Studi Analisis Perilaku Keteritorialan Sebagai Potensi Vitality Desa Kamasan Klungkung Bali

STUDI ANALISIS PERILAKU KETERITORIALAN SEBAGAI
POTENSI VITALITY DESA KAMASAN KLUNGKUNG
BALI

OKKY AYU ASOKAWATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Studi Analisis Perilaku
Keteritorialan sebagai Potensi Vitality Desa Kamasan Klungkung Bali” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Okky Ayu Asokawati
NIM A44100053

ABSTRAK
OKKY AYU ASOKAWATI. Studi Analisis Perilaku Keteritorialan Sebagai
Potensi Vitality Desa Kamasan Klungkung Bali. Dibimbing oleh ARIS
MUNANDAR.
Indonesia ialah negara yang kaya akan kesenian. Salah satunya ialah kesenian
khas Desa Kamasan yaitu kerajinan. Kerajinan yang ada masih terjaga hingga saat
ini. Kerajinan menciptakan suatu budaya dan tradisi yang mempengaruhi perilaku
keteritorialan dan kebutuhan dasar manusia. Studi ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi mengenai perilaku keteritorialan, fungsi keteritorialan, kebutuhan dasar
manusia, budaya dan tradisi, dan aktivitas masyarakatnya. Informasi yang didapat
digunakan untuk menganalisis potensi vitality. Potensi-potensi vitality tersebut
digunakan untuk rekomendasi perencanaan tata ruang sebagai pemeliharaan
lanskap. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei hingga bulan Agusutus 2014.
Metode analisis yang digunakan ialah analisis deskripsi, analisis komparatif serta

analisis mental map. Hasil-hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa Desa
Kamasan memiliki potensi vitality berupa keberadaan Berdasarkan hasil
penelitian, perilaku keteritorilan (Lang 1987), fungsi keteritorialan (Portoeus 1977)
dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia (Maslow 1954) yang masih dapat ditemui
dengan cukup mudah. Konsep khas tata ruang yang masih terjaga, mempengaruhi
nilai legibility dari mental map yang tinggi. Desa Kamasan sebagai desa pengrajin
menjadi potensi tersendiri untuk dimanfaatkan selain itu masyarakatnya sendiri
menilai bahwa keberadaan took-toko dan sanggar seni memiliki nilai ekonomi dan
historis yang perlu dipertahankan namun terancam keberadaannya. Sehingga untuk
tetap terus mempertahankan Desa Kamasan sebagai desa pengrajin dan untuk tetap
mempertahankan lokasi-lokasi lainnya direkomendasikan berupa jalur wisata
dengan konsep “Wisata Kerajinan”. Lokasi tapak yang dekat dengan pusat kota
juga menjadi keuntungan sabagai area wisata. Pengunjung dapat berjalan sepanjang
jalur yang melalui deretan art shop. Selain dapat meningkatkan pendapatan lokal
sejak insiden Bom Bali, hal tersebut juga dapat menjaga keberadaan struktur
lanskap.
Kata kunci: budaya, jalur wisata, kebutuhan dasar manusia, perilaku keteritorialan,
skala Likert

ABSTRACT

OKKY AYU ASOKAWATI. Analysis Study of Territoriality Behavior as Vitality
Potential of Kamasan Klungkung District Bali. Supervised by ARIS
MUNANDAR.
Indonesia is a country rich in art. One is the typical art craft in Kamasan. This
crafts are still maintained until today. Craft create a culture and traditions that
influence the territoriality behaviour and basic human needs. This study aimed to
obtain information about the territoriality behaviour, territorial functions, basic
human needs, culture and traditions, and community activities. The information
obtained is used to analyze the potential vitality. Vitality potentials are used for

spatial planning recommendation as landscape maintenance. The research was
conducted from May to Agusutus 2014. The analytical method that used are
descriptive analysis, comparative analysis and analysis of mental map. The results
of the analysis indicate that Kamasan village has the potential vitality in the form
of existence According to the research, territoriality behaviour (Lang 1987), the
territoriality function (Portoeus 1977) and the fulfillment of basic human needs
(Maslow 1954) which still can be found quite easily. Typical spatial concept that is
still exist, affect the legibility value of mental map is high. Kamasan village as rural
artisans has its own potential to be used in addition and to the people themselves
think that the existence of the art shops and art galleries have historical value and

economic value that needs to be maintained but endangered. So as to continue to
maintain the village of Kamasan as rural artisans and to retain other locations
recommended form of tourist tract with the concept of "Wisata Kerajinan". Site
location which close to the city center is also an advantage as tourist area. Visitors
can walk along the path through the rows of the art shops. Besides being able to
increase local revenue since the Bali bombing incident, it is also able to keep the
existence of the structure of the landscape.
Keyword: basic human needs, culture, Likert scale, territoriality behavior, tourist
track

STUDI ANALISIS PERILAKU KETERITORIALAN SEBAGAI
POTENSI VITALITY DESA KAMASAN KLUNGKUNG
BALI

OKKY AYU ASOKAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

® Hak cipta milik IPB, tahun 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang

telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 dengan judul Studi Analisis Perilaku
Keteritorialan Sebagai Potensi Vitality Desa Kamasan Klungkung Bali.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Aris Munandar MS. selaku
pembimbing, Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, MSc dan Dr. Ir. Indung Siti Fatimah,
MSi selaku penguji skripsi, Bapak I Putu Eka Swastika dan Bapak Ida Bagus yang
telah membantu penulis selama pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada bapak, ibu, serta kakak, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Tak lupa ucapan terima kasih kepada Bayu Sedana, Faizah Rani, dan I Made
Pradnyadana yang telah banyak membantu, Shaibatul Islamiah dan Pretty
Meggiesty sebagai teman seperjuangan, teman-teman Lanskap 47 dan keluarga
ARL lainnya atas doa dan dukungannya, serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015
Okky Ayu Asokawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR


xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

i

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


3

Kerangka Pikir

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

Desa

4

Perilaku Keteritorialan

4

Vitality Lanskap


5

METODE

5

Lokasi dan Waktu Penelitian

6

Bahan dan Alat

7

Batasan Penelitian

7

Metode Penelitian


7

KONDISI UMUM

13

Administrasi dan Geografis

13

Orbitasi

15

Fisiografi

15

Demografi

16

Sejarah Desa

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Perilaku Keteritorialan

18

Fungsi Keteritorialan Desa Kamasan

26

Kegiatan Masyarakat, Sarana, dan Prasarana

27

Analisis Persepsi Masyarakat

29

Analisis Komparatif dan Analisis Mental Map

33

Potensi Vitality Desa Kamasan

37

Rekomendasi penataan ruang Desa Kamasan

38

SIMPULAN DAN SARAN

41

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

46

DAFTAR TABEL
Jenis data dan sumber data yang diperlukan
8
Jenis data dan sumber data yang diperlukan
9
Data kebutuhan dasar manusia Desa Kamasan
9
Skor penilaian komponen persepsi masyarakat terhadap aspek
keteritorialan
10
Skor Ideal Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Aspek
Keteritorialan
11
Rating Scale penilaian persepsi masyarakat terhadap aspek
keteritorialan
11
Indeks Jawaban masing-masing kategori terhadap aspek keteritorial 11
Kuisioner penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi Desa Kamasan
yang ingin dipertahankan
12
Deskripsi penilaian Derajat Kepentingan
12
Jarak tempuh menuju Desa Kamasan dari beberapa lokasi
15
Mata pencaharian Penduduk Desa Kamasan
16
Konsep Tri Hita Karana Dalam Susunan Kosmos
20
Konsep Tri Hita Karana dalam susunan kosmos di Desa Kamasan
22
Keberadaan kebutuhan dasar manusia di Desa Kamasan
26
Keberadaan kebutuhan dasar manusia di Desa Kamasan
27
Penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi yang ingin
dipertahankan
29
Penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi yang ingin
dipertahankan
30
Hasil penilaian persepsi masyarakat dengan skala Likert
30
Perbandingan konsep Sangga Mandala dengan kondisi eksisting desa
kamasan dan elemen mental map
35
Analisis mental map Desa Kamasan
35
Analisis mental map Desa Kamasan
36

DAFTAR GAMBAR
Kerangka Pikir Kegiatan Penelitian
Peta lokasi penelitian
Tahapan Penelitian
Pembagian banjar dinas/dusun Desa Kamasan
Persentase penggunaan lahan Desa Kamasan
Peta penggunaan lahan Desa Kamasan
(a) salah satu art shop di Desa Kamasan (b) Wayang Lukis Khas
Kamasan yang berusia lebih dari 400 tahun
Konsep geomansi Tri Hita Karana
Pembagian ruang berdasar Sanga Mandala
Penerapan konsep Tri Hita Karana pada tempat tinggal

3
6
7
14
14
15
17
19
19
22

(a) dan (b) Gapura Desa Kamasan, (c) Candi Batas Banjar dan, (d)
Gapura di rumah/community
23
(a) mata air suci tirta seganing, (b) kolam air Pura Tirta Tunggang,
24
(a) bale banjar dan pura dengan gerbang dan pintu terkunci karena
sedang tidak ada kegiatan, sedangkan (b) bale banjar yang dibuka
untuk persiapan acara dan Pura Tamansari dengan pintu terbuka
untuk upacara odalan
25
(a) dan (b) kegiatan upacara Odalan di Pura Tamansari Banjar Siku, dan
(c) sesajen/persembahan yang digunakan
26
(a) Salah satu bale banjar di Desa Kamasan, (b) persawahan Desa
Kamasan dan, (c) bank swasta di Desa Kamasan
28
(a) Lapangan Desa Kamasan, (b) Sekolah Dasar Negeri 1 Kamasan, (c)
salah satu sanggar seni, dan (d) jejeran art shop/galeri di Desa
Kamasan
29
Grafik penilaian persepsi masyarakat dengan skala likert
31
Peta wilayah dengan nilai ekonomi
33
Penataan Ruang Berdasarkan Konsep Sanga Mandala
33
Tata ruang eksisting Desa Kamasan
34
Lokasi mental map Desa Kamasan (a) nodes, (b) landmark, (c) path, (d)
district dan (e) edges
37
Peta jalur Wisata"Budaya Kerajinan" Desa Kamasan
40

DAFTAR LAMPIRAN
Kuisioner persepsi masyarakat mengenai keberadaan lokasi yang ingin
dipertahankan
44

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia ialah negara dengan berbagai macam kesenian. Kesenian-kesenian
tersebut melahirkan warisan yang masih dipertahankan hingga saat ini. Salah satu
warisan yang ada ialah kerajinan. Bentuk-bentuk kerajinan ini sangat beragam dan
dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya ialah daerah penghasil kerajinan
tersebut. Budaya sangat mempengaruhi ragam hasil kerajinan khususnya pada suatu
desa adat. Budaya sendiri merupakan suatu identitas suatu masyarakat sehingga
penting untung dijaga dan dipelihara. Desa adat ialah dimana masyarakat yang
tinggal di dalamnya masih memegang adat dan tradisi dari nenek moyang mereka.
Salah satunya adalah di Kamasan Kabupaten Klungkung Provisi Bali.
Klungkung merupakan bekas kerajaan besar di Bali. Sebagian besar
masyarakatnya merupakan pemeluk hindu, sehingga sistem sosial yang digunakan
pada saat itu masih dipengaruhi oleh Hinduisme serta sistem kasta seperti di India.
Sebagai bekas kerajaan besar yang mana kerajinannya masih bertahan hingga saat
ini tentunya akan sangat menarik untuk dikaji, tak terkecuali dengan perilaku
keteritorialan yang ada pada masyarakat di desa adat. Selain itu, bangunan dan
tradisi pada masyarakat yang masih ada tentunya akan sangat mempengaruhi
vitality dari suatu kawasan itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa vitality yang masih
berlangsung hingga saat ini karena perilaku keteritorialan yang masih sangat kuat
pada masyarakat adatnya.
Perilaku keteritorialan ialah mekanisme pembatasan yang melibatkan
personalisasi atau penandaan wilayah maupun objek yang dimiliki oleh
perseorangan maupun kelompok dan merupakan mekanisme untuk bertahan hidup.
Lang (1987) menyimpulkan bahwa definisi perilaku keteritorialan terdapat empat
karakter dasar dari suatu teritori yaitu (1) kepemilikan dan tatanan tempat, (2)
penandaan wilayah, (3) pertahanan terhadap gangguan, dan (4) kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan fisik dasar, kognitif, dan estetik.
Dalam keteritorialan sendiri selain perilaku keteritorialan terdapat fungsi
keteritorialan. Fungsi keteritorialan ialah menurut Porteus (1977) dibagi menjadi
beberapa yaitu: (1) keamanan, (2) stimulasi, (3) identitas, (4) pertahanan, dan (5)
personalisasi.
Keberadaan suatu teritori dan manyarakat yang menempatinya sangat erat
hubungannya dengan kemudahan masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan dan
bertahan hidup. Maslow (1954) menyebutkan bahwa kebutuhan dasar manusia
antara lain: (1) kebutuhan fisik, (2) kebutuhan keamanan, (3) kebutuhan afiliasi, (4)
kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan, (5) kebutuhan akan pengaktualisasian
diri, dan (6) kebutuhan kognitif serta estetik. Oleh sebab itu, adanya suatu bentuk
tatanan lanskap yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut tentunya akan
sangat mendukung masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang menyebutkan
bahwa tata ruang merupakan wujud dari struktur ruang dan pola ruang. Sedangkan
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Bali, khususnya Desa Kamasan dalam
penataan ruangnya menggunakan konsep Tri Hita Karana (tiga penyebab

