Pemetaan Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Pulau Jawa Menggunakan Sistem Informasi Geografis.

PEMETAAN POTENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
MIKROHIDRO DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DANANG ARIA PRANEDYA BASKORO

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Potensi
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Pulau Jawa Menggunakan Sistem
Informasi Geografis adalah benar karya saya dengan arahan dari Dr Liyantono dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Danang Aria Pranedya Baskoro
NIM F14100132

ABSTRAK
DANANG ARIA PRANEDYA BASKORO.Pemetaan Potensi Pembangkit
Listrik Tenaga Mikrohidro di Pulau Jawa Menggunakan Sistem Informasi
Geografis. dibimbing oleh LIYANTONO.
Pulau Jawa merupakan pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia, dengan
kepadatan 883 jiwa/km2 dan jumlah penduduknya mencapai 58% dari total
penduduk Indonesia. Pertumbuhan penduduk dan ekonomi juga mengakibatkan
konsumsi listrik setiap tahun meningkat 9% yang dapat mengakibatkan krisis energi.
Tujuan penelitian ini adalah memetakan lokasi yang mempunyai potensi untuk
pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan. Kriteria ditentukan berdasarkan literatur yang telah ada yaitu
kemiringan minimal 45° dan beda ketinggian 2 meter yang berada pada aliran
sungai yang mempunyai debit minimal 0.25 m³/s. Beda tinggi dan kemiringan
dianalisis menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) 30 dari ASTER

(Aster Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer). Debit diestimasi
menggunakan data PDA (pos duga air) dan data tutupan lahan dengan persamaan
keseimbangan debit dan pembobotan koefisien runoff. Hasil dari penelitian ini
dapat mengidentifikasi total 90 titik potensi mikrohidro dengan daya 2.04 MW dan
total daya dari semua kategori pembangkit listrik tenaga air sebesar 20.26 MW.
Kata kunci: DEM, koefisien runoff, mikrohidro
ABSTRACT
DANANG ARIA PRANEDYA BASKORO. Mapping Potential Microhydro
Power Plant in Java Island Using Geographic Information S ystem. Supervised
by LIYANTONO.
Java Island is the most populous island in Indonesia, which is 833 people/km2
and the population reach about 58% of Indonesia total polulation. Population and
economic growth also resulted in annual electricity consumption increased by 9%,
which can lead to energy crisis. The objective of this research is to mapping out the
locations that have potential for build the microhydro power plant based on
predetermined criteria. The criteria are determined based on the literature stating
that minimal slope of 45° and a head of 2 meter are located on river flow that have
minimal discharge 0.25 m³/s. Head and minimal slope were analyzed using 30 of
ASTER DEM data. The discharges are estimated by using the data from PDA and
land use data with debit balance equation and weighting coefficients of runoff. The

result from this research can identify 90 point of potential micro hydro with power
2.04 MW and all categories of hydroelectric power plant amounted to 20.26 MW

Keywords: DEM, microhydro, runoff coefficient

PEMETAAN POTENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA
MIKROHIDRO DI PULAU JAWA MENGGUNAKAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DANANG ARIA PRANEDYA BASKORO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Judul Skripsi : Pemetaan Potensi Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Mikrohidro
di Pulau Jawa Menggunakan Sistem Informasi Geografis
Nama
: Danang Aria Pranedya Baskoro
NIM
: F14100132

Disetujui oleh

Dr Liyantono, STP, MAgr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2014 ini adalah
pembangkit listrik tenaga mikrohidro, dengan judul Pemetaan Potensi Pembangkit
Listrik Tenaga Mikrohidro di Pulau Jawa Menggunakan Sistem Informasi
Geografis.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Liyantono, STP, M.Agr
selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak
yang telah membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermaanfaat dan memberikan
kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2015
Danang Aria Pranedya Baskoro

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

METODE

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Wilayah Studi

3


Alat

3

Bahan

4

Prosedur Kerja

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi Lapang
SIMPULAN DAN SARAN

12
17
18


Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

31


DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Klasifikasi pembangkit tenaga air
Klasifikasi ketinggian pembangkit listrik skala kecil
Nilai koefisien runoff untuk metode rasional
Kategori ketinggian di setiap provinsi
Rentang nilai debit tiap provinsi
Potensi pembangkit tenaga air
Rincian potensi mikrohidro di Pulau Jawa

5
5
8

13
14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Peta wilayah studi
Diagram alir analisis data spasial
Pengambilan data menggunakan currentmeter
Diagram alir prosedur kerja
Peta karakterisrik DAS rawatamtu
Lokasi pos duga air
Peta potensi DAS rawatamtu
Peta sebaran potensi mikrohidro

3
6
11
12
13
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel data pos duga air
2. Daftar potensi mikrohidro
3. Hasil validasi

20
26
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Jawa merupakan pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia.
Kepadatan penduduknya mencapai 883 jiwa/km2 dan jumlah penduduk mencapai
58% dari total penduduk. Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah tiga
provinsi dengan urutan teratas penduduk terbanyak, yaitu masing-masing
berjumlah 43 021 826 jiwa, 37 476 011 jiwa, dan 31 380 687 jiwa dan diperkirakan
akan terus meningkat sepanjang tahun (BPS 2010). Data tersebut menunjukkan
melimpahnya sumberdaya manusia yang melimpah di Pulau Jawa, akan tetapi hal
ini juga dapat menyebabkan banyaknya konsumsi listrik. Pemerintah juga
memprediksi Pulau Jawa akan mengalami krisis energi listrik pada tahun 2018
dikarenakan setiap tahun pertumbuhan listrik di seluruh Pulau Jawa mencapai 9%.
Potensi krisis listrik tersebut terjadi karena pesatnya pertumbuhan aktivitas
perekonomian di Pulau Jawa sehingga berimbas pada menigkatnya konsumsi listrik
(Budiyanti 2014). Pertumbuhan listrik tersebut cukup tinggi karena listrik yang
dapat dihasilkan oleh pembangkit listrik Jawa sebesar 24 265.11 MW, sedangkan
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sebesar 22 575.21 MW dengan rasio
elektrifikasi 69.8% (PLN 2013).
Pembangkit listrik di Pulau Jawa sebagian besar menggunakan batu bara yang
harus didatangkan dari Sumatra dan Kalimantan yang berarti kebutuhan energi di
Pulau Jawa sangat tergantung pada daerah lain. Selain itu adanya wilayah pelosok
yang sulit untuk dijangkau membuat distribusi listrik menjadi sulit dilakukan.
Masalah tersebut menyebabkan di setiap daerah harus mandiri energi listrik dengan
cara membuat pembangkit listrik sendiri untuk memenuhi kebutuhan daerahnya.
Ada banyak potensi pembangkit tenaga listrik di Pulau Jawa seperti panas bumi,
biofuel, biomassa dan tenaga air.
Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
listrik adalah dengan membuat pembangkit listrik tenaga air, PLTA (Pembangkit
Listrik Tenaga Air) telah menyumbang 2 392.03 MW untuk memenuhi kebutuhan
listrik di Pulau Jawa serta ditambah lagi potensi mikrohidro sebesar 250 MW (PLN
2010). Daerah yang sulit dijangkau dapat memenuhi kebutuhan listriknya sendiri
dengan membangun pembangkit listrik tenaga air berskala kecil atau mikrohidro.
Banyaknya dataran tinggi dan aliran sungai di Pulau Jawa menjadi faktor PLTMH
(Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) dipilih sebagai energi alternatif, hal ini
dikarenakan PLTMH merupakan pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan
aliran air sebagai tenaga penggeraknya seperti saluran irigasi, sungai atau air terjun
dengan cara memanfaatkan ketinggian air dan debit aliran yang tidak terlalu besar.
PLTMH memerlukan biaya yang terjangkau dan tahan lama, sehingga negara
berkembang dapat membuat dan menerapkan teknologi tersebut untuk membantu
memenuhi kebutuhan listrik penduduknya di perkotaan maupun di daerah
pedalaman.
Penentuan titik potensi PLTMH membutuhkan analisis data spasial karena
faktor terjunan dan debit aliran air yang tergantung pada bentuk muka bumi dan
penggunaan lahan. Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat membantu dalam
menganalisis data spasial dan sangat efektif dalam membantu proses pembentukan,

