Biomedis Hewan (IBH) program
pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada drh Deni Noviana, Ph.D dan Dr drh
Gunanti, MS selaku pembimbing, serta teman-teman sepenelitian yang banyak
membantu dalam penelitian dan banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada seluruh tenaga pendidik dan kependidikan bagian Bedah
dan Radiologi yang telah mengijinkan dan membantu penulis melakukan
penelitian di laboratorium radiologi. Terima kasih kepada PT Karindo Alkestron
Indonesia yang telah membantu penelitian ini dalam bentuk penyediaan alat
ultrasonografi (USG) ekhokardiografi tipe S-6X. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
dukungan selama penulis mulai melanjutkan pendidikan, penelitian, hingga
penyusunan tesis.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan dan isi tesis ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga dapat
menjadi lebih baik. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Sitaria Fransiska Siallagan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Umum
Tahap-tahap Anestesi Umum
Propofol
Isoflurane
Tekanan Darah
Ekhokardiografi
Penilaian Ekhokardiografi
Perhitungan Kuantitas
Kelinci
3
3
3
4
5
6
6
6
7
7
3
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Hewan Coba
Metode Penelitian
Analisis Data
9
9
9
9
11
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Klinis sebelum Penelitian
Pengamatan Klinis selama Penelitian
Tekanan Darah Sistol
Pengamatan Ketebalan Dinding
Pengamatan Frekuensi denyut jantung
Pengamatan Volume Aliran Jantung
Pengamatan Kemampuan Kontraksi Jantung
13
13
14
14
19
20
22
23
24
5
SIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Diagram alir penelitian kombinasi propofol dan isoflurane
Hasil pemeriksaan darah lengkap kelinci domestik
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap
temperatur dan frekuensi respirasi kelinci domestik terhadap waktu
pengamatan
Efek anestesi jangka panjang propofol dan isoflurane terhadap
tekanan darah sistol, dan dimensi, aliran, persentase kontraksi dan
fraksi ejeksi jantung kelinci domestik
11
13
17
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Potongan memanjang (long axis) dan memendek (short axis) pada
jantung
(A) Tranduser ultrasonografi linear dengan gel dan (B) posisi
tranduser short axis view pada right parasternal
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap temperatur
kelinci domestik selama pengamatan
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap frekuensi
respirasi kelinci domestik selama pengamatan
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap tekanan
darah sistol kelinci domestik selama pengamatan hingga jam ke-12
Pengamatan ekhokardiografi kelinci domestik terhadap struktur
jantung dibawah pengaruh anestesi propofol-isoflurane
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap ketebalan
dinding dan ruang ventrikel kiri jantung kelinci domestik selama
pengamatan
Efek jangka panjang propofol-isoflurane terhadap frekuensi denyut
jantung kelinci
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap stroke
volume dan cardiac output kelinci domestik
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap ejection
fraction dan fractional shortening kelinci domestik
7
10
15
16
19
20
21
22
23
24
DAFTAR LAMPIRAN
1
Ethical approval letter
37
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jantung merupakan organ penting dalam tubuh yang berfungsi untuk
mengedarkan darah ke seluruh bagian tubuh dan dipengaruhi oleh banyak hal.
Faktor-faktor tersebut adalah kontraksi dan dilatasi atrium dan ventrikel, serta
perubahan tekanan pada rongga thorak. Atrium dan ventrikel merupakan ruang
jantung yang berfungsi menerima dan memompa darah, selain itu katup
atrioventrikular, katup aorta dan katup pulmonalis juga berperan dalam aliran
darah tersebut (Cunningham dan Klein 2007).
Peranan jantung yang penting dalam tubuh menyebabkan banyak peneliti
yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang perubahan organ ini dari
berbagai aspek. Beberapa penelitian klinis yang melibatkan jantung yaitu melihat
efek agen anestesi tunggal maupun kombinasi terhadap sistem kardiovaskular
(Baumgartner et al. 2010), efek dosis maksimum dan minimum dari suatu obat
terhadap fungsi jantung (Vali et al. 2012), penyakit pada jantung (Roche et al.
2012). Anestesi merupakan prosedur yang penting selama pembedahan dan dapat
menekan sistem kardiovaskular. Efek anestesi terhadap sistem kardiovaskular
menyebabkan penggunaan anestesi perlu disertai dengan pengamatan terhadap
fungsi jantung.
Beberapa metode telah digunakan untuk membantu peneliti maupun
praktisi dalam menilai fungsi jantung, diantaranya adalah ekhokardiografi.
Ekhokardiografi merupakan teknik diagnosa pada jantung dengan menggunakan
gelombang suara ultra high-frequency yang dapat memberikan informasi
morfologi dan struktur jantung yang meliputi ukuran, ketebalan, pergerakan otot
dan katup jantung, serta aliran darah dalam pembuluh darah (Noviana et al. 2011).
Ekhokardiografi juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi jantung yaitu
dengan perhitungan ekhokardiografi seperti stroke volume (SV), cardiac output
(CO), fractional shortening (FS), dan ejection fraction (EF) (Fontes-Sousa et al.
2006).
Kelinci merupakan hewan laboratorium yang sering digunakan setelah
mencit dan tikus putih. Beberapa penelitian yang melibatkan agen anestesi pada
kelinci sering dilakukan dengan mengamati perubahan kimia klinis, efek pada
sistem kardiorespirasi terhadap beberapa agen atau kombinasi agen anestesi, serta
mengevaluasi efek klinis dan paraklinis agen anestesi terhadap beberapa metode
pemberian (Baumgartner 2010, Khameneh et al. 2012).
Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap kelinci seringkali
menggunakan anestesi ataupun analgesik dengan durasi waktu lebih dari 6 jam
(Jiang et al. 2012). Selain pada penelitian klinis, pembiusan jangka panjang pada
beberapa hewan sering kali dibutuhkan untuk pembedahan. Menurut Tanaka et al
(2011) propofol dan isoflurane merupakan anestesi yang aman digunakan pada
kelinci. Telah banyak penelitian yang dilakukan pada kelinci untuk mengamati
efek anestesi pada jantung dengan menggunakan berbagai bahan agen anestesi
(Stypmann et al. 2007), namun belum ada penelitian yang dilakukan untuk
2
mengamati fungsi kardiovaskular dengan menggunakan metode ekhokardiografi
pada penggunaan anestesi propofol-isoflurane jangka panjang.
Perumusan Masalah
Proses pembedahan pada umumnya membutuhkan anestesi. Setiap agen
anestesi memiliki efek terhadap penekanan sistem kardiovaskular. Semakin
panjang durasi pemberian anestesi maka penekanan terhadap sistem
kardiovaskular juga akan semakin tinggi. Durasi waktu yang dibutuhkan selama
proses pembedahan bisa dalam jangka waktu singkat ataupun panjang.
Kelinci merupakan salah satu hewan model untuk jantung, sehingga sering
digunakan dalam berbagai penelitian. Penelitian yang dilakukan dapat berupa
penelitian untuk proses pembedahan ataupun penelitian klinis, sehingga banyak
macam agen anestesi yang digunakan pada kelinci. Propofol dan isoflurane
merupakan salah satu agen anestesi yang aman digunakan. Akan tetapi jika durasi
anestesi semakin lama diperlukan, maka akan terjadi penekanan yang lebih pada
sistem kardiovaskular. Efek jangka panjang terhadap sistem kardiovaskular dari
kombinasi anestesi ini belum diketahui.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek jangka panjang
dari anestesi propofol dan isoflurane pada struktur dan fungsi kardiovaskular
kelinci domestik yang meliputi frekuensi denyut jantung, volume aliran darah,
kemampuan kontraksi, dan tekanan darah sistol melalui pemeriksaan
ekhokardiografi M-mode dan tekanan darah.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1.
Mengetahui efek jangka panjang penggunaan anestesi propofol dan
isoflurane terhadap fungsi kardiovaskular kelinci domestik.
2.
Memperoleh data yang meliputi struktur dan ukuran jantung, tekanan darah,
volume aliran, dan kemampuan kontraksi terhadap anestesi jangka panjang
propofol-isoflurane.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi umum
Anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti “tanpa perasaan” atau
“tidak sensitif” yang dapat diartikan menjadi “kehilangan sensasi” (Hitner dan
Nagle 1999). Permasalahan utama yang berhubungan dengan pembedahan telah
diselesaikan pada pertengahan abad ke Sembilan belas. Penyelesaian tersebut
dengan memberikan kehilangan sensasi atau lebih spesifiknya kehilangan
sensitifitas terhadap rasa sakit. Anestesi umum menyebabkan penekanan aktivitas
sistem saraf pusat (SSP) (Xie et al. 2013). Saat ini anestesi telah digunakan dalam
praktik kedokteran hewan sehari-hari sebagai sedasi, tranquilizer, immobilisasi,
relaksasi otot, ketidaksadaran, mengontrol rasa sakit yang digunakan pada proses
pembedahan, pemeriksaan dan penanganan gigi, grooming, diagnostic imaging,
perawatan luka, penangkapan atau pemindahan satwa liar (Thomas dan Lerche,
2011). Anestesi umum diawali dengan induksi dari agen anestesi tertentu yang
bersifat sementara yang menyebabkan ketidaksadaran, amnesia, analgesia, dan
akinesia (hilangnya mobilisasi) (Brown et al. 2010).
Rute pemberian agen anestesi umum dapat melalui inhalasi ataupun
parenteral. Tingkatan penekanan pada sistem saraf pusat sangat tergantung pada
konsentrasi agen pada otak. Penekanan SSP berhubungan dengan kandungan fisik
dari tiap agen (Hitner dan Nagle 1999), serta kondisi hewan seperti usia, aktifitas
metabolisme, dan temperatur tubuh (Thomas dan Lerche 2011).
Tahap-tahap Anastesi Umum
Tahapan anestesi dibagi menjadi empat berdasarkan tanda-tanda yang
diperlihatkan oleh pasien. Tanda-tanda tersebut disebabkan oleh tingkat
penekanan otak yang diinduksi oleh anestesi. Muir (2007) menyatakan ada batas
yang jelas antara tahap-tahap tersebut.
Tahap 1 dikenal juga sebagai tahap voluntary movement (dapat bergerak)
dan dimulai dari awal pemberian hingga kehilangan kesadaran. Beberapa
analgesik dapat mencapai fase yang lebih dalam dari tahap ini. Pada tahap ini
korteks cerebral secara umum dihambat (Hitner dan Nagle 1999). Efek yang
ditimbulkan pada tahap ini sangat bervariasi. Variasi yang ditimbulkan bisa
disebabkan oleh jenis anestesi yang digunakan, sifat dan kondisi pasien, cara
hewan direstrain, dan kecepatan induksi. Ketakutan hewan dapat timbul pada saat
direstrain. Rasa takut pasien dapat menyebabkan pengurangan efek anestesi.
Hewan yang ketakutan akan mengalami nafas yang dalam dan singkat. Pelepasan
epineprin menyebabkan denyut jantung menguat dan mengencang, dan dilatasi
pupil. Salivasi dapat muncul pada beberapa hewan, yang dapat juga disertai
dengan urinasi dan defekasi. Ketika akan mencapai tahap kedua, hewan akan
menjadi ataksia, kehilangan kemampuan untuk berdiri dan mengambil posisi
lateral recumbency.
Tahap 2 disebut juga sebagai delirium atau involuntary movement (tidak
dapat bergerak). Tahap ini terjadi saat korteks cerebral tertekan sempurna dan
diawali dari hewan mulai kehilangan kesadaran hingga pernafasan menjadi
4
normal (Hitner dan Nagle 1999). Sistem saraf pusat (SSP) tertekan, pasien
kehilangan seluruh kemampuan bergerak. Efek penekanan SSP yaitu reflek
meningkat dan berlebihan. Beberapa reaksi yang sering terlihat yaitu nafas dalam,
tachypnea, dan hiperventilasi. Pelepasan katekolamin yang berlanjut
menyebabkan frekuensi denyut jantung semakin cepat dan kuat, aritmia jantung
dapat terjadi, dan pupil sangat berdilatasi. Refleks palpebra dan bulu mata tampak
jelas. Pada kucing ataupun anjing dapat terjadi muntah.