2
kebahagiaan/kesejahteraan). Tri Hita Karana sendiri diterapkan mulai dari tinggat
paling rendah hingga tinggi, mulai dari diri sendiri hingga alam semesta. Namun
seiring dengan berkembangnya zaman, tidak menutup kemungkinan bahwa
kekuatan adat tersebut mulai tergerus secara perlahan. Hal tersebut mulai tampak
pada beberapa wilayah di sekitar pantai khususnya yang mulai berkembang
kebudayaan-kebudayaan barat. Dapat kita lihat bahwa pembangunan di daerah ini
sangat pesat, terutama pembangunan di bidang pariwisata. Tidak menutup
kemungkinan bahwa lokasi bangunan-bangunan tersebut kurang memperhatikan
konsep Tri Hita Karana. Selain itu pusat-pusat perbelanjaan baru dapat kita temui
dengan konsep yang hampir sama. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tren
globalisasi dimana banyak turis asing yang berkunjung. Sehingga nilai keunikan
dari Bali dengan konsep tata ruang dan wisata belanja mulai berkurang karena dapat
ditemui di tempat lain.
Tragedi Bom Bali pertama dan kedua tidak sedikit memberikan pengaruh
terhadap pariwisata di Bali. Wisatawan yang berkunjung turun drastis. Bukan hanya
dalam bidang pariwisata, bangunan-bangunan di lokasi yang terkena bom harus
direvitalisasi. Dampak juga dirasakan di Desa Kamasan yang awalnya menjadi
tujuan wisata kerajinan, namun sekarang bisa dikatakan hampir tidak ada
pengunjung. Belajar dari peristiwa tersebut, pemerintah daerah seharusnya lebih
mempersiapkan saat kondisi-kondisi yang tidak diharapkan terutama terkait dengan
vitality suatu kawasan (dalam hal ini kerajinan khas Desa Kamasan). Terlebih Desa
Kamasan di Klungkung dapat dikatakan sebagai kawasan strategis kabupaten/kota,
yaitu wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting dalam lingkungan kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan (Permen PU 2010). Desa Kamasan dikenal oleh masyarakat
luas khususnya para wisatawan sebagai desa para pengrajin. Kerajinan yang
dihasilkan merupakan kerajinan khas asli dari desa tersebut. Tentunya hal ini dapat
dilihat sebagai suatu potensi kawasan dimana Desa Kamasan sebagai desa pengrajin
kerajinan khas memiliki pengaruh yang sangat penting bagi Kabupaten Klungkung,
baik dalam bidang ekomoni, sosial, budaya maupun lingkungan.
Studi ini akan mempelajari mengenai perilaku keteritorialan yang ada pada
masyarakatnya serta geomansi berdasarkan konsep Tri Hita Karana pada pola tata
ruang Desa Kamasan. Selain perilaku keteritorialan, kemampuan masyarakatnya
untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, budaya serta kegiatan masyarakatnya
juga digunakan sebagai informasi untuk mengetahui suatu vitality atau kualitas
lanskap dari Desa Kamasan.. Sehingga dapat menghasilkan suatu rekomendasi
untuk penataan ruangnya sebagai kegiatan pengelolaan, pemeliharaan serta
revitalisasi kawasan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. menginventarisasi perilaku keteritorialan yang ada pada Kamasan.
2. mengidentifikasi serta menganalisis vitality atau kualitas lanskap
berdasarkan perilaku keteritorialan.
3. memberikan suatu rekomendasi penataan ruang berdasarkan nilai vitality
kawasan sebagai pengelolaan, pemeliharaan serta revitalisasi kawasan.

3
Manfaat Penelitian
Hasil yang didapat dari penelitian ini ialah :
1. memberikan informasi mengenai faktor-faktor vital yang berhubungan
dengan lanskap Desa Kamasan.
2. memberikan rekomendasi penataan ruang bagi lanskap Desa Kamasan
serta diharapkan dapat menjadi informasi dan acuan bagi kawasan yang
sejenis.
Kerangka Pikir
Kerangka pikir disajikan pada Gambar 1. Kegiatan dimulai dengan
inventarisasi mengenai fungsi keteritorialan, perilaku keteritorialan, serta kegiatan
masyarakat yang ada. Di samping itu juga mengumpulkan informasi mengenai
budaya dan juga sejarahnya. Perilaku keteritorialan yang diinventarisasi berupa
empat karakter seperti yang disebutkan oleh Lang. Kuisioner dibagikan kepada
penduduk Desa Kamasan untuk melakukan penilaian terhadap perilaku lokasilokasi yang ingin dipertahankan. Lalu dianalisis berdasarkan data yang telah
didapatkan. Kemudian dilakukan perumusan rekomendasi penataan ruangnya
sebagai kegiatan pengelolaan, pemeliharaan serta revitalisasi kawasan.

Desa Kamasan







Perilaku kerteritorialan
Fungsi Keteritorialan dan
Kebutuhan Dasar
Manusian




Kegiatan Masyarakat
Sarana dan prasarana




Sejarah
Budaya

Analisis
Deskriptif
Komparatif

Potensi Vitality di Desa Kamasan

Rekomendasi Penataan Ruang

Gambar 1 Kerangka Pikir Kegiatan Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
Desa
Istilah desa dalam Undang-undang No.5 Tahun 1979 ialah suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk
didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Sulistyawati dalam Dwijendra (2003) pengertian perumahan pada
masyarakat Bali atau secara tradisional disebut dengan desa (adat), merupakan
suatu tempat kehidupan yang utuh dan bulat yang terdiri dari 3 unsur, yaitu: unsur
kahyangan tiga (pura desa), unsur krama desa (warga), dan karang desa (wilayah).
Sedangkan menurut Gelebet dalam Dwijendra (2003) perumahan atau pemukiman
tradisional merupakan tempat tinggal yang berpola tradisional dengan perangkat
lingkungan dengan latar belakang norma-norma dan nilai-nilai tradisional.
Terwujudnya pola ruang dan pola perumahan pada desa tradisional sebagai
lingkungan buatan sangat terkait dengan sikap dan pandangan hidup masyarakat
Bali, tidak terlepas dari sendi-sendi agama, adat istiadat, kepercayaan dan sistem
religi yang melandasi aspek-aspek kehidupan.
Perilaku Keteritorialan
Menurut Pastalan dalam Lang (1987) perilaku keteritorialan ialah ruang
terbatas yang digunakan oleh perorangan maupun kelompok dan dilestarikan yang
dalam penggunaanya melibatkan sifat memiliki serta penataan-penataan benda
maupun objek di dalam kawasannya. Ditambahkan pula oleh Altman dalam
Porteous (1977) bahwa perilaku keteritorialan atau territorial behavior ialah
mekanisme pembatasan diri terhadap yang lain yang melibatkan personalisasi dan
penandaan tempat atau objek dan komunikasi yang dimiliki seseorang maupun
kelompok.
Keteritorialan sendiri adalah pengendalian secara eksklusif suatu lahan oleh
individu atau kelompok, intraspesifik, intraspesies, agresi, dan hak untuk berbiak.
Fungsi keteritorialan diantaranya ialah: makan, keamanan, afiliasi, stimulasi dan
identitas. Sedangkan Porteous (1977) mengungkapkan bahwa mekanisme
pengendalian territorial sendiri ada dua yaitu pertahanan dan keamanan.
Keteritorialan sendiri memiliki sifat public (dapat digunakan untuk umum) dan
privat (hanya pengguna tertentu saja).
Kevin Lynch juga menjelaskan bahwa suatu bentuk keteritorialan ialah
identitas dimana terdapat bangunan, monumen, jalan, ketetanggaan, taman,
aktivitas dan material lainnya yang dapat membangkitkan suatu arti tersendiri bagi
suatu lokasi.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa keteritorialan adalah suatu keinginan untuk
memiliki maupun menempati suatu porsi ruang, dan apabila diperlukan akan
mempertahankan terhadap penyusuapan dari pihak lain. Ruang yang dimaksud
ialah suatu batas fisik yang dibangun melingkupi suatu ruang yang terkadang
digunakan untuk membatasi ruang gerak, padang ataupun suara. Teritori sendiri
dibedakan menjadi dua, primer dan sekunder. Teritori primer biasanya hanya

