Analisis kestabilan nonparametrik pada pemupukan lahan sawah intensifikasi

ANALISIS KESTABILAN NONPARAMETRIK PADA
PEMUPUKAN LAHAN SAWAH INTENSIFIKASI

RIA TRI NOVIYANTI

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kestabilan
Nonparametrik pada Pemupukan Lahan Sawah Intensifikasi adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ria Tri Noviyanti
NIM G14090059

ABSTRAK
RIA TRI NOVIYANTI. Analisis Kestabilan Nonparametrik pada Pemupukan
Lahan Sawah Intensifikasi. Dibimbing oleh MOHAMMAD MASJKUR dan
BAGUS SARTONO.
Di Indonesia, beras merupakan bagian dari ketahanan pangan nasional
sehingga penelitian mengenai pertanian padi menjadi berharga. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat interaksi antara pemupukan dengan lingkungan dan
mengidentifikasi jenis pemupukan yang memiliki efek stabil pada produktivitas
padi di lahan sawah intensifikasi menggunakan analisis kestabilan nonparametrik
Nassar-Huehn, Kang dan Thennarasu; membandingkan hasil analisis kestabilan
di antara ketiga pendekatan tersebut; memilih jenis pemupukan yang terbaik
berdasarkan seluruh metode tersebut. Penelitian menggunakan data sekunder dari
percobaan multilokasi di 5 lokasi dan 16 jenis pemupukan. Pemupukan yang
menghasilkan produktivitas beras paling stabil di lahan sawah intensifikasi
menurut analisis kestabilan nonparametrik Nassar-Huehn serta Thennarasu

adalah P10 (campuran pupuk nitrogen 187.5 kg urea/ha, pupuk fosfat 50 kg
TSP/ha, dan pupuk kalium 150 kg KCl/ha) dan P12 (campuran pupuk nitrogen
187.5 kg urea/ha, pupuk fosfat 50 kg TSP/ha, pupuk kalium 150 kg KCl/ha dan
dolomit), berdasarkan metode Kang adalah P14 (campuran pupuk nitrogen 187.5
kg urea/ha, pupuk fosfat 50 kg TSP/ha, pupuk kalium 150 kg KCl/ha, dolomit,
dan jerami). Metode Kang memiliki nilai korelasi positif terhadap nilai indeks
kestabilan nonparametrik lainnya dan memiliki nilai korelasi terbesar dengan
produktivitas beras yaitu 0.75 sehingga indeks Rank-Sum disimpulkan sebagai
indeks terbaik dalam mengklasifikasikan pemupukan yang stabil.
Kata kunci: Indeks kestabilan nonparametrik (ISN), kestabilan, pemupukan

ABSTRACT
RIA TRI NOVIYANTI. Nonparametric Stability Analysis on Fertilization of
Intensified Rice Field. Supervised by MOHAMMAD MASJKUR and BAGUS
SARTONO.
In Indonesia rice is part of the national food security therefore research that
related to rice cultivation is valuable. This study aims to see interaction between
fertilization and environment and to identify the type of fertilization that has
stable effect on the productivity of rice in intensification rice field using stability
nonparametric analysis of Nassar-Huehn, Kang and Thennarasu; comparing the

results of the analysis of stability among those three approaches; choosing the
type of fertilization which is best based on all those methods. The study used
secondary data from multilocation trials at 5 locations in West Sumatra dan16
types of fertilization. Fertilization that effected the most stable productivity of rice
in intensification rice field based on nonparametric stability analysis of NassarHuehn and Thennarasu are P10 (mixed fertilizer with compotition of nitrogen
187.5 kg urea/ha, phospat 50 kg TSP/ha and kalium 150 kg KCl/ha) and P12
(mixed fertilizer of nitrogen 187.5 kg urea/ha, phospat 50 kg TSP/ha, kalium 150
kg KCl/ha and dolomit) based on Kang approach is P14 (mixed fertilizer of
nitrogen 187.5 kg urea/ha, phospat 50 kg TSP/ha, kalium 150 kg KCl/ha, dolomit,

and straw). Based on Spearman correlation, Kang approach has positive corelation
with the other nonparametric stability index and it has the highest correlation with
the mean yield of rice (0.75) therefore Rank-Sum index is concluded as the best
index for clasifify the stability of fertilization.
Keywords: Fertilization, nonparametric stability index (NSI), stability
;
;
;
;
;

;
;
;
;
;
;
;
;
;
;

;
;

ANALISIS NONPARAMETRIK PADA PEMUPUKAN LAHAN
SAWAH INTENSIFIKASI

RIA TRI NOVIYANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Kestabilan Nonparametrik pada Pemupukan Lahan Sawah
Intensifikasi
Nama
: Ria Tri Noviyanti
NIM
: G14090059

Disetujui oleh


Ir Mohammad Masjkur, MS
Pembimbing I

Dr Bagus Sartono, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Anang Kurnia, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Salawat serta
salam tidak lupa penulis ucapkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad Saw.
Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah analisis kestabilan nonparametrik
pada pecobaan multilokasi.
Atas segala bimbingan, bantuan materi, saran, dorongan, segala doa serta

kasih sayang yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Ibunda Sri Hartini, dan Ayahanda Suwardi H. W. serta kakak dan adik
tersayang sebagai titipan terindah dan tercinta yang tercipta menjadi
bagian keluarga dari penulis.
2.
Bapak Ir Mohammad Masjkur, MS, dan Dr Bagus Sartono, MSi, sebagai
dosen dari Departemen Statistika FMIPA IPB yang dengan sabar telah
membimbing penulis.
3.
Sahabat-sahabat tercinta: Aisyah Nurlaila Sari, Anggrevita Manalu, Eka
Risna Rahmawati, Hanifatun Nufusia, Harumi Fajri dan Tia Pertiwi.
4.
Seluruh kawan-kawan statistika 46 khususnya Nanie Kurniadi dan Septian
Rahardiantoro yang bertindak sebagai pemberi informasi, juga kepada
seluruh pengurus jarkom statistika 46.
5.
Edgar Francis de Freitas, sahabat jauh tercinta yang ikut serta memberi
dukungan dan bantuan layaknya keluarga.

Mohon maaf apabila dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat
kekurangan. Akhir kalimat, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
pembacanya.

Bogor, Agustus 2014
Ria Tri Noviyanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Sawah Intensifikasi

2

Interaksi Perlakuan Lingkungan

3


Rancangan Acak Kelompok Percobaan Multilokasi

3

Konsep Kestabilan

4

Analisis Ragam Gabungan

4

Metode De Kroon dan van der Laan

6

Analisis Kestabilan Nonparametrik

6


Korelasi Spearman

8

METODE

9

Bahan

9

Prosedur Analisis
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
10

Analisis Deskriptif Faktor Utama dan Interaksi

10

Eksplorasi Faktor Utama Aditif dan Interaksi

15

Analisis Kestabilan Nonparametrik

18

Rekomendasi Pemupukan

21

SIMPULAN

23

SARAN

23

DAFTAR PUSTAKA

23

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1 Kode yang digunakan dalam analisis berdasarkan 16 pemupukan
2 Rata-rata produktivitas beras dan koefisien keragaman berdasarkan
lokasi
3 Ragam produktivitas beras berdasarkan pemupukannya
4 ANOVA gabungan dari percobaan RAK multilokasi dengan 16
pemupukan di 5 lokasi
5 Uji kehomogenan ragam menggunakan uji Bartlett pada persamaan (2)
6 Analisis de Kroon dan van der Laan (DEKR) untuk menguji interaksi
pemupukan dengan lingkungan (P×L) dan lingkungan dengan
pemupukan (L×P)
7 Nilai ISN Nassar dan Huehn untuk setiap pemupukan
8 Penjumlahan ranking BGKB dan ragam Shukla untuk memperoleh ISN
Kang pada setiap pemupukan
9 Empat indeks kestabilan non-parametrik Thennarasu hasil produksi
beras
10 Korelasi Spearman di antara ISN dengan produktivitas beras dan ISN
dengan ISN