Tahap 3 disebut juga sebagai tahap anestesi pembedahan dan ditandai
dengan hewan tidak sadar, disertai dengan penekanan refleks. Pada tahap ini otot
berelaksasi, pernafasan melambat dan menjadi teratur. Reflek muntah dan
menelan telah menghilang pada tahap ini. Tahap ini dibagi menjadi tiga taraf.
Taraf 1 dibagi menjadi 3 fase, yaitu: teranastesi ringan, sedang, dan dalam.
Anestesi ringan bertahan hingga pergerakan bola mata berhenti. Anestesi sedang
ditandai dengan paralisis interkostal, dan anastesi dalam ditandai oleh pernafasan
diafragma. Taraf 2 berupa ketidaksadaran atau anestesi menengah yang ditandai
dengan jumlah pulsus dan pernafasan yang stabil, menghilangnya refleks laring,
reflex kornea yang kuat, dan relaksasi otot serta analgesik bagi kebanyakkan
prosedur pembedahan. Taraf 3 berupa anestesi pembedahan yang mendalam yang
digambarkan dengan penurunan fungsi otot interkostae dan volume tidal, jumlah
respirasi meningkat, relaksasi otot yang mendalam, pernafasan diapragma, refleks
kornea lemah, pupil dilatasi dan berada ditengah. Jika pendepresan SSP berlanjut,
maka akan masuk ketahap selanjutnya.
Tahap 4. Pada tahap ini Sistem saraf pusat sangat tertekan dan pernafasan
terhenti. Jantung hanya dapat berdenyut singkat. Tekanan darah berada dalam
level shock, pengisian kapiler pada membran mukosa diperlambat, dan pupil
sangat berdilatasi. Sphincter anal dan perkencingan mengalami relaksasi.
Kematian akan terjadi beberapa saat kemudian. Jika anestesi diambil dan alat
bantu pernafasan dipasang sebelum colaps myocardial, maka tahap ini dapat
diatasi dan pasien akan kembali ke tahap 3.
Propofol
Propofol merupakan 2,6-diisopropylphenol yang sering digunakan sebagai
agen anestesi. Sediaan propofol berbentuk emulsi dikarenakan propofol memiliki
sedikit sifat kelarutan air (Thomas dan Lerche 2011). Sifat propofol sangat
lipofilik dan terdistribusi ke seluruh tubuh termasuk pada otak dan sel darah
merah (Riu et al. 2000). Propofol sering kali digunakan manusia (Koch et al.
2008) dan juga hewan seperti anjing (Mannarino et al. 2012), kuda (Umar et al.
2008), dan Kelinci (Jiang et al. 2012). Pada manusia propofol telah banyak
digunakan sebagai sedasi pada kasus yang menggunakan endoskopi (Walker et al.
2003).
Propofol menghasilkan durasi waktu induksi sekitar 4±3 menit dari awal
pemberian propofol (Allweiler et al. 2010). Penggunaan propofol dapat
menyebabkan penurunan aliran darah kapiler (Koch et al. 2008), namun tidak
menyebabkan perubahan aliran a. hepatica dan aliran vena portal (Latte et al.
1995). Injeksi propofol menurunkan diameter pembuluh darah arteri carotis
communis dan aorta abdominalis sehingga meningkatkan resistensi pada
pembuluh tersebut (Baumgartner et al. 2008). Seperti halnya pada manusia,
5
propofol menyebabkan hipoksia pada beberapa hewan eksperimen (Akada et al.
2007). Pada kelinci, propofol dengan dosis 16±5 mg/kg bb dapat menginduksi
anestesi tanpa menyebabkan apnoea (Allweiler et al. 2010). Propofol
dimetabolisme pada hati dan dieliminasi melalui ginjal, sehingga pemberian
propofol dosis tinggi dapat menyebabkan disfungsi hati, dan peningkatan keratinin
kinase (Jiang et al. 2012).
Mekanisme kerja propofol belum diketahui secara pasti hingga saat ini.
Secara umum propofol bekerja pada reseptor Gamma amino butyric acid (GABA)
dengan cara yang sama seperti barbiturat (Thomas dan Lerche 2011) dengan
menghambat neurotransmitter GABA, serta meningkatkan inhibitory synaptic
function dengan meningkatkan kinerja chloride channel pada reseptor GABA
(Branson 2007, Fish 1997), dan/atau menunda penutupan calcium channel (Nakae
et al. 2000). Gamma amino butyric acidA (GABAA) merupakan asam amino yang
berfungsi untuk menghambat sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf perifer.
Asam amino GABA banyak terdapat pada otak, korda spinalis, dan sedikit pada
jaringan saraf perifer, hati, spleen dan jantung (Crowel-Davis dan Murray 2006).
Selain itu, propofol juga telah dilaporkan bekerja dengan menghambat reseptor Nmethyl-D-aspartate (NMDA) (Irifune et al. 2003).
Isoflurane
Isoflurane merupakan anestesi inhalasi yang sering digunakan pada
berbagai pembedahan. Isoflurane tidak berwarna dan berbentuk cairan. Sediaan
isoflurane bersifat stabil pada temperatur ruangan, sehingga tidak membutuhkan
penanganan khusus (Thomas dan Lerche 2011). Keuntungan dari isoflurane
adalah memiliki kelarutan darah yang rendah, sehingga induksi serta recovery
cepat terjadi, transformasi minimal di hati, dan viscerotoxicity yang rendah
(Lipman et al. 1997, Thomas dan Lerche 2011). Mekanisme kerja isoflurane
adalah mempengaruhi aliran Ca2+ pada sejumlah sel dan meningkatkan aktivitas
saraf simpatik (Takakura et al. 1998). Pada penggunaannya isoflurane
menyebabkan takikardi atau peningkatan frekuensi denyut jantung (Marano et al.
1996), peningkatan tekanan darah arteri (Takakura et al. 1998), dan kebutuhan
oksigen meningkat (Aksenov et al. 2012).
Cairan isoflurane dievaporasi menjadi gas dengan menggunakan mesin
anestesi dan dialirkan ke hewan dengan menggunakan masker/endotracheal tube.
Gas isoflurane akan mengalir ke paru-paru, berdifusi ke sel-sel alveoli dan
memasuki aliran darah. Area kaya kapiler pada alveoli paru-paru dapat menyerap
dan menimbulkan efek yang cepat dari agen anestesi yang diberikan (Allen et al.
2011). Kecepatan difusi dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi isoflurane pada
alveoli dan pembuluh darah. Sifat kelarutan lemak yang lebih rendah dibanding
anestesi lainnya menyebabkan konsentrasi isoflurane yang tersimpan dalam lemak
lebih kecil dibanding anestesi dengan kelarutan yang lebih tinggi (Thomas dan
Lerche 2011). Isoflurane akan diekskresikan melalui paru-paru (Hitner dan Nagle
1999).
Isoflurane dapat menyebabkan anestesi umum dengan menghambat
pelepasan neurotransmitter SSP. Neurotransmitter utama yang dihambat adalah
glutamate pada akhir presinap (Westphalen et al. 2013), namun demikian
mekanisme kerja isoflurane adalah mempengaruhi aktivasi reseptor γ-amino
butyric acidA (GABAA) pada reseptor sinaps dan ekstrasinaps (Ballesteros et al.
6
2012, Ogawa et al. 2011). Efek isoflurane pada GABA adalah menurunkan aksi
potensial evoked inhibitory postsynaptic currents (eIPSCs), meningkatkan
miniature inhibitory postsynaptic currents (mIPSCs) dan failure rate (Rf) (Kotani
dan Akaike 2013, Ogawa et al. 2011). Penghambatan pada pengambilan GABA
oleh anestesi voletil akan meningkatkan GABA pada ekstraseluler, yang dapat
memperpanjang aktivitas reseptor GABA ekstrasinaptik (Kotani dan Akaike
2013).
Isoflurane telah dilaporkan tidak hanya meningkatkan aktivitas reseptor
GABA namun juga menghambat NMDA (Shelton dan Nicholson 2010).
Penghambatan pada reseptor NMDA lebih rendah dibandingkan penghambatan
pada reseptor GABA (Brosnan 2011). Peningkatan isoflurane pada reseptor
GABA dan penghambatan reseptor NMDA menyebabkan penurunan rangsangan
pada SSP (Crowell-Davis dan Murray 2006).
Tekanan darah
Metode pengukuran tekanan darah arteri terbagi menjadi dua kategori,
yaitu: metode langsung (invasive) dan tidak langsung (non-invasive). Metode
langsung merupakan metode yang menggunakan sistem implan yang secara
langsung berhubungan dengan sistem arteri. Metode tidak langsung merupakan
metode pengukuran tekanan darah arteri yang relative lebih mudah digunakan.
Metode oksimetri invasif merupakan salah satu metode dengan tingkat keakuratan
tinggi. Selain metode oksimetri, menurut Harvey et al. (2012) menyatakan bahwa
Doppler arterial blood pressure juga merupakan metode yang dapat digunakan
dalam pengukuran tekanan darah pada kelinci. Pengukuran tekanan darah dapat
dilakukan pada beberapa arteri, yaitu: arteri auricularis centralis, arteri pada area
kaki depan dan kaki belakang (Ypsilantis et al. 2005).
Ekhokardiografi
Ultrasound sering kali diaplikasikan pada dunia medis, baik pada bidang
penelitian, pendidikan, maupun klinis. Ultrasound dapat menghasilkan gambaran
kualitas kerja jantung dengan B-mode, ketebalan jaringan dengan M-mode, real
time pada pemeriksaan frekuensi denyut jantung, dan gambaran aliran darah
melalui fungsi Doppler (Fuentes 2008; Foster dan Theodoropoulos 2011).
Penilaian Ekhokardiografi
Menurut Fuentes (2008), ekhokardiografi sangat cocok untuk
mengidentifikasi struktur lesi, namun penilaian kuantitatif dan fungsi dari jantung
juga sangat penting. Ekhokardiografi dapat melakukan penghitungan ukuran
dinding jantung dan kecepatan aliran pada tiap ruang jantung, tampilan sistol dan
diastol, fungsi katup, dan memperkirakan hemodinamik (contoh: tekanan
intrakardial). Dalam jurnalnya, Pelosi et al (2011) menggunakan ekhokardiografi
sebagai sarana pengukur ketebalan jantung dan kecepatan aliran.
7
Pengukuran ketebalan jantung sering kali menggunakan posisi pengambilan
gambar right parasternal view (RPS). Posisi RPS merupakan posisi yang sering
digunakan untuk mengamati dimensi jantung bagian kiri. Pencitraan dimensi
jantung didapat berdasarkan arah gelombang suara yang dikeluarkan oleh
tranduser. Arah gelombang suara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu memendek
(short axis) dan memanjang (long axis) (Gambar 1) (Brown dan Gaillot 2008,
Noviana et al. 2011).
Gambar 1. Potongan memanjang (long axis) dan memendek (short axis) pada jantung, AO:
aorta, PA: pulmonary artery, RA: right atria, RV: right ventricle, LA: left atria,
LV: left ventricle (Martin 1995)
Perhitungan Kuantitas
Menurut Brown dan Gaillot (2008), beberapa perhitungan matematika
telah ditemukan untuk memperkirakan volume ventrikel. Perhitungan tersebut
sangat penting dalam mendukung diagnosa dan prognosis kardiovaskular.
Ejection fraction (EF) adalah perhitungan indeks rasio volume ventrikel.
Persamaannya adalah (EDV-ESV)/EDV, dimana EDV (end diastole volume) dan
ESV (end systole volume) adalah volume akhir diastol dan volume akhir sistol,
berturutan. Analogi dengan satu dimensi EF adalah fractional shortening (FS).
Persamaan FS adalah (LVIDd-LVIDs)/LVIDd. LVIDd (left ventricular internal
dimension diastole) adalah jarak antar dinding ventrikel kiri saat diastol,
sementara LVIDs (left ventricular internal dimension systole) adalah jarak antar
dinding ventrikel kiri saat sistol. Penetepan LVIDd dan LVIDs biasanya
berdasarkan pengukuran M-mode pada posisi short axis. Volume setiap denyut
ventrikel kiri (stroke volume/SV) dapat diukur dari perbedaan antara volume
diastol dan sistol (EDV-ESV). Cardiac output (CO) atau volume yang
dikeluarkan jantung permenit dapat dihitung melalui persamaan SV dikalikan
dengan frekuensi denyut jantung (heart rate/HR).