2
pengembangan atau perbaikan peta serta sangat membantu memvisualisasikan
fenomena di dunia nyata. SIG mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan
mengolah data, beroperasi pada set data menggunakan algoritma atau model dan
menyajikan hasil transformasi dalam bentuk peta. Informasi atau data yang diolah
dapat disimpan layer by layer dalam format yang sama, hal ini memungkinkan
seseorang untuk membandingkan informasi yang berbeda untuk tata ruang yang
sama. Integrasi informasi melalui area of interest memungkinkan untuk
menganalisis data berbasis wilayah (Johnson 2009).
Arya (2012) memetakan potensi PLTMH berdasarkan curah hujan. Curah
hujan digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi debit sungai yang merupakan
total runoff (TRO). Hubungan curah hujan dan debit sungai dapat diketahui dengan
menggunakan rasio runoff. Keseimbangan air dihitung menggunakan Model
SWAT (Soil and Water Assesment Tool) dengan input sederhana seperti curah
hujan, temperatur, topografi dan tutupan lahan serta jenis tanah. Head efektif
dihitung menggunakan slope yang dikalikan dengan ukuran grid data DEM yang
digunakan. Efisiensi total PLTMH diasumsikan 80% dengan ukuran grid 90 meter.
Bergstrom (2005) mengidentifikasi lokasi yang berpotensi mikrohidro
menitikberatkan pada penggunaan SIG. Data DEM diperoleh dari kontur dengan
interval 30 meter dari tempat studi. Data DEM dianalisis untuk dapat menjadi
gambaran permukaan bumi seperti cekungan sungai, dataran tinggi dan danau.
Aliran sungai yang permanen dianalisis elevasinya menggunakan fungsi dari
LINEGRID pada ArcWorkstation. Elevasi dari yang telah diketahui nilainya pada
aliran sungai dijadikan acuan untuk mencari beda ketinggian menggunakan
algoritma yang dibuat pada software Matlab. Lokasi yang telah memenuhi kriteria
ketinggian dievaluasi debit aliran sungainya untuk dicari potensi mikrohidro.
Perumusan Masalah
Kebutuhan listrik di Pulau Jawa meningkat setiap tahun, hal ini dapat
menyebabkan krisis energi dan dapat mengganggu kegiatan perekonomian maupun
pemerintahan. PLTMH sebagai alternatif energi terbarukan diharapkan dapat
membantu menambah pasokan listrik ke masyarakat dan industri kecil. Analisis
spasial dari Pulau jawa menggunakan SIG memungkinkan untuk memetakan
potensi PLTMH di beberapa aliran sungai yang telah diketahui besar debitnya.
Untuk dapat memetakan potensi PLTMH dibutuhkan beberapa kriteria untuk dapat
dianalisis di dalam SIG. Kriteria tersebut di dasarkan kepada keadaan topografi dan
aliran sungai seperti :
1. Aliran sungai harus memiliki terjunan dan kemiringan tertentu.
2. Debit andalan sungai yang sudah diketahui melalui pengukuran pada PDA (Pos
Duga Air).
Tujuan Penelitian
Memetakan lokasi yang mempunyai potensi untuk pembangunan pembangkit
listrik tenaga mikrohidro berdasarkan kriteria kemiringan minimal, beda ketinggian
dan debit aliran.

3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data pada penelitian ini dilakukan
pada bulan Februari 2014 sampai Maret 2015 di Laboratorium Teknik
Bioinformatika, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wilayah Studi
Wilayah studi penelitian ini adalah Pulau Jawa (Gambar 1) yang berada di
Indonesia yang mempunyai luas 126 700 km2 dan menjadi pusat industri dan
pertanian serta menjadi pusat pemerintahan. Lokasi Pulau Jawa terdapat pada 5° 59'
58.28" LS sampai 8° 47' 58.28" LS dan 105° 16' 00.86" BT sampai 114° 39' 13.21"
BT serta diapit dua daerah perairan yaitu Laut Jawa dan Samudera Hindia.
Penduduk di luar kota besar kebanyakan bekerja pada sektor pertanian yang
menggunakan aliran irigasi dari sungai maupun air tanah. Banyaknya dataran tinggi
dan aliran sungai yang kontinyu serta curah hujan yang tinggi menjadi potensi yang
dimiliki Pulau Jawa untuk pembangunan PLTMH.

Gambar 1 Peta wilayah studi
Alat
Alat yang digunakan dalam pengolahan data terdiri atas komputer, software
ArcGIS 9.3 degan plug-in ArcSWAT, Ms Excel, dan OpenOffice Calc. Sementara
itu untuk validasi di lapangan dinggunakan GPS (global positioning sistem),
currentmeter, meteran, stop watch, dan tali.

4
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian merupakan data yang diperlukan
untuk menentukan potensi PLTMH seperti data debit sungai, serta komponen data
spasial seperti peta Digital Elevation Model (DEM), peta aliran sungai, dan peta
penggunaan lahan.
Data Debit Sungai
Data debit air diperoleh dari data yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air pada tahun 2006
yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Data tersebut mencakup nama sungai, lokasi
serta debit andalan yang terpantau oleh pos duga air (PDA) di setiap lokasi sungai.
Besar debit andalan dengan peluang terjadinya 50% sampai 95% menjadi acuan
untuk membangun PLTMH.
DEM (Digital Elevation Model)
Digital Elevation Model dapat menggambarkan topografi dari muka bumi
berupa grid yang mempunyai nilai elevasi. DEM menyediakan refrensi dasar
seperangkat data spasial, seperti vektor maupun raster dapat secara otomatis
diambil dengan tujuan untuk analisis lebih lanjut. Penggunaan peta DEM pada
penelitian ini adalah untuk menentukan slope/kemiringan dan cekungan sungai
beserta daerah aliran sungai (DAS). Luas DAS diperlukan dalam analisis debit
sungai menggunakan metode rasional, sedangkan cekungan sungai digunakan
untuk menentukan arah aliran sungai beserta outletnya. Data DEM diperoleh
dengan menggunakan metode ASTER.
Peta Penggunaan Lahan
Peta tutupan lahan pada penelitian ini didapat dari Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan pada tahun 2010. Tutupan lahan di sekitar DAS akan
mempengaruhi aliran permukaan (runoff) yang akan menentukan nilai dari debit
aliran sungai. Permukaan tanah yang ditutupi oleh tutupan/penggunaan lahan yang
kedap air akan mengakibatkan aliran permukaan semakin besar. Peta penggunaan
lahan digunakan untuk mengetahui luas daerah dan tutupan lahan yang terdapat di
suatu DAS. Jenis tutupan lahan dan luas daerahnya mempengaruhi nilai koefisien
runoff dari suatu DAS.
Prosedur Kerja
Menentukan Kriteria PLTMH
Kriteria merupakan kebutuhan minimal yang dibutuhkan untuk menyatakan
suatu tempat memiliki potensi. Kebutuhan minimal yang dapat dianalisis
menggunakan software ArcGIS adalah ketinggian dan slope. Dilip Sigh
mengklasifikasikan pembangkit tanaga air berdasarkan daya yang dihasilkan pada
Tabel 1 dan ketinggian pembangkit listrik tenaga air skala kecil pada Tabel 2.
Kemiringan minimal yang dibutuhkan untuk membuat pembangkit listrik tenaga
mikrohidro adalah 45° atau lebih (Sanchez 2011) . Setelah menentukan ketinggian
dan slope minimal, dibutuhkan debit aliran sungai minimal untuk menetukan