5
diperuntukan bagi kalangan tertentu saja dan bersifat lebih privat. Sedangkan
teritori sekunder bersifat lebih fleksibel.
Perilaku keteritorialan sendiri ialah perilaku pengguna yang dipengaruhi oleh
wilayah/teritorinya untuk mempertahankan wilayahnya dan bertahan hidup. Untuk
menjalankan hidupnya, keteritorialan memiliki fungsi sendiri yang bersanding
dengan kebutuhan dasar manusia seperti yang disebutkan oleh Porteus (1977)
dibagi menjadi beberapa yaitu: (1) keamanan, (1) stimulasi, (3) identitas, (4)
pertahanan, dan (5) personalisasi. Sedangkan kebutuhan dasar manusia yang
dimaksud ialah kebutuhan dasar yang disebutkan oleh Maslow (1954), antara lain:
(1) kebutuhan fisik, (2) kebutuhan keamanan, (3) kebutuhan afiliasi, (4) kebutuhan
akan penghargaan dan pengakuan, (5) kebutuhan akan pengaktualisasian diri, dan
(6) kebutuhan kognitif serta estetik.
Vitality Lanskap
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata vitality berasal dari kata vital
yang artinya ialah penting atau sangat diperlukan (untuk kehidupan dan
sebagainya). Vitality lanskap sendiri berarti suatu daya hidup atau kualitas suatu
lanskap yang memiliki pengaruh terhadap kegiatan di atasnya sebagai suatu daya
tarik.
Kevin Lynch (1994) mengatakan bahwa kota yang ideal (good city) terdapat
lima kriteria yaitu: vitality, sense, fit, acces, control serta efficiency dan justice.
Kevin menambahkan bahwa unsur ketahanan (vitality) dalam kriteria kota ideal
mengandung makna bahwa sebuah kota harus mampu menunjang kehidupan seperti
ketercukupan persediaan makanan, energi, air, udara, dan pembuangan sampah
yang harus selalu tersedia sepanjang waktu. Dijelaskan lebih lanjut oleh Lynch
(1960) bahwa vitality merupakan salah satu alat ukur desain perkotaan dan dapat
menjelaskannya sebagai tingkat bentuk-bentuk tempat yang mendukung fungsi,
kebutuhan biologis dan kapabilitas manusia.
Vitality lanskap diharapkan mampu mempertahankan eksistensi suatu
kawasan. Kawasan tersebut akan memiliki mekanisme pemeliharaan yang
berkelanjutan terhadap kualitas lingkungannya melalui pemanfaatan yang
produktif. Dalam hal ini, pemanfaatan yang produktif ialah Desa Kamasan sebagai
desa pengrajin, sehingga kualitas lingkungan khususnya keteritoralannya dapat
terjaga. Nilai vitality yang diambil dalam penelitian ini ialah keberadaan serta
kualitas dari perilaku keteritorialan, fungsi keteritorialan, pemenuhan kebutuhan
dasar manusia, sejarah dan budaya, serta sarana prasana di Desa Kamasan.Hal-hal
tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan nilai potensi vitality kawasan dan
dengan adanya vitality kawasan tersebut dapat dilakukan mekanisme pemeliharaan
dan pemanfaatan lanskap yang sesuai.

METODE
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan potensi-potensi vitality yang ada
di Desa Kamasan. Adanya teori Good City Form (Lynch 1994) yang menjelaskan
bahwa salah satu kriteria kota yang baik ialah memiliki vitality. Vitality yang

6
dimaksudkan dalam penelitian ini ialah yang berhubungan dengan keteritorialan,
serta adat dan budaya masyarakat yang ada di Desa Kamasan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kampung Adat Kamasan Kabupaten
Klungkung, Bali (Gambar 2). Waktu pelaksanaan studi dimulai dari bulan Mei
hingga bulan Agustus 2014.

(a)

(b)

(c)
Sumber : (a) www.geopic.com (b) Dinas PU Kabupaten Klungkung 2012
dan (c) www.earth.google.com
Gambar 2 Peta lokasi penelitian

7
Bahan dan Alat
Bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah berupa peta rupa bumi
Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkung, Bali. Selain itu diperlukan juga data
biofisik, data fisik, data sosial, data sejarah dan budaya Klungkung khususnya Desa
Kamasan dan lain sebagainya. Sedangkat alat-alat yang diperlukan dalam
melakukan penelitian ini antara lain; GPS, Google Earth, AutoCAD, kamera,
Microsoft office dan sebagainya.
Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada Desa Kamasan Kecamatan Klungkung dengan
batasan penelitian berupa analisis mengenai perilaku keteritorialan, persepsi
masyarakat mengenai keberadaan lokasi yang ingin dipertahankan, analisis
komparatif mengenai tata ruang berdasarkan Tri Hita Kirana dan tata ruang
eksisting, dan analisis mental map. Dari data tersebut dapat diketahui potensi
vitality dari Desa Kamasan. Proses yang telah disebutkan akan menghasilkan
rekomendasi pemanfaatan potensi vitality Desa Kamasan untuk dikembangkan
menjadi jalur wisata.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskripsi kualitatif.
Langkah-langkah penelitiaan yaitu mulai dari tahap persiapan, inventarisasi,
analisis, sintesis, hingga rekomendasi penataan ruang. Pengumpulan data dilakukan
dengan pengamatan langsung di lapang, survei dan wawancara, serta studi pustaka.
Tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat di bawah (Gambar 3).
Persiapan

Inventarisasi

Penyusunan proposal penelitian
Perizinan
Studi Pustaka

Data Primer dan Sekunder

Analisis

Deskriptif
Komparatif
Mental map

Sintesis

Informasi nilai vitality/kualitas
lanskap

Hasil Akhir

Rekomendasi penataan ruang sebagai
kegiatan pengelolaan dan
pemeliharaan Kampung Adat
Kamasan

Gambar 3 Tahapan Penelitian

8
Persiapan
Kegiatan dilakukan dengan pembuatan proposal penelitian, perizinan dari
Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor yang
ditujukan kepada Pemerintah Provinsi Bali, yang diteruskan kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten Klungkung. Dari Dinas Kabupaten Klungkung, izin melakukan
penelitian dikeluarkan dengan surat yang ditujukan kepada Pemerintah Desa
Kamasan dan instansi-instansi lain terkait. Pada tahap ini pula dipersiapkan alat dan
bahan yang dibutuhkan dan pencarian data sekunder kondisi umum dari lokasi
penelitian.
Inventarisasi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan data primer dan sekunder, termasuk
data terkait kondisi eksisting tapak. Data-data yang dikumpulkan mencakup
beberapa aspek yang telah disebutkan dalam kerangka pikir. Ruang lingkup
pengambilan data pada tahap ini ialah Desa Kamasan di Kecamatan Klungkung.
Kegiatan pada tahap ini juga meliputi survei lapang, pengamatan dan wawancara
kepada para narasumber seperti Perbekel Desa Kamasan, Klian Banjar, Pemangku
Adat setempat serta pengrajin.
Tabel 1 Jenis data dan sumber data yang diperlukan
No.