Kelinci
Pada awalnya kelinci diklasifikasikan sebagai rodensia, namun dua pasang
gigi seri pada rahang atas dan tidak adanya gigi taring menyebabkan kelinci
diklasifikasikan pada famili Leoridae, ordo Lagomorpha, genus Oryctolagus, dan
8
secara umum dikenal dengan lagomorphs. Nama ilmiah bagi kelinci domestik
adalah Oryctolagus cuniculus (Hrapkiewizk dan Leticia 2007).
Kelinci sering kali digunakan pada penelitian. Hal tersebut dikarenakan
ukuran, kemudahan dalam penanganan, dan relatif mudah dalam pengoleksian
darah (Hrapkiewizk dan Leticia 2007). Hingga saat ini telah banyak penelitian
yang dilakukan dengan menggunakan kelinci, beberapa diantaranya merupakan
penelitian yang bertujuan mengetahui dosis, efek serta rute pemberian suatu agen
anestesi (Gusak at al. 2012), efek vitamin terhadap parameter fisiologi setelah
pemberian agen anestesi tertentu (Egwu et al. 2011), serta perbandingan antara
penggunaan anestesi pada pemberian berulang (Felzemburgh et al. 2012).
Sebaiknya kelinci tidak dipuasakan sebelum dianestesi, karena kelinci tidak dapat
muntah. Puasa dibutuhkan saat akan dilakukan penelitian pada bagian pencernaan
(Flecknell 2011).
Kelinci sangat mudah dikekang, namun harus berhati-hati karena kelinci
sangat penakut. Ketika mencoba untuk kabur, kelinci akan berusaha dengan
menendang-nendang kaki belakangnya. Hal ini dapat melukai pemegang dan
dapat mengakibatkan luka serius bagi kelinci tersebut (seperti fraktur pada tulang
belakang bagian lumbal). Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu sangat
penting untuk menopang punggung kelinci setiap saat dan jangan pernah
meninggalkan kelinci tanpa pengawasan pada meja periksa (Flecknell 2011).
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2013 di Bagian Bedah
dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB).
Hewan Coba
Penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik hewan IPB dengan nomor
ACUC 02_2012 IPB. Hewan coba yang digunakan dalam penelitian adalah 5 ekor
kelinci domestik jantan, berusia 1-1,5 tahun, dengan berat badan 2,02±0,15kg.
Selama penelitian dilakukan, kelinci dipelihara pada kandang individu di kandang
kelinci pada unit pemeliharaan hewan laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan
IPB.
Metode Penelitian
Tahap aklimatisasi
Penanganan awal kelinci yang akan digunakan selama penelitian yaitu
aklimasi dengan menggunakan antibiotik enrofloksasin 5 mg/kg berat badan (BB)
secara intra muscular (IM) 2x sehari selama 3 hari, ivermectine 0,3 mg/kg BB
secara sub cutan (SC) sebagai antiektoparasit, dan mebendazole 50 mg/kg BB
secara per oral (PO) sebagai antiendoparasit. Seminggu setelah aklimatisasi
dilakukan, setiap kelinci dilakukan pemeriksaan klinis dan darah lengkap. Kelinci
yang digunakan adalah kelinci yang dinyatakan sehat dari rangkaian pemeriksaan
tersebut.
Tahap persiapan
Sebelum penelitian dilakukan hewan dicukur pada bagian right thorax, dan
telinga, secara berurutan untuk pemeriksaan ekhokardiografi, pemasangan pulse
oxymetri. Pada hari-H semua kelinci kembali dilakukan pemeriksaan klinis yang
meliputi pemeriksaan temperatur dengan mengukur temperatur rektal
menggunakan termometer digital, menghitung frekuensi denyut jantung dengan
auskultasi jantung, menghitung respirasi dengan mengamati gerakan pernafasan
pada bagian dada dan perut.
Tahap pembiusan
Kelinci dibius dengan menggunakan propofol dengan dosis 12,5 mg/kg
BB secara intravena (IV). Pada saat hewan telah terbius dilakukan pemasangan
kateter 24G pada vena auricularis marginalis yang telah disambungkan dengan
larutan infus natrium klorida 0,9%. Aliran infus NaCl adalah 6 mL/kg/jam selama
12 jam. Aliran infus dikontrol oleh pompa infus Japan Medical Supply (JMS) tipe
OT-701. Lima hingga sepuluh menit setelah kelinci diinduksi dengan propofol,
10
isoflurane dengan konsentrasi 1-3% dialirkan bersama dengan oksigen murni
melalui sistem semi tertutup dengan menggunakan masker. Selama proses anestesi
berlangsung, ikatan oksigen saturasi dipertahankan tidak kurang dari 95%.
Pemeriksaan klinis
Selama penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap kelinci. Pengamatan
meliputi pengamatan temperatur, frekuensi denyut jantung secara auskultasi, dan
pemeriksaan frekuensi respirasi setiap menit. Pemeriksaan temperatur dilakukan
secara per rektal dengan menggunakan termometer digital tipe harmed®,
pemeriksaan frekuensi denyut jantung dilakukan menggunakan stetoskop ABN®
dengan tipe majestic, sementara pemeriksaan frekuensi respirasi dilakukan
dengan menghitung pergerakan thoraks-abdomen. Pemeriksaan dilakukan
sebelum hewan diinduksi hingga pembiusan berakhir. Pemeriksaan dilakukan
setiap 15 menit.
Pengambilan data tekanan darah
Tekanan darah diukur dengan menggunakan metode non-invasive yang
sering digunakan oleh beberapa dokter hewan. Pengukuran menggunakan metode
Doppler dengan cuff vet fickemeyer yang ditempatkan pada permukaan kulit
mengitari arteri brachialis. Doppler flow detection (model 811-B, Barks Medical
Electronics, Inc., Aloha, or USA) menggunakan gelombang ultrasonik digunakan
untuk mengamati aliran arteri tersebut. Probe diletakkan pada permukaan kulit
yang telah dicukur dan telah diolesi gel USG. Pengambilan data dilakukan pada
waktu induksi dan dilanjutkan setiap dua jam setelah pemasangan infus. Proses
ini dilakukan sebanyak tiga kali setiap kali pengambilan data.
Pemeriksaan ekhokardiografi
Pemeriksaan ekhokardiografi dilanjutkan setelah hasil pemeriksaan klinis
berada dalam kisaran normal yang kemudian akan disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ekhokardiografi hewan ditidurkan
pada tempat berbaring khusus dengan posisi rebah kanan/right parasternal (RPS),
dengan posisi tranduser short axis views. Mesin ultrasonografi yang digunakan
selama penelitian adalah Sonodop S-6 X (PT Karindo Alkestron, Indonesia)
Gambar 2. (A) Tranduser ultrasonografi linear dengan gel dan (B) Posisi tranduser short axis
view pada right parasternal
11
dengan tranduser yang digunakan pada penelitian adalah tranduser linear S/N:
1101027 dengan frekuensi 3,5-10 MHz.
Tranduser diposisikan setelah detak jantung terpalpasi antara intercostae 46. Posisi tranduser SA dilakukan untuk mendapatkan pencitraan B-mode, M-mode
untuk pengukuran frekuensi denyut jantung, left ventricular internal dimension
diastole (LVIDd), left ventricular internal dimension systole (LVIDs), left
ventricular free wall diastole (LVWd), left ventricular free wall systole (LVWs),
interventricular septum diastole (IVSd), interventricular septum systole (IVSs),
fractional shortening (FS), cardiac output (CO) dan stroke volume (SV).
Frekuensi denyut jantung dihitung dengan cara mengukur antara dua
gelombang R pada tampilan elektrokardiografi pada layar monitor.
Interventricular septum diastole (IVDSd) dihitung dengan mengukur jarak
interventricular septum pada saat akhir diastol sedangkan interventricular septum
systole (IVDSs) dihitung dengan cara mengukur jarak interventricular septum saat
akhir sistol. Penghitungan LVIDd dilakukan pada saat akhir diastol sementara
LVIDs diukur pada saat sistol. Left ventricular free wall (LVW) dihitung dengan
mengukur dinding ventrikel kiri pada saat akhir diastol dan sistol. Data HR, CO,
SV, EF dan FS diketahui melalui hasil penghitungan data pada mesin USG.
Pengamatan parameter di atas dilakukan tiga kali pengulangan dan data
tersimpan pada komputer mesin USG. Pemeriksaan ekhokardiografi dilakukan
pada waktu induksi dan dilanjutkan setelah isoflurane dialirkan setiap 2 jam
hingga jam ke-12.
Tabel 1 Diagram alir penelitian kombinasi propofol dan isoflurane
No
Kegiatan
1
Penimbangan
2
Pemeriksaan klinis
3
Induksi awal
4
Saturasi oksigen
5
Pemasangan infus
6
Tekanan darah
7
Ekhokardiografi
P: persiapan, I: induksi
P
√
√
I
√
√
Jam ke6 7 8
0
1
2
3
4
5
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
9
10
11
12
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Analisis Data
Data yang diperoleh akan disajikan sebagai rataan±standar deviasi dalam
deskriptif naratif secara kualitatif , sedangkan data kuantitatif diuji secara statistik
dengan menggunakan penghitungan anova one way. Data dianalisis menggunakan
piranti lunak SPSS for windows® dan Microsoft Excel®.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Darah
Pengambilan darah dilakukan pada v. auricularis marginalis. Pada sampel
darah kelinci tersebut dilakukan pemeriksaan darah lengkap (Tabel 2).
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan seminggu setelah aklimatisasi dilakukan.
Dari hasil pemeriksaan darah dapat diketahui bahwa beberapa kelinci mengalami
polisitemia dan anemia ringan. Polisitemia atau peningkatan jumlah eritrosit dapat
disebabkan oleh dehidrasi ringan (Cotter 2001). Dehidrasi menyebabkan
penurunan plasma darah, sehingga terjadi hemokonsentrasi (Stockham dan Scott
2002). Dehidrasi dapat disebabkan oleh penurunan intensitas minum dari tiap
kelinci yang disebabkan oleh stres lingkungan. Selain itu polisitemia juga dapat
terjadi akibat stres pada saat pengambilan darah. Pada saat stres, kelinci akan
melepaskan epinephrine (Cunninghum dan Klein 2007). Epinephrine akan
meningkatkan kontraksi otot polos limpa, sehingga limpa akan melepaskan
sejumlah sel darah ke pembuluh darah perifer (Stockham dan Scott 2002).
Hasil pemeriksaan darah juga menunjukkan jumlah leukosit berada dibawah
kisaran referensi. Penurunan leukosit disebabkan oleh penurunan heterofil. Pada
pemeriksaan darah juga diketahui adanya limfositosis dan eosinofilia pada
beberapa hewan. Limfositosis dan eosinofilia dapat disebabkan oleh stres akut
pada saat pengambilan darah yang disebabkan oleh peningkatan adrenalin
(Suckow et al. 2012).
Tabel 2 Hasil pemeriksaan darah lengkap kelinci domestik
No
1
2
3
4
5
Jenis pemeriksaan
1
Eritrosit (x106/mm3)
5,84
PCV (%)
31
Haemoglobin (g%)
10,78
Leukosit (x10/mm3)
2,5
Heterofil (%)
2
(x10/mm3)
5
6
Limfosit (%)
90
(x10/mm3)
225
7
Monosit (%)
3
(x10/mm3)
7,50
8
Eosinofil (%)
5
(x10/mm3)
12,50
9
Basofil (%)
0
(x10/mm3)
0
*Sumber: Poljičak-Milas et al (2009)
2
8,03
42
12,48
7,95
48
381,60
47
373,65
1
7,95
4
31,80
0
0
3
7,28
32,50
9,8
3,25
10
32,50
89
289,25
1
3,25
0
0
0
0
4
5,92
29,25
9,09
6,60
11
72,60
88
580,80
1
6,60
0
0
0
0
5
4,60
26,25
9,20
2,25
5
11,25
85
191,25
2
4,50
4
18
0
0
Referensi*
4,08-6,96
NA
10,4-14
4,2-12,3
27-94
113,4-1156,2
16-70
67,2-86,1
0-3
0-36,9
0-2
0-24,6
0-1
0-70
14
Pemeriksaan Klinis sebelum Penelitian
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah mengetahui kondisi awal kelinci yang
akan digunakan. Kelinci yang digunakan pada penelitian ini memiliki berat badan
2,02±0,15kg. Hasil pemeriksaan temperatur, frekuensi denyut jantung, dan
respirasi secara berurutan adalah 39,26±0,47oC, 206±20 kali/menit, dan 188±20
kali/menit. Robertshaw (2004) dan Detweiler dan Ericson (2004) menunjukkan
hasil pemeriksaan temperatur dan frekuensi denyut jantung pada kelinci coba
masih dalam kisaran normal yaitu 38,6-40,1oC dan 180-350 kali/menit, sementara
hasil pemeriksaan frekuensi respirasi menunjukkan peningkatan yaitu diatas 30-60
kali/menit (Taylor et al. 2010).