10
11
14
15
17
18
19
20
21
22

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram batang rata-rata produktivitas beras pada setiap pemupukan di
2.
3.
4.
5.
6.

semua lokasi percobaan
Rata-rata produktivitas berat gabah kering bersih (BGKB) berdasarkan
pemupukan di setiap lokasi
Box plot rata-rata produktivitas beras berdasarkan pemupukan di
masing-masing lokasi secara terpisah
Rata-rata produktivitas beras berdasarkan interaksi pemupukan dengan
lokasi
Boxplot masing-masing hasil pemupukan terhadap produktivitas beras
(ku/ha)
(a) Uji asumsi kenormalan sisaan model pada data produktivitas beras,
(b) Uji asumsi kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor lokasi (c)
Kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor pemupukan

11
12
13
14
14
16

DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rata-rata produktivitas berat gabah kering bersih (BGKB)

berdasarkan pemupukan di setiap lokasi ............................................... 12

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia, beras merupakan komoditi pokok yang dikonsumsi oleh
masyarakat. Beras juga merupakan bagian dari ketahanan pangan nasional. Hal ini
menjadikan beras sebagai komoditi yang sangat penting di Indonesia sehingga
produktivitas beras pun ditargetkan mencapai surplus 10 juta ton pada tahun 2014
(BBSDLP, 2011).
Pasokan beras di Indonesia sudah tentu terkait dengan produksi beras yang
dapat dihasilkan oleh petani padi di Indonesia. Produksi beras itu sendiri selain
dipengaruhi oleh varietas dan kondisi lingkungannya, juga dipengaruhi oleh
kesuburan lahan sawah yang digunakan. Varietas padi merupakan pilihan yang
dapat ditentukan secara subjektif oleh petani, sementara kondisi lingkungan
misalnya iklim atau jenis tanah akan tergantung pada lokasi yang ada. Oleh karena
itu, usaha utama yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi beras adalah
dengan meningkatkan kesuburan lahan sawah.
Kesuburan lahan diketahui memiliki korelasi terhadap produktivitas lahan.
Apabila kesuburan lahan rendah maka produktivitas lahan juga akan rendah, dan
sebaliknya. Penggunaan lahan sawah secara terus-menerus dapat mengurangi
tingkat kesuburan tanah. Untuk meningkatkan kembali kesuburan tanah, salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengelolaan lahan secara tepat.
Pengelolaan lahan sawah untuk mendapatkan performa tebaik suatu lahan disebut
dengan lahan sawah intensifikasi. Selanjutnya, pemupukan akan diperlukan pada
lahan sawah intensifikasi tersebut.
Percobaan multilokasi merupakan kegiatan penting dalam pertanian karena
efek dari perlakuan agronomi dapat berbeda terkait dengan perubahan lingkungan,
menghasilkan interaksi perlakuan (treatment) × lingkungan (environment) (T × E)
(Vargas et al. 2001). Hal ini juga dapat terjadi misalnya pada perlakuan agronomi
berupa pemupukan apabila diujicobakan pada lahan sawah di lokasi yang berbeda.
Oleh karena itu, penelitian mengenai pemupukan secara multilokasi perlu
dilakukan untuk merekomendasikan pemupukan yang menghasilkan interaksi
terkecil. Semakin kecil interaksi perlakuan × lingkungan yang terjadi, maka
semakin kecil pula efek perbedaan lingkungan pada respon.
Interaksi antara perlakuan dengan lingkungan yang terjadi pada percobaan
multilokasi sangat terkait dengan analisis kestabilan. Pada kasus ini, lahan sawah
intensifikasi yang diberi berbagai macam perlakuan pemupukan dapat dianalisis
pengaruh interaksi dan kestabilan efeknya terhadap produktivitas beras melalui
analisis kestabilan baik secara parametrik maupun nonparametrik. Hal ini
diadaptasi dari konsep analisis kestabilan yang pada dasarnya digunakan untuk
interaksi antara genotip dengan lingkungan. Interaksi antara pupuk dengan
lingkungan diidentikkan dengan interaksi antara genotip dengan lingkungan,
hanya saja faktor genotip digantikan dengan pupuk.
Analisis menggunakan metode parametrik akan membutuhkan asumsiasumsi yang harus dipenuhi terkait dengan distribusi data yang dihitung
berdasarkan sebaran-sebaran tertentu. Lain halnya dengan metode non-parametrik,
dengan cara ini analisis tidak memerlukan asumsi tertentu, dapat terhindar dari

2

bias karena pencilan, serta mudah dalam pengolahan dan interpretasinya
(Sabaghnia et al. 2012).
Analisis secara parametrik cenderung lebih dipilih karena hasil analisisnya
yang lebih detil dan memiliki nilai peluang kesalahan (taraf nyata) terhadap
signifikansi suatu hasil. Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan dilakukan
eksplorasi data untuk menunjukkan kecocokan penggunaan metode nonparametrik.
Metode non-parametrik yang dapat dilakukan untuk mengukur tingkat kestabilan
tanaman dari percobaan multilokasi adalah dengan pendekatan Kang, Nassar dan
Huehn, dan Thennarasu. Metode Thennarasu adalah metode yang terbaru di
kalangan metode non-parametrik untuk analisis kestabilan percobaan multilokasi
yang dikenalkan pada tahun 1995. Analisis kestabilan nonparametrik juga dapat
digunakan sebagai metode pengukuran alternatif yang kekar apabila pelanggaran
asumsi terjadi pada metode yang berbasis parametrik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi jenis pemupukan yang memiliki efek stabil pada
produktivitas padi di lahan sawah menggunakan analisis kestabilan
nonparametrik.
2. Membandingkan hasil analisis kestabilan di antara indeks kestabilan
nonparametrik (ISN) Kang, Nassar dan Huehn dan Thennarasu.
3. Memilih jenis pemupukan terbaik pada percobaan multilokasi pemupukan di
lahan lahan sawah intensifikasi berdasarkan seluruh metode kestabilan non
parametrik tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Sawah Intensifikasi
Lahan sawah intensifikasi merupakan bagian dari upaya peningkatan daya
dukung lahan sawah terhadap hasil pertanian padi. Konsep intensifikasi sawah
diterapkan dari konsep intensifikasi lahan pertanian. Program intensifikasi lahan
pertanian yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia diantaranya adalah
Bimas (Bimbingan Masal), Insus (Intensifikasi Khusus dan Supra Insus.
Intensifikasi lahan pertanian juga dikenal dengan revolusi hijau atau di Indonesia
dikenal dengan panca usaha tani, yaitu (i) teknik pengolahan lahan pertanian (ii)
pengaturan irigasi (iii) pemupukan (iv) pemberantasan hama (v) penggunaan bibit
unggul.
Intensifikasi terhadap lahan sawah di Indonesia ditujukan agar Indonesia
dapat mencapai swasembada beras karena hingga tahun 2012 Indonesia masih
tergolong sebagai negara pengimpor beras. Indonesia sebenarnya pernah
mencapai swasembada beras pada tahun 1984, namun setelah itu laju kenaikan
produktivitas semakin menurun (Setyorini et al. 2004) serta adanya kenaikan
populasi penduduk di Indonesia menyebabkan Indonesia tidak lagi dapat
memepertahankan predikat swasembada beras. Untuk memacu produksi tanaman
padi, pemupukan telah diketahui sebagai cara yang efektif. Pemupukan

