Somaclonal variation induction and in vitro testing for phalaenopsis resistance improvement againts soft rot disease

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL
DAN UJI IN VITRO UNTUK
PERBAIKAN KETAHANAN PHALAENOPSIS
TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK

SRI RIANAWATI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya berjudul ”Induksi
Variasi Somaklonal Dan Uji In Vitro Untuk Perbaikan Ketahanan Phalaenopsis
Terhadap Penyakit Busuk Lunak” adalah benar-benar asli karya saya dengan
arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun
serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tunggi manapun.

Bogor, Nopember 2010


Sri Rianawati
NIM A161060101

ABSTRACT

SRI RIANAWATI. Somaclonal Variation Induction and In Vitro Testing for
Phalaenopsis Resistance Improvement Againts Soft Rot Disease. Supervised by
AGUS PURWITO, BUDI MARWOTO dan G.A. WATTIMENA.

Soft rot disease caused by Erwinia carotovora subsp. carotovora is an important
disease of Phalaenopsis sp. Efforts have been made to control the disease, but the
results are not sufficiently promising. The use of resistant varieties is commontly
recommended to control the disease because of its save impact to the environment
and human life. Therefore, development of new superior varieties that are highly
resistant to the disease is very urgent at the moment. Somaclonal variation using
mutagenic agents is proven to be one of feasible technique to provide promising
resistant varieties. In this study, development new resistant varieties to soft rot
disease was conducted by using physical mutagenesis gamma ray irradiation and
chemical mutagenesis EMS that were induced somaclonal variation and combined
with in vitro testing technique. Gamma ray and EMS were applied separately to the

calli. The treated calli were regenerated on selected in vitro medium enriched with
plant growth regulator. The results showed that somaclone variation occured on the
three clones treated. Frequency of occurance of somaclone variation using gamma
ray variation was 0.4- 6.85 while using EMS was 0.9 – 20.8%. The all variants were
in vitro tested for their resistance to soft rot disease by using pathogen suspension
agent Erwinia carotovora subsp. carotovora and it was obtained 162 potential
mutant resistant to soft rot. After all potential mutant resistant being tested using the
same agent in the field, it was proven that of the total available genetic materials, 14
mutants of SGN-PV2.11, 6 mutants of clone No. 642 and 4 mutants of clone No.
377 were resistant to Erwinia carotovora subsp. carotovora, the cause agent of soft
rot disease.

Keywords : Somaclonal Variation, Phalaenopsis, Erwinia carotovora subsp.
carotovora

RINGKASAN
SRI RIANAWATI. Induksi Variasi somaklonal dan Uji In Vitro Untuk Perbaikan
Ketahanan Phalaenopsis Terhadap Penyakit Busuk Lunak. Dibimbing oleh AGUS
PURWITO, BUDI MARWOTO dan G.A. WATTIMENA.
Penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora

subsp. carotovora merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kerugian bagi para
petani anggrek Phalaenopsis. Salah satu metode untuk mengendalikan penyakit ini
yaitu menggunakan kultivar tahan. Kultivar tahan penyakit busuk lunak dapat dirakit
melalui berbagai cara di antaranya melalui hibridisasi dan seleksi. Sejatinya perakitan
kultivar tahan Erwinia carotovora subsp. carotovora melalui hibridisasi tidak mudah
dilakukan karena ketersediaan sumber genetik yang membawa sifat tahan sangat
terbatas. Pendekatan untuk memperluas keragaman genetik dengan menggunakan
kombinasi perlakuan mutagenesis radiasi sinar gamma dan EMS secara in vitro yang
diikuti dengan pengujian in vitro merupakan metode yang efisien untuk memperolah
kultivar Phalaenopsis tahan terhadap penyakit busuk lunak. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan materi genetik anggrek Phalaenopsis yang tahan terhadap
penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh Erwinia carotovora subsp. carotovora.
Induksi ketahanan terhadap penyakit busuk lunak telah dilakukan melalui
iradiasi sinar gamma dan EMS dalam beberapa tahap percobaan. Pertama, penyiapan
kalus embriogenik klon SGN-PV2.11 , 642 dan klon 377. Kedua, kalus yang
diperoleh, diradiasi dengan sinar gamma dan sebagian lainnya direndam dalam
larutan EMS. Ketiga, kalus diregenerasikan pada media yang diberi zat pengatur
tumbuh. Keempat, plantlet yang terbentuk (berukuran 5 cm atau memiliki 4 daun
sejati) diuji ketahanannya terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora. Hasil
pengujian tersebut diperoleh varian yang potensial tahan terhadap patogen busuk