Berdasarkan referensi diketahui bahwa temperatur dan frekuensi denyut
jantung berada dalam kisaran normal, namun frekuensi respirasi mengalami
peningkatan. Peningkatan pada frekuensi respirasi dikenal juga dengan tachypnea.
Tachypnea dapat disebabkan oleh faktor fisiologi seperti stres ataupun exercise
yang berlebihan pada saat pengambilan hewan coba (Boudarene et al. 2002).
Tachypnea mengindikasikan peningkatan kebutuhan oksigen tubuh sehingga
mengaktifkan saraf vagus (Yu et al. 2001). Walaupun pada penelitian ini
frekuensi denyut jantung masih berada dalam kisaran normal namun peningkatan
frekuensi respirasi akan diimbangi dengan peningkatan frekuensi denyut jantung
dan CO (Hjortdal et al. 2003). Peningkatan frekuensi denyut jantung dan CO
dapat disebabkan oleh peningkatan kinerja saraf vagus (Kobayashi et al. 2006)
serta usaha tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh (Cunningham dan
Klein 2007).
Pada saat hewan stres, medulla adrenalis akan melepaskan epinephrine (E)
dan norepinephrine (NE). Pada kondisi stres, ikatan epinephrine dan
norepinephrine pada
β-adrenergik yang menyebabkan vasodilasi akan
mengalahkan efek ikatan epinephrine dan norepinephrine pada α-adrenergik.
Pelepasan epinephrine dan norepinephrine akan menyebabkan dilatasi arteriol
pada sistem koronari dan otot skeletal serta dilatasi bronkus, sehingga aliran darah
ke jantung dan otot akan meningkat (Cunninghum dan Klein 2007, Grimm dan
Wagner 2007). Peningkatan aliran darah akan meningkatkan aliran oksigen
(Terakawa et al. 2009). Hewan akan berusaha bernafas sesering mungkin agar
dapat memenuhi kebutuhan oksigen (Cunningham dan Klein 2007).
Pengamatan Klinis selama Penelitian
Pemeriksaan temperatur dilakukan setiap 15 menit selama penelitian
berlangsung. Nilai temperatur berada pada kisaran normal pada 30 menit pertama,
yaitu pada menit ke 0, ke-15, dan ke-30 yang secara berurutan adalah 39,02; 38,76,
dan 38,34oC. Setelah menit ke-30 temperatur mengalami penurunan dengan cepat
hingga menit ke 135 dan relatif stabil hingga jam ke-12. Salah satu efek propofol
merupakan merelaksasi otot (Thomas dan Lerche 2011), sehingga mengurangi
panas tubuh. Kombinasi propofol dan isoflurane juga menghambat respon
pengaturan temperatur tubuh (Carerro dan Fàbregas 2012) dengan mengaktifkan
reseptor α-adrenergik perifer (Bandschapp dan Laizzo 2011, Branson 2007).
Pengaktifan reseptor α-adrenergik akan menyebabkan vasokontriksi sehingga
15
menghambat aliran darah (Cunningham dan Klein 2007). Kinerja isoflurane
terhadap pengaturan temperatur sesuai dengan dosis yang diberikan. Semakin
meningkat dosis yang diberikan maka pengaturan temperatur juga akan semakin
terhambat (Imamura et al. 2003).
Temperatur terendah pada saat penelitian terdapat pada menit ke-330 yaitu
o
36,40 C
sehingga dapat dikategorikan sebagai hipotermi tingkat ringan.
Penurunan temperatur menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05). Pada saat terjadi
hipotermi, vasokontriksi pada pembuluh darah perifer akan menghambat aliran
darah yang dapat meningkatkan temperatur permukaan tubuh (Branson 2007).
Selama penelitian berlangsung, kelinci menggigil pada jam-jam tertentu. Imamura
et al (2003) menyatakan bahwa isoflurane menyebabkan kelinci menggigil pada
hipotermi ringan. Respon menggigil merupakan salah usaha tubuh untuk
meningkatkan temperatur tubuh (Branson 2007, Cunningham dan Klein 2007)
yang dipengaruhi oleh saraf otonom (Buggy dan Crossley 2000).
Gambar 3. Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap temperatur kelinci domestik
selama pengamatan. m: menit ke
Temperatur tubuh tidak sama pada tiap bagiannya, permukaan kulit
merupakan bagian tubuh yang sering kali mengalami perubahan temperatur
(Sessler 2008). Hal ini disebabkan pada kulit terdapat thermoreseptor yang sangat
sensitif terhadap perubahan temperatur lingkungan atau obyek yang menempel
pada kulit (Akers dan Denbbow 2008). Proses menghilangnya temperatur tubuh
dapat melalui proses radiasi, konveksi, evaporasi, dan konduksi (Carero dan
Fàbregas 2012). Penurunan temperatur pada kulit akan meningkatkan
termosensitiviti hipotalamus. Hipotalamus akan merangsang peningkatan
temperatur lokal (Stitt 1976), dengan mendilatasi prekapiler sehingga
meningkatkan aliran darah perifer. Namun demikian kebanyakan pembuluh darah
berkontraksi pada daerah yang mengalami hipotermi (Carero dan Fàbregas 2012).
Efek yang dapat ditimbulkan dari hipotermi tingkat ringan adalah sedikit
peningkatan kontraksi miokardial, peningkatan tekanan darah, penurunan CO,
serta peningkatan frekuensi denyut jantung yang disebabkan oleh peningkatan
preload (Moore et al. 2011).
Pemeriksaan klinis lainnya adalah penghitungan rata-rata frekuensi
respirasi permenit, yang juga dilakukan setiap 15 menit selama penelitian
berlangsung. Rata-rata frekuensi respirasi yang diperoleh diawali dengan berada
pada kisara
DAN ISOFLURANE JANGKA PANJANG TERHADAP FUNGSI
KARDIOVASKULAR KELINCI DOMESTIK
SITARIA FRANSISKA SIALLAGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Penggunaan
Anestesi Propofol dan Isoflurane Jangka Panjang terhadap Fungsi Kardiovaskular
Kelinci Domestik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Sitaria Fransiska Siallagan
NIM 351110011
RINGKASAN
SITARIA FRANSISKA SIALLAGAN. Pengaruh Penggunaan Anestesi Propofol
dan Isoflurane Jangka Panjang terhadap Fungsi Kardiovaskular Kelinci Domestik.
Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan GUNANTI.
Penggunaan anestesi selama prosedur pembedahan akan menekan fungsi
jantung. Beberapa pembedahan mayor membutuhkan anestesi jangka panjang dan
akan meningkatkan penekanan pada fungsi jantung. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui efek jangka panjang dari anestesi propofol dan
isoflurane pada struktur dan fungsi kardiovaskular kelinci domestik yang meliputi
frekuensi denyut jantung, volume aliran darah, kemampuan kontraksi, dan
tekanan darah sistol melalui pemeriksaan ekhokardiografi M-mode dan tekanan
darah.
Penelitian ini menggunakan 5 ekor kelinci jantan dengan usia 1-1,5 tahun.
Anestesi yang digunakan selama penelitian adalah kombinasi propofol 12,5 mg/kg
IV sebagai induksi dan inhalasi isoflurane sebagai maintenance selama 12 jam
pengamatan. Isoflurane dialiri melalui masker dengan aliran oksigen murni 1
L/menit. Cairan NaCl fisiologi 0,9% digunakan selama penelitian berlangsung
dengan aliran 6mL/kg/jam. Aliran infus dikontrol oleh infusion pump.
Tahapan penelitian dibagi menjadi tahap aklimasi, tahap persiapan, dan
tahap pembiusan. Tahap aklimatisasi dilakukan setelah kelinci tiba di kandang.
Aklimasi dilakukan selama 3 hari dengan menggunakan ivermectine sebagai
antiektoparasit, mebendazole sebagai anti endoparasit, dan enrofloksasin sebagai
antibiotik. Pengambilan darah dilakukan seminggu setelah aklimasi dilakukan.
Tujuan dari pengambilan darah adalah untuk mengetahui kondisi kelinci sebelum
digunakan pada penelitian.
Tahap persiapan dilakukan sebelum penelitian. Tahapan tersebut meliputi
pencukuran rambut pada daerah right thorax, antebrachii medialis dan telinga.
Pencukuran tersebut dilakukan untuk pemeriksaan ekhokardiografi, tekanan darah
sistol, dan pemasangan oksimeter. Pada hari peneletian semua kelinci dilakukan
pemeriksaan klinis yang meliputi pemeriksaan temperatur, pemeriksaan nafas, dan
pemeriksaan frekuensi denyut jantung.
Tahap pembiusan dimulai saat propofol disuntikkan secara intravena dan
berakhir pada saat aliran isoflurane dihentikan pada jam ke-12. Pada tahapan ini
dilakukan pengambilan data ekhokardiografi pada saat induksi, serta pengambilan
data tekanan darah sistol dan ekhokardiografi selama maintenance. Selama tahap
pembiusan juga dilakukan pemeriksaan monitoring, yaitu pemeriksaan saturasi
oksigen dan pemeriksaan klinis yang meliputi pemeriksaan temperatur dan
pemeriksaan nafas. Saturasi oksigen diatur dengan nilai minimal saturasi oksigen
adalah 95%.
Hasil pengamatan tekanan darah menunjukkan tekanan darah sistol berada
pada kisaran 70,17±17,92 hingga 88,33±15,34 mmHg. Hasil pengamatan
ekhokardiografi diketahui ruang ventrikel kiri secara berurutan selama diastol dan
sistol berada pada kisaran 1,21±0,08 hingga 1,33±0,1 cm; dan 0,87±0,08 hingga
0,98±0,08 cm. Ketebalan dinding ventrikel kiri selama diastol dan sistol secara
berurutan adalah 0,24±0,04 hingga 0,28±0,04 cm; dan 0,23±0,03 hingga
0,28±0,05 cm. Ketebalan septa interventrikel pada saat diastol dan sistol secara
berurutan adalah 0,23±0,02 hingga 0,27±0,04 cm dan 0,28±0,06 hingga 0,3±0,05
cm. Fungsi kardiovaskular yang diamati selama penelitian adalah frekuensi
denyut, volume aliran, kemampuan kontraksi jantung serta tekanan darah sistol.
Frekuensi denyut jantung berkisar antara 244±18 hingga 266±24 kali/menit.
Volume aliran jantung yang meliputi stroke volume dan cardiac output secara
berurutan berkisar antara 1,07±0,29 hingga 1,57±0,53 mL/denyut dan 0,27±0,07
hingga 0,39±0,14 L/menit. Kemampuan kontraksi jantung meliputi fraksi
pemendekan dan fraksi ejeksi. Fraksi pemendekan dan fraksi ejeksi secara
berurutan berkisar antara 26±3 hingga 31±5% dan 60±2 hingga 67±8%. Tekanan
darah sistol berkisar antara 75,87±16,91 hingga 101,2±31,69 mmHg. Hasil
pemeriksaan monitoring selama penelitian, diketahui kisaran rata-rata temperatur
adalah 36,40±0,81 hingga 39,02±0,54oC dan frekuensi respirasi berkisar antara
42±6 hingga 61±23 kali/menit.