5
potensi mikrohidro. Debit aliran sungai minimum yang dibutuhkan dengan beda
ketinggian 2.5 meter adalah 0.25 m³/s (Subandono 2007).
Tabel 1 Klasifikasi pembangkit tenaga air
Tipe
Large-hydro
Medium-hydro
Small-hydro
Mini-hydro
Micro-hydro
Pico-hydro

Kapasitas
≥100 MW
>15 MW - 100 MW
1 MW - 15 MW
>100 kW - 100 m
>30 m - 100 m
2 m - 30 m

Sumber: Singh (2009)

Analisis Data Spasial
Proses analisis diawali dengan penentuan DAS dari aliran sungai yang telah
diketahui debitnya melalui PDA menggunakan ArcSWAT. DAS dapat dideliniasi
secara otomatis menggunakan ArcSWAT dengan memasukan peta DEM yang telah
diproyeksikan. Input dari DEM akan diproses dan menghasilkan beberapa aliran
sungai di dalam batasan polygon yang dibuat di sekitar titik PDA. Titik PDA yang
terdekat dari aliran sungai tersebut dijadikan sebagai outlet untuk mendapatkan
DAS secara otomatis.
Data dari peta DEM, selanjutnya akan digunakan untuk menampilkan
kemiringan (slope) yang terdapat pada wilayah DAS yang telah didapatkan. Kriteria
kemiringan yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi mikrohidro adalah 45°
atau lebih. SIG dengan input data dari peta DEM dapat melakukan analisis spasial
untuk menampilkan nilai slope yang ada di dalam DAS secara otomatis berdasarkan
nilai elevasi dari masing grid. Nilai slope pada suatu titik grid pada peta DEM akan
dihitung berdasarkan empat titik grid disekitarnya (Bergstrom 2005). Nilai
kemiringan yang telah didapatkan akan diklasisfikasikan menjadi dua rentang nilai
yaitu < 45° dan ≥ 45°. Hasil analisis kemiringan dengan DEM tersebut merupakan
satu layer pada SIG, untuk mengetahui aliran sungai yang mempunyai nilai
kemiringan minimal 45° layer tersebut akan dioverlay dengan peta sungai. Aliran
sungai yang masuk kedalam rentang nilai kemiringan yang sesuai ditandai dengan
membuat data shapefile (.shp) baru.
Beda ketinggian dapat diambil dari nilai grid yang ada di dalam peta DEM.
Mengambil nilai pada peta DEM dapat dilakukan dengan toolbox spatial analyst
yang ada pada ArcGIS. Elevasi yang ada pada DEM diubah menjadi titik-titik
yang mempunyai atribut data elevasi. Aliran sungai yang memenuhi kreteria
kemiringan di ambil nilai elevasinya untuk dihitung beda ketinggian. Aliran sungai

6
yang telah memenuhi kriteria kemiringan dan beda ketinggian memiliki daerah
tangkapan air yang mempengaruhi perhitungan debit air. Daerah tangkapan air dari
aliran yang ditandai ditentukan dengan deliniasi secara manual berdasarkan peta
DEM.
Karakteristik dari DAS mempengaruhi perhitungan debit aliran sungai yang
telah ditandai sebagai aliran yang berpotensi. Perhitungan debit menggunakan
metode rasional membutukan luas wilayah tangkapan air dan jenis tutupan lahan.
DAS dari titik PDA dan aliran sungai yang ditandai dapat dijadikan batas daerah
untuk melakukan analisis spasial. Luas wilayah dan jenis tutupan lahan dapat
diperoleh dari peta tutupan lahan dengan menggunakan geo-processing pada
ArcGIS. DAS yang telah ada akan menjadi feature yang akan memotong bagian
dari peta tutupan lahan (clip feature). Potongan peta yang sesuai dengan DAS akan
memiliki data attribute yang sama dengan peta tutupan lahan. Penghitungan luas
wilayah dapat dilakukan setelah file yang akan dihitung telah diproyeksikan dengan
koordinat yang sesuai dengan lokasi tempat berada, seperti Jawa Barat yang
mempunyai wilayah tempat koordinat UTM 48S. Luas wilayah dihitung
menggunakan calculate geometry pada kolom data yang telah ada, sedangkan jenis
tutupan akan secara otomatis tersedia dari peta tutupan lahan. Analisis data spasial
yang dilakukan sesuai dengan diagram alir pada Gambar 2.

DEM

Slope

Deliniasi DAS

Elevasi

Penandaan aliran sungai

Deliniasi sub DAS
Peta
tutupan
lahan

Clip feature

Tutupan
lahan dan
luas DAS

Gambar 2 Diagram alir analisis data spasial

7
Menghitung Debit Aliran Sungai
Debit aliran sungai menjadi komponen penting bagi pengelolaan sumberdaya
air. Aliran sungai berupa aliran permukaan, aliran bawah permukaan, aliran bawah
tanah dan butiran hujan yang langsung jatuh ke sungai. Debit aliran sungai adalah
volume air yang mengalir melalui suatu penampang melintang pada suatu titik
tertentu persatuan waktu seperti yang terdapat pada Persamaan 1 dan umumnya
dinyatakan dalam m3/detik.

keterangan : Q
V
A

=��

(1)

= debit aliran sungai (m3/s)
= kecepatan aliran (m/s)
= luas penampang basah (m2)

Metode perhitungan debit menggunakan cara rasional membantu
memprediksi debit di satu titik dengan acuan aliran yang telah diketahui dengan
menggunakan runoff coefficient. Metode rasional berdasarkan prinsip laju limpasan
maksimal/debit puncak dimana semua komponen wilayah tangkapan air dan
intensitas hujan diasumsikan seragam dengan demikian perubahan debit aliran dan
jalannya aliran di dalam daerah aliran sungai serta keadaan alam lainnya diabaikan.
Persamaan 2 menggambarkan formula dasar perhitungan debit puncak
menggunakan metode rasional.

keterangan : Q
C
I
A

=�× ×�

(2)

= debit puncak (m3/s)
= koefisien runoff
= intensitas hujan (in/jam)
= luas area (hektar)

Koefisien runoff mempresentasikan hubungan antara infiltrasi, evaporasi,
simpanan, dan resapan air yang mempengaruhi distribusi dan laju aliran. Nilai yang
ada pada koefisien runoff digunakan untuk membedakan perbedaan karakteristik
dari tutupan lahan. Koefisien dari suatu tempat dapat mempunyai nilai dari
beberapa karakteristik tutupan lahan yang berbeda. Nilai koefisien runoff dapat
dilihat pada Tabel 3. Persamaan 3 digunakan untuk mencari nilai dari nilai koefisien
runoff dengan wilayah DAS yang mempunyai jenis tutupan lahan yang berbeda.
Debit yang dialihkan dari aliran sungai tergantung desain dan kebutuhan
listrik yang dibutuhkan. Pekerjaan sipil seperti pembuatan bendung pada aliran
sungai berfungsi untuk menjaga debit air yang masuk dalam saluran
pembawa/headrace tetap konstan pada saat debit aliran sungai berkurang akibat
musim kemarau (Kuwor 2012). Perhitungan debit pada penelitian ini berdasarkan
asumsi bahwa aliran sungai mempunyai debit andalan 90% yang konstan sesuai
data Dinas Pekerjaan Umum.