lunak. Kelima, varian potensial tahan hasil uji in vitro yang diperoleh, diaklimatisasi
hingga tanaman berukuran 7-10 cm dan selanjutnya diuji kembali di lapangan
menggunakan Erwinia carotovora subsp. carotovora. Hasil pengujian tersebut
diperoleh mutan tahan terhadap penyakit busuk lunak.
Pembentukan kalus embriogenik dilakukan pada eksplan daun Phalaenopsis
yang diinduksi melalui tahapan inisiasi kalus, proliferasi kalus dan selanjutnya
regenerasi plantlet dan pemeliharaan plantlet menjadi tanaman. Media yang
mengandung thidiazuron 0.1 mg.l-1 dan 10 mg.l-1 2.4-D merupakan media yang
paling baik untuk menginisiasi kalus. Kalus yang terbentuk merupakan kalus
embriogenik sehingga mudah diproliferasikan dan diregenerasikan. Media yang berisi
1/2 MS + 0.2 mg.l-1 TDZ + 0.5 mg.l-1 2.4-D merupakan media untuk proliferasi kalus
sedangkan media yang mengandung ½ MS + 0.4 mg.l-1 BAP + 0.2 mg.l-1 2.4-D
merupakan media yang sesuai untuk regenerasi tanaman.
Iradiasi sinar gamma pada kalus menggunakan beberapa dosis. Dosis iradiasi
awal ini digunakan untuk menentukan LD50 yang akan dijadikan acuan untuk
menentukan dosis utama untuk mendapatkan varian-varian dari klon Phalaenopsis.
Besarnya LD50 menentukan radiosensitivitas klon Phalaenopsis. Klon 377
merupakan genotip yang memiliki radiosensitivitas terendah di antara ketiga klon
yang digunakan yaitu sekitar 22 Gy, sedang klon 642 mempunyai radiosensitivitas
tertinggi yang terlihat pada LD50 yang paling rendah yaitu 15.3 Gy. Klon SGNPV2.11 merupakan genotip yang memiliki radiosensitivitas di antara kedua klon

tersebut. Variasi yang ditimbulkan dari perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 0.46.8 %, yaitu perubahan 5 karakter fenotip dibanding karakter asalnya.
Konsentrasi mutagen EMS yang merupakan LC50 pada ketiga klon ialah 0.280.34% dan perendaman selama 19.34-38.66 menit. Varian-varian yang ditimbulkan

dari perlakuan perendaman kalus pada berbagai konsentrasi EMS ialah sebesar 0.620.9% yang berupa 4 karakter fenotip abnormal dari karakter asalnya.
Pengujian varian hasil induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma dan
perendaman dalam larutan EMS berdasarkan metode sebelumnya menghasilkan
beberapa varian yang tahan terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora. Uji in
vitro dapat dilakukan pada varian somaklon yang diperoleh dari perlakuan iradiasi
sinar gamma dan perendaman dalam larutan EMS. Masa inkubasi penyakit dalam
kultur in vitro terjadi dalam 24 jam pertama setelah inokulasi patogen. Tanaman mati
pada varian iradiasi sinar gamma berkisar antara 68- 93.75% dan membutuhkan
waktu selama 4.66 - 7.37 hari untuk menyebabkan kematian plantlet setelah
inokulasi. Pada varian yang diperoleh dari perlakuan perendaman dalam larutan
EMS, tanaman mati lebih tinggi dibandingkan tanaman mati pada varian iradiasi,
yaitu berkisar antara 77.5 - 100% dengan lama waktu kematian plantlet selama 3.7 –
6.59 hari. Berdasarkan skor kebusukan daun (SKD) varian hasil iradiasi sinar gamma
dan varian EMS, diperoleh 162 varian potensial tahan terhadap penyakit busuk
lunak yang dapat dikategorikan agak tahan dan tahan.
Pengujian di lapangan dari 162 varian yang berpotensi tahan menunjukkan
kesamaan dengan pengujian ketahanan secara in vitro. Pola masa inkubasi, laju

infeksi dan intensitas penyakit di lapangan menunjukkan kesesuaian dengan pola di
dalam kultur in vitro. Beberapa varian potensial dapat dikategorikan sebagai varian
Phalaenopsis tahan penyakit busuk lunak, yang berjumlah 14 varian dari klon SGNPV2.11, 6 varian dari klon 642 varian dari klon 377. Analisis jumlah stomata, tebal
daun dan konsentrasi asam salisilat tidak menunjukkan korelasi positif terhadap
ketahanan tanaman tetapi peroksidase dan esterase berkorelasi positif.

Kata kunci : keragaman somaklonal, Phalaenopsis, Erwinia carotovora subsp.
carotovora.

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan kaerya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
.


INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL
DAN UJI IN VITRO UNTUK
PERBAIKAN KETAHANAN PHALAENOPSIS
TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK

SRI RIANAWATI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Dewi Sukma, SP.Msi
2. Dr. Sinto Wahyuning Ardie, Msi
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc. Agr

2. Prof. Dr. Ir. Soeranto Hoeman, MSc

Judul Disertasi
Nama
NRP

: Induksi Variasi Somaklonal dan Uji In Vitro Untuk Perbaikan
Ketahanan Phalaenopsis Terhadap Penyakit Busuk Lunak.
: Sri Rianawati
: A161060101

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr
Ketua

Dr. Ir. Budi Marwoto, MS. APU
Anggota


Prof. Dr. Ir. G.A. Wattimena, MSc
Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Prof. Dr. Ir. Khairil. A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 27 Desember 2010