Berdasarkan hasil selama pengamatan dapat disimpulkan bahwa
kombinasi anestesi propofol dan isoflurane jangka panjang menyebabkan
penurunan temperatur, sedikit peningkatan frekuensi pernafasan pada jam tertentu
serta penekanan struktur dan fungsi jantung yang minimal.
Kata kunci: anestesi jangka panjang, ekhokardiografi, isoflurane, kelinci, propofol,
tekanan darah
SUMMARY
SITARIA FRANSISKA SIALLAGAN. Effect of Long Time Anesthesia
Propofol and Isoflurane on Cardiovascular Function of Domestic Rabbits.
Supervised by DENI NOVIANA and GUNANTI.
Anesthesia during surgical procedures can lead to suppression of the
heart function. Several major surgeries may require long time use of anesthetics
and therefore increase the heart function suppression. The purpose of this study
was to determine the effects of long time use of propofol and isoflurane anesthesia
on cardiac function of domestic rabbits through the systole blood pressure and
echocardiography examination.
This study used 5 male rabbits, 1-1,5 years old. Anaesthesia was used
during the study was the combination of propofol 12,5 mg/kg IV as an induction
and isoflurane inhalation as the maintenance anesthetic for a 12-hour observation.
Isoflurane was inhaled with 1 L/minutes in facemasked. During this study,
intravenous infusion was maintained with 6 mL/kg/hours NaCl physiology. Infuse
flowing was controlled by infusion pump.
Study phases were acclimatization phase, preparation phase, and
anaesthesia phase. Acclimatization phase was started by the time the rabbits were
arrived to cages for 3 days. Acclimatization used ivermectine as parasiticids,
mebendazole as anthelmentics, and enrofloxacin as antibiotics. Blood tests were
examined after a week of acclimation to ensure the rabbit condition before the
study.
Phases of preparation were done before the study. Phases include shaving
hair on the right thoracic region, medial antebrachii, and ears. The shaving was
done for echocardiography examination, systolic blood pressure, and oxygen
saturation. On the day of the study, clinical examination was performed in all
rabbits that including checking temperature, respiratory and heart rate
examination.
Anaesthetic phase was begun when propofol was injected intravenously
and done when isoflurane flowing was stopped at the twelfth hour.
Echocardiography examination was done at the time of induction, as well as
systolic blood pressure and echocardiography examinations were done during
maintenance. During the examination phase of anesthesia, monitoring was also
done including oxygen saturation and clinical examination including temperature
and respiratory examination. Oxygen saturation was set to a minimum value of
oxygen saturation was 95%.
The results of this study include systolic blood pressure, cardiac structure
and function. Systolic blood pressure was ranged from 70,17±17,92 to
88,33±15,34 mmHg. Cardiac structure and function were observed using M-mode
echocardiography. Results showed that the left ventricle heart chamber
dimensions during diastole (LVIDd) and systole (LVIDs) were between 1,21±0,08
to 1,33±0,1cm, and 0,87±0,08 to 0,98±0,08cm respectively. Left ventricular wall
thickness at diastole (LVWd) and systole (LVWs) ranged from 0,24±0,04 to
0,28±0,04cm, and 0,23±0,03 to 0,28±0,05cm respectively, while the thickness of
the interventricular septa at diastole (IVSd) and systole (IVSs) ranged from
0,23±0,02 to 0,27±0,04cm, and 0,28±0,06 to 0,3±0,05 cm. Cardiac function
observed in study were heart rate, heart blood volume, and the ability of the
heart’s contraction. Heart rate ranged from 244±18 to 266±24 beat/min. Heart
blood volumes which include stroke volume (SV) and cardiac output (CO) ranged
from 1,07±0,29 to 1,57±0,53ml/beat and 0,27±0,07 to 0,39±0,14lt/min
respectively. the ability of the heart’s contraction includes fractional shortening,
and ejection fraction. Fractional shortening and ejection fraction ranged from
26±3 to 31±5% and 60±2 to 67±8% respectively. The results of monitoring
examinations during the study, known temperature ranged from 36,40±0,81 to
39,02±0,54 °C and respiration rate ranged from 42±6 to 61±23 bpm.
Based on the result can be concluded that combination of long term
propofol and isolfurane anesthesia causes temperature decreased, slight
respiratory rate increased during limited hours, and minimal cardiac structure
and function suppression.
Keywords: echocardiography, blood pressure, isoflurane, long time anesthesia,
propofol, rabbits
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH PENGGUNAAN ANESTESI PROPOFOL
DAN ISOFLURANE JANGKA PANJANG TERHADAP FUNGSI
KARDIOVASKULAR KELINCI DOMESTIK
SITARIA FRANSISKA SIALLAGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr drh R. Putratama Agus Lelana, SpMP, MS
Judul Tesis : Pengaruh Penggunaan Anestesi Propofol dan Isoflurane Jangka
Panjang terhadap Fungsi Kardiovaskular Kelinci Domestik
: Sitaria Fransiska Sial1agan
Nama
: B351110011
NIM
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Drh Deni Noviana, PhD
Ketua
Dr Drh Gunanti, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Umu Biome .s ewan
Drh Agus
Tanggal Ujian: 29 Juli 2013
Tanggal Lulus:
2 7 AUG LO 1
Judul Tesis : Pengaruh Penggunaan Anestesi Propofol dan Isoflurane Jangka
Panjang terhadap Fungsi Kardiovaskular Kelinci Domestik
Nama
: Sitaria Fransiska Siallagan
NIM
: B351110011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Drh Deni Noviana, PhD
Ketua
Dr Drh Gunanti, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Biomedis Hewan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 29 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini adalah
pengaruh penggunaan anestesi propofol dan isoflurane jangka panjang terhadap
fungsi kardiovaskular kelinci domestik. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar master (S2) pada mayor Ilmu Biomedis Hewan (IBH) program
pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada drh Deni Noviana, Ph.D dan Dr drh
Gunanti, MS selaku pembimbing, serta teman-teman sepenelitian yang banyak
membantu dalam penelitian dan banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada seluruh tenaga pendidik dan kependidikan bagian Bedah
dan Radiologi yang telah mengijinkan dan membantu penulis melakukan
penelitian di laboratorium radiologi. Terima kasih kepada PT Karindo Alkestron
Indonesia yang telah membantu penelitian ini dalam bentuk penyediaan alat
ultrasonografi (USG) ekhokardiografi tipe S-6X. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
dukungan selama penulis mulai melanjutkan pendidikan, penelitian, hingga
penyusunan tesis.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan dan isi tesis ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga dapat
menjadi lebih baik. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Sitaria Fransiska Siallagan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
2
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Umum
Tahap-tahap Anestesi Umum
Propofol
Isoflurane
Tekanan Darah
Ekhokardiografi
Penilaian Ekhokardiografi
Perhitungan Kuantitas
Kelinci
3
3
3
4
5
6
6
6
7
7
3
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Hewan Coba
Metode Penelitian
Analisis Data
9
9
9
9
11
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Klinis sebelum Penelitian
Pengamatan Klinis selama Penelitian
Tekanan Darah Sistol
Pengamatan Ketebalan Dinding
Pengamatan Frekuensi denyut jantung
Pengamatan Volume Aliran Jantung
Pengamatan Kemampuan Kontraksi Jantung
13
13
14
14
19
20
22
23
24
5
SIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Diagram alir penelitian kombinasi propofol dan isoflurane
Hasil pemeriksaan darah lengkap kelinci domestik
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap
temperatur dan frekuensi respirasi kelinci domestik terhadap waktu
pengamatan
Efek anestesi jangka panjang propofol dan isoflurane terhadap
tekanan darah sistol, dan dimensi, aliran, persentase kontraksi dan
fraksi ejeksi jantung kelinci domestik
11
13
17
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Potongan memanjang (long axis) dan memendek (short axis) pada
jantung
(A) Tranduser ultrasonografi linear dengan gel dan (B) posisi
tranduser short axis view pada right parasternal
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap temperatur
kelinci domestik selama pengamatan
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap frekuensi
respirasi kelinci domestik selama pengamatan
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap tekanan
darah sistol kelinci domestik selama pengamatan hingga jam ke-12
Pengamatan ekhokardiografi kelinci domestik terhadap struktur
jantung dibawah pengaruh anestesi propofol-isoflurane
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap ketebalan
dinding dan ruang ventrikel kiri jantung kelinci domestik selama
pengamatan
Efek jangka panjang propofol-isoflurane terhadap frekuensi denyut
jantung kelinci
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap stroke
volume dan cardiac output kelinci domestik
Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap ejection
fraction dan fractional shortening kelinci domestik
7
10
15
16
19
20
21
22
23
24
DAFTAR LAMPIRAN
1
Ethical approval letter
37
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jantung merupakan organ penting dalam tubuh yang berfungsi untuk
mengedarkan darah ke seluruh bagian tubuh dan dipengaruhi oleh banyak hal.
Faktor-faktor tersebut adalah kontraksi dan dilatasi atrium dan ventrikel, serta
perubahan tekanan pada rongga thorak. Atrium dan ventrikel merupakan ruang
jantung yang berfungsi menerima dan memompa darah, selain itu katup
atrioventrikular, katup aorta dan katup pulmonalis juga berperan dalam aliran
darah tersebut (Cunningham dan Klein 2007).
Peranan jantung yang penting dalam tubuh menyebabkan banyak peneliti
yang tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang perubahan organ ini dari
berbagai aspek. Beberapa penelitian klinis yang melibatkan jantung yaitu melihat
efek agen anestesi tunggal maupun kombinasi terhadap sistem kardiovaskular
(Baumgartner et al. 2010), efek dosis maksimum dan minimum dari suatu obat
terhadap fungsi jantung (Vali et al. 2012), penyakit pada jantung (Roche et al.
2012). Anestesi merupakan prosedur yang penting selama pembedahan dan dapat
menekan sistem kardiovaskular. Efek anestesi terhadap sistem kardiovaskular
menyebabkan penggunaan anestesi perlu disertai dengan pengamatan terhadap
fungsi jantung.
Beberapa metode telah digunakan untuk membantu peneliti maupun
praktisi dalam menilai fungsi jantung, diantaranya adalah ekhokardiografi.
Ekhokardiografi merupakan teknik diagnosa pada jantung dengan menggunakan
gelombang suara ultra high-frequency yang dapat memberikan informasi
morfologi dan struktur jantung yang meliputi ukuran, ketebalan, pergerakan otot
dan katup jantung, serta aliran darah dalam pembuluh darah (Noviana et al. 2011).
Ekhokardiografi juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi jantung yaitu
dengan perhitungan ekhokardiografi seperti stroke volume (SV), cardiac output
(CO), fractional shortening (FS), dan ejection fraction (EF) (Fontes-Sousa et al.
2006).
Kelinci merupakan hewan laboratorium yang sering digunakan setelah
mencit dan tikus putih. Beberapa penelitian yang melibatkan agen anestesi pada
kelinci sering dilakukan dengan mengamati perubahan kimia klinis, efek pada
sistem kardiorespirasi terhadap beberapa agen atau kombinasi agen anestesi, serta
mengevaluasi efek klinis dan paraklinis agen anestesi terhadap beberapa metode
pemberian (Baumgartner 2010, Khameneh et al. 2012).
Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap kelinci seringkali
menggunakan anestesi ataupun analgesik dengan durasi waktu lebih dari 6 jam
(Jiang et al. 2012). Selain pada penelitian klinis, pembiusan jangka panjang pada
beberapa hewan sering kali dibutuhkan untuk pembedahan. Menurut Tanaka et al
(2011) propofol dan isoflurane merupakan anestesi yang aman digunakan pada
kelinci. Telah banyak penelitian yang dilakukan pada kelinci untuk mengamati
efek anestesi pada jantung dengan menggunakan berbagai bahan agen anestesi
(Stypmann et al. 2007), namun belum ada penelitian yang dilakukan untuk
2
mengamati fungsi kardiovaskular dengan menggunakan metode ekhokardiografi
pada penggunaan anestesi propofol-isoflurane jangka panjang.
Perumusan Masalah
Proses pembedahan pada umumnya membutuhkan anestesi. Setiap agen
anestesi memiliki efek terhadap penekanan sistem kardiovaskular. Semakin
panjang durasi pemberian anestesi maka penekanan terhadap sistem
kardiovaskular juga akan semakin tinggi. Durasi waktu yang dibutuhkan selama
proses pembedahan bisa dalam jangka waktu singkat ataupun panjang.