3

merupakan salah satu cara dalam mengelola unsur hara tanah karena sangatlah
wajar apabila tanah mengalami penuruhan kadar hara karena penggunaan lahan
secara terus-menerus.
Interaksi Perlakuan × Lingkungan
Percobaan yang dilakukan di beberapa lokasi dengan rancangan percobaan
dan perlakuan yang sama disebut dengan percobaan multilokasi. Pada percobaan
multilokasi peneliti merancang dan mengendalikan percobaan untuk mengukur
besarnya efek terhadap sesuatu (Coe, 2012). Pada percobaan multilokasi tersebut
biasanya akan terjadi interaksi antara faktor perlakuan dengan faktor lingkungan.
Perlakuan dalam percobaan multilokasi dapat berupa tanaman hibrida, genotip,
pemupukan, pemberantasan hama, kerapatan tanaman dan lain-lain. Percobaan
multilokasi penting digunakan untuk memilih suatu perlakuan yang terbaik.
Percobaan multilokasi dua faktor yang banyak diterapkan oleh peneliti
adalah faktor genotip dengan lokasi. Jika genotip dengan lingkungan mengalami
interaksi, maka genotip yang ditanam di lokasi percobaan yang berbeda akan
menghasilkan performa yang berbeda. Perbedaan respon tanaman dari lokasi satu
ke lokasi lainnya inilah yang disebut dengan interaksi Genotip × Lingkungan
(Sabaghpour et al. 2012). Interaksi Genotip × Lingkungan yang dimaksud
tersebut dapat diberlakukan secara umum, yaitu interaksi Perlakuan × Lingkungan
(Treatment × Environment). Interaksi antara perlakuan dengan lingkungan dapat
diartikan secara sederhana yaitu besaran efek perlakuan yang tidak sama di
lingkungan yang berbeda (Coe 2012).
Akibat yang paling diperhatikan dari interaksi Perlakuan × Lingkungan
atau P × L pada percobaan multilokasi adalah produktivitas dari pertumbuhan
suatu tanaman. Adanya pengaruh P × L yang signifikan pada respon tanaman,
dapat menimbulkan kesulitan dalam memilih perlakuan yang terbaik. Penelusuran
mengenai adanya interaksi P × L akan dapat membantu pemahaman mengenai
konsep kestabilan. Pada penelitian ini perlakuan yang digunakan adalah
pemupukan yang sifatnya mempengaruhi produktivitas tanaman padi.
Rancangan Acak Kelompok Percobaan Multilokasi
Percobaan pemupukan pada penelitian ini merupakan percobaan multilokasi
karena merupakan serangkaian percobaan yang serupa di beberapa lokasi dengan
rancangan percobaan dan perlakuan yang sama. Rancangan acak kelompok
(RAK) yang digunakan dalam percobaan multilokasi ini memiliki blok yang
tersarang dalam lokasi. Hal ini disebabkan karena pembuatan blok percobaan
dilakukan secara terpisah di masing-masing lokasi. Pemupukan maupun lokasi
yang dicobakan pada penelitian ini merupakan faktor tetap. Model linier untuk
percobaan multilokasi dengan pemupukan sebagai perlakuan dalam RAK dapat
ditulis sebagai berikut:

4

dengan






�



=�+ +

+ � + �

+�

… (1)

= respon dari perlakuan (pemupukan) ke-i pada lokasi ke-j dalam
kelompok ke-k
= rata-rata umum
= pengaruh pemupukan ke-i, i=1,2...g
= pengaruh kelompok ke-k tersarang pada lokasi ke-i, k =1,2...r
= pengaruh lokasi ke-j, j =1,2,.. l
= pengaruh interaksi antara pemupukan ke-i dengan lokasi ke-j
= pengaruh sisaan dari pemupukan ke-i dalam kelompok ke- � yang
dilakukan di lokasi ke-j
Konsep Kestabilan

Konsep kestabilan mengarah pada tingkat kestabilan performa tanaman pada
berbagai kondisi lingkungan. Kestabilan yang dimaksud dalam hal interaksi antara
perlakuan dan lingkungan adalah ketika ragam perlakuan antar lingkungan sangat
kecil maupun ketika respon perlakuan dalam percobaan memiliki rata-rata yang
relatif sama. Konsep kestabilan juga mempelajari tingkat penyimpanganpenyimpangan model terhadap indeks lingkungan. Indeks lingkungan artinya
adalah selisih dari rata-rata respon semua perlakuan di satu lingkungan dengan
rata-rata semua perlakuan di semua lingkungan.
Menurut Mattjik et al. (2011) konsep kestabilan mengenai perlakuan berupa
genotip digolongkan menjadi tiga konsep kestabilan:
1. Genotip dianggap stabil jika ragam antar lingkungan kecil. Genotip stabil
memiliki performa yang tidak berubah meskipun kondisi lingkungan
bervariasi.
2. Genotip dianggap stabil jika respon terhadap lingkungan bersifat paralel
dengan rata-rata respon seluruh genotip yang dilibatkan pada percobaan.
Konsep kestabilan ini dikenal dengan stabil dinamis atau stabil agronomis.
3. Genotip dianggap stabil jika kuadrat tengah galat dari model regresi pada
indeks lingkungan kecil.
Dalam penelitian ini, perlakuan yang diterapkan adalah pemupukan, sehingga
konsep kestabilan mengenai genotip menurut Mattjik et al. (2011) tersebut dapat
diidentikkan dengan perlakuan lain seperti pemupukan.
Analisis Ragam Gabungan
Analisis ragam gabungan digunakan untuk melihat pengaruh utama maupun
interaksi dari percobaan multilokasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
suatu pemodelan yang menggunakan metode parametrik membutuhkan asumsiasumsi tertentu. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan
analisis ragam gabungan adalah galat menyebar normal, ragam galat antar lokasi
homogen, dan kebebasan galat respon. Apabila asumsi-asumsi tersebut tidak
terpenuhi, biasanya dilakukan transformasi atau permbobotan.

5

Galat Respon Menyebar Normal
Pada uji asumsi kenormalan, hipotesis yang digunakan adalah H0 : Galat
menyebar normal dengan hipotesis tandingannya H1 : Galat tidak menyebar
normal. Pada penelitian ini uji formal yang digunakan adalah metode
Kolmogorov-Smirnov karena kelebihan dari metode ini diantaranya mampu
digunakan untuk data yang jumlahnya besar maupun kecil. Statistik uji yang
dihitung pada metode ini (Daniel, 1990) adalah sebagai berikut:
Dhitung = max |�

−�

|

dengan

= Sebaran kumulatif contoh
= Sebaran kumulatif normal

Asumsi kenormalan dianggap terpenuhi apabila Dhitung < Dα,N atau nilai-p ≥ α.