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Dengan senantiasa mengucapkan syukur Alhamdullillah kepada Allah SAW

atas segala karuniaNya penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul ” Induksi
Variasi Somaklonal Dan Uji In Vitro Untuk Perbaikan Ketahanan Phalaenopsis
Terhadap Penyakit Busuk Lunak” berhasil diselesaikan. Disertasi ini memuat tujuh
bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal
ilmiah. Bab 1 berjudul ”Embriogenesis Somatik Dari Eksplan Daun Anggrek
Phalaenopsis sp”, telah diterbitkan [J. Agron. Indonesia 37 (3) : 240-248 (2009)].
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Agus Purwito MSc.Agr, Bapak Dr.Ir. Budi Marwoto,
MS. APU. dan Bapak Prof. Dr. Ir. G. A. Wattimena, MSc sebagai komisi
pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan telah membantu dalam
medapatkan dana penelitian melalui KKP3T selama tahun 2007-2008.
Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian yang telah menyediakan beasiswa dan memberikan
kesempatan untuk mendapatkan dana penelitian melalui KKP3T. Selain itu juga
kepada Kepala Pusat Penelitian Tanaman Hortikultura Bapak Dr. Ir.Yusdar Hilman,
MS yang telah memberi kesempatan untuk melanjutkan studi S3 ini, kepada Bapak
Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias Dr. Ir. Muchdar Soedardjo, MSc yang selalu
memberi kelancaran studi ini.
Kepada rekan-rekan sesama mahasiswa pascasarjana IPB yang selalu saling
berbagi semangat dalam bekerja: Reni Indrayanti, Dwi Wahyu Ganefianti, Ali Husni,

Budi Winarto juga teman - teman laboratorium Juariah, Kholifah, dan Joko, penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Tak terlupakan pula sahabat-sahabat
lama di Balai Penelitian Tanaman Hias, Suskandari K, Ridho Kurniati yang telah
merelakan materi penelitiannya untuk digunakan dalam disertasi ini, Minangsari dan
juga Suryanah yang telah membantu kelancaran penelitian.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan bagi perkembangan IPTEK dan industri tanaman hias di
Indonesia.

Bogor, Nopember 2010
Sri Rianawati

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jepara Jawa Tengah pada tanggal 24 Agustus 1965
sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Soelardi (alm) dan Ibu Sri Hartini. Penulis
telah menikah dengan Drs Eddy Soesanto dan telah dikaruniai 3 orang putra laki-laki,
Rakai Daksa Yudistira (15th), Rakyan Panji Langit (alm), dan Eros Ulung Ranuwukir
(5th).
Pendidikan sarjana ditempuh di perguruan tinggi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, jurusan Biologi lulus awal tahun 1990. Pada tahun 1999 penulis
mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan strata 2 bidang Bioteknologi di IPB
dengan biaya ARMP II.
Penulis pernah bekerja sebagai staf peneliti di Balai Penelitian Bioteknologi
Tanaman Pangan Bogor di bagian Kultur Jaringan Tanaman selama 7 tahun,
selanjutnya, penulis mutasi tugas ke Balai Penelitian Tanaman Hias di Pasar Minggu
Jakarta Selatan tepatnya pada tahun 1997 sampai sekarang.
Jenjang fungsional Peneliti Muda bidang Bioteknologi telah diperoleh
sebelum melakukan pendidikan strata 3 ini. Dalam kaitannya dengan tugas, penulis
bergabung dalam Kelompok Peneliti Pemuliaan dan Sumberdaya Genetik Balai
Tanaman Hias Segunung, Cianjur-Jawa Barat, dan melaksanakan penelitian
pemuliaan tanaman hias melalui teknik in vitro.

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………
DAFTAR TABEL……….……….…….……….……………..…………..
DAFTAR GAMBAR……………………………………………...………
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
PENDAHULUAN.…….…..….…………………….………..……….…..
Latar Belakang…......………………….………………………………..
Kerangka Pemikiran….....…..…...……………….……………………..
Permasalahan Penelitian …......…...………………….…………………
Tujuan Penelitian….…...………..…………………….………….……..
Hipotesis..……..……………...……………………………...…………
Kegunaan Penelitian….…………………………………………………
TINJAUAN PUSTAKA……...………….……………………..………….
Botani Tanaman Phalaenopsis………………………….........................
Pemuliaan Tanaman Anggrek……….….…………………………....…
Pemuliaan tanaman melalui persilangan konvensional……………
Pemuliaan tanaman melalui induksi keragaman somaklonal…..…..
Induksi mutasi menggunakan radiasi sinar Gamma…………
Induksi mutasi menggunakan EMS……………………………
Efek fisiologi mutagen….……………………………..………
Penyakit Busuk Lunak pada Phalaenopsis…..……………………...….
Gejala Penyakit……………………………………………………..
Bakteri Pektolitik Erwinia carotovora subsp carotovora…….……
Jalur Pertahanan Tanaman terhadap Erwinia spp………..…………
Pengujian Ketahanan Terhadap Patogen secara in vitro….……...…
DAFTAR PUSTAKA…………………………………….…………….
INDUKSI KALUS EMBRIOSOMATIK DARI EKSPLAN DAUN
ANGGREK Phalaenopsis sp L.....................................................................
ABSTRAK………………………………………..……………………
ABSTRACT………………………………...………..…………………
PENDAHULUAN……………………………….………..……………
BAHAN DAN METODE.……………………….……..………………
Induksi Pembentukan kalus……………………………………………..
Proliferasi Kalus …………………………………....…………………..
Perkembangan Kalus dan Regenerasi Tanaman………….…………..…
HASIL DAN PEMBAHASAN.….……………………..….………….
Induksi Pembentukan kalus……………………………….…………….
Proliferasi Kalus ……………………………………….……………….
Perkembangan Kalus dan Regenerasi Tanaman……………….……….
KESIMPULAN.………………………………………………..………
DAFTAR PUSTAKA.………………………………………….………
INDUKSI VARIAN SOMAKLON PADA KALUS PHALAENOPSIS
MENGGUNAKAN RADIASI SINAR GAMMA.......................................
ABSTRAK…………………………...………………………………...
ABSTRACT……………………………………………………………
PENDAHULUAN……………………………...………………………
BAHAN DAN METODE.……………………………………………...
Induksi varian dengan iradiasi sinar gamma............................................
Daya regenerasi tanaman pasca iradiasi sinar gamma.............................
Pembentukan Generasi M1V4 Melalui Embriogenesis langsung...........