Kelinci merupakan salah satu hewan model untuk jantung, sehingga sering
digunakan dalam berbagai penelitian. Penelitian yang dilakukan dapat berupa
penelitian untuk proses pembedahan ataupun penelitian klinis, sehingga banyak
macam agen anestesi yang digunakan pada kelinci. Propofol dan isoflurane
merupakan salah satu agen anestesi yang aman digunakan. Akan tetapi jika durasi
anestesi semakin lama diperlukan, maka akan terjadi penekanan yang lebih pada
sistem kardiovaskular. Efek jangka panjang terhadap sistem kardiovaskular dari
kombinasi anestesi ini belum diketahui.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek jangka panjang
dari anestesi propofol dan isoflurane pada struktur dan fungsi kardiovaskular
kelinci domestik yang meliputi frekuensi denyut jantung, volume aliran darah,
kemampuan kontraksi, dan tekanan darah sistol melalui pemeriksaan
ekhokardiografi M-mode dan tekanan darah.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1.
Mengetahui efek jangka panjang penggunaan anestesi propofol dan
isoflurane terhadap fungsi kardiovaskular kelinci domestik.
2.
Memperoleh data yang meliputi struktur dan ukuran jantung, tekanan darah,
volume aliran, dan kemampuan kontraksi terhadap anestesi jangka panjang
propofol-isoflurane.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi umum
Anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti “tanpa perasaan” atau
“tidak sensitif” yang dapat diartikan menjadi “kehilangan sensasi” (Hitner dan
Nagle 1999). Permasalahan utama yang berhubungan dengan pembedahan telah
diselesaikan pada pertengahan abad ke Sembilan belas. Penyelesaian tersebut
dengan memberikan kehilangan sensasi atau lebih spesifiknya kehilangan
sensitifitas terhadap rasa sakit. Anestesi umum menyebabkan penekanan aktivitas
sistem saraf pusat (SSP) (Xie et al. 2013). Saat ini anestesi telah digunakan dalam
praktik kedokteran hewan sehari-hari sebagai sedasi, tranquilizer, immobilisasi,
relaksasi otot, ketidaksadaran, mengontrol rasa sakit yang digunakan pada proses
pembedahan, pemeriksaan dan penanganan gigi, grooming, diagnostic imaging,
perawatan luka, penangkapan atau pemindahan satwa liar (Thomas dan Lerche,
2011). Anestesi umum diawali dengan induksi dari agen anestesi tertentu yang
bersifat sementara yang menyebabkan ketidaksadaran, amnesia, analgesia, dan
akinesia (hilangnya mobilisasi) (Brown et al. 2010).
Rute pemberian agen anestesi umum dapat melalui inhalasi ataupun
parenteral. Tingkatan penekanan pada sistem saraf pusat sangat tergantung pada
konsentrasi agen pada otak. Penekanan SSP berhubungan dengan kandungan fisik
dari tiap agen (Hitner dan Nagle 1999), serta kondisi hewan seperti usia, aktifitas
metabolisme, dan temperatur tubuh (Thomas dan Lerche 2011).
Tahap-tahap Anastesi Umum
Tahapan anestesi dibagi menjadi empat berdasarkan tanda-tanda yang
diperlihatkan oleh pasien. Tanda-tanda tersebut disebabkan oleh tingkat
penekanan otak yang diinduksi oleh anestesi. Muir (2007) menyatakan ada batas
yang jelas antara tahap-tahap tersebut.
Tahap 1 dikenal juga sebagai tahap voluntary movement (dapat bergerak)
dan dimulai dari awal pemberian hingga kehilangan kesadaran. Beberapa
analgesik dapat mencapai fase yang lebih dalam dari tahap ini. Pada tahap ini
korteks cerebral secara umum dihambat (Hitner dan Nagle 1999). Efek yang
ditimbulkan pada tahap ini sangat bervariasi. Variasi yang ditimbulkan bisa
disebabkan oleh jenis anestesi yang digunakan, sifat dan kondisi pasien, cara
hewan direstrain, dan kecepatan induksi. Ketakutan hewan dapat timbul pada saat
direstrain. Rasa takut pasien dapat menyebabkan pengurangan efek anestesi.
Hewan yang ketakutan akan mengalami nafas yang dalam dan singkat. Pelepasan
epineprin menyebabkan denyut jantung menguat dan mengencang, dan dilatasi
pupil. Salivasi dapat muncul pada beberapa hewan, yang dapat juga disertai
dengan urinasi dan defekasi. Ketika akan mencapai tahap kedua, hewan akan
menjadi ataksia, kehilangan kemampuan untuk berdiri dan mengambil posisi
lateral recumbency.
Tahap 2 disebut juga sebagai delirium atau involuntary movement (tidak
dapat bergerak). Tahap ini terjadi saat korteks cerebral tertekan sempurna dan
diawali dari hewan mulai kehilangan kesadaran hingga pernafasan menjadi
4
normal (Hitner dan Nagle 1999). Sistem saraf pusat (SSP) tertekan, pasien
kehilangan seluruh kemampuan bergerak. Efek penekanan SSP yaitu reflek
meningkat dan berlebihan. Beberapa reaksi yang sering terlihat yaitu nafas dalam,
tachypnea, dan hiperventilasi. Pelepasan katekolamin yang berlanjut
menyebabkan frekuensi denyut jantung semakin cepat dan kuat, aritmia jantung
dapat terjadi, dan pupil sangat berdilatasi. Refleks palpebra dan bulu mata tampak
jelas. Pada kucing ataupun anjing dapat terjadi muntah.
Tahap 3 disebut juga sebagai tahap anestesi pembedahan dan ditandai
dengan hewan tidak sadar, disertai dengan penekanan refleks. Pada tahap ini otot
berelaksasi, pernafasan melambat dan menjadi teratur. Reflek muntah dan
menelan telah menghilang pada tahap ini. Tahap ini dibagi menjadi tiga taraf.
Taraf 1 dibagi menjadi 3 fase, yaitu: teranastesi ringan, sedang, dan dalam.
Anestesi ringan bertahan hingga pergerakan bola mata berhenti. Anestesi sedang
ditandai dengan paralisis interkostal, dan anastesi dalam ditandai oleh pernafasan
diafragma. Taraf 2 berupa ketidaksadaran atau anestesi menengah yang ditandai
dengan jumlah pulsus dan pernafasan yang stabil, menghilangnya refleks laring,
reflex kornea yang kuat, dan relaksasi otot serta analgesik bagi kebanyakkan
prosedur pembedahan. Taraf 3 berupa anestesi pembedahan yang mendalam yang
digambarkan dengan penurunan fungsi otot interkostae dan volume tidal, jumlah
respirasi meningkat, relaksasi otot yang mendalam, pernafasan diapragma, refleks
kornea lemah, pupil dilatasi dan berada ditengah. Jika pendepresan SSP berlanjut,
maka akan masuk ketahap selanjutnya.
Tahap 4. Pada tahap ini Sistem saraf pusat sangat tertekan dan pernafasan
terhenti. Jantung hanya dapat berdenyut singkat. Tekanan darah berada dalam
level shock, pengisian kapiler pada membran mukosa diperlambat, dan pupil
sangat berdilatasi. Sphincter anal dan perkencingan mengalami relaksasi.
Kematian akan terjadi beberapa saat kemudian. Jika anestesi diambil dan alat
bantu pernafasan dipasang sebelum colaps myocardial, maka tahap ini dapat
diatasi dan pasien akan kembali ke tahap 3.
Propofol
Propofol merupakan 2,6-diisopropylphenol yang sering digunakan sebagai
agen anestesi. Sediaan propofol berbentuk emulsi dikarenakan propofol memiliki
sedikit sifat kelarutan air (Thomas dan Lerche 2011). Sifat propofol sangat
lipofilik dan terdistribusi ke seluruh tubuh termasuk pada otak dan sel darah
merah (Riu et al. 2000). Propofol sering kali digunakan manusia (Koch et al.
2008) dan juga hewan seperti anjing (Mannarino et al. 2012), kuda (Umar et al.
2008), dan Kelinci (Jiang et al. 2012). Pada manusia propofol telah banyak
digunakan sebagai sedasi pada kasus yang menggunakan endoskopi (Walker et al.
2003).
Propofol menghasilkan durasi waktu induksi sekitar 4±3 menit dari awal
pemberian propofol (Allweiler et al. 2010). Penggunaan propofol dapat
menyebabkan penurunan aliran darah kapiler (Koch et al. 2008), namun tidak
menyebabkan perubahan aliran a. hepatica dan aliran vena portal (Latte et al.
1995). Injeksi propofol menurunkan diameter pembuluh darah arteri carotis
communis dan aorta abdominalis sehingga meningkatkan resistensi pada
pembuluh tersebut (Baumgartner et al. 2008). Seperti halnya pada manusia,
5
propofol menyebabkan hipoksia pada beberapa hewan eksperimen (Akada et al.
2007). Pada kelinci, propofol dengan dosis 16±5 mg/kg bb dapat menginduksi
anestesi tanpa menyebabkan apnoea (Allweiler et al. 2010). Propofol
dimetabolisme pada hati dan dieliminasi melalui ginjal, sehingga pemberian
propofol dosis tinggi dapat menyebabkan disfungsi hati, dan peningkatan keratinin
kinase (Jiang et al. 2012).
Mekanisme kerja propofol belum diketahui secara pasti hingga saat ini.
Secara umum propofol bekerja pada reseptor Gamma amino butyric acid (GABA)
dengan cara yang sama seperti barbiturat (Thomas dan Lerche 2011) dengan
menghambat neurotransmitter GABA, serta meningkatkan inhibitory synaptic
function dengan meningkatkan kinerja chloride channel pada reseptor GABA
(Branson 2007, Fish 1997), dan/atau menunda penutupan calcium channel (Nakae
et al. 2000). Gamma amino butyric acidA (GABAA) merupakan asam amino yang
berfungsi untuk menghambat sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf perifer.
Asam amino GABA banyak terdapat pada otak, korda spinalis, dan sedikit pada
jaringan saraf perifer, hati, spleen dan jantung (Crowel-Davis dan Murray 2006).
Selain itu, propofol juga telah dilaporkan bekerja dengan menghambat reseptor Nmethyl-D-aspartate (NMDA) (Irifune et al. 2003).
Isoflurane
Isoflurane merupakan anestesi inhalasi yang sering digunakan pada
berbagai pembedahan. Isoflurane tidak berwarna dan berbentuk cairan. Sediaan
isoflurane bersifat stabil pada temperatur ruangan, sehingga tidak membutuhkan
penanganan khusus (Thomas dan Lerche 2011). Keuntungan dari isoflurane
adalah memiliki kelarutan darah yang rendah, sehingga induksi serta recovery
cepat terjadi, transformasi minimal di hati, dan viscerotoxicity yang rendah
(Lipman et al. 1997, Thomas dan Lerche 2011). Mekanisme kerja isoflurane
adalah mempengaruhi aliran Ca2+ pada sejumlah sel dan meningkatkan aktivitas
saraf simpatik (Takakura et al. 1998). Pada penggunaannya isoflurane
menyebabkan takikardi atau peningkatan frekuensi denyut jantung (Marano et al.
1996), peningkatan tekanan darah arteri (Takakura et al. 1998), dan kebutuhan
oksigen meningkat (Aksenov et al. 2012).
Cairan isoflurane dievaporasi menjadi gas dengan menggunakan mesin
anestesi dan dialirkan ke hewan dengan menggunakan masker/endotracheal tube.
Gas isoflurane akan mengalir ke paru-paru, berdifusi ke sel-sel alveoli dan
memasuki aliran darah. Area kaya kapiler pada alveoli paru-paru dapat menyerap
dan menimbulkan efek yang cepat dari agen anestesi yang diberikan (Allen et al.
2011). Kecepatan difusi dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi isoflurane pada
alveoli dan pembuluh darah. Sifat kelarutan lemak yang lebih rendah dibanding
anestesi lainnya menyebabkan konsentrasi isoflurane yang tersimpan dalam lemak
lebih kecil dibanding anestesi dengan kelarutan yang lebih tinggi (Thomas dan
Lerche 2011). Isoflurane akan diekskresikan melalui paru-paru (Hitner dan Nagle
1999).