Ragam Galat Respon Antar Lokasi Homogen
Sebelum data dianalisis, data sebaiknya dilihat kelayakannya melalui nilai
koefisien keragaman (KK) masing-masing lokasi. Hal ini karena nilai KK
menunjukkan besarnya ragam galat suatu percobaan, semakin besar nilai KK,
maka ragam galat suatu percobaan juga semakin besar. Dalam bidang pertanian,
ragam galat masih dikatakan wajar jika KK berkisar antara 20%-25% (Mattjik &
Sumertajaya, 2006). Nilai KK dihitung berdasarkan akar dari nilai kuadrat tengah
galat dibagi rata-rata respon perlakuan yang ditulis sebagai berikut :

√KTG
̅
Y
Secara formal, asumsi kehomogenan ragam dapat diuji menggunakan uji
Bartlett atau uji Levene. Uji Bartlett biasanya digunakan untuk data yang
menyebar normal. Hipotesis yang digunakan adalah H0 : ragam homogen = σ12 =
σ22 = ... = σn2 = σ2 dan H1 : paling sedikit ada satu ragam yang tidak sama.
Statistik uji untuk uji Bartlett yang digunakan oleh Totowarsa (1987) adalah
sebagai berikut:
1
× �� log �� − ∑
� log �
=
…(2)

=
dengan
k
= banyaknya lokasi

= faktor korelasi = 1 +
− ∑ −

KK=


��


��



= derajat bebas galat percobaan ke-i
= jumlah derajat bebas galat percobaan
= kuadrat tengah galat percobaan ke-i
= kuadrat tengah galat gabungan =

∑ � �� 2




Ragam galat setiap lokasi dianggap homogen apabila

< ��,



.

Galat Respon Saling Bebas
Galat respon dikatakan bebas apabila galat dari suatu amatan tidak memiliki
pengaruh terhadap nilai-nilai galat dari amatan yang lain. Kebebasan galat dapat
dilihat secara deskriptif melalui plot antara nilai dugaan galat percobaan dengan

6

nilai dugaan respon. Apabila plot amatan tidak membentuk suatu pola, maka dapat
dikatakan bahwa galat percobaan saling bebas.
Metode De Kroon dan van der Laan
Metode De Kroon dan van der Laan atau dikenal dengan metode DEKR
digunakan untuk mengindentifikasi adanya interaksi dua faktor dengan
pendekatan distribusi Chi-square. Statistik uji yang digunakan untuk interaksi
Perlakuan × Lingkungan pada metode DEKR adalah uji � dengan derajat bebas
(g-1)(n-1), dengan g = banyaknya perlakuan dan n = banyaknya lingkungan.
Menurut Mut et al. (2008), metode DEKR dapat direkomendasikan ketika asumsi
pada metode parametrik tidak dapat dipenuhi.
Prosedur yang digunakan dalam metode De Kroon dan van der Laan adalah
sebagai berikut (Huhn 1996 dalam Delić 2009) sebagai berikut.
a. Urutkan atau ranking nilai dari respon di setiap lingkungan secara terpisah,
sehingga didefinisikan sebagai rijk (ranking dari perlakuan ke-i, i = 1, …, g;
lingkungan ke-j, j = 1, …, m; dan ulangan ke-k, k = 1, …, n) sebagai
ranking dari xijk.
b. Hitung statistik uji DEKR dengan formula berikut.
DEKR =

12
2
n g ng + 1



g
i =1



m
j =1

� 2. −

g
1
∑ �.
m
=

.

…(3)

Hipotesis yang dibangun pada metode DEKR adalah H0 : � = 0; tidak
terdapat interaksi antara faktor perlakuan dengan lingkungan dan H1 : tidak semua
� = 0; ada faktor perlakuan dengan lingkungan yang berinteraksi. Apabila
statistik uji DEKR > ��, g− n− maka tolak H0.
Analisis Kestabilan Nonparametrik

Analisis kestabilan dengan pendekatan nonparametrik menggunakan
besaran indeks kestabilan nonparametrik (ISN) untuk menentukan tingkat
kestabilan dari suatu perlakuan. Pada dasarnya, indeks kestabilan nonparametrik
akan mengkonversi nilai rata-rata perlakuan ke-i di lingkungan ke-j ke dalam
peringkat. Adapun metode-metode nonparametrik yang akan digunakan dijelaskan
di bawah ini.
Analisis Kestabilan Nassar dan Huehn
Pada masing-masing lokasi percobaan, data akan diperingkatkan sesuai
dengan besaran satuan perlakuan di satu lokasi yang sama. Sabaghnia et al. (2006)
dan Rahadi (2012) menggunakan empat macam kestabilan fenotipik Nassar dan
Huehn sebagai berikut:
a. Nilai tengah dari perbedaan absolut sebuah perlakuan
n−

Si

(1)

n

2
=
[∑ ∑ |�i j − �i j ′ |]
n n−1

j= (j =j+ )

… (4)

7

b. Nilai ragam dari peringkat sebuah perlakuan
Si

∑nj= (�i j − �̅i . )
=
n−1

2

2

… (5)

c. Jumlah kuadrat ranking untuk sebuah perlakuan relatif terhadap rataan
rankingnya
Si

3

∑nj= (�i j − �̅i . )
=
�̅i .

2

… (6)

d. Jumlah deviasi absolut sebuah perlakuan
∑�= |�i j − �̅i . |
6
Si =
�̅i .

… (7)

dengan
n
= banyaknya lokasi
�i j
= peringkat respon perlakuan ke-i di lingkungan ke-j
�̅i .
= rata-rata peringkat perlakuan ke-i di semua lingkungan.

Penggolongan respon perlakuan yang stabil adalah sesuai dengan nilai yang
terendah dalam satu indeks. Semakin kecil nilai ISN perlakuan berarti semakin
stabil respon dari perlakuan tersebut.
Analisis Kestabilan Kang
Kestabilan nonparametrik dengan pendekatan Kang dihitung berdasarkan
penjumlahan ranking dari nilai rata-rata respon dengan ranking dari nilai ragam
produktivitas beras pada setiap perlakuan. Indeks kestabilan nonparametrik Kang
disebut dengan indeks RS (rank-sum). Ragam yang dihitung dengan metode ini
menggunakan ragam kestabilan Shukla (Rahadi, 2012) yaitu sebagai berikut.
2

� =

g ∑nj=

− ̅i . − ̅. j + ̅.
g−2 n−1
ij

.

2



∑gi= ∑nj=

− ̅i . − ̅ . j + ̅.
g−1 g−2 n−1
ij

.

… (8)

Prosedur perhitungan indeks RS adalah sebagai berikut.
1) Ranking nilai rata-rata respon, rata-rata tertinggi diberi ranking 1.
2) Hitung ragam setiap perlakuan menggunakan persamaan (8) dengan g adalah
banyaknya perlakuan. Ranking ragam masing-masing perlakuan, perlakuan
dengan ragam terkecil diberi ranking 1.
3) Jumlahkan kedua rangking yang telah dihitung sesuai dengan perlakuannya.
Indeks RS yang paling kecil mengindikasikan respon perlakuan yang paling
stabil.
Analisis Kestabilan Thennarasu
Indeks kestabilan dengan metode Thennarasu dihitung berdasarkan
peringkat peringkat data dari perlakuan di setiap lokasi dikombinasikan dengan

8

peringkat data terkoreksi. Sabaghnia et al. (2006) dan Zulhanaya (2010) dalam
Mattjik (2011) menggunakan empat macam ISN Thennarasu sebagai berikut:
n

NPi (1)

1

= ∑|�i∗j − M di
|
n

… (9)

j=1

NPi

NPi

NPi

4

2

3

=
=

1 ∑nj=1|�i∗j − M ∗di |

n

2
√∑nj=1(�i∗j − �̅i∗. ) /n
n−1

�̅i .