8
Tabel 3 Nilai koefisien runoff untuk metode rasional
Tutupan Lahan
Koefisien runoff
Rerumputan
0.05-0.35
Hutan
0.05-0.25
Lahan bercocok tanam
0.08-0.41
Padang rumput
0.10-0.50
Taman
0.10-0.25
Lahan terbuka
0.10-0.30
Padang rumput gembala
0.12-0.62
Area perumahan
0.30-0.75
Area perdagangan/pasar
0.50-0.95
Area industri
0.50-0.90
Jalan aspal
0.70-0.95
Jalan batu
0.70-0.85
Jalan beton
0.70-0.95
Sumber : Chin (2000), Chow et al. (1988), Corbitt (1999), Singh (1992)

�� =

∑�
�=1 �� ��

(3)

∑�
�=1 ��

keterangan : Ct = koefisien runoff campuran
Ci = koefisien runoff untuk komponen area
Ai = luas komponen area
Persamaan tersebut memungkinkan untuk menghitung nilai koefisien pada
DAS dan sub DAS yang telah ditandai sebagai tempat potensi mikrohidro berada.
Debit aliran pada aliran yang ditandai sebagai potensi mikrohidro dapat di prediksi
menggunakan Persamaan 4, yaitu dengan keseimbangan debit air dan dimodifikasi
dengan pembobotan menggunakan koefisien runoff.
�= �

×



����

×

����


(4)

keterangan : Qx = debit pada titik yang telah ditandai (m3/s)
Qpda = debit PDA yang telah diketahui (m3/s)
Ax = luas sub DAS pada titik yang telah ditandai (m2)
Apda = luas DAS PDA
Cx = koefisien runoff
Persamaan yang digunakan dapat diolah pada software ms excel, dengan
demikian perhitungan dan pengaturan data akan semakin mudah dilakukan.
Menghitung Potensi Mikrohidro
Pembangkit listrik tenaga mikrohidro terdiri dari beberapa bagian untuk dapat
bekerja dengan baik. Beberapa bagian tersebut meliputi bendungan pengalih yang
berfungsi mengalihakn air dari aliran utama sungai, bak pengendap untuk
mengendapkan pasir atau partikel lain yang akan menggangu turbin berputar,

9
saluran pembawa/headrace untuk membawa alian air ke dalam bak penenang, bak
penenang berfungsi sebagai tempat mencegah turbulensi, pipa pesat berfungsi
menyalurkan air dari elevasi tinggi ke rendah dimana rumah turbin berada, dan
rumah turbin yang di dalamnya terdapat turbin dan generator yang berfungsi
mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Seketsa PLTMH secara
menyeluruh dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber : Kuwor (2012)

Gambar 3 Sketsa PLTMH
Sebuah rancangan pembangkit listrik tenaga mikrohidro memerlukan dua
komponen, yaitu debit air dan beda ketinggian untuk menghasilkan daya. Hal ini
adalah sebuah konversi energi gerak ke listrik. Setelah diketahui beda tinggi dan
debit aliran sungai, langkah selanjutnya adalah menghitung potensi mikrohidro
yang berada pada tiap titik yang telah ditandai. Menghitung potensi daya
mikrohidro secara umun menggunakan persamaan 5, dimana besar daya listrik yang
dihasilkan tergantung oleh debit sungai, beda ketinggian, dan percepatan gravitasi.
=

×

×�×

(5)

keterangan : P = daya (kW)
Q = debit (m3/s)
H = beda tinggi (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
e = efisiensi
Perhitungan daya tersebut menggunakan efisiensi umum dari seluruh kinerja
dari pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang meliputi head loss, gesekan dengan
pipa, efisiensi turbin dan generator. Dilip Sigh (2009) menyatakan efisiensi umum
sistem PLTMH mencapai 85%.

10

Validasi Lapang
Validasi lapang dilakukan ketika semua analisis untuk menentukan lokasi
potensi PLTMH telah selesai, hal ini untuk mengevaluasi hasil penelitian dengan
kenyataan yang ada di lapang. Lokasi pengambilan data lapang dilakukan pada tiga
titik tempat PLTMH yang sudah beroprasi, tiga tempat tersebut meliputi Desa
Kariasari, Megamendung dan Puraseda yang berada di Kabupaten Bogor. Data
lapang yang diambil meliputi, beda ketinggian, kemiringan/slope, dan debit aliran
sungai.
Alat yang digunakan untuk mengukur beda tinggi dan kemiringan adalah GPS
(Global Positioning Sistem) yang terdapat pada aplikasi smartphone. GPS dapat
mengukur ketinggian, jarak dan koordinat letak titik yang akan diukur. Menentukan
beda ketinggian menggunakan GPS dapat menggunakan cara dengan mengurangi
nilai altitude dari titik dimana air akan turun melalui pipa penstock (bagian atas)
dengan nilai altitude titik keluaran air (bagian bawah). Pengambilan data dilakukan
jika angka dalam tampilan sudah dalam keadaan stabil. Kemiringan yang dihitung
adalah sudut yang berada diantara sisi miring dan sisi samping.

keterangan : α
y
x

� = � �−1 ×

(6)

= kemiringan (°)
= beda ketinggian (m)
= jarak antar titik (m)

Pengukuran debit aliran sungai menggunakan metode perhitungan kecepatan
aliran yang diukur dengan currentmeter. Currentmeter yang digunakan berjumlah
dua unit dengan model yang sama tetapi memiliki karakteristik yang berbeda. Satu
kali bunyi pada currentmeter A bernilai 10 kali putaran sedangkan currentmeter B
bernilai 5 kali putaran. Currentmeter digunakan untuk menentukan kecepatan aliran
sungai dengan cara mengkonversi putaran kedalam Persamaan 7. Debit dihitung
dengan memasukan kecepatan aliran yang telah didapat kedalam Persamaan 8.
Distribusi kecepatan pada penampang aliran sungai tergantung pada tepian,
dasar, dan bentuk dari aliran. Kecepatan maksimal dari aliran sungai cenderung
berada dibawah permukaan air dan jauh dari pengaruh perlambatan akibat gesekan
pada dasar sungai dan kecepatan rata-rata pada di suatu aliran sungai biasanya dapat
diasumsikan terdapat pada 0.6 bagian dari kedalaman. Metode perhitungan ini, nilai
debit diperoleh dari rata-rata kecepatan aliran sungai dan luas penampang total yaitu
lebar aliran dikalikan dengan kedalaman. Metode ini digunakan pada tempat yang
luas penampangnya memungkinkan untuk diukur dan dianggap konstan.
Komponen yang sulit dicari untuk menghitung debit pada metode ini adalah
pengukuran rangkaian kecepatan yang ada pada penampang. Perubahan kecepatan
pada lebar aliran dan yang tegak lurus harus diperhatikan. Sampel yang memadai
dari kecepatan aliran pada lebar aliran dapat diukur pada titik tengah dari lebar
aliran (Shaw 2011).