Isoflurane dapat menyebabkan anestesi umum dengan menghambat
pelepasan neurotransmitter SSP. Neurotransmitter utama yang dihambat adalah
glutamate pada akhir presinap (Westphalen et al. 2013), namun demikian
mekanisme kerja isoflurane adalah mempengaruhi aktivasi reseptor γ-amino
butyric acidA (GABAA) pada reseptor sinaps dan ekstrasinaps (Ballesteros et al.
6
2012, Ogawa et al. 2011). Efek isoflurane pada GABA adalah menurunkan aksi
potensial evoked inhibitory postsynaptic currents (eIPSCs), meningkatkan
miniature inhibitory postsynaptic currents (mIPSCs) dan failure rate (Rf) (Kotani
dan Akaike 2013, Ogawa et al. 2011). Penghambatan pada pengambilan GABA
oleh anestesi voletil akan meningkatkan GABA pada ekstraseluler, yang dapat
memperpanjang aktivitas reseptor GABA ekstrasinaptik (Kotani dan Akaike
2013).
Isoflurane telah dilaporkan tidak hanya meningkatkan aktivitas reseptor
GABA namun juga menghambat NMDA (Shelton dan Nicholson 2010).
Penghambatan pada reseptor NMDA lebih rendah dibandingkan penghambatan
pada reseptor GABA (Brosnan 2011). Peningkatan isoflurane pada reseptor
GABA dan penghambatan reseptor NMDA menyebabkan penurunan rangsangan
pada SSP (Crowell-Davis dan Murray 2006).
Tekanan darah
Metode pengukuran tekanan darah arteri terbagi menjadi dua kategori,
yaitu: metode langsung (invasive) dan tidak langsung (non-invasive). Metode
langsung merupakan metode yang menggunakan sistem implan yang secara
langsung berhubungan dengan sistem arteri. Metode tidak langsung merupakan
metode pengukuran tekanan darah arteri yang relative lebih mudah digunakan.
Metode oksimetri invasif merupakan salah satu metode dengan tingkat keakuratan
tinggi. Selain metode oksimetri, menurut Harvey et al. (2012) menyatakan bahwa
Doppler arterial blood pressure juga merupakan metode yang dapat digunakan
dalam pengukuran tekanan darah pada kelinci. Pengukuran tekanan darah dapat
dilakukan pada beberapa arteri, yaitu: arteri auricularis centralis, arteri pada area
kaki depan dan kaki belakang (Ypsilantis et al. 2005).
Ekhokardiografi
Ultrasound sering kali diaplikasikan pada dunia medis, baik pada bidang
penelitian, pendidikan, maupun klinis. Ultrasound dapat menghasilkan gambaran
kualitas kerja jantung dengan B-mode, ketebalan jaringan dengan M-mode, real
time pada pemeriksaan frekuensi denyut jantung, dan gambaran aliran darah
melalui fungsi Doppler (Fuentes 2008; Foster dan Theodoropoulos 2011).
Penilaian Ekhokardiografi
Menurut Fuentes (2008), ekhokardiografi sangat cocok untuk
mengidentifikasi struktur lesi, namun penilaian kuantitatif dan fungsi dari jantung
juga sangat penting. Ekhokardiografi dapat melakukan penghitungan ukuran
dinding jantung dan kecepatan aliran pada tiap ruang jantung, tampilan sistol dan
diastol, fungsi katup, dan memperkirakan hemodinamik (contoh: tekanan
intrakardial). Dalam jurnalnya, Pelosi et al (2011) menggunakan ekhokardiografi
sebagai sarana pengukur ketebalan jantung dan kecepatan aliran.
7
Pengukuran ketebalan jantung sering kali menggunakan posisi pengambilan
gambar right parasternal view (RPS). Posisi RPS merupakan posisi yang sering
digunakan untuk mengamati dimensi jantung bagian kiri. Pencitraan dimensi
jantung didapat berdasarkan arah gelombang suara yang dikeluarkan oleh
tranduser. Arah gelombang suara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu memendek
(short axis) dan memanjang (long axis) (Gambar 1) (Brown dan Gaillot 2008,
Noviana et al. 2011).
Gambar 1. Potongan memanjang (long axis) dan memendek (short axis) pada jantung, AO:
aorta, PA: pulmonary artery, RA: right atria, RV: right ventricle, LA: left atria,
LV: left ventricle (Martin 1995)
Perhitungan Kuantitas
Menurut Brown dan Gaillot (2008), beberapa perhitungan matematika
telah ditemukan untuk memperkirakan volume ventrikel. Perhitungan tersebut
sangat penting dalam mendukung diagnosa dan prognosis kardiovaskular.
Ejection fraction (EF) adalah perhitungan indeks rasio volume ventrikel.
Persamaannya adalah (EDV-ESV)/EDV, dimana EDV (end diastole volume) dan
ESV (end systole volume) adalah volume akhir diastol dan volume akhir sistol,
berturutan. Analogi dengan satu dimensi EF adalah fractional shortening (FS).
Persamaan FS adalah (LVIDd-LVIDs)/LVIDd. LVIDd (left ventricular internal
dimension diastole) adalah jarak antar dinding ventrikel kiri saat diastol,
sementara LVIDs (left ventricular internal dimension systole) adalah jarak antar
dinding ventrikel kiri saat sistol. Penetepan LVIDd dan LVIDs biasanya
berdasarkan pengukuran M-mode pada posisi short axis. Volume setiap denyut
ventrikel kiri (stroke volume/SV) dapat diukur dari perbedaan antara volume
diastol dan sistol (EDV-ESV). Cardiac output (CO) atau volume yang
dikeluarkan jantung permenit dapat dihitung melalui persamaan SV dikalikan
dengan frekuensi denyut jantung (heart rate/HR).
Kelinci
Pada awalnya kelinci diklasifikasikan sebagai rodensia, namun dua pasang
gigi seri pada rahang atas dan tidak adanya gigi taring menyebabkan kelinci
diklasifikasikan pada famili Leoridae, ordo Lagomorpha, genus Oryctolagus, dan
8
secara umum dikenal dengan lagomorphs. Nama ilmiah bagi kelinci domestik
adalah Oryctolagus cuniculus (Hrapkiewizk dan Leticia 2007).
Kelinci sering kali digunakan pada penelitian. Hal tersebut dikarenakan
ukuran, kemudahan dalam penanganan, dan relatif mudah dalam pengoleksian
darah (Hrapkiewizk dan Leticia 2007). Hingga saat ini telah banyak penelitian
yang dilakukan dengan menggunakan kelinci, beberapa diantaranya merupakan
penelitian yang bertujuan mengetahui dosis, efek serta rute pemberian suatu agen
anestesi (Gusak at al. 2012), efek vitamin terhadap parameter fisiologi setelah
pemberian agen anestesi tertentu (Egwu et al. 2011), serta perbandingan antara
penggunaan anestesi pada pemberian berulang (Felzemburgh et al. 2012).
Sebaiknya kelinci tidak dipuasakan sebelum dianestesi, karena kelinci tidak dapat
muntah. Puasa dibutuhkan saat akan dilakukan penelitian pada bagian pencernaan
(Flecknell 2011).
Kelinci sangat mudah dikekang, namun harus berhati-hati karena kelinci
sangat penakut. Ketika mencoba untuk kabur, kelinci akan berusaha dengan
menendang-nendang kaki belakangnya. Hal ini dapat melukai pemegang dan
dapat mengakibatkan luka serius bagi kelinci tersebut (seperti fraktur pada tulang
belakang bagian lumbal). Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu sangat
penting untuk menopang punggung kelinci setiap saat dan jangan pernah
meninggalkan kelinci tanpa pengawasan pada meja periksa (Flecknell 2011).
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2013 di Bagian Bedah
dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB).
Hewan Coba
Penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik hewan IPB dengan nomor
ACUC 02_2012 IPB. Hewan coba yang digunakan dalam penelitian adalah 5 ekor
kelinci domestik jantan, berusia 1-1,5 tahun, dengan berat badan 2,02±0,15kg.
Selama penelitian dilakukan, kelinci dipelihara pada kandang individu di kandang
kelinci pada unit pemeliharaan hewan laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan
IPB.
Metode Penelitian
Tahap aklimatisasi
Penanganan awal kelinci yang akan digunakan selama penelitian yaitu
aklimasi dengan menggunakan antibiotik enrofloksasin 5 mg/kg berat badan (BB)
secara intra muscular (IM) 2x sehari selama 3 hari, ivermectine 0,3 mg/kg BB
secara sub cutan (SC) sebagai antiektoparasit, dan mebendazole 50 mg/kg BB
secara per oral (PO) sebagai antiendoparasit. Seminggu setelah aklimatisasi
dilakukan, setiap kelinci dilakukan pemeriksaan klinis dan darah lengkap. Kelinci
yang digunakan adalah kelinci yang dinyatakan sehat dari rangkaian pemeriksaan
tersebut.
Tahap persiapan
Sebelum penelitian dilakukan hewan dicukur pada bagian right thorax, dan
telinga, secara berurutan untuk pemeriksaan ekhokardiografi, pemasangan pulse
oxymetri. Pada hari-H semua kelinci kembali dilakukan pemeriksaan klinis yang
meliputi pemeriksaan temperatur dengan mengukur temperatur rektal
menggunakan termometer digital, menghitung frekuensi denyut jantung dengan
auskultasi jantung, menghitung respirasi dengan mengamati gerakan pernafasan
pada bagian dada dan perut.
Tahap pembiusan
Kelinci dibius dengan menggunakan propofol dengan dosis 12,5 mg/kg
BB secara intravena (IV). Pada saat hewan telah terbius dilakukan pemasangan
kateter 24G pada vena auricularis marginalis yang telah disambungkan dengan
larutan infus natrium klorida 0,9%. Aliran infus NaCl adalah 6 mL/kg/jam selama
12 jam. Aliran infus dikontrol oleh pompa infus Japan Medical Supply (JMS) tipe
OT-701. Lima hingga sepuluh menit setelah kelinci diinduksi dengan propofol,
10
isoflurane dengan konsentrasi 1-3% dialirkan bersama dengan oksigen murni
melalui sistem semi tertutup dengan menggunakan masker. Selama proses anestesi
berlangsung, ikatan oksigen saturasi dipertahankan tidak kurang dari 95%.
Pemeriksaan klinis
Selama penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap kelinci. Pengamatan
meliputi pengamatan temperatur, frekuensi denyut jantung secara auskultasi, dan
pemeriksaan frekuensi respirasi setiap menit. Pemeriksaan temperatur dilakukan
secara per rektal dengan menggunakan termometer digital tipe harmed®,
pemeriksaan frekuensi denyut jantung dilakukan menggunakan stetoskop ABN®
dengan tipe majestic, sementara pemeriksaan frekuensi respirasi dilakukan
dengan menghitung pergerakan thoraks-abdomen. Pemeriksaan dilakukan
sebelum hewan diinduksi hingga pembiusan berakhir. Pemeriksaan dilakukan
setiap 15 menit.
Pengambilan data tekanan darah
Tekanan darah diukur dengan menggunakan metode non-invasive yang
sering digunakan oleh beberapa dokter hewan. Pengukuran menggunakan metode
Doppler dengan cuff vet fickemeyer yang ditempatkan pada permukaan kulit
mengitari arteri brachialis. Doppler flow detection (model 811-B, Barks Medical
Electronics, Inc., Aloha, or USA) menggunakan gelombang ultrasonik digunakan
untuk mengamati aliran arteri tersebut. Probe diletakkan pada permukaan kulit
yang telah dicukur dan telah diolesi gel USG. Pengambilan data dilakukan pada
waktu induksi dan dilanjutkan setiap dua jam setelah pemasangan infus. Proses
ini dilakukan sebanyak tiga kali setiap kali pengambilan data.