… (10)

… (11)

n

2
[∑ ∑ |�i∗j − �i∗j ′ | / �̅i . ]
=
n n−1


… (12)

j=1 (j =j+1)

dengan
�i j
= peringkat respon perlakuan ke-i di lingkungan ke-j

�i j
= peringkat respon perlakuan ke-i di lingkungan ke-j terkoreksi dengan
rata-rata respon perlakuan tiap lingkungan

M di = median �i∗
Mdi = median �i
�̅i .
= rata-rata �i .

̅
�i .
= rata-rata �i∗.

dan �i∗j
Dalam ISN Thennarasu tersebut, �i j merupakan peringkat dari
merupakan peringkat dari i j ∗∗ , dengan i j ∗∗ = i j − ̅ i . ; i j merupakan respon
perlakuan ke-i dan lingkungan ke-j. Kestabilan respon perlakuan dengan metode
Thennarasu ditentukan berdasarkan ISN yang diperoleh. Semakin kecil ISN
respon perlakuan maka semakin stabil respon perlakuan tersebut.
Korelasi Spearman
Korelasi Spearman merupakan metode non-parametrik untuk mengukur ada
atau tidaknya hubungan antara dua peubah. Korelasi Spearman dibutuhkan dalam
penelitian ini untuk mengukur keeratan hubungan di antara ISN dengan ISN serta
antara ISN dengan respon (produktivitas). Jika nilai korelasi di antara ISN dan
produktivitas diketahui, maka akan dapat meyakinkan apakah masing-masing
indeks saling mendukung dalam penggolongan tingkat kestabilan perlakuan.
Secara umum, langkah perhitungan korelasi Spearman oleh Daniel (1990)
adalah sebagai berikut.
1. Peringkatkan nilai ke-i dari peubah X sebagai R(X). Nilai terkecil pada
peubah X memiliki peringkat pertama atau R(X) = 1.
2. Lakukan langkah 1 untuk peubah Y, dan hasilkan R(Y).

9

3. Hitung nilai korelasi peringkat Spearman dengan rumus:
6 ∑ni=1[R(Xi ) − R Yi ]2
rs = 1 −
n n2 − 1

… (13)

Jika terdapat nilai yang sama (ties) pada peubah X atau Y, maka rs dapat
dikoreksi berdasarkan banyaknya ties yang terdapat pada pengamatan X atau Y.
Jika banyaknya ties pada masing-masing peubah X dan Y adalah tx dan ty , maka
nilai korelasi Spearman pada persamaan (13) akan dikoreksi dengan


2

=



2

=

�3 − �
n3 − n
− ∑
12
12

�3 − �
n3 − n
− ∑
12
12

… (14)
… (15)

sehingga dari persamaan (14) dan (15) nilai korelasi Spearman menjadi


rs =



2

+∑

2

− ∑ni=1[R(Xi ) − R(Yi )]2

2√ ∑

2∑

2

… (16)

Koefisien korelasi peringkat Spearman rs digunakan untuk mengukur
keeratan hubungan antara dua peubah beradasarkan peringkat-peringkat
pengamatan contoh. Setiap peubah yang akan dihitung korelasinya terlebih dahulu
diperingkatkan dengan syarat apabila terdapat nilai yang sama, maka digunakan
peringkat tengah, sehingga nilai yang sama akan memiliki peringkat yang sama.

METODOLOGI
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari hasil
penelitian percobaan pemupukan multilokasi oleh Puslittanak (1994) yang terdiri
dari 16 perlakukan pemupukan (Tabel 1) di lahan sawah intensifikasi di lima
lokasi di provinsi Sumatera Barat. Lima lokasi tersebut adalah Balai Selasa,
Batang Kapas, Agam, Solok dan Tanah Datar. Rancangan yang digunakan dalam
percobaan multilokasi tersebut adalah rancangan acak kelompok dengan 3 blok di
setiap lokasi.
Respon yang diamati adalah hasil panen atau produktivitas tanaman padi
berdasarkan bobot gabah kering bersih (BGKB). Faktor pemupukan dan
lingkungan merupakan faktor tetap. Pengolahan data dari percobaan multilokasi
tersebut akan menggunakan software Minitab, R i386 3.0.2 dan Microsoft Excel
2013.

10

Tabel 1 Kode yang digunakan dalam analisis berdasarkan 16 pemupukan
Kode Pemupukan
Kode
Pemupukan
P1
N1P2K2
P2
N2P2K2
P3
N3P2K2
P4
N2P0K2
P5
N2P1K2
P6
N2P3K2
P7
N2P4K2
P8
N2P2K0
Ket.

Kode
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16

Kode Pemupukan
Pemupukan
N2P2K1
N2P2K3
N2P2K4
N2P2K2+Dolomit
N2P2+Jerami
N2P2K2+Dolomit+Jerami
N3P4K4+Dolomit+Jerami
N3P4K4+Dolomit+Jerami+PPC

N1, N2, N3 = pupuk nitrogen dosis 125, 187.5, 312.5 (kg urea/ha)
P0, P1, P2, P3, P4 = pupuk fosfat dosis 0, 50, 100, 150, dan 200 (kg TSP/ha)
K0, K1, K2, K3, K4 = pupuk kalium dosis 0, 50, 100, 150, 200 (kg KCl/ha)
Dolomit = pupuk kapur Ca dan Mg
PPC = pupuk pelengkap cair

Prosedur Analisis
1.

2.

3.
4.
5.

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
Melakukan analisis statistika deskriptif. Analisis awal ini digunakan untuk
melihat interaksi padi secara deskriptif, membandingkan rata-rata hasil
produktivitas beras akibat perbedaan pemupukan dan mengetahui keunggulan
produktivitas antar lingkungan.
Melakukan eksplorasi dan uji asumsi analisis ragam gabungan (Composite
ANOVA) dengan model pada persamaan (1). Apabila asumsi tidak terpenuhi
maka akan dilakukan upaya transformasi agar asumsi ANOVA gabungan
dapat dipenuhi. Namun, apabila asumsi tetap tidak dapat terpenuhi maka
analisis kestabilan berlanjut pada langkah 3.
Melakukan uji signifikansi interaksi perlakuan dengan lingkungan (P×L)
dengan metode De Kroon dan van der Laan.
Melakukan analisis kestabilan nonparametrik Nassar dan Huehn, Kang, dan
Thennarasu serta menginterpretasikan ketiga metode kestabilan nonparametrik
tersebut.
Menentukan rekomendasi pemupukan untuk lahan sawah intensifikasi dengan
cara membandingkan hasil ketiga analisis kestabilan tersebut dengan melihat
nilai korelasi Spearman antara produktivitas beras dengan masing-masing
indeks.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif Faktor Utama dan Interaksi
Rata-rata produktivitas beras yang dihitung dari berat gabah kering bersih
(BGKB) secara keseluruhan adalah sebesar 53.89 kuintal per hektar. Berdasarkan
nilai rata-rata produktivitas tanaman padi pada Gambar 1, Pemupukan P2

11

Rata-rata Berat Gabah Kering
Bersih (ku/ha)