11

keterangan : V
N

keterangan : b
h
V

�= .

�+ .

5

(7)

= kecepatan aliran (m/s)
= hasil bagi jumlah putaran dengan waktu putar
=

×ℎ×�

(8)

= lebar aliran (m)
= kedalaman (m)
= kecepatan aliran (m/s)

Pengukuran kecapatan air dilakukan dengan cara memasukan kedua alat
currentmeter secara berdekatan dan bersamaan, hal ini bertujuan untuk
meningkatkan akurasi dari pengukuran. Pengambilan data pada kedua alat juga
dilakukan secara bersamaan seperti pada Gambar 4. Titik pengukuran debit
dilakukan pada 0.6 bagian dari total kedalaman yang diukur dari permukaan air,
karena pada kedalam tersebut kecepatan alirannya seragam dan dapat mewakili
seluruh bagian aliran.

Gambar 4 Pengambilan data menggunakan currentmeter
Prosedur kerja secara keseluruhan yang dilakukan dapat dilihat pada diagram
alir (Gambar 5) berikut :

12
Mulai

Pengumpulan
data

Menentukan
kriteria
PLTMH

Data pengukuran
dan lokasi PDA

Analisis data
spasial

Menghitung
debit aliran
sungai

Menghitung
potensi
mikrohidro

Tidak sesuai
Validasi

Mengubah
kriteria

Sesuai
Selesai

Gambar 5 Diagram alir prosedur kerja

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemiringan dan Beda tinggi
Analisis peta DEM untuk mencari kemiringan dengan nilai minimal 45° dan
beda ketinggian menghasilkan tiga kategori beda ketinggian yang diklasifikasikan
oleh Dilip Singh, yaitu low head, medium head dan high head. Beda ketinggian
pada kategori low head hanya ada 16 titik dari keseluruhan 206 titik potensi yang
mempunyai nilai kurang dari 10 meter hal ini menunjukan kurang akuratnya
analisis beda ketinggian menggunakan DEM dengan resolusi 30x30 meter. Nilai
beda ketinggian maksimal yang teridentifikasi pada titik potensi mencapai 222
meter sedangkan nilai beda ketinggian terendah adalah 2 meter. Kriteria kemiringan
45° membuat keberadaan titik potensi dari aliran sungai secara umum berada di
pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 1 118 sampai 1 717 meter diatas
permukaan laut. Walaupun secara umum titik potensi tersebut berada di daratan

13
tinggi atau pegunungan, akan tetapi ketinggian/elevasi tidak mempengaruhi beda
tinggi. Hal ini dapat diketahui dari hasil analisis ketinggian dan slope bahwa
kategori ketinggian medium head ada beberapa titik yang berada pada rentang
ketinggian 494 sampai 1 118 meter sedangkan kategori low head berada pada
rentang 1 118 sampai 1 717 meter. Gambaran ketinggian dan kemiringan dapat
dilihat pada Gambar 6, topografi DAS rawatamtu sebagai gambaran umum dari
semua topografi titik potensi. Bedasarkan hasil penelitian probabilitas mendapatkan
nilai beda tinggi yang sesuai berdasarkan kemiringan adalah 100 %, yang berarti
setiap kemiringan 45 % dapat dipastikan memilki beda tinggi yang sesuai untuk
membangun PLTMH.
Beda ketinggian pada titik potensi yang terdapat di Jawa Timur berkisar 2
meter sampai 222 meter, sedangkan pada Jawa Tengah berkisar antara 4 meter
sampai 94 meter dan pada Jawa Barat memiliki beda ketinggian antara 2 meter
sampai 75 meter. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada ketiga provinsi tersebut
memiliki karakteristik ketinggian yang hampir sama. Kategori ketinggian di setiap
provinsi yang memiliki titik potensi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kategori ketinggian di setiap provinsi
Kategori head
Low head
Medium head
High head

Jumlah per Provinsi
Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur
10
7
48
26
28
79
0
0
8

(a)
(b)
Gambar 6 Peta karakterisrik DAS rawatamtu. a) ketinggian. b) kemiringan

14
Debit Aliran Sungai
Analisis debit aliran sungai pada penelitian ini membutuhkan data dari PDA
untuk mengestimasi nilai debit pada titik potensi. Titik potensi yang tidak masuk
dalam DAS yang tercatat nilai debitnya oleh PDA tidak dapat dihitung nilainya.
Data PDA yang didapat dari departemen Pekerjaan Umum, selain tercantum debit
aliran sungai juga terdapat letak dimana pos duga air itu dibangun dengan
menggunakan koordinat lintang dan bujur sehingga keberadaannya dapat dipetakan
menggunakan arcGIS. Posisi PDA dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Lokasi pos duga air
Hasil dari analisis debit aliran sungai menunjukkan secara umum nilai debit
aliran sungai pada titik yang berpotensi kurang dari 0.25 m³/s. Kriteria debit
tersebut tidak terpenuhi, akan tetapi karena nilai beda ketinggian dari titik potensi
tersebut yang besar menyebabkan daya yang terhitung menunjukan bawa titik
tersebut berpotensi mikrohidro. Debit aliran yang paling kecil pada titik potensi
mikrohidro adalah 0.01 m³/s akan tetapi pada titik ini mempunyai beda tinggi 84
meter, hal ini yang menyebabkan pada titik ini terhitung potensi dayanya sebesar
4.88 kW. Sementara itu, debit aliran terbesar yaitu 1.46 m³/s mempunyai beda
ketinggian 2 meter dengan demikian daya yang terhitung 24.32 kW.Berdasarkan
perhitungan debit menggunakan metode SIG, potensi total debit rata-rata pertahun
dapat mencapai 11.60 m³/s. Rentang debit tiap provinsi pada aliran sungai yang
mempunyai potensi mikrohidro dapat dilihat pada Tabel 5.

No.
1
2
3
4

Tabel 5 Rentang nilai debit tiap provinsi
Rentang debit
Jumlah per Provinsi
(m³/s)
Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur
0.0003 - 0.009
12
18
38
0.01 - 0.09
21
11
46
0.1 - 0.9
2
3
33
1 - 9.7
1
3
18

15
Potensi Mikrohidro
Hasil yang diperoleh dari pengolahan data spasial dan perhitungan debit
aliran sungai dapat dipetakan beberapa kategori pembangkit listrik tenaga air.
Kategori pembangkit tenaga air yang dapat teridentifikasi adalah kategori pico,
micro, mini dan small. Aliran sungai yang mempunyai potensi pembangkit listrik
ditandai dengan garis, dan untuk menampilkan kategori dari setiap potensi akan
disajikan dengan perbedaan warna dari masing-masing sub DAS. Potensi aliran dan
kategori pembangkit listrik tenaga air dapat dilihat pada DAS rawatamtu Provinsi
Jawa Timur (Gambar 8a). DAS rawatamtu terdapat 23 titik kategori micro, 6
kategori mini, 5 kategori pico, dan 1 kategori small. Potensi mikrohidro pada DAS
rawatamtu berkisar dari 5 sampai 97 kW (Gambar 8b). Teridentifikasinya kategori
selain mikrohidro ini disebabkan karena pada pemilihan kriteria, hanya kemiringan
dan tinggi jatuhan saja yang diperhatikan untuk analisis spasial sedangkan debit air
diabaikan. Tinggi jatuhan tidak disesuaikan dengan debit aliran sungai sehingga
potensi energi yang dihasilkan dapat melebihi atau kurang dari kategori mikrohidro.
Titik dengan potensi tertinggi berada pada daerah Kabupaten Tulung Agung
Jawa Tengah dengan potensi daya sebesar 2 997.41 kW dengan kategori
pembangkit listrik small. Potensi terendah berada di daerah Kabupaten Kediri Jawa
Timur dengan potensi daya 0.20 kW.