xii
xv
xvii
xix
1
1
3
7
10
10
11
12
12
15
15
17
19
21
22
23
24
24
25
27
28
33
33
34
34
36
36
37
37
38
38
41
43
45
45
47
47
48
48
50
50
50
50

Keragaman fenotipik plantlet akibat radiasi sinar gamma.......................
HASIL DAN PEMBAHASAN.………………………….…………….
Induksi Variasi Somaklonal dengan radiasi Sinar Gamma pada
pada Kalus Phalaenopsis.........................................................................
Daya Regenerasi Kalus Phalaenopsis pasca iradiasi...............................
Pembentukan Generasi M1V4 Melalui Embriogenesis langsung............
Keragaman fenotipik plantlet akibat radiasi sinar gamma.......................
KESIMPULAN.……………………………………………………..…
DAFTAR PUSTAKA.……………………………………….………….
INDUKSI VARIAN SOMAKLON PADA KALUS PHALAENOPSIS
MENGGUNAKAN EMS……………………………………….…………
ABSTRAK………………………………………………...……………
ABSTRACT……………………………………………………….……
PENDAHULUAN……………………………………..………….……
BAHAN DAN METODE.…………………………………..….………
Penyiapan kalus…………………………………………..……………..
Daya hambat EMS terhadap proliferasi kalus dan regenerasi
tanaman…………………………………………………………..……..
Evaluasi keragaman varian EMS…………………….……….………..
HASIL DAN PEMBAHASAN.………………………………………..
Penghambatan pada induksi somaklonal variasi menggunakan EMS....
Evaluasi keragaman fenotip varian……………………………………..
KESIMPULAN.……………………………………………………...…
DAFTAR PUSTAKA.………………………………………………….
UJI IN VITRO KETAHANAN TERHADAP Erwinia carotovora subsp.
carotovora PADA VARIAN SOMAKLON PHALAE NOPSIS
SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN SUSPENSI BAKTERI……..
ABSTRAK………………………………………………………..……
ABSTRACT…………………………………………………..……..…
PENDAHULUAN……………………………………………………..
BAHAN DAN METODE.………………………..………………….…
Bahan Tanaman dan Inokulum................................................................
Uji In Vitro Menggunakan suspensi bakteri Erwinia carotovora
Subsp. carotovora....................................................................................
Evaluasi Varian Hasil Pengujian In Vitro……………………….……....
HASIL DAN PEMBAHASAN………….…………………..…………
Uji Ketahanan Varian secara In Vitro ....................................................
Evaluasi ketahanan padaVarian terhadap infeksi Erwinia
carotovora subsp carotovora...................................................................
KESIMPULAN.……………………………………………….……….
DAFTAR PUSTAKA.…………………………………….……………
PENGU JIAN DI LAPANG KETAHANAN VARIAN SOMAKLON
PHALAENOPSIS TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK….…......
ABSTRAK……………………………………………………………..
ABSTRACT…………………………………………………………....
PENDAHULUAN…………………………………………………...…
BAHAN DAN METODE.……………………………………………...
Bahan Tanaman........................................................................................
Pengujian Varian terhadap Erwinia carotovora subsp carotovora
di Lapang……………....................................................................…….
Pengujian karakter varian potensial.........................................................
Analisis isoenzim menggunakan..elektrophoresis gel starch...................

51
52
52
54
55
57
61
61
65
64
65
65
66
66
67
67
68
68
70
73
74
74

75
76
76
78
78
78
80
81
81
86
88
89
91
91
92
92
93
93
94
95
95

Analisis kandungan peroksidase dan asam salisilat…………………….
HASIL DAN PEMBAHASAN.…………………….…………….……
Uji Varian Somaklon Potensial terhadap Erwinia carotovora subsp
carotovora di Lapanan…………...…………………..…………………
Evaluasi Karakter Kualitatif Ketahanan Penyakit pada Varian
Potensial……………………………………………………………...…
KESIMPULAN.……………………………………………………..…
DAFTAR PUSTAKA.…………………………………………….……
PEMBAHASAN UMUM………………………………………….…...…
SIMPULAN DAN SARAN………………………………………….……
SIMPULAN………………………………………………………....…….
SARAN……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..
LAMPIRAN………………………………………………………………

96
96
96
99
103
104
106
111
111
112
113
114

DAFTAR TABEL
No
Halaman
1 Beberapa nama intergenerik yang melibatkan tetua persilangan 16
Phalaenopsis dan Vanda
2

Beberapa uji biokimia dan fisiologi untuk karakterisasi Erwinia
carotovora subsp carotovora setelah didapatkan koloni tunggal.

25

3

Komposisi media inisiasi tanaman yang digunakan dalam
penelitian.