(N2P2K2) memiliki rata-rata produktivitas beras tertinggi yakni 56.44 ku/ha,
sementara nilai rata-rata produktivitas beras terendah dimiliki oleh pemupukan P3
(N3K2P2) yaitu 48.71 ku/ha.
Nilai rata-rata produktivitas beras yang tertinggi belum dapat membuktikan
bahwa pemupukan yang mendasarinya merupakan pemupukan yang terbaik
karena tingkat kestabilannya belum diketahui. Kestabilan hasil pemupukan P2 jika
dibandingkan dengan pemupukan lain belum tentu lebih baik sehingga
pemupukan P2 belum dapat disimpulkan sebagai pemupukan yang
direkomendasikan.
57.00
55.00
52.99

53.07

P8

P5

53.90

54.07

54.16

54.20

54.20

54.42

54.49

54.51

P16

P13

P12

P7

P6

P10

P9

P11

55.06

55.78

56.22

56.44

P14

P2

53.00
51.00
49.00

49.98
48.71

47.00
45.00
43.00
P3

P1

P4

P15

Kode Pemupukan

Gambar 1 Diagram batang rata-rata produktivitas beras pada setiap pemupukan di
semua lokasi percobaan
Nilai rata-rata dan koefisien keragaman (KK) produtivitas beras di setiap
lokasi disajikan pada Tabel 2. Rata-rata produktivitas tertinggi berada pada lokasi
Tanah Datar (59.295 ku/ha) dan terendah pada lokasi Agam (46.568 ku/ha). Nilai
KK di setiap lokasi masih menunjukkan batas kewajaran dalam bidang pertanian
yakni < 25%. Nilai KK ini mencerminkan bahwa unit-unit percobaan pada suatu
lokasi penanaman dapat dianggap homogen. Hal ini mengindikasikan bahwa
pengaruh lingkungan di luar faktor percobaan terkendali. Berdasarkan hal tersebut,
data yang dihasilkan oleh lima lokasi tersebut dianggap layak untuk dianalisis.
Untuk melakukan analisis ragam gabungan, salah satu syarat yang dibutuhkan
adalah kehomogenan ragam (ragam tiap lokasi diasumsikan sama) sehingga
pengujian asumsi kehomogenan ragam tetap dilakukan secara formal pada
pembahasan selanjutnya
Tabel 2 Rata-rata produktivitas beras dan koefisien keragaman berdasarkan lokasi
Lokasi
Agam
Batang Kapas
Balai Selasa
Solok
Tanah Datar

BGKB
(Ku/Ha)
46.568
56.121
54.716
52.643
59.295

KK
9.12%
8.21%
10.69%
11.31%
17.78%

Nilai rata-rata produktivitas beras berdasarkan pemupukan di setiap lokasi
secara terpisah dapat dilihat pada Gambar 2. Rata-rata produktivitas beras yang

12

tertinggi di lokasi Agam, dihasilkan oleh pemupukan P14 (51.97 ku/ha),
sementara rata-rata tertinggi di lokasi Balai Selasa, Batang Kapas, Solok dan
Tanah Datar berturut-turut dihasilkan oleh P16 (65.39 ku/ha), P6 (62.65 ku/ha),
P4 (58.87 ku/ha) dan P9 (74.32 ku/ha).
P14
P2
P13
P4
P11
P6
P8
P15
P5
P10
P12
P7
P16
P9
P1
P3
0.00

Balai Selasa
51.97
51.43
50.12
50.10
49.59
48.80
48.25
47.99
46.58
46.15
45.52
45.24
45.05
42.93
38.55
38.24

20.00

40.00

Pemupukan

Pemupukan

Agam

60.00

P16
P15
P13
P6
P7
P14
P10
P5
P12
P11
P8
P2
P4
P9
P3
P1

80.00

65.39
63.34
59.06
58.58
57.12
57.11
55.78
55.73
55.49
54.72
51.42
50.81
50.44
49.67
49.15
41.64

0.00

20.00

BGKB (ku/ha)

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

Solok
62.65
62.53
58.75
58.45
57.75
57.75
57.60
55.66
55.17
54.33
54.31
54.01
53.57
53.33
51.39
50.68
60.00

Pemupukan

Pemupukan

Batang Kapas
P6
P16
P15
P14
P12
P10
P7
P5
P1
P2
P11
P3
P9
P13
P8
P4

40.00

BGKB (ku/ha)

P4
P3
P2
P5
P15
P10
P1
P7
P12
P6
P9
P11
P14
P13
P8
P16

80.00

58.87
55.99
55.55
54.10
53.30
52.84
52.74
52.73
52.45
52.28
51.93
51.14
51.04
50.70
49.23
47.41

0.00

20.00

BGKB (ku/ha)

40.00

60.00

80.00

BGKB (ku/ha)

Pemupukan

Tanah Datar
P9
P2
P4
P8
P11
P14
P1
P10
P12
P7
P13
P15
P5
P16
P6
P3

74.32
70.06
65.20
64.64
62.82
62.54
61.78
59.58
59.57
58.30
57.15
55.53
53.27
49.12
48.70
46.14
0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

BGKB (ku/ha)

Gambar 2 Rata-rata produktivitas berat gabah kering bersih (BGKB) berdasarkan
pemupukan di setiap lokasi

13

Rata-rata produktivitas yang dihasilkan oleh pemupukan P9 di lokasi Agam,
Balai Selasa, Batang Kapas dan Solok berada pada posisi empat terendah, namun
ketika pemupukan tersebut dilakukan di Tanah Datar, rata-rata produktivitas dari
pemupukan P9 melejit menjadi yang tertinggi yaitu 74.32 ku/ha. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemupukan P9 memiliki kestabilan spesifik pada lokasi
Tanah Datar karena pemupukan tersebut tidak membuat tanaman padi merespon
dengan baik di tiga lokasi lainnya, sementara pada lokasi Tanah Datar pemupukan
ini memberikan efek yang sangat responsif pada rata-rata produktivitas beras.
Untuk membantu melihat adanya indikasi pemupukan yang spesifik
terhadap lokasi maka disajikan box plot rata-rata pemupukan di setiap lokasi
secara terpisah pada Gambar 3. Pada Gambar 3, tanda bintang (*) menunjukkan
adanya pencilan. Pencilan hanya terdapat di lokasi Solok yaitu oleh pemupukan
P4. Jika dilihat pada gambar sebelumnya (Gambar 2), secara deskriptif pempukan
P4 menghasilkan rata-rata produktivitas beras yang berbeda-beda di setiap lokasi,
namun rata-rata produktivitas tertinggi dihasilkan di Solok dan merupan pencilan
di lokasi tersebut. Hal ini membuat pemupukan P4 juga dicurigai memiliki
kestabilan spesifik, yaitu pada lokasi Solok.
75
70
65