Jenis Data

Spesifikasi

Cara Perolehan Data

Sumber Data

Fisik dan Biofisik
1 Tapak

Lokasi
Luas wilayah, Batas
wilayah

Studi pustaka dan
survei lapang

Bappeda dan
lapang

2 Penggunaan
Lahan

Lahan terbangun
Lahan tidak
terbangun

Studi pustaka dan
survei lapang

Bappeda,
pemerintah
desa, dan
lapang

1 Demografi

Jumlah penduduk
Kepadatan
penduduk
Mata pencaharian

Studi pustaka

Kantor Desa

2 Sejarah dan
Budaya

Sejarah desa dan
kerajinan
Budaya desa dan
kerajinan
Kegiatan adat/agama
Kegiatan crafting

Studi pustaka, survei
lapang dan wawancara

Pemerintah
desa dan
Masyarakat

Survei lapang dan
wawancara

Masyarakat
dan Lapang

Sosial

3 Kegiatan
Masyarakat

9
Tabel 2 Jenis data dan sumber data yang diperlukan
No.

Jenis Data

Spesifikasi

Cara Perolehan Data

Sumber Data

Potensi Vitality
1 Kualitas
lanskap

2 Pola Ruang

Perilaku
Keteritorialan
Fungsi
Keteritorialan
Mental Map
Aksesibilitas dan
sirkulasi
Tata ruang desa (Tri
Hita Karana dan
mental map)

Survei lapang dan
wawancara/kuisioner

Masyarakat
dan lapang

Studi pustaka dan
survei lapang

Kantor desa
dan lapang

Pengambilan data primer untuk mengetahui keberadaan kebutuhan dasar
masyarakat berdasarkan teori Maslow dengan modifikasi dilakukan dengan cara
pengamatan pada lapang menggunakan panduan seperti pada Tabel 2. Keterangan
diisi dengan bentuk maupun kondisi dari lokasi yang ada di Desa Kamasan.
Tabel 3 Data kebutuhan dasar manusia Desa Kamasan
No.

Kebutuhan
Dasar
Manusia

1.

Pangan

2.

Keamanan

3.

Afiliasi

4.

Stimulasi

5.

Identitas

Bentuk Fisik
/Non Fisik

Keberadaan
Ada
Tidak
Ada

Keterangan

Aktivitas
Produksi
Layout desa
Gerbang/hansip
Koperasi/Bank
Ruang Terbuka
Ruang Berkumpul
(outdoor/indoor)
Ragam display kerajinan
Monumen
Tugu

Setelah melakukan kegiatan pengambilan data primer untuk keberadaan
kebutuhan dasar manusia, tahap selanjutnya ialah mencari data mengenai potensi
vitality dilakukan dengan cara wawancara kepada 30 responden dengan
menggunakan panduan kuisioner (Tabel 6). Kuisioner yang diberikan meliputi
pertanyaan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang lokasi yang ingin
dipertahankan. Kategori lokasi yang ingin dipertahankan dipilih berdasarkan hasil
diskusi dengan tokoh masyarakat. Lima kategori tersebut dianggap sudah mewakili
pertanyaan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Analisis Sintesis

10
Tahap ini dilakukan setelah mendapatkan data-data penelitian baik primer
maupun sekunder.
1. Analisis Deskriptif
Analisis dilakukan untuk mendeskripsikan perilaku keteritorialan, kebutuhan
dasar manusia, budaya dan sejarah, kegiatan masyarakat, sarana dan prasarananya
yang ada di Desa Kamasan. Data didapatkan dari pengamatan langsung di lapang,
wawancara dengan berbagai narasumber, serta studi pustaka. Hasil dari analisis
berupa potensi-potensi vitality pada Desa Kamasan.
2. Analisis Persepsi Masyarakat
Pada analisis persepsi masyarakat bertujuan untuk mendapatkan penialaian
masyarakat terhadap lokasi yang ingin dipertahankan. Untuk metode penghitungan
kuesioner, dapat menggunakan Skala Likert. Skala Likert merupakan metode
pengukuran yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono 2012). Skala ini
dapat pula digunakan dalam kuesioner untuk mendapatkan tingkat kesepakatan atau
sikap responden terhadap suatu objek tertentu.
Skala Likert yang digunakan ialah dengan lima skala dan memberikan nilai
pada masing-masing jawaban pertanyaan. Skor pada skala tertinggi ialah 5 (lima)
hingga skor terendah ialah 1 (satu). Skor pada masing-masing jawaban dapat dilihat
di Tabel 3.
Tabel 4 Skor penilaian komponen persepsi masyarakat terhadap aspek
keteritorialan
Skala Jawaban
Sangat Setuju/Bagus/Penting
(SP)
Setuju/Bagus/Penting
(P)
Cukup Setuju/Bagus/Penting
(CP)
Kurang Setuju/Bagus/Penting
(KP)
Sangat Tidak
Setuju/Bagus/Penting
(STP)

Skor
5
4
3
2
1

Sumber : Sugiyono, 2012

Skor ideal merupakan skor yang digunakan untuk menghitung skor yang
dipakai menentukan rating scale dan jumlah seluruh jawaban. Untuk menghitung
jumlah skor ideal dari seluruh item, digunakan rumus berikut:
Skor Kriteria = Nilai Skala x Jumlah Responden

11
Responden yang mengisi kuisioner ialah sebanyak 30 responden. Skor
tertinggi adalah 5 dan terendah adalah 1, masing-masing skor dikalikan dengan
jumlah responden seperti pada tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5 Skor Ideal Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Aspek Keteritorialan
Rumus
5 X 30 = 150
4 X 30 = 120
3 X 30 = 90
2 X 30 = 60
1 X 30 = 30

Skala
SP
P
CP
KP
SKP

Sumber : Sugiyono, 2012

Nilai yang didapatkan dimasukkan ke dalam rating scale untuk mengetahui
hasil data kuesioner dan wawancara secara umum dan keseluruhan yang didapat
dari penilaian dengan ketentuan sebagai berikut.
Tabel 6 Rating Scale penilaian persepsi masyarakat terhadap aspek keteritorialan
Nilai Jawaban
121 - 150
91 - 120
61 - 90
31 - 60
0 - 30

Skala
SP
P
CP
KP
SKP

Sumber : Sugiyono, 2012

Nilai rating scale diatas perlu dikonversi menjadi indeks penilaian dan
menghasilkan rating baru (Tabel 7) dengan menggunakan rumus perhitungan
sebagai berikut:
∑ nilai masing-masing kategori
Indeks =

∑ nilai maksimum kategori (150)

Tabel 7 Indeks Jawaban masing-masing kategori terhadap aspek keteritorial
Indeks Jawaban
0,81 – 1,00
0,61 – 0,80
0,41 - 060
0,21 – 0,40
0,00 – 0,20

Skala
SP
P
CP
KP
SKP

Setelah mengetahui hasil persepsi masyarakat menggunakan perhitungan
skala Likert, maka dapat diketahui nilai masing-masing lokasi untuk dipertahankan.
Tabel penilaian persepsi masyarakat meliputi lima kategori seperti pada Table 6.