Pemeriksaan ekhokardiografi
Pemeriksaan ekhokardiografi dilanjutkan setelah hasil pemeriksaan klinis
berada dalam kisaran normal yang kemudian akan disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ekhokardiografi hewan ditidurkan
pada tempat berbaring khusus dengan posisi rebah kanan/right parasternal (RPS),
dengan posisi tranduser short axis views. Mesin ultrasonografi yang digunakan
selama penelitian adalah Sonodop S-6 X (PT Karindo Alkestron, Indonesia)
Gambar 2. (A) Tranduser ultrasonografi linear dengan gel dan (B) Posisi tranduser short axis
view pada right parasternal
11
dengan tranduser yang digunakan pada penelitian adalah tranduser linear S/N:
1101027 dengan frekuensi 3,5-10 MHz.
Tranduser diposisikan setelah detak jantung terpalpasi antara intercostae 46. Posisi tranduser SA dilakukan untuk mendapatkan pencitraan B-mode, M-mode
untuk pengukuran frekuensi denyut jantung, left ventricular internal dimension
diastole (LVIDd), left ventricular internal dimension systole (LVIDs), left
ventricular free wall diastole (LVWd), left ventricular free wall systole (LVWs),
interventricular septum diastole (IVSd), interventricular septum systole (IVSs),
fractional shortening (FS), cardiac output (CO) dan stroke volume (SV).
Frekuensi denyut jantung dihitung dengan cara mengukur antara dua
gelombang R pada tampilan elektrokardiografi pada layar monitor.
Interventricular septum diastole (IVDSd) dihitung dengan mengukur jarak
interventricular septum pada saat akhir diastol sedangkan interventricular septum
systole (IVDSs) dihitung dengan cara mengukur jarak interventricular septum saat
akhir sistol. Penghitungan LVIDd dilakukan pada saat akhir diastol sementara
LVIDs diukur pada saat sistol. Left ventricular free wall (LVW) dihitung dengan
mengukur dinding ventrikel kiri pada saat akhir diastol dan sistol. Data HR, CO,
SV, EF dan FS diketahui melalui hasil penghitungan data pada mesin USG.
Pengamatan parameter di atas dilakukan tiga kali pengulangan dan data
tersimpan pada komputer mesin USG. Pemeriksaan ekhokardiografi dilakukan
pada waktu induksi dan dilanjutkan setelah isoflurane dialirkan setiap 2 jam
hingga jam ke-12.
Tabel 1 Diagram alir penelitian kombinasi propofol dan isoflurane
No
Kegiatan
1
Penimbangan
2
Pemeriksaan klinis
3
Induksi awal
4
Saturasi oksigen
5
Pemasangan infus
6
Tekanan darah
7
Ekhokardiografi
P: persiapan, I: induksi
P
√
√
I
√
√
Jam ke6 7 8
0
1
2
3
4
5
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
9
10
11
12
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Analisis Data
Data yang diperoleh akan disajikan sebagai rataan±standar deviasi dalam
deskriptif naratif secara kualitatif , sedangkan data kuantitatif diuji secara statistik
dengan menggunakan penghitungan anova one way. Data dianalisis menggunakan
piranti lunak SPSS for windows® dan Microsoft Excel®.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Darah
Pengambilan darah dilakukan pada v. auricularis marginalis. Pada sampel
darah kelinci tersebut dilakukan pemeriksaan darah lengkap (Tabel 2).
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan seminggu setelah aklimatisasi dilakukan.
Dari hasil pemeriksaan darah dapat diketahui bahwa beberapa kelinci mengalami
polisitemia dan anemia ringan. Polisitemia atau peningkatan jumlah eritrosit dapat
disebabkan oleh dehidrasi ringan (Cotter 2001). Dehidrasi menyebabkan
penurunan plasma darah, sehingga terjadi hemokonsentrasi (Stockham dan Scott
2002). Dehidrasi dapat disebabkan oleh penurunan intensitas minum dari tiap
kelinci yang disebabkan oleh stres lingkungan. Selain itu polisitemia juga dapat
terjadi akibat stres pada saat pengambilan darah. Pada saat stres, kelinci akan
melepaskan epinephrine (Cunninghum dan Klein 2007). Epinephrine akan
meningkatkan kontraksi otot polos limpa, sehingga limpa akan melepaskan
sejumlah sel darah ke pembuluh darah perifer (Stockham dan Scott 2002).
Hasil pemeriksaan darah juga menunjukkan jumlah leukosit berada dibawah
kisaran referensi. Penurunan leukosit disebabkan oleh penurunan heterofil. Pada
pemeriksaan darah juga diketahui adanya limfositosis dan eosinofilia pada
beberapa hewan. Limfositosis dan eosinofilia dapat disebabkan oleh stres akut
pada saat pengambilan darah yang disebabkan oleh peningkatan adrenalin
(Suckow et al. 2012).
Tabel 2 Hasil pemeriksaan darah lengkap kelinci domestik
No
1
2
3
4
5
Jenis pemeriksaan
1
Eritrosit (x106/mm3)
5,84
PCV (%)
31
Haemoglobin (g%)
10,78
Leukosit (x10/mm3)
2,5
Heterofil (%)
2
(x10/mm3)
5
6
Limfosit (%)
90
(x10/mm3)
225
7
Monosit (%)
3
(x10/mm3)
7,50
8
Eosinofil (%)
5
(x10/mm3)
12,50
9
Basofil (%)
0
(x10/mm3)
0
*Sumber: Poljičak-Milas et al (2009)
2
8,03
42
12,48
7,95
48
381,60
47
373,65
1
7,95
4
31,80
0
0
3
7,28
32,50
9,8
3,25
10
32,50
89
289,25
1
3,25
0
0
0
0
4
5,92
29,25
9,09
6,60
11
72,60
88
580,80
1
6,60
0
0
0
0
5
4,60
26,25
9,20
2,25
5
11,25
85
191,25
2
4,50
4
18
0
0
Referensi*
4,08-6,96
NA
10,4-14
4,2-12,3
27-94
113,4-1156,2
16-70
67,2-86,1
0-3
0-36,9
0-2
0-24,6
0-1
0-70
14
Pemeriksaan Klinis sebelum Penelitian
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah mengetahui kondisi awal kelinci yang
akan digunakan. Kelinci yang digunakan pada penelitian ini memiliki berat badan
2,02±0,15kg. Hasil pemeriksaan temperatur, frekuensi denyut jantung, dan
respirasi secara berurutan adalah 39,26±0,47oC, 206±20 kali/menit, dan 188±20
kali/menit. Robertshaw (2004) dan Detweiler dan Ericson (2004) menunjukkan
hasil pemeriksaan temperatur dan frekuensi denyut jantung pada kelinci coba
masih dalam kisaran normal yaitu 38,6-40,1oC dan 180-350 kali/menit, sementara
hasil pemeriksaan frekuensi respirasi menunjukkan peningkatan yaitu diatas 30-60
kali/menit (Taylor et al. 2010).
Berdasarkan referensi diketahui bahwa temperatur dan frekuensi denyut
jantung berada dalam kisaran normal, namun frekuensi respirasi mengalami
peningkatan. Peningkatan pada frekuensi respirasi dikenal juga dengan tachypnea.
Tachypnea dapat disebabkan oleh faktor fisiologi seperti stres ataupun exercise
yang berlebihan pada saat pengambilan hewan coba (Boudarene et al. 2002).
Tachypnea mengindikasikan peningkatan kebutuhan oksigen tubuh sehingga
mengaktifkan saraf vagus (Yu et al. 2001). Walaupun pada penelitian ini
frekuensi denyut jantung masih berada dalam kisaran normal namun peningkatan
frekuensi respirasi akan diimbangi dengan peningkatan frekuensi denyut jantung
dan CO (Hjortdal et al. 2003). Peningkatan frekuensi denyut jantung dan CO
dapat disebabkan oleh peningkatan kinerja saraf vagus (Kobayashi et al. 2006)
serta usaha tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh (Cunningham dan
Klein 2007).
Pada saat hewan stres, medulla adrenalis akan melepaskan epinephrine (E)
dan norepinephrine (NE). Pada kondisi stres, ikatan epinephrine dan
norepinephrine pada
β-adrenergik yang menyebabkan vasodilasi akan
mengalahkan efek ikatan epinephrine dan norepinephrine pada α-adrenergik.
Pelepasan epinephrine dan norepinephrine akan menyebabkan dilatasi arteriol
pada sistem koronari dan otot skeletal serta dilatasi bronkus, sehingga aliran darah
ke jantung dan otot akan meningkat (Cunninghum dan Klein 2007, Grimm dan
Wagner 2007). Peningkatan aliran darah akan meningkatkan aliran oksigen
(Terakawa et al. 2009). Hewan akan berusaha bernafas sesering mungkin agar
dapat memenuhi kebutuhan oksigen (Cunningham dan Klein 2007).
Pengamatan Klinis selama Penelitian
Pemeriksaan temperatur dilakukan setiap 15 menit selama penelitian
berlangsung. Nilai temperatur berada pada kisaran normal pada 30 menit pertama,
yaitu pada menit ke 0, ke-15, dan ke-30 yang secara berurutan adalah 39,02; 38,76,
dan 38,34oC. Setelah menit ke-30 temperatur mengalami penurunan dengan cepat
hingga menit ke 135 dan relatif stabil hingga jam ke-12. Salah satu efek propofol
merupakan merelaksasi otot (Thomas dan Lerche 2011), sehingga mengurangi
panas tubuh. Kombinasi propofol dan isoflurane juga menghambat respon
pengaturan temperatur tubuh (Carerro dan Fàbregas 2012) dengan mengaktifkan
reseptor α-adrenergik perifer (Bandschapp dan Laizzo 2011, Branson 2007).
Pengaktifan reseptor α-adrenergik akan menyebabkan vasokontriksi sehingga
15
menghambat aliran darah (Cunningham dan Klein 2007). Kinerja isoflurane
terhadap pengaturan temperatur sesuai dengan dosis yang diberikan. Semakin
meningkat dosis yang diberikan maka pengaturan temperatur juga akan semakin
terhambat (Imamura et al. 2003).
Temperatur terendah pada saat penelitian terdapat pada menit ke-330 yaitu
o
36,40 C
sehingga dapat dikategorikan sebagai hipotermi tingkat ringan.
Penurunan temperatur menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05). Pada saat terjadi
hipotermi, vasokontriksi pada pembuluh darah perifer akan menghambat aliran
darah yang dapat meningkatkan temperatur permukaan tubuh (Branson 2007).
Selama penelitian berlangsung, kelinci menggigil pada jam-jam tertentu. Imamura
et al (2003) menyatakan bahwa isoflurane menyebabkan kelinci menggigil pada
hipotermi ringan. Respon menggigil merupakan salah usaha tubuh untuk
meningkatkan temperatur tubuh (Branson 2007, Cunningham dan Klein 2007)
yang dipengaruhi oleh saraf otonom (Buggy dan Crossley 2000).
Gambar 3. Efek anestesi jangka panjang propofol-isoflurane terhadap temperatur kelinci domestik
selama pengamatan. m: menit ke
Temperatur tubuh tidak sama pada tiap bagiannya, permukaan kulit
merupakan bagian tubuh yang sering kali mengalami perubahan temperatur
(Sessler 2008). Hal ini disebabkan pada kulit terdapat thermoreseptor yang sangat
sensitif terhadap perubahan temperatur lingkungan atau obyek yang menempel
pada kulit (Akers dan Denbbow 2008). Proses menghilangnya temperatur tubuh
dapat melalui proses radiasi, konveksi, evaporasi, dan konduksi (Carero dan
Fàbregas 2012). Penurunan temperatur pada kulit akan meningkatkan
termosensitiviti hipotalamus. Hipotalamus akan merangsang peningkatan
temperatur lokal (Stitt 1976), dengan mendilatasi prekapiler sehingga
meningkatkan aliran darah perifer. Namun demikian kebanyakan pembuluh darah
berkontraksi pada daerah yang mengalami hipotermi (Carero dan Fàbregas 2012).
Efek yang dapat ditimbulkan dari hipotermi tingkat ringan adalah sedikit
peningkatan kontraksi miokardial, peningkatan tekanan darah, penurunan CO,
serta peningkatan frekuensi denyut jantung yang disebabkan oleh peningkatan
preload (Moore et al. 2011).
Pemeriksaan klinis lainnya adalah penghitungan rata-rata frekuensi
respirasi permenit, yang juga dilakukan setiap 15 menit selama penelitian
berlangsung. Rata-rata frekuensi respirasi yang diperoleh diawali dengan berada
pada kisara