Data

60

P4

55
50
45
40
Agam

Balai Selasa

Batang Kapas

Solok

Tanah Datar

Gambar 3 Box plot rata-rata produktivitas beras berdasarkan pemupukan di
masing-masing lokasi secara terpisah
Penjelasan melalui Gambar 2 maupun Gambar 3 belum cukup memadai
untuk membuktikan bahwa pemupukan P16 dan P4 memiliki karakter spesifik
pada lokasi tertentu. Sayangnya, metode non-parametrik belum berkembang untuk
menganalisis interaksi atau kestabilan secara spesifik lokasi, sehingga dibutuhkan
konsep baru yang meyakinkan untuk memilih perlakuan dengan karakter spesifik
lokasi pada percobaan multilokasi.
Interaksi antara pemupukan di setiap lokasi ditunjukan pada Gambar 4. Plot
rata-rata produktivitas beras yang berbeda dari setiap pemupukan di setiap lokasi
menggambarkan adanya interaksi antara pemupukan dan lingkungan. Contohnya,
hasil produksi beras oleh pemupukan P9 lebih tinggi dibandingkan P8 di lokasi
Tanah Datar, sedangkan di lokasi Agam produktivitas beras oleh pemupukan P9
lebih rendah dibandingkan P8. Fakta ini memperlihatkan bahwa pengaruh
interaksi Pemupukan × Lingkungan bekerja, yaitu mengakibatkan besaran
perubahan yang berbeda pada plot produktivitas beras oleh pemupukan ketika
ditanam dari lokasi satu ke lokasi lainnya.
Sebagai dugaan awal, rekomendasi pemupukan yang stabil dapat dilihat
menggunakan boxplot (Gambar 5). Nilai sebaran pemusatan produksi beras oleh
setiap pemupukan dapat diringkas dalam boxplot. Semakin kecil jarak pemusatan
produktivitas dari pemupukan maka produktivitas dari suatu perlakuan diduga

14

semakin stabil. Secara grafik, Gambar 5 memberikan dugaan awal bahwa P4, P2
dan P8 merupakan kandidat pemupukan yang berefek stabil terhadap
produktivitas beras. Di antara ketiga pemupukan tersebut, hanya pemupukan P8
yang memiliki nilai median (50.05 ku/ha) di bawah median umum produktivitas
beras (53.62 ku/ha).

BGKB (ku/ha)

80
70
60
50
40
30
P1

P2

P3

Agam

P4

P5

P6

Balai Selasa

P7

P8

P9

P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16

Batang Kapas

Solok

Tanah Datar

Gambar 4 Rata-rata produktivitas beras berdasarkan interaksi pemupukan dengan
lokasi

80

BGKB (ku/ha)

70

60
53.62
50

40

30
P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7
P8
P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16
Kode Pemupukan

Gambar 5 Boxplot masing-masing hasil pemupukan terhadap
produktivitas beras (ku/ha)
Selain itu dugaan awal juga dapat dilihat melalui nilai ragam produktivitas
beras oleh setiap pemupukan. Semakin kecil nilai ragam maka pemupukan
tersebut diduga semakin memberikan efek stabil terhadap produktivitas beras.
Nilai ragam dari produktivitas beras yang terkecil adalah oleh pemupukan P5
yaitu sebesar 32.43 sementara ragam terbesar adalah oleh pemupukan P9 yaitu
143.64 (Tabel 3).
Tabel 3 Ragam produktivitas beras berdasarkan pemupukannya
Pemupukan
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
Ragam
108.23 68.31 77.88 86.62 32.43 66.94 56.05 49.58
Tabel 3 (lanjutan)
Pemupukan
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
Ragam
143.64 35.31 51.32 81.16 39.77 89.73 60.25 88.81

15

Dugaan awal dalam memilih pemupukan yang stabil melaui box plot dan
ragam terlihat tidak saling mendukung. Dugaan awal tersebut belumlah memadai
sehingga menimbulkan keraguan dalam menentukan pemupukan manakah yang
dapat direkomendasikan. Oleh karena itu, indeks kestabilan dari produktivitas
hasil tiap-tiap pemupukan akan dihitung untuk memberikan dasar yang lebih kuat
daripada hanya memilih dari rata-rata terbanyak, lebar nilai pemusatan atau nilai
ragam setiap pemupukan. Jika pemilihan pemupukan didasarkan juga dari indeks
kestabilannya, diharapkan dapat mengurangi resiko perubahan produksi yang
drastis menurun ketika terjadi perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan.
Namun, pemupukan yang dianggap memberikan efek stabil tentunya akan sangat
ideal apabila memiliki rata-rata produktivitas tertinggi dan didukung oleh nilai
ragam serta jarak interquartil (lebar pemusatan) yang kecil.
Eksplorasi Faktor Utama Aditif dan Interaksi
Pengujian untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi
produktivitas beras pada percobaan multilokasi ini dapat dilihat menggunakan
analisis ragam (ANOVA) gabungan. Analisis ragam gabungan merupakan
gabungan dari ANOVA setiap lokasi sehingga pengaruh interaksi antara
pemupukan dengan lokasi dapat diuraikan dalam satu ANOVA. Persamaan yang
digunakan untuk analisis ragam pada penelitian ini adalah model linier RAK
percobaan multilokasi persamaan (1). Hasil analisis ragam gabungan dari
percobaan multilokasi pemupukan di 5 lokasi lahan sawah intensifikasi ini dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 ANOVA gabungan dari percobaan RAK multilokasi dengan 16
pemupukan di 5 lokasi
Sumber
Lokasi
Pemupukan
Lokasi×Pemupukan
Blok(Lokasi)
Galat
Total

Db
4
15
60
10
150
239

JK
4259,44
927,74
4854,90
1323,90
6602,30

JKT
1064,86
61,85
80,92
132,39
44,02

F-hitung
24,19
1,41
1,84
3,01

P-value
0,000
0,151
0,002
0,002

Berdasarkan Tabel 4, faktor yang berpengaruh secara signifikan pada taraf
nyata 5% terhadap produktivitas beras adalah lokasi, interaksi dan blok.
Sementara faktor pemupukan diputuskan tidak berpengaruh nyata (=5%)
terhadap produktivitas beras karena memiliki p-value yang lebih besar dari 0.05.
Namun, hasil ini belum dapat dikatakan valid sebelum asumsi-asumsinya
terpenuhi.
Untuk melanjutkan suatu pemodelan parametrik, maka akan dilakukan uji
asumsi. Pemodelan tidak akan dilakukan apabila distribusi galat respon tidak
normal atau keragaman antar lokasi tidak sama. Karena statistic uji pada tabel
ANOVA gabungan dihitung menggunakan uji F maka data produktivitas beras

16

hasil pemupukan akan tetap diuji kenormalan dan kehomogenannya untuk melihat
valid atau tidaknya table ANOVA tersebut. Hasil ANOVA tidak akan valid
apabila distribusi galat respon tidak normal atau keragaman antar lokasi tidak
sama. Asumsi tersebut didasarkan pada kriteria penolakan hipotesis yang
dibangun menggunakan uji F, dan nilai F merupakan perbandingan hasil nilai dari
distribusi chi square dengan suatu derajat bebas. Distribusi chi square sendiri
merupakan distribusi yang berasal dari jumlah kuadrat normal baku suatu peubah
acak. Oleh karena itu, eksplorasi data pada penelitian ini dilakukan untuk melihat
hasil dari pengujian asumsi kenormalan dan kehomogenan ragam dari residual
persamaan model linier RAK percobaan multilokasi.
Pengujian Asumsi
Eksplorasi dimulai dengan cara melihat kenormalan pada galat data
produktivitas beras. Pada hasil uji Kolmogorov Smirnov, didapatkan Dhitung =
0.043 < D(0.05, 240) = 0.087 yang artinya terima hipotesis nol yaitu galat respon
menyebar normal pada taraf nyata 0.05 (Gambar 6(a)).
99.9