(a)
(b)
Gambar 8 Peta potensi DAS rawatamtu. a) kategori pembangkit tenaga air.
b) potensi mikrohidro
Hasil keseluruhan dari penelitian ini menunjukan bahwa Pulau Jawa memiliki
potensi pembangkit listrik kategori micro sebanyak 90 titik, pico 78 titik, mini 30
titik, dan small 6 titik dengan total potensi 20.25 MW, sedangkan total potensi
mikrohidro sebesar 2.04 MW tersebar di seluruh pulau (Tabel 6). Peta sebaran
potensi mikrohidro dapat dilihat pada Gambar 9. Sebaran titik potensi mikrohidro

16
masing-masing pada tiap provinsi adalah, Jawa Timur mempunyai 60 titik potensi
dengan total daya 1.62 MW, 10 titik potensi di Jawa Tengah dengan total daya 0.19
MW, dan 20 titik potensi di Jawa Barat dengan total daya 0.24 MW. Daftar lokasi
dan rincian daya pada setiap titik potensi mikrohidro dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 Potensi pembangkit tenaga air
Kategori
Pico
Micro
Mini
Small

Jumlah per Provinsi
Jawa
Jawa
Jawa
Barat
Tengah
Timur
15
20
44
20
10
60
1
5
25
0
0
6

Rentang potensi
(kW)
0.24 - 4.92
5.06 - 97.86
108.34 - 989.48
1 027.13 - 3 526.36

Potensi
Total
(kW)
134.02
2 043.03
8 899.50
9 177.89

Gambar 9 Peta sebaran potensi mikrohidro
Hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini jika dapat diterapkan maka daya
20.26 MW dapat memenuhi kebutuhan 22 506 keluarga dengan asumsi satu
keluarga mempunyai kebutuhan dasar listrik 900 watt ( Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. 13 tahun 2012). Daftar dan lokasi potensi mikrohidro dapat dilihat pada
lampiran 2.

17
Tabel 7 Rincian potensi mikrohidro di Pulau Jawa
Kabupaten
Bondowoso
Jember
Malang
Blitar
Ngawi
Nganjuk
Kediri
Mojokerto
Temanggung
Magelang
Banyumas
Cilacap
Ciamis
Garut
Bandung
Kuningan
Cianjur
Bogor
Sukabumi

Jumlah
titik
1
23
26
2
1
4
1
2
3
3
3
1
5
3
1
1
6
3
1

Rentang potensi
(kW)
0.00 - 4.88
5.10 - 97.86
5.16 - 89.78
7.08 - 29.38
0.00 - 10.22
10.40 - 17.88
0.00 - 8.31
5.06 - 19.23
5.43 - 6.72
5.60 - 20.06
12.48 - 41.47
0.00 - 74.18
5.37 - 10.99
5.54 - 10.80
0.00 - 6.21
0.00 - 11.32
10.67 - 39.77
10.37 - 49.72
0.00 - 7.90

Potensi total
(kW)
4.88
612.13
888.34
30.99
10.22
49.23
8.31
20.65
15.81
34.76
58.54
74.18
32.26
18.84
6.21
11.32
87.35
70.65
7.90

Validasi Lapang
Hasil dari validasi lapang menunjukkan bahwa tidak semua PLTMH
mempunyai kemiringan 45° atau lebih. Pengukuran menggunakan GPS
menunjukan PLTMH yang berada di Kiarasari memiliki kemiringan 58.61° dan
keetinggian 54 meter, sedangkan dua tempat lainnya yaitu Megamendung dan
Puraseda memiliki kemiringan secara berurut 10.48° dan 8.97° serta ketinggian 7
meter dan 17 meter. Hal ini menunjukkan bahwa kemiringan tanah bukanlah faktor
utama untuk menentukan potensi pada suatu aliran, melainkan tinggi terjunan dan
debit aliran sungai yang menjadi variabel yang berpengaruh. Kemiringan tanah
dapat dimanipulasi dengan menggunakan pipa penstock yang menghubungkan bak
penenang dan turbin, dengan demikian walaupun kemiringan tanah kurang dari 45°
PLTMH masih dapat dibangun.
Pengukuran debit aliran sungai menggunakan alat ukur currentmeter dengan
hasil analisis debit aliran sungai menggunakan GIS. Pengukuran debit
menggunakan currentmeter dilakukan dengan minimal tiga kali pengulangan dan
hasilnya dirata-rata. Nilai debit hasil analisis menggunakan GIS lebih sesuai dengan
debit perhitungan dengan dasar debit andalan 90%. Hasil validasi lapang dapat
dilihat pada Lampiran 3. Perhitungan potensi PLTMH dengan metode ini cukup
akurat karena perhitungan debit yang dilakukan menggunakan metode SIG dan
perhitungan langsung di tempat validasi menunjukan nilai yang cenderung sama
dengan nilai error yang cukup rendah yaitu 10% sampai 16.67% akan tetapi

18
penentuan lokasi potensi mikrohidro dengan metode ini tidak akurat karena semua
titik validasi tidak teridentifikasi menggunakan metode ini. Hal ini terbukti dari
nilai error yang didapat antara hasil validasi dengan perhitungan SIG. Nilai error
dari head berkisar antara 28.57% sampai 35.29%, sedangkan nilai error dari slope
cukup besar yaitu 62.21% sampai 78.37%. Identifikasi lokasi yang berpotensi
kurang maksimal juga dikarenakan identifikasi hanya dilakukan pada aliran sungai
saja, tidak pada keadaaan sekitar aliran sungai.
Tiga tempat yang menjadi lokasi validasi tidak teridentifikasi dengan metode
yang dipakai dalam penelitian, hal ini terjadi dikarenakan beberapa faktor. PLTMH
Kiarasari tidak teridentifikasi dikarenakan aliran air yang digunakan untuk memutar
turbin tidak mengambil dari aliran sungai langsung, melainkan memodifikasi
saluran irigasi area persawahan, hal ini juga mengakibatkan listrik tidak tersedia 24
jam. Turbin pada PLTMH Kiarasari dioperasikan mulai dari jam 4 sore, sedangkan
pada pagi hari aliran air digunakan untuk mengairi area persawahan warga. Dua
PLTMH yang lain tidak dapat teridentifikasi dikarenakan perbedaan ketinggian
yang tidak begitu besar, dengan menggunakan peta DEM dengan ukuran pixel
30x30 meter dan kemiringan 45° sulit untuk mendeteksi beda ketinggian yang kecil.
Penggunaan peta DEM 30x30 meter dengan kemiringan 45°, secara umum hanya
dapat mendeteksi beda ketinggian yang bernilai sekitar 30 meter. Mengidentifikasi
beda ketinggian yang lebih kecil nilainya dibutuhkan peta DEM dengan resolusi
yang lebih tinggi. Dengan demikian maka dari hasil validasi, pemetaan potensi
mikrohidro menggunakan metode ini tidak akurat karena dari tiga titik lokasi
validasi tidak ada satu titikpun yang teridentifikasi
.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemetaan potensi PLTMH secara umum telah memenuhi beberapa kriteria
yang dibuat, akan tetapi pemetaan menggunakan metode ini belum bisa
mengidentifikasi secara keseluruhan dikarenakan belum adanya algoritma untuk
mencari beda ketinggian secara akurat dan masih tergantung pada nilai kemiringan
yang ada pada peta DEM. Peta DEM dengan ukuran pixel 30x30 meter tidak dapat
mendeteksi beda ketinggian minimal dari kriteria PLTMH secara akurat, jika
kemiringan 45° dijadikan acuan awal penentuan potensi mikrohidro.
Potensi total dari semua kategori pembangkit tenaga air sebesar 20.25 MW
dari 206 titik yang ada, sedangkan potensi mikrohidro total adalah 2.04 MW dari
90 titik yang tersebar diseluruh Pulau Jawa.
Saran
Peta DEM dengan resolusi tinggi dibutuhkan untuk meningkatkan akurasi
pemetaan pada metode ini. Peta DEM dengan resolusi 5x5 meter disarankan untuk
mendeteksi beda ketinggian 5-10 meter.