36

4

Pengaruh komposisi media inisiasi terhadap perubahan eksplan
daun dari klon Phalaenopsis 377, 642 dan SGN-PV2.11 pada 12
MST (minggu setelah tanam).

39

5

Pengaruh komposisi media proliferasi terhadap perkembangan
kalus klon Phalaenopsis 377, 642 dan SGN-PV2.11 pada 12 MST
(minggu setelah tanam) .

41

6

Pengaruh komposisi media proliferasi kalus terhadap pembentukan
kalus.

41

7

Daya pembentukan embriosomatik dan tunas klon SGN-PV2.11,
377 dan 642 pada media MR pada setiap gerombol kalus yang
diamati setiap 4 minggu selama 12 MST.

43

8

LD50 pada kalus 3 klon Phalaenopsis akibat radiasi sinar gamma.

53

9

Pengaruh perlakuan dosis iradiasi pada kalus embriogenik klon
SGN-PV2.11, 642 dan 377 terhadap persentase kalus yang
bertunas dan jumlah tunas per kalus selama 12 minggu setelah
tanam (MST).

54

10 Persentase pembentukan M1V4 melalui embriogenesis langsung
menggunakan eksplan daun selama 12 MST

57

11 Rataan berbagai karakter kuantitiatif pada populasi varian Klon
SGN-PV2.11, 642 dan 377 berumur 12 minggu setelah tanam (12
MST).

58

12 Tipe dan persentase keragaman karakter kualitatif diantara
populasi varian klon SGN-PV2.11, 377 dan 642 yang
diregenerasikan dari kalus embriogenik setelah diberi perlakuan
radiasi sinar gamma 12 MST

59

13 LC50 pada klon SGN-PV2.11, 642 dan 377 berdasarkan persentase
konsentrasi EMS dan waktu yang digunakan untuk perendaman.
Pengamatan dilakukan pada 6 MST. Data diolah dengan
persamaan Quadrqtic fit.
14 Pengaruh dua kelompok perlakuan konsentrasi dan waktu
perendaman mutagen EMS pada kalus klon SGN-PV2.11, 377 dan
642 terhadap persentase eksplan hidup yang diamati selama 6

68

69

MST, jumlah tunas per eksplan dan penurunan jumlah total tunas
yang diamati selama 16 MST
15 Tipe dan persentase keragaman karakter kualitatif abnormal
diantara populasi varian klon 377, 642 dan SGN-PV2.11 yang
diregenerasikan dari kalus embriogenik setelah diberi perlakuan
EMS setelah 16 MST.

71

16 Jumlah kromosom dan kloroplas beberapa mutan normal maupun
abnormal pada klon SGN-PV2.11, 642 dan 377 yang terjadi akibat
perlakuan EMS.

73

17

80

Analisis ragam dan peragam.

18 Persentase plantlet mati dan lama waktu yang diperlukan plantlet
dari awal inokulasi sampai plantlet mati pada plantlet yang
diinokulasi dengan Erwinia carotovora subsp carotovora secara
in-vitro.

82

19 Rata-rata skor kerusakan daun (SKD), intensitas penyakit (IP), dan
ketahanan klon varian Phalaenopsis SGN-PV2.11, klon 377, dan
klon 642 hasil seleksi in vitro

85

20 Hasil analisis ragam dan ragam genetik karakter ketahanan
penyakit bususk lunak pada setiap genotip SGN-PV2.11, 377, 642
dan antara seluruh genotip.

87

21 Respon tanaman varian yang telah diuji secara in vitro terhadap
infeksi Erwinia carotovora subsp carotovora di lapangan

99

22 Hubungan antara isoenzim peroksidase, esterase dan unit aktivitas
enzim (UAE) peroksidase terkadap skor kebusukan daun (SKD)
varian tanaman pada engamatan dilakukan 24 jam setelah
diinokulasi dengan Erwinia carotovora subsp carotovora

100

23 Mutan tahan dan agak tahan dari klon SGN-PV2.11, 642 dan 377
hasil validasi dengan uji di lapangan menggunakan patogen
Erwinia carotovora subsp. carotovora

103

DAFTAR GAMBAR
No
1 Kerangka pemikiran untuk mendapatkan kultivar baru
busuk lunak pada tanaman anggrek Phalaenopsis.

Halaman
tahan
5

2

(a) Tetua klon SGN-PV2.11, (b) klon 377 dan (c) klon 642

6

3

Morfologi tanaman Phalaenopsis sp (a) akar substrat (b) daun (c)
calon bunga

14

4

Anggrek hasil silangan intergenerik (a) Renanthopsis Mildred
Jameson, (b) Phalaendopsis Arizona Star’Jim Turnbow’

16

5

Persentase perubahan eksplan irisan daun Phalaenopsis menjadi
hitam beberapa minggu setelah tanam pada media MI-0, MI-1,
MI-2, MI-3, MI-4.

38

6

(a) dan (b) Inisiasi kalus dari irisan eksplan daun yang mulai
membengkak dan berkalus membentuk proembrio (c) plb (d)
regenerasi tanaman dari plb.

40

7

Penambahan berat kalus dari subkultur (SK) I hingga ke III pada
media MP (1/2MS + 0,5 mg/L 2,4-D + 0,2 mg thidiazuron) dan
MR (1/2MS + 0,2 mg/l 2,4-D + 0,4 mg/l BAP).

