Bahasa Inggris Dengan Tanda Kutip: Melihat Kembali Pengajaran Bahasa Inggris di SD

Bahasa Inggris Dengan Tanda Kutip:
Melihat Kembali Pengajaran Bahasa Inggris di SD
“Batas-batas pikiranku terletak pada batas-batas bahasaku. Segala yang aku ketahui adalah
semua yang bisa kukatakan.” Ludwig Wittgenstein, Philosophical Investigations, 1953
Ketika banyak orang menyatakan ketidaksetujuannya tentang rencana pemerintah
yang akan merombak atau merevisi kurikulum Sekolah Dasar, saya memilih jalan yang
berbeda. Saya mendukung sepenuhnya rencana pemerintah itu, hanya saya perlu untuk
menekankan bahwa pemerintah sepenuhnya berkewajiban kepada masyarakat untuk
memberikan pengertian dan penjelasan yang menyeluruh dan mendalam tentang rencana
perombakan kurikulum tersebut. Dalam kasus yang lebih khusus, berkaitan dengan wacana
penghapusan bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar.
Penjelasan dari pemerintah terasa menjadi sangat penting karena bahasa Inggris sudah
dianggap menjadi suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang, khususnya sekarang
kita ada di era kompetisi internasional. Pendapat bahwa bahasa Inggris akan melunturkan
kemampuan bahasa Indonesia para peserta didik di SD terasa sangat cliché. Prioritas unutk
meningkatkan kemampuan bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak serta merta harus
meniadakan pengajaran bahasa Inggris di SD.
Meski dalam kenyataannya, bahasa Inggris tidak secara resmi diajarkan di SD.
Dengan mengacu kepada Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, mata pelajaran
bahasa Inggris sebenarnya mulai secara resmi diajarkan di tingkat SMP. Lain ladang lain
belalang, begitu pula dengan kenyatan di lapangan. Banyak Sekolah Dasar yang yang mulai

mengajarkan bahasa Inggris, tetapi memasukkannya ke dalam salah satu mata pelajaran di
kurikulum Muatan Lokal. Jadi, yang dimaksud pemerintah dengan menghapus bahasa Inggris
dari kurikulum SD adalah penghapusan bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran di
kurikulum Muatan Lokal SD.
Bahasa Indonesia: Cerminan Karakter Bangsa?
Saya masih ingat (sedikit) tentang sejarah Sumpah Pemuda dimana saat itu para
pemuda yang hadir disana memutuskan untuk menggunakan bahasa Melayu untuk
menyatukan berbagai macam kelompok yang ada. Saya sangat yakin bahwa saat itu mereka
pasti sangat sadar bahwa bahasa adalah sebuah identitas bagi sebuah bangsa dan lebih dari

sekedar alat komunikasi, bahasa juga bisa menjadi alat perekat yang mempersatukan sebuah
bangsa.
Saya meyakinkan diri saya jika alasan ini yang barangkali digunakan untuk membuat
wacana tentang penghapusan pengajaran bahasa Inggris di SD. Penguasaan kompetensi
bahasa Indonesia yang baik dan benar dibayangkan bisa menjadi pintu masuk bagi
tumbuhnya rasa nasionalisme dan cerminan karakter bangsa. Pada kenyataannya, generasi
muda di Indonesia semakin terancam dengan semakin kencangnya arus globalisasi dan
bahasa asing saat sekarang ini. Globalisasi dan bahasa asing memang membawa banyak
pengaruh positif, tapi di sisi lain mampu juga membawa pengaruh negative. Melihat gejala
ini, pemerintah sepertinya sedang berjuang untuk kembali membawa semangat nasionalisme