12
Tabel 8 Kuisioner penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi Desa Kamasan
yang ingin dipertahankan
Importance

5

4

3

2

1

Menjaga keindahan lanskap/arsitektur
(pura, bale banjar, sawah, sungai, art shop)
Merupakan Landmark
(Pura Desa/Pura Tirta Seganing)
Memiliki nilai historis
(Pura Tirta Seganing)
Untuk kegiatan upacara adat
(pura,
bale
banjar,
lapangan,
dan
persimpangan jalan)
Memiliki nilai ekonomi
(art shop dan sawah)
Sumber : Azhari dan Muhamed, 2012

Keterangan : 1=Sangat kurang penting; 2=Kurang penting; 3=Cukup penting; 4=Penting;
5=Sangat penting

Langkah selanjutnya setelah mendapatkan nilai persepsi masyarakat ialah
menentukan kategori derajat kepentingan lokasi yang ingin dipertahankan terhadap
vitality kawasan (Tabel 7).
Tabel 9 Deskripsi penilaian Derajat Kepentingan
Kategori Penilaian Responden
Sangat Kurang Penting

Kurang Penting

Cukup Penting

Penting

Sangat Penting

Persepsi Responden
Persepsi masyarakat bahwa lokasi
tersebut dikategorikan sangat rendah
mempengaruhi vitality kawasan.
Persepsi masyarakat bahwa struktur/
erilaku tersebut dikategorikan rendah
mempengaruhi vitality kawasan.
Persepsi masyarakat bahwa lokasi
tersebut
dikategorikan
sedang
mempengaruhi vitaity kawasan.
Persepsi masyarakat bahwa lokasi
tersebut
dikategorikan
tinggi
mempengaruhi vitality kawasan.
Persepsi masyarakat bahwa lokasi
tersebut dikategorikan sangat tinggi
mempengaruhi vitality kawasan.

Sumber : Azhari dan Muhamed, 2012

3. Analisis Komparatif dan Mental Map
Analisis komparatif digunakan untuk membandingkan pola tata ruang
masyarakat Bali berdasarkan Tri Hita Karana dengan tata ruang eksisting Desa
Kamasan. Perbandingan Tata Ruang berdasarkan geomansi konsep Tri Hita Karana
dengan kondisi eksisting didapatkan dari literatur dan narasumber di lokasi
penelitian. Analisis mental map berdasarkan teori Kevin Lynch yang menyebutkan
bahwa pada suatu wilayah memiliki kekuatan visual, khususnya pada elemen

13
bangunan yang secara spesifik dikenal oleh masyarakat. Elemen mental map antara
lain (1) Node, (2) Landmark, (3) Path, (4) District, dan (5) Edge. Dari hasil analisis
ini dapat diharapkan mampu menunjukkan potensi tata ruang serta citra/visual dari
Desa Kamasan.

KONDISI UMUM
Administrasi dan Geografis
Desa Kamasan terletak di Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung
pada ketinggian tempat wilayah desa ± 75 m diatas permukaan laut, dengan batasbatas wilayah secara administratif sebagai berikut:
timur : Desa Tangkas
selatan : Desa Gelgel
barat
: Tukad Haa dan Desa Tojan
utara
: Tukad Cau dan Kelurahan Semarapura Klod
Secara adat, Desa Kamasan termasuk dalam wilayah Desa Adat Gelgel yang
terdiri dari tiga desa administratif yaitu, Desa Gelgel, Desa Kamasan, dan Desa
Tojan. Desa adat ialah desa yang bertanggung jawab dengan kegiatan adat dan
keagamaan yang berlaku di wilayah tersebut. Sedangkan desa administratif ialah
desa yang menangani urusan kepemerintahan dan dinas, dalam hal ini Pemerintah
Kabupaten Klungkung. Desa Kamasan merupakan desa administratif yang
didukung oleh empat dusun atau biasa disebut dengan banjar dinas, yaitu Dusun
Kacangdawa, Dusun Sangging, Dusun Pande Mas, dan Dusun Tabanan. Desa
Kamasan sendiri merupakan bagian dari Desa Adat Gelgel yang memiliki tiga desa
administratif yang melingkupi sepuluh banjar adat dimana tiap banjar adat
merupakan bagian dari dusun. Pembagian wilayah banjar adat pada Desa Kamasan
sebagai berikut:
Dusun Kacangdawa
: Banjar Kacangdawa
Banjar Siku
Dusun Sangging
: Banjar Sangging
Banjar Geria
Banjar Celagi
Dusun Pande Mas
: Banjar Pande Mas
Banjar Peken
Banjar Pande Kaler
Dusun Tabanan
: Banjar Tabanan
Banjar Pande
Tanah yang digunakan sebagai permukiman dan kegiatan adat maupun agama
merupakan tanah adat, sedangkan lahan persawahan/perkebunan merupakan tanah
milik pribadi. Sehingga dapat dilihat pembagiannya seperti pada Gambar 4.

14

Gambar 4 Pembagian banjar dinas/dusun Desa Kamasan
Berdasarkan data dari Profil Desa Kamasan tahun 2013, luas wilayah desa ini
ialah sekitar 220ha dengan penggunaan lahan yang dapat dibedakan menjadi
beberapa macam yaitu, tanah sawah, tanah tegal, tanah pekarangan, dan lain-lain.
Sebagian besar wilayah Desa Kamasan masih belum terbangun. Sekitar 70% lahan
yang ada merupakan tanah sawah dan tanah tegal. Gambar 5 menunjukkan
presentase penggunaan lahan sedangkan Gambar 6 merupakan peta penggunaan
lahan di Desa Kamasan.