42

8

Proses embriogenesis somatik pada kalus Phalaenopsis sp L.(a)
globuler dan jaringan kalus sekitarnya (b) bentuk torpedo (c) calon
kotiledon, primordial tunas dan akar (d) telah membentuk daun.

44

9

Penampilan plantlet hasil regenerasi tanaman pada klon 642, 377
dan SGN-PV2.11

44

10 Embriogenesis langsung pada pembentukan M1V4. Kalus –kalus
bening muncul dari irisan daun pada media E1 (a), E2 (b), E3 (c)
di ruang gelap. Perubahan kalus menjadi calon tunas setelah kalus
dipindahkan ke ruang terang pada media E1 (d), E2 (e), E3 (f).

56

11 Fenotip varian yang dihasilkan dari iradiasi sinar gamma (a)
plantlet dengan duduk daun roset, (b) daun plantelt merah, (c)
daun terompet, (d) daun bergerigi, (e) daun terbelah

59

12 Pita isoenzim peroksidase (PER) dan aspartat aminotransferase
(AAT) pada 26 sampel klon dan tetua

60

13 Fenotip yang terbentuk karena pengaruh mutagen EMS (a) plantlet
SGN-PV2.11/88E/E1/2.2 dengan ciri normal, (b) plantlet
377/23F/E1/1.7 dengan pertumbuhan daun abnormal, (c) plantlet
642/13F/E2/1.4 dengan pertumbuhan daun abnormal, (d) plantlet
SGN-PV2.11/71E/E5/2.2 dengan pertumbuhan duduk daun rapat
(e) SGN-PV2.11/.K4/E0/1.1 bentuk terompet, (f) plantlet SGNPV2.11/54E/E5/3.1 berdaun bulat.

72

14 Jumlah kromosom pada tanaman fenotip normal (a) jumlah
kromosom 2n=2x=38 pada SGN-PV2.11/41E/E1/3.1, (b) jumlah
kromosom 2n=3x=56 pada klon 377/22F/E2/5.4, (c) jumlah
kromosom 2n=3x=56 pada 642/13F/E2/4.4.

73

15 Skoring bercak gejala penyakit busuk lunak pada pengujian in
vitro

79

16 (a) Korelasi antara masa infeksi dengan laju infeksi (b) korelasi
antara masa infeksi dengan intensitas penyakit busuk lunak pada
varian-varian hasil radiasi sinar gamma dan EMS yang diinokulasi
secara in vitro.

82

17 Hasil inokulasi secara in vitro (a) plantlet mengalami hipersensitif
respon, (b) tanaman mengalami kebusukan daun dengan skor 9, (c)
seluruh plantlet busuk, d) cara memperkirakan luasan kebusukan
daun.

83

18 Jumlah plantlet varian dalam kategori skor 1 dan 3 hasil perlakuan
radiasi sinar gamma (Rad SGN, Rad 642, Rad 377) dan EMS
(EMS SGN, EMS 642, EMS 377) yang telah diuji secara in vitro.

84

19 Konsentrasi peroksidase pada plantlet varian 24 jam setelah
inokulasi dengan Erwinia carotovora subsp carotovora,

88

20 Inokulasi di lapang dengan Erwinia carotovora subsp carotovora
pada varian tanaman tahan hasil seleksi in vitro : (a) diinkubasi
tertutup dalam kumbung plastic, (b) dan (c) pelukaan setelah
inokulasi ditutup dengan kapas basah dan selotip, (d) kebusukan
yang terjadi setelah inokulasi 24 jam, (e) tanaman yang tetap sehat
setelah inokulasi SKD 1, (f) tanaman dengan SKD 9

97

21 (a) Korelasi antara masa infeksi dengan laju infeksi penyakit (b)
korelasi antara masa infeksi dengan intensitas penyakit busuk
lunak varian potensial pada pengujian di lapangan

98

Diagram konsentrasi asam salisilat varian tanaman setelah 24 jam
terinfeksi Erwinia carotovora subsp carotovora.

102

DAFTAR LAMPIRAN
No
1

2

Halaman
Daftar varian potensial klon SGN-PV2.11, 642 dan 377 yang 119
tahan (SKD 1) dan agak tahan (SKD 3) terhadap Erwinia
carotovora subsp carotovora hasil uji in vitro yang dilanjutkan
dengan uji di lapangan.
Data mentah rata-rata jumlah plantlet per eksplant dari tiga klon
SGN-PV2.11, 642 dan 377 yang diperoleh setelah 12 MST

123

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman anggrek
spesies alam yang sangat besar dan tersebar di seluruh wilayah nusantara. Di antara
5000 spesies anggrek yang ditemukan di wilayah Indonesia, Phalaenopsis merupakan
salah satu genus yang terkenal akan keindahan dan keragaman coraknya (Djafaarer
2002). Hibrida-hibrida yang dihasilkan dan terkenal di dunia banyak ditemukan
memiliki induk yang berasal dari Phalaenopsis spesies di Indonesia. Salah satu
spesies

ialah

Phalaenopsis amabilis yang berwarna putih seperti kupu-kupu.