19

DAFTAR PUSTAKA
Arya DK. 2012. Analisis potensi mikrohidro berdasarkan curah hujan [Skripsi].
Bandung (ID). Institut Teknologi Bandung .
Bergstrom D dan Malmros C. Finding Potential for Small-Scale Hydro Power in
Ugand: a Step to Assist The Rural Electrification by The Use of GIS. 2005.
Solvegatan (SE): Lund University.
Boulos PF. 2006. Comprehensive Water Distribution System Analyssis Handbook
for Engineers and Planners. Denver, CO (US): American Water Works
Association.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil sensus penduduk: Data agregat provinsi
[Internet].
[diacu
2015
Jan
12].
Tersedia
pada
http://www.bps.go.id/65tahun/SP2010_agregat_data_perProvinsi.pdf.
Budiyanti E. 2014. Info singkat. Ekonomi dan kebijakan publik [Internet]. [diunduh
2015 Feb 20] vol:5 no.5. Tersedia pada http://pengkajian.dpr.go.id/produkilmiah/index/cat/1/id/65.
[PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2010. Rencana usaha penyediaan tenaga listrik.
[Internet].
[diacu
2015
maret
28].
Tersedia
pada
http://www.pln.co.id/dataweb/RUPTL%202010-2019.pdf
[PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2013. Statistik PLN [Internet]. [diunduh 2015
Maret 28]. Tersedia pada http://www.pln.co.id/dataweb/STAT2013IND.pdf
Prahasta E. 2009. Sistem Informasi Geografis: Konsep-Konsep Dasar. Bandung
(ID): INFORMATIKA.
Prahasta E. 2011. Tutorial ArcGIS Desktop Untuk Bidang Geodesi dan Geomatika.
Bandung (ID): INFORMATIKA
Indarto. 2010. Hidrologi: Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.
Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Johnson LE. 2009. Geographic Information System in Water Resources
Engineering. New York (US): CRC Press.
Irmansyah W. 2012. Lokasi potensial pembangkit tenaga mikrohidro di Kabupaten
Sukabumi [Skripsi]. Depok (ID). Universitas Indonesia.
Kunwor A. 2012. Technical specification of micro Hydro system design and its
implement: Feasibility analysis and design of Lamaya Khola hydro power plant
[Skipsi]. Helsinki (SE). Arcada University.
Shaw EM et al. 2011. Hydrology in Practice. London (GB): Spoon Press.
Singh D. 2009. Micro hydro power: resource assessment handbook [Internet].
[diacu 2015 Feb 3]. Tersedia pada recap.apctt.org/Docs/MicroHydro.pdf.
Subandono A. 2007. Pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Jurnal Vokasi [Internet].
[diacu
2015
Feb
10]
vol:4
no.128-36.
Tersedia
pada
http://repository.polnep.ac.id//xmlui/handle/12345678/04Agus.pdf?sequence=1.

20
Lampiran 1 Tabel data pos duga air
No PDA
02-001-01-01
02-001-02-01
02-002-01-01
02-002-01-02
02-002-01-03
02-002-01-04
02-003-00-01
02-003-01-01
02-003-01-03
02-003-01-04
02-003-01-05
02-003-01-06
02-005-00-01
02-006-01-01
02-006-01-02
02-006-02-01
02-006-03-01
02-006-03-02
02-006-03-03
02-006-03-06
02-006-03-07
02-007-02-01
02-007-03-01
02-007-03-02
02-007-03-03
02-010-03-01
02-010-03-02
02-011-01-01
02-011-01-04
02-011-02-01
02-011-02-02
02-012-01-02
02-012-01-04
02-012-01-05
02-013-01-01
02-015-02-01
02-016-02-02
02-016-02-05
02-016-02-07
02-016-02-09

Sungai Induk
Ciliman
Ciliman
Cibungur
Cibungur
Cibungur
Cibungur
Cidano
Cibama
Cidano
Cidano
Cidano
Cidano
Cibanteng
Ciujung
Ciujung
Ciujung
Ciujung
Ciujung
Ciujung
Ciujung
Ciujung
Cidurian
Cidurian
Cidurian
Cidurian
Cisadane
Cisadane
K.Angke
K.Angke
K.Angke
K.Angke
Ciliwung
Ciliwung
Ciliwung
K.Sunter
Cikarang
Citarum
Citarum
Citarum
Citarum

Q 80%
3.03
6.38
1.25
3.72
0.75
1.00
4.25
0.90
0.07
0.43
0.09
0.79
1.19
12.60
18.58
6.58
27.94
41.01
4.66
3.03
37.42
9.69
11.50
3.33
6.54
47.32
9.99
0.56
2.20
0.50
9.01
3.80
6.38
5.81
2.77
5.83
0.27
0.33
1.41
0.24

Q 90%
1.52
2.83
0.81
1.86
0.35
0.73
3.09
0.27
0.05
0.21
0.08
0.73
0.66
7.90
13.73
4.98
13.18
25.82
3.24
2.32
22.67
5.71
5.84
1.98
4.00
30.20
9.36
0.49
1.78
0.37
6.49
1.92
3.65
4.15
1.92
3.90
0.11
0.14
0.94
0.19

Lintang
-6.62
-6.38
-6.38
-6.48
-6.50
-6.43
-6.16
-6.26
-6.20
-6.19
-6.20
-6.21
-6.18
-6.40
-6.36
-6.50
-6.14
-6.35
-6.48
-6.57
-6.23
-6.33
-6.21
-6.34
-6.30
-6.48
-6.52
-6.13
-6.21
-6.32
-6.18
-6.60
-6.33
-6.46
-6.21
-6.25
-6.99
-6.99
-7.06
-6.91

Bujur
106.15
105.93
105.93
106.02
105.90
105.98
105.92
105.83
106.03
105.93
105.93
105.96
106.27
106.25
106.23
106.22
106.30
106.25
106.14
106.17
106.28
106.40
106.37
106.36
106.40
106.68
106.68
106.78
106.75
106.80
106.80
106.79
106.83
106.80
106.91
107.12
107.83
107.82
107.81
107.71