Lahan (%)
18.30
4.58

Tanah Sawah
9.67

63.82

Tanah Tegal
Tanah Pekarangan
Lain-lain

Sumber : Profil Desa Kamasan 2014

Gambar 5 Persentase penggunaan lahan Desa Kamasan

15

Sumber : Profil Desa Kamasan 2014

Gambar 6 Peta penggunaan lahan Desa Kamasan
Orbitasi
Desa Kamasan terletak di sebelah selatan pusat Kota Semarapura dengan
jarak sekitar 4 km dan dapat diakses melalui jalan primer Kabupaten Klungkung.
Adapun jarak Desa Kamasan terhadap ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten, ibu
kota provinsi dan fasilitas umum dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 10 Jarak tempuh menuju Desa Kamasan dari beberapa lokasi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Lokasi
Puskesmas
Rumah Sakit Umum Daerah
Pasar Umum
Ibu kota Kecamatan/Kabupaten Klungkung
Ibu kota Provinsi Bali
Bandar Udara Ngurah Rai
Pelabuhan Laut Tanjung Benoa

Jarak
1 km
2 km
0,5 km
4 km
40 km
55 km
50 km

Sumber : Profil Desa Kamasan 2013

Fisiografi
Wilayah Desa Kamasan sebagian besar merupakan daerah dataran rendah
dengan bentuk morphologi lahan pada saat ini relatif bervariasi dari daerah datar
dengan perkiraan kemiringan lereng berkisar 0% s.d 3% dan beberapa lahan dengan
perkiraan kemiringan lereng berkisar antara 3% s.d 10%, sehingga secara umum
topografi wilayah Desa Kamasan relatif landai.
Keadaan iklim di Desa Kamasan dapat diuraikan sebagai berikut :
temperatur rata-rata
: 270C
kecepatan angin
: 1,75 km/jam
kelembaban relatif
: 95 %

16
penyinaran rata-rata
rata-rata curah hujan

: 40,75 %
: 2.287 mm per tahun
Demografi

Kamasan termasuk desa yang berpenduduk cukup padat, dengan luas wilayah
 220ha memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.542 jiwa. Data tersebut
menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan penduduk di Desa Kamasan adalah 2065
orang per km2. Rata-rata pemilikan lahan pertanian 0,36 ha per Kepala Keluarga
(KK), sedangkan rata-rata pemilikan tanah secara keseluruhan adalah 0,075ha per
orang. Mata pencaharian yang dominan ialah sebagai pengrajin, petani dan
pedagang, masing-masing sebanyak 648 orang, 322 orang, dan 261 orang. Desa
Kamasan dikenal sebagai desa pengrajin berupa lukisan, emas, perak, ukir dan
tenun yang sudah ada turun temurun sejak zaman Kerajaan Waturenggong (kurang
lebih pada tahun 1600 masehi), terutama seni lukis wayang Desa Kamasan yang
khas san hanya ada di sini. Para pengrajin memajang barang dagangannya di rumah
masing-masing sehingga Desa Kamasan tampak seperti jejeran-jejeran toko
kesenian (art shop) atau juga bias disebut dengan galeri.
Tabel 11 Mata pencaharian Penduduk Desa Kamasan
No. Mata Pencaharian
1.
Petani
2.
Seniman
3.
Pengrajin
4.
Tukang
5.
Pedagang/Wiraswasta
6.
PNS/TNI
7.
Lain-lain
8.
Belum bekerja
Jumlah

Jumlah (orang)
322
241
648
80
261
135
98
2757
4542

Persentase (%)
10.5
7.86
21.15
2.61
8.51
4.4
3.19
47.78
100

Sumber : Profil Desa Kamasan 2014

Sejarah Desa
Keberadaan suatu desa atau wilayah pada umumnya mempunyai nama yang
mengandung makna tertentu, hal ini dimaksudkan untuk mengenang suatu peristiwa
atau hal-hal lain yang dianggap penting dan terkait dengan berdirinya desa tersebut.
Di Bali khususnya, nama suatu desa sangat erat kaitannya dengan sejarah Raja-raja
Bali di jaman dulu yang dapat ditemukan dalam sebuah prasasti.
Berdasarkan monografi desa, tertulis sejarah Desa Kamasan diketahui dari
sumber prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini serta dari penjelasan para
sesepuh atau tokoh masyarakat, latar belakang sejarah Desa Kamasan tercantum
dalam Prasasti Anak Wungsu Tahun 994 Saka atau Tahun 1072 Masehi. Dalam
prasasti tersebut dijelaskan bahwa kata atau nama Kamasan secara etimologi terdiri
dari kata Kama yang berarti bibit dan san yang berarti indah.
Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa Kamasan sebagai nama
desa sekarang ini mengandung makna bahwa setiap kelahiran anak manusia di Desa
Kamasan diharapkan merupakan manusia-manusia yang memiliki sumberdaya

17
yang berbobot dan disertai nilai keindahan yang tinggi. Hal tersebut memang
terbukti, dimana Desa Kamasan sejak jaman dahulu menyimpan potensi yang
cukup besar terutama di bidang kerajinan.
Pada mulanya para pengrajin desa ini mulai dikenal dan difungsikan oleh Raja
Ida Dalem sejak kerajaan berpusat di Gelgel (1380-1651) dengan memerintahkan
membuat kerajinan sebagai perlengkapan untuk upacara adat, seperti seni ukir pada
logam emas atau perak yang berbentuk pinggan (bokor, dulang dll) untuk dijadikan
perlengkapan barang-barang perhiasan Keraton Suweca Linggaarsa Pura Gelgel.
Seiring dengan berjalannya waktu, kerajaan melihat bahwa hasil kerajinan tersebut
bernilai ekonomi. Kemudian, mulai berkembanglah hasil kerajinan yang dijual
untuk umum. Selain seni ukir, berkembang pula seni lukis wayang yang dijadikan
sebagai hiasan di atas kain dalam bentuk bendera dan umbul-umbul, ider-ider dan
parba yang menjadi pelengkap dekorasi di tempat-tempat suci (pura) atau bangunan
di komplek Keraton. Desa ini mengalami masa keemasan pada saat Raja Dalem
Waturenggong memerintah (1460-1550).
Banjar-banjar yang ada terutama Sangging dan Pande Mas dapat dikatakan
banjar Gilda, dengan didirikannya rumah-rumah serta bengkel-bengkel dimana
para warganya tinggal, bekerja dan mengabdi kepada sang Raja hingga pada akhir
hayat mereka. Lukisan wayang tradisional Kamasan, tenun, seni ukir emas perak
dan kuningan atau kelongsong peluru tidak hanya terkenal di daerah Bali dan
wilayah Indonesia pada umumnya, bahkan juga sudah terkenal sampai di
mancanegara.
Salah satu kerajinan yang sudah berusia 400 tahun masih tersimpan baik.
Lukisan tersebut menjadi bukti sejarah bahwa Desa Kamasan merupakan desa yang
memiliki corak lukisan khas yang lahir dari desa tersebut. Hingga saat ini
masyarakat masih melestarikan kerajinan tersebut dalam dan menjualnya di art
shop- art yang terdapat di Desa Kamasan maupun dengan mengikuti pameran serta
membuka sanggar.