Phalaenopsis tersebut menjadi induk yang sangat penting karena menurunkan
berbagai hibrida yang berpotensi komersial yang lebih indah, lebih seragam dan
kuntum lebih lebar. Spesies Phalaenopsis yang lain seperti Phalaenopsis
amboinensis dan Phalaenopsis venosa sangat potensial menurunkan warna kuning.
Produksi Phalaenopsis di dunia semakin meningkat dan menjadi komoditi
unggulan yang tetap prospektif di tengah kelesuan bisnis tanaman hias. Di Indonesia,
produksi anggrek diharapkan dapat meningkat dari 16.166.628 pot pada tahun 2005
menjadi 19.284.219 pot tahun 2010 (Dirjen Horti 2005), sesuai standar mutu yang
dipersyaratkan pasar domestik dan internasional. Sebagai salah satu negara yang
memiliki sumber genetik anggrek bervariasi, Indonesia memiliki kesempatan yang
cukup tinggi untuk lebih memberdayakan sumber daya genetik tersebut. Keberhasilan
dalam pemberdayaan sumber genetik akan menjadi kekuatan yang berarti dalam
pengembangan anggrek Indonesia khususnya Phalaenopsis.
Sesuai kenyataan di lapangan, budidaya Phalaenopsis di Indonesia yang ada
pada saat ini telah didominasi oleh hibrida - hibrida hasil dari mancanegara. Negara
yang memiliki kemampuan teknologi yang cukup terkemuka seperti Taiwan,
Thailand, Singapura, Hawaii dan Australia merupakan negara penghasil Phalaenopsis terbesar di dunia (Tang & Chen 2007). Pengembangan Phalaenopsis telah
mencapai titik klimaks yang dibuktikan dari adanya kejenuhan produksi dan
kejenuhan pasar. Persilangan konvensional yang dilakukan pada tetua-tetua yang
berasal dari satu genus sudah tidak memberikan corak baru yang mampu
mendongkrak perdagangan anggrek.
Upaya berinovasi baru sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hibridahibrida yang berbeda bentuk dan corak. Persilangan intergenerik perlu dikembangkan
1

2

untuk mendapatkan bentuk dan corak yang baru. Anggrek hasil persilangan
intergenerik telah diperoleh di berbagai negara terutama Belanda yang kini
merupakan penghasil anggrek intergenerik terbesar di dunia khususnya Phalaenopsis.
Di Indonesia, hasil persilangan intergenerik masih sangat jarang dijumpai meskipun
Indonesia memiliki ribuan jenis anggrek. Hal ini disebabkan karena terbatasnya
informasi mengenai karakter spesies alam yang ada.
Pengembangan anggrek di Indonesia seringkali terkendala oleh keterbatasan
iklim tropis basah yang menyebabkan serangan patogen yang lebih banyak. Beberapa
penyakit utama anggrek hingga saat ini sulit dikendalikan di antaranya ialah penyakit
degenerasi virus, penyakit layu dan penyakit busuk. Salah satu penyakit busuk yang
menyebabkan kerusakan pada semua jenis tanaman anggrek dengan kerugian yang
besar ialah penyakit busuk lunak (soft rot). Penyakit ini disebabkan oleh Erwinia
carotovora subsp. carotovora, bakteri yang menimbulkan pembusukan pada jaringan
lunak tanaman (Snijder et al. 2004) atau pseudobulb pada anggrek dan disertai bau
yang tidak enak dan mati hanya dalam beberapa hari.
Meskipun kerugian yang disebabkan oleh penyakit busuk lunak pada
anggrek di Indonesia belum pernah didata secara formal tetapi pada kenyataanya
banyak petani terutama petani kecil kesulitan mengatasinya. Petani anggrek
Phalaenopsis di Indonesia tidak semua mampu menyediakan kondisi lingkungan
buatan dapat menekan perkembangan penyakit busuk lunak. Kerugian yang
ditimbulkan oleh penyakit mampu mencapai 80-100%. (McMillan et al. 2007).
Secara umum penyakit akibat serangan bakteri lebih sulit dikendalikan
daripada penyakit lain. Tindakan tepat pengendalian kimia secara praktis dan efektif
belum ditemukan. Salah satu cara yang efektif untuk mengendalikan penyakit
tersebut ialah dengan menggunakan kultivar yang tahan (Snijder et al. 2004).
Pengendalian dengan menanam kultivar yang tahan merupakan cara yang efektif,
efisien dan aman bagi lingkungan (Sobiczewski 2008).
Perakitan kultivar baru melalui pemuliaan untuk menghasilkan Phalenopsis
yang berbunga indah dan tahan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan
penggabungan teknik persilangan konvensional dan teknik in vitro melalui induksi
keragaman somaklonal. Sejak ditemukan teknik keragaman somaklonal banyak
dilakukan penelitian-penelitian mengenai aplikasi teknik ini terutama pada tanaman
hias. Teknik induksi keragaman somaklonal tersebut dapat digunakan untuk
memperoleh karakter tertentu seperti morfologi tanaman, morfologi daun, bentuk dan

3

warna bunga (Chen & Chen 2007). Teknik induksi keragaman somaklonal
merupakan salah satu teknik penting yang potensinya cukup tinggi dalam membantu
pemulia tanaman mencapai tujuan perbaikan tanaman, pengembangan kultivar
unggul dan mempelajari lebih jauh tentang keadaan karakter tertentu dari suatu
spesies tanaman (Nasir 2002).
Pengembangan Phalaenopsis yang mengarah pada karakter ketahanan
terhadap

suatu penyakit belum banyak dilakukan khususnya di Indonesia.