dan karakter bangsa lewat pengajaran bahasa Indonesia yang menyeluruh dan lebih
mendalam.
Bahasa Inggris Dengan Tanda Kutip
Disamping masalah tentang semangat nasionalisme dan penguatan karakter bangsa,
saya rasa pemerintah perlu melihat wacana penghapusan bahasa Inggris dari sisi yang
berbeda. Saya sangat terinspirasi dengan apa yang diungkapkan oleh Ludwig Wittgenstein
yang saya tulis di awal tulisan saya ini, bahwa bahasa menjadi elemen yang sangat penting
dalam kehidupan kita. Kemampuan berbahasa tak ayal menjadi sesuatu yang penting dan
kemampuan bahasa asing menjadi sangat penting supaya generasi muda bisa mengambil
peran di era globalisasi sekarang ini.
Yang menjadi masalah adalah kemampuan bahasa asing kita, bahasa Inggris
khususnya masih sangat rendah. Lembaga pendidikan dunia EF English First mengumumkan
laporan komprehensif pertama, tentang indeks kemampuan berbahasa Inggris atau EF
English Proficiency Index (EF EPI) di 44 negara. Bahasa Inggris di negara-negara itu bukan
merupakan bahasa ibu atau pertama yang digunakan. Kemampuan bahasa Inggris di
Indonesia berada sangat rendah di urutan ke-34, sedangkan Malaysia tembus di urutan ke-9.
Melihat fakta tersebut, saya sangat berharap bahwa bahasa Inggris bisa lebih baik di masa
yang akan datang karena mau tidak mau fakta rendahnya kemampuan bahasa Inggris tidak
bisa dipisahkan dari kurang optimalnya peran sekolah dalam mengajarkan bahasa Inggris.
Pada titik ini, saya mera perlu untuk kembali beberapa teori pemerolehan bahasa,

khususnya bagi anak-anak SD. Dalam risetnya, Krashen dalam Schutz (2006:12)
mendefinisikan pemerolehan bahasa sebagai "the product of a subconscious process very
similar to the process children undergo when they acquire their first language.” Dengan kata
lain pemerolehan bahasa adalah proses bagaimana seseorang dapat berbahasa atau proses

anak-anak pada umumnya memperoleh bahasa
(2000:5) pemerolehan bahasa

pertama. Menurut Sigel dan Cocking

merupakan proses yang digunakan oleh anak-anak untuk

menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah
tata bahasa yang paling baik dan sederhana dari bahasa yang bersangkutan. Penelitian lain
Edward dan Rebecca (1977: 150), sebagian besar siswa mempelajari bahasa baru cenderung
dipengaruhi oleh bahasa pertama, kemudian berangsur-angsur berkembang lebih akurat dan
berstruktur. Dari ketiga penetilian tersebut, tidak ada yang menyebutkan bahwa
kedwibahasaan akan mengganggu kemampuan bahasa pertama seorang anak. Terlebih lagi,
belum ada penelitian yang mampu membuktikan bahwa pengajaran bahasa kedua akan
mempengaruhi atau bahkan mengurangi kemampuan bahasa pertama seorang anak. Oleh

karena itu, anak-anak SD secara teori berada dalam kondisi yang sangat prima untuk
mempelajari bahasa Inggris setelah bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua mereka.
Penutup
Melihat kembali penjelasan-penjelasan sebelumnya, saya sangat yakin pemerintah
akan menghadapi problema ketika wacana penghapusan bahasa Inggris dari Sekolah Dasar
benar-benar terjadi. Di satu pihak, pemerintah ingin memperkuat semangat nasionalisme dan
karakter bangsa, melalui pengajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar, namun di pihak
yang lain, dengan dihapusnya bahasa Inggris di Sekolah Dasar berarti menghilangkan
kesempatan bagi anak-anak usia SD untuk belajar bahasa kedua di usia yang justru sangat
optimal. Jika ini terjadi, ketakutan bahwa generasi muda akan sulit bersaing di era globalisasi
akan semakin terbukti.
Saya tetap berpegang teguh bahwa pemerintah sebaiknya tetap membuka kesempatan
setiap Sekolah Dasar untuk menyelenggarakan pengajaran bahasa Inggris sebagai salah satu
mata pelajaran dalam kurikulum Muatan Lokal. Tentu saja, bahwa pengajaran bahasa
Indonesia juga harus diselenggarakan dengan lebih serius dengan mengintegrasikan lebih
banyak unsur budaya nasional. Yang paling penting sebenarnya adalah bahwa pengajaran
bahasa Inggris harus memperhatikan perkembangan psikologi anak sehingga tidak akan
membebani anak didik dan cenderung tidak cocok dengan usia mereka.

FX. Risang Baskara

Mahasiswa yang sempat bercita-cita menjadi guru Sekolah Dasar