(a)

(b)

Sumber : survei lapang

Gambar 7 (a) salah satu art shop di Desa Kamasan (b) Wayang Lukis Khas
Kamasan yang berusia lebih dari 400 tahun

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perilaku Keteritorialan
Perilaku keteritorialan ialah mekanisme pembatasan yang melibatkan
personalisasi atau penandaan wilayah maupun objek yang dimiliki oleh
perseorangan maupun kelompok dan merupakan mekanisme untuk bertahan hidup.
Terdapat empat karakter dasar dari suatu teritori yaitu (1) kepemilikan dan tatanan
tempat, (2) penandaan wilayah, (3) pertahanan terhadap gangguan, dan (4)
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar, kognitif, dan estetik.
Kepemilikan dan tatanan tempat
Pada masyarakat Bali, konsep keteritorialan memiliki dua pengertian.
Teritorial sebagai suatu kesatuan wilayah tempat warganya secara bersama-sama
melaksanakan upacara-upacara dan berbagai kegiatan sosial yang ditata oleh suatu
sistem budaya dengan nama desa, dan yang kedua ialah suatu wilayah kesatuan
secara administrasi yang disebut sebagai desa dinas atau perbekelan. Lingkup
wilayah kesatuan masyarakat yang lebih kecil dari desa ialah banjar, baik adat
maupun dinas (dusun).
Dari kesatuan wilayah, tidak ada ketentuan dalam satu desa dinas terdiri
berapa banjar adat maupun sebaliknya. Terdapat beberapa variasi dalam pembagian
tersebut, antara lain:
1. satu desa dinas terdiri dari satu desa adat,
2. satu desa dinas mencakup dari beberapa desa adat,
3. satu desa adat mencakup beberapa desa dinas, dan
4. kombinasi antara 2 dan 3
Dalam hal ini, Desa Dinas Kamasan merupakan wilayah dari kesatuan Desa
Adat Gelgel dengan sepuluh banjar adat yang terbagi ke dalam empat banjar dinas.
Tanah yang ada di Desa Kamasan masih merupakan tanah adat, meliputi
tanah permukiman dan tanah yang digunakan untuk kepentingan keagamaan dan
adat. Tanah adat ialah tanah yang tidak dimiliki oleh hak perseorangan yang artinya
tidak ada sertifikat. Siapa saja dapat menempati tanah adat tersebut apabila sudah
memenuhi persyaratan yang ada. Apabila persyaratan sudah terpenuhi maka tanah
tersebut dapat ditempati tanpa ada biaya yang harus dibayarkan.
Dalam menentukan suatu letak atau tatanan dari tempat sangat diperhatikan.
Hal ini dikarenakan masyarakat di Bali menggunakan konsep Tri Hita Karana. Tri
Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti Tri ialah tiga, Hita
ialah sejahtera, dan Karana bermakna penyebab. Secara harfiah dapat diartikan
sebagai tiga penyebab kesejahteraan, dimana kesejahteraan tersebut bersumber dari
tiga hal, yaitu (1) hubungan manusia dengan Tuhannya, (2) hubungan manusia
dengan alam, dan (3) hubungan manusia dengan manusia.
Konsep Tri Hita Karana ialah penyelarasan antara alam semesta/bhuana
agung dengan manusia/bhuana alit. Unsur-unsur lingkungan dibuat senilai dengan
bhuana agung. Bhuana agung digunakan sebagai cerminan. Dalam pola ruang dan
pola perumahan tradisional terdapat sebagai berikut:
1. Parahyangan (utama)
:Tempat pemujaan kepada Tuhan/Sanghyang
Widhi Wasa. Dalam tingkat daerah berupa Kahyangan Jagat, dalam

19
tingkat desa adat berupa Kahyangan Desa atau Kahyangan Tiga, dan
dalam tingkat keluarga berupa Sanggah.
2. Pawongan (madya)
:Hubungan antara manusia dan sesamanya.
Dalam tingkat daerah merupakan seluruh umat hindu di Bali, dalam
tingkat desa adat berupa karama desa adat, dan dalam tingkat keluarga
ialah seluruh anggota keluarga.
3. Pelemahan (nista)
:Tempat berinteraksi manusia dan alam
tempat berpijak. Dalam tingkat daerah meliputi seluruh wilayah
(khususnya Provinsi Bali), dalam tingkat desa adat berupa asengken bale
agung, dan dalam lingkup keluarga berupa pekarangan perumahan.
Pembagian tersebut berdasarkan pada letak geografis (dari gunung hingga
laut) dan berdasarkan arah perlintasan matahari (barat-timur) seperti pada Gambar
8. Sehingga dapat dibagi menjadi sembilan ruang atau biasa disebut dengan Sanga
Mandala (Gambar 9). Sanga Mandala berarti sembilan tempat.

Sumber : Dwijendra 2010)

Gambar 8 Konsep geomansi Tri Hita Karana

(Sumber : Dwijendra (2010)

Gambar 9 Pembagian ruang berdasar Sanga Mandala

20
Dalam hal penataan desa, terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi yaitu:
1. Bhuana atau alam semesta dan Karang Desa, yaitu batas wilayah dari desa adat
tersebut yang mana ditentukan dengan melaksanakan suatu upacara adat. Dalam
hal ini, Desa Kamasan yang merupakan bagian dari wilayah Desa Adat Gelgel
memiliki batas administratif yang ditentukan oleh pemuka adat dan pemerintah
daerah. Batas administratif Desa Kamasan sudah sangat jelas seperti yang
disebutkan pada bab sebelumnya.
2. Karama Desa Adat, yaitu kelompok manusia yang bermasyarakat dan
bertempat tinggal di wilayah desa adat yang dipimpin oleh seorang Bendesa
Adat dan dibantu oleh prajuru (aparatur) desa adat lainnya seperti kelompokkelompok Mancagra, Mancakriya dan Pemangku, bersama-sama masyarakat
desa membangun keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini
pemerintahan adat berpusat di Desa Gelgel, sedangkan di Desa Kamasan sendiri
secara administratif dipimpin oleh kepala desa atau biasa disebut dengan
Perbekel dan dibantu oleh Kelian Banjar (Kepala Dusun) yang membawahi
masing-masing banjar dinas. Desa Kamasan dipimpin oleh seorang Perbekel
dan dibantu oleh empat Kelian Banjar yang menempati empat banjar dinas
berbeda, yaitu Banjar dinas Kacangdawa, Banjar dinas Sangging, Banjar dinas
Pande Mas, dan Banjar dinas Tabanan.
Tabel 12 Konsep Tri Hita Karana Dalam Susunan Kosmos
Unsur
Alam Semesta
(Bhuana Agung)
Desa
Banjar
Rumah
Manusia (Bhuana
Alit)

Atma/Jiwa
Paramatman
(Tuhan Yang Maha
Esa)
Kahyangan Tiga
(pura desa)
Parhyangan (pura
banjar)
Sanggah
(Pemerajan)
Atman (jiwa
manusia)

Prana/Tegana
Tenaga (yang
menggerakkan
alam)
Pawongan (warga
desa)
Pawongan (warga
banjar)
Penghuni rumah

Angga/Fisik
Unsur-unsur Panca
Maha Bhuana

Prana (tenaga,
sabda, bayu, dan
idep)

Angga (badan
manusia)

Palemahan
(wilayah desa)
Palemahan
(wilayah banjar)
Pekarangan rumah

Sumber : Dwijendra (2010)

3. Tempat Ibadah. Selain kepemilikan lahan pemukiman, elemen lain yang
penting ialah tempat ibadah dan tempat berkumpul bersama. Sanghyang
Jagatkarana ialah bentuk pemujaan terhadap Tuhan/Sanghyang Widhi Wasa.
Dalam kehidupan sehari-hari diwujudkan dalam bentuk perilaku dan tindakan.
Tempat pemujaan diwujudkan dalam bentuk fisik berupa tempat ibadah yang
disebut dengan pura.