21
Lampiran 1 Tabel data pos duga air (lanjutan)
Sungai Induk
Q 80%
No PDA
Citarum
6.02
02-016-03-01
Citarum
5.03
02-016-03-02
Citarum
24.84
02-016-04-02
Citarum
2.63
02-016-04-06
Citarum
11.78
02-016-04-09
Citarum
3.02
02-016-04-11
Citarum
0.86
02-016-04-13
Citarum
6.29
02-016-05-02
Cikaso
1.22
02-016-13-01
Citarum
1.16
02-016-20-01
Citarum
2.12
02-016-D-5
Citarum
1.76
02-016-D-8
Ciasem
3.19
02-020-02-01
Cipunagara
21.90
02-021-03-03
Cipanas
0.92
02-024-01-02
Cipanas
1.29
02-024-02-02
Cimanuk
3.97
02-026-01-01
Cimanuk
6.64
02-026-01-02
Cimanuk
12.00
02-026-02-01
Cimanuk
16.30
02-026-03-01
Cimanuk
23.66
02-026-03-03
Cimanuk
11.38
02-026-04-03
Cimanuk
4.03
02-026-05-05
Cimanuk
21.15
02-026-06-02
Cimanuk
17.54
02-026-06-04
K.Cisanggarung
2.02
02-031-01-02
K.Kabuyutan
0.17
02-032-01-05
K.Pemali
3.55
02-034-01-03
K.Pemali
5.87
02-034-01-04
K.Pemali
10.40
02-034-02-01
K.Pemali
4.71
02-034-02-02
K.Pemali
3.76
02-034-03-01
K.Gung
1.64
02-035-01-01
K.Waluh
3.65
02-038-01-01
K.Comal
3.89
02-039-01-04
K.Comal
11.44
02-039-01-05
K.Comal
7.34
02-039-02-01
K.Comal
1.08
02-039-02-05
k.Sengkarang
14.02
02-041-01-02
K.Kupang
2.51
02-042-01-04

Q 90%
2.96
3.18
14.16
1.63
6.42
1.28
0.78
3.38
0.97
0.98
1.76
1.17
2.17
9.16
0.72
0.48
2.31
4.12
8.49
11.61
13.42
5.74
1.62
7.47
5.08
0.65
0.13
1.84
2.49
5.58
0.68
1.25
0.90
2.71
3.18
6.40
2.62
0.41
10.23
1.87

Lintang
-7.04
-6.18
-6.95
-6.95
-6.99
-7.02
-6.97
-7.05
-7.29
-6.82
-6.85
-6.88
-6.62
-6.47
-6.63
-6.45
-7.25
-7.22
-7.20
-6.95
-6.77
-6.78
-6.78
-6.30
-6.66
-6.99
-6.99
-7.45
-7.21
-7.13
-6.96
-6.87
-6.92
-6.93
-7.05
-7.02
-6.80
-7.15
-6.97
-6.91

Bujur
107.58
107.30
107.53
107.62
107.62
107.80
107.84
107.76
106.74
107.38
107.63
107.60
107.72
107.88
108.13
108.17
107.92
107.90
107.90
108.08
108.13
108.05
108.17
108.30
108.22
108.76
108.86
109.03
108.93
108.97
109.00
109.03
109.14
109.45
109.42
109.31
109.51
109.42
109.65
109.67

22
Lampiran 1 Tabel data pos duga air (lanjutan)
Sungai Induk
Q 80%
No PDA
K.Kuto
13.94
02-043-01-01
K.Glagah
0.26
02-045-01-01
K.Blukar
1.22
02-045-02-03
K.Garang
0.97
02-047-01-02
K.Garang
2.71
02-047-01-03
K.Serang
1.60
02-051-01-01
K.Serang
0.02
02-051-01-08
K.Serang
0.32
02-051-06-02
K.Serang
6.40
02-051-07-01
K.Serang
0.69
02-051-07-02
K.Serang
0.33
02-051-07-04
K.Juana
0.50
02-052-02-01
K.Sulang
0.14
02-053-02-01
K.Sulang
0.10
02-053-02-02
Bengawan Solo
5.14
02-055-01-17
Bengawan Solo
3.60
02-055-02-02
Bengawan Solo
0.44
02-055-03-01
Bengawan Solo
0.00
02-055-05-12
Bengawan Solo
0.00
02-055-05-16
Bengawan Solo
0.13
02-055-05-18
Bengawan Solo
0.89
02-055-07-01
Bengawan Solo
2.48
02-055-07-03
Bengawan
Solo
34.10
02-055-08-01
Bengawan Solo
21.60
02-055-08-02
Bengawan Solo
12.80
02-055-09-01
Bengawan Solo
1.55
02-055-09-02
Bengawan Solo
0.94
02-055-10-08
Bengawan Solo
0.05
02-055-10-09
Bengawan Solo
0.12
02-055-13-01
Bengawan Solo
35.60
02-055-19-01
Bengawan Solo
34.16
02-055-20-01
Bengawan Solo
44.22
02-055-23-04
K.Gembul
0.14
02-055-27-01
K.Gangseng
0.56
02-055-28-01
Bengawan Solo
0.87
02-055-M-1
Bengawan Solo
0.22
02-055-M-2
Bengawan Solo
5.30
02-055-X-1
Bengawan Solo
1.97
02-055-X-2
K.Lamong
0.31
02-056-00-01
K.Brantas
0.04
02-057-02-01

Q 90%
7.71
0.14
0.57
0.74
1.14
1.22
0.00
0.27
1.98
0.20
0.22
0.38
0.08
0.03
3.05
1.61
0.21
0.00
0.00
0.08
0.31
2.34
16.30
8.37
2.27
0.59
0.62
0.02
0.03
17.00
14.00
22.92
0.08
0.23
0.71
0.20
1.91
0.43
0.10
0.03

Lintang
-6.93
-7.11
-7.02
-7.07
-7.02
-7.38
-7.30
-7.38
-7.08
-7.07
-6.99
-6.77
-6.80
-6.80
-7.94
-7.80
-7.78
-7.66
-8.21
-7.92
-7.46
-7.09
-7.38
-7.37
-7.40
-7.88
-7.63
-7.67
-7.24
-7.15
-7.15
-7.10
-6.99
-7.39
-7.73
-7.73
-6.98
-7.02
-7.35
-8.15

Bujur
109.45
110.25
110.11
110.38
110.37
111.63
110.74
110.76
110.91
110.82
111.43
110.92
111.38
111.38
111.00
110.93
110.63
110.87
110.89
110.91
110.83
110.99
111.47
111.45
111.45
111.48
111.50
111.37
112.08
111.60
111.88
112.17
111.94
111.92
111.68
111.68
112.35
112.50
112.41
112.76

23
Lampiran 1 Tabel data pos duga air (lanjutan)
Sungai Induk
Q 80%
No PDA
K.Brantas
44.96
02-057-05-01
K.Brantas
0.56
02-057-07-01
K.Brantas
0.05
02-057-07-03
K.Brantas
0.18
02-057-09-01
K.Brantas
0.15
02-057-11-01
K.Brantas
116.20
02-057-11-02
K.Brantas
0.13
02-057-13-03
K.Brantas
6.88
02-057-15-01
K.Brantas
20.58
02-057-15-02
K.Brantas
62.00
02-057-18-01
K.Brantas
57.22
02-057-18-02
K.Brantas
57.34
02-057-20-01
K.Brantas
22.60
02-057-24-01
K.Brantas
6.36
02-057-27-01
K.Brantas
6.40
02-057-27-02
K.Brantas
3.54
02-057-D
K.Brantas
3.55
02-057-P-1
K.Brantas
61.86
02-057-xx
K.Brantas
55.80
02-057-xxx
K.Brantas
8.19
02-057-xxxx
K.Welang
2.50
02-059-A-1
K.Rejoso
8.22
02-060-01-01
K.Kramat
0.43
02-061-01-01
K.Pekalen
0.59
02-063-01-03
K.Pekalen
0.79
02-063-01-04
K.Deluwang
0.56
02-064-01-01
K.Sampean
3.24
02-065-02