Mean
StDev
N
KS
P-Value

99
95

-2.45729E-15
5.256
240
0.043
>0,150

Bartlett's Test

Agam

Test Statistic
P-Value

Balai selasa

Lokasi

80
70
60
50
40
30

54.02
0.000

Lev ene's Test

90

Percent

Test Statistic
P-Value

11.47
0.000

Batang kapas

20

Solok

10
5
1

Tanah datar

0.1

-20

-10

0
RESIDUAL GBKB

10

20

2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs

(a)

(b)
P1

Bartlett's Test

P2

Test Statistic
P-Value

P3

Test Statistic
P-Value

P5
P6

Perlakuan

24.70
0.054

Levene's Test

P4

0.96
0.497

P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16

2

4
6
8
10
12
14
16
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs

18

(c)
Gambar 6 (a) Uji asumsi kenormalan sisaan model pada data produktivitas beras,
(b) Uji asumsi kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor lokasi (c)
Kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor pemupukan
Pengujian selanjutnya adalah dengan melakukan uji Bartlett untuk asumsi
kehomogenan ragam lokasi. Hipotesis nol yang dibangun dalam pengujian
analisis ragam adalah setiap lokasi memiliki ragam yang sama. Hipotesis
tandingannya adalah setiap lokasi memilki ragam yang tidak sama. Gambar 6(b)
menunjukkan bahwa ragam antar lokasi tidak sama. Uji Bartlett (untuk distribusi
normal) menunjukkan nilai p-value < 0.05, artinya asumsi kerhomogenan ragam

17

belum dapat terpenuhi pada taraf nyata 5%. Kesimpulan yang sama juga diperoleh
dengan perhitungan menggunakan persamaan (2) pada Tabel 5. Sebagai tambahan,
Gambar 6(c) menerangkan kehomogenan ragam galat berdasarkan faktor
pemupukan. Berdasarkan uji Bartlett, ragam galat berdasarkan pemupukan
dianggap tidak homogen pada taraf nyata 5% karena nilai p-value dari uji ini
adalah kurang dari.0.05. Walaupun penggabungan dapat dilakukan terhadap faktor
pemupukan, namun yang terpenting adalah dipenuhinya asumsi kehomogenan
ragam galat lokasi sehingga ANOVA gabungan tetap belum dapat digunakan.
Tabel 5 Uji kehomogenan ragam menggunakan uji Bartlett pada persamaan (2)
Respon
Sebelum ditransformasi
Transformasi log(y)
Transformasi akar kuadrat (y)1/2
Transformasi Box Cox (= 0.95)
Transformasi Box Cox (= -0.48)
Transformasi Box Cox (= 0.22)
Transformasi ln(y)

Statistik Uji
(Xc)
36.625
24.183
28.787
33.743
21.215
25.955
24.344

p-value
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Penggabungan ragam galat melalui ANOVA tidak dapat dilakukan apabila
terdapat asumsi yang terlanggar. Oleh karena itu akan dilakukan upaya
penanganan asumsi melalui hal yang biasa dilakukan, yaitu dengan transformasi
Box Cox atau logaritma. Data kemudian ditransformasi menggunakan tansformasi
Box Cox dengan estimasi nilai lambda yang berikan oleh metode ini adalah 0.22,
namun asumsi kehomogenan ragam tetap tidak terpenuhi (Tabel 5).
Hasil transformasi Box Cox yang menggunakan nilai lambda berdasarkan
nilai batas atas dan batas bawahnya, serta beberapa transformasi lain dapat dilihat
pada Tabel 5. Nilai produktivitas padi setelah dilakukan transformasi Box Cox,
logaritma, logaritma natural maupun akar kuadrat masing-masing tetap memiliki
sisaan dengan nilai statistik uji yang lebih kecil dibandingkan nilai chi-square
2(0.05,4) = 9.488 maupun 2(0.01,4) = 13.277. Keputusan yang dihasilkan
berdasarkan hal tersebut adalah asumsi kehomogenan ragam berdasarkan faktor
lokasi tidak terpenuhi. Oleh karena itu, diperlukan metode lain yang lebih kekar
atau tidak mensyaratkan adanya asumsi untuk tetap dapat menganalis kestabilan
hasil pemupukan dari percobaan multilokasi ini. Berdasarkan alasan tersebut,
maka ANOVA gabungan pada Tabel 4 disimpulkan tidak valid dan pemilihan
metode nonparametrik dianggap sebagai metode alternatif yang tepat untuk
digunakan.
Uji Signifikansi Interaksi Pemupukan dengan Lingkungan
Metode de Kroon dan van der Laan (DEKR) merupakan salah satu alternatif
metode non prarametrik untuk mendeteksi adanya pengaruh interaksi dua faktor.
Interaksi antara pemupukan dengan lingkungan diperiksa melalui banyaknya
perubahan nilai ranking pemupukan pada setiap lingkungan atau sebaliknya.
Metode DEKR ini tergantung pada pembuatan matriks kolom dan baris karena

18

faktor yang dijadikan matriks baris tidak simetris apabila faktor tersebut dijadikan
matriks kolom (Hartlaub, 1998). Oleh karena itu pengujian dilakukan
menggunakan dua cara, yaitu memeriksa perubahan ranking pemupukan di setiap
lingkungan dan perubahan ranking lingkungan di setiap pemupukan.
Hasil dari metode DEKR memperlihatkan bahwa interaksi antara
pemupukan dengan lingkungan memiliki nilai statistik uji sebesar 90.961 dan
interaksi antara lingkungan dengan pemupukan memiliki nilai statistik uji 49.289
(Tabel 6). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hanya interaksi pemupukan
dengan lingkungan (P×L) yang memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan nilai
chi-square dengan α = 0.05 dan derajat bebas (16-1)(5-1) sehingga keputusannya
adalah tolak H0 (tidak ada interaksi antara faktor pemupukan dan lokasi), berarti
ada interaksi antara pemupukan dangan lingkungan untuk interaksi P×L.
Walaupun hanya satu pengujian yang menunjukkan adanya interaksi yaitu P×L,
namun hal ini tetap memberikan pengertian bahwa analisis kestabilan layak untuk
dilakukan.
Tabel 6 Analisis de Kroon dan van der Laan (DEKR) untuk menguji interaksi
pemupukan dengan lingkungan (P×L) dan lingkungan dengan
pemupukan (L×P)

DEKR

interaksi (P×L)
90.961

interaksi (L×P)
49.289

���.�

, �

43.188

Analisis Kestabilan Nonparametrik
Berbeda dengan analisis parametrik yang memerlukan asumsi-asumsi,
analisis nonparametrik tidak membutuhkan asumsi sehingga data dapat langsung
diolah. Oleh karena itu, ISN yang dihitung akan menggunakan data asli nilai
produktivitas beras (BGKB dalam ku/ha). Perhitungan setiap ISN masing-masing
pendekatan akan dilakukan dengan cara mengkonversi nilai hasil produktivitas
beras ke dalam nilai peringkat terlebih dahulu. Setelah semua data telah
diperingkatkan, maka setiap indeks dapat dihitung sesuai persamaan yang telah
dijabarkan sebelumnya. Nilai ISN yang telah dihitung akan djelaskan sesuai
dengan masing-masing pendekatan.
Analisis Kestabilan Nassar dan Huehn
Pada analisis kestabilan Nassar dan Huehn, produktivitas beras dari satu
jenis pemupukan diurutkan pada setiap lingkungan secara terpisah, sehingga
proses pengurutan produktivitas beras adalah seban