Pengembangan yang dilakukan melalui hibridisasi masih terbatas pada pembentukan
karakter fenotip bunga. Informasi mengenai sumber ketahanan terhadap suatu
penyakit pada anggrek juga masih sangat jarang ditemukan, khususnya sumber
ketahanan terhadap penyakit busuk lunak. Teknik induksi variasi somaklonal dapat
digunakan untuk menginduksi munculnya satu atau dua karakter tertentu tanpa
merubah sifat dasar tanaman.
Peningkatan keragaman somaklonal dapat dilakukan dengan cara induksi
mutasi melalui pemberian mutagen. Mutagen yang digunakan dapat diklasifikasikan
dalam dua kelompok yaitu mutagen fisik seperti iradiasi sinar gamma, sinar X
ataupun neutron dan mutagen kimia dengan pemberian EMS, DES, dan NEU
(Ahloowalia et al. 2004). Hingga saat ini metode keragaman somaklonal yang
dikombinasikan dengan mutagenesis masih dapat diandalkan untuk tujuan pemuliaan
tanaman dalam mendapatkan karakter tertentu yang diinginkan seperti

sifat

ketahanan terhadap cekaman biotik maupun abiotik.
Keberhasilan penggunaan mutagen kimia sebagai agen induksi mutan telah
banyak diketahui di antaranya pada ubijalar dengan skrining in vitro untuk toleran
garam (Luan et al. 2007), pada krisan untuk mutasi warna (Rodrigo et al. 2004), pada
Arabidopsis untuk toleran terhadap herbisida (Jender et al. 2003), dan juga pada
paku-pakuan (Jeong et al. 2006). Tidak hanya di luar negeri, di Indonesia teknik ini
juga telah dimanfaatkan pada tanaman panili dan telah didapatkan tanaman tahan
penyakit layu bakteri (Lestari et al. 2006), tanaman pisang ambon tahan fusarium
(Husni et al. 2005).
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran perakitan kultivar anggrek Phalaenopsis tahan penyakit
busuk lunak Erwinia melalui teknik in vitro dapat dilihat pada Gambar 1. Sumber gen
ketahanan terhadap penyakit pada anggrek belum diketahui. Penelitian awal pada

4

pengujian ketahanan terhadap penyakit busuk lunak pada beberapa spesies
Phalaenopsis telah dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Hias sebagai lembaga
yang mengemban mandat melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman hias,
memperoleh hasil bahwa Phalaenopsis cornucervi dan Phalaenopsis amboinensis
bersifat tahan, sedangkan Phalaenopsis amabilis bersifat peka terhadap penyakit
busuk lunak (Handayati et al. 2004).
Hasil persilangan Phalaenopsis pada saat ini telah sangat berkembang luas,
mengingat genus ini memiliki keragaman genetik yang cukup tinggi terutama pada
keragaman bunga. Namun keragaman genus Phalaenopsis sangat sempit untuk sifat
ketahanan terhadap penyakit. Persilangan Phalaenopsis yang masih merupakan
persilangan spesies murni, seperti Phalaenopsis amboinensis dan Phalaenopsis
cornu-cervi, sangat jarang ditemui. Salah satu cara untuk mendapatkan keturunan
kultivar yang

tahan Erwinia pada penelitian ini, ialah dengan menelusuri tetua

tanaman komersial yang memiliki keturunan Phalaenopsis cornu-cervi atau
Phalaenopsis amboinensis.
Penelitian ini menggunakan tiga klon yaitu 1) klon SGN-PV2.11
(Phalaenopsis Taisuco Kochdian/Yukimai x Vanda Fuch DeLight x Vanda
lombokensis) yang merupakan hasil persilangan intergenerik Phalaenopsis dengan
Vanda, 2) klon 377 (Phalaenopsis Golden Poeker/Sogolisa x Phalalaenopsis
Viogold), dan 3) klon 642 ([Phalaenopsis Chih Sang’s Stripe/ Alfonso Ibara/Matao
Freed] x Phalaenopsis amboinensis) x Ever Spring Prince) (Gambar 2). Tetua betina
persilangan intergenerik SGN-PV2.11 merupakan Phalaenopsis yang memiliki
keturunan Phalaenopsis amabilis yang rentan, sedang Vanda sebagai tetua jantan
diharapkan dapat menurunkan sifat fisiknya yang berdaun lebih keras dari daun
Phalaenopsis. Dua klon yang lain yaitu klon 642 dan klon 377, salah satu tetuanya
merupakan keturunan dari Phalaenopsis amboinensis yang bersifat tahan terhadap
penyakit busuk lunak. Klon 642 memiliki keturunan Phalaenopsis amboinensis dari
tetua betina yaitu Phalaenopsis Golden poeker sedang klon 377 mendapatkan dari
kedua tetuanya.
Klon SGN-PV2.11, klon 642 dan klon 377 ditingkatkan keragamannya
dengan menggunakan iradiasi sinar gamma dan EMS. Varian yang dihasilkan diuji
ketahanannya terhadap Erwinia carotovora subsp. carotovora secara in vitro.
Pembentukan kalus pada Phalaenopsis
Respon eksplan daun telah

diinisiasi menggunakan eksplan daun.

diuji kemampuan

pembentukan

kalusnya pada

5

beberapa media yang mengandung beberapa kombinasi zat pengatur tumbuh dalam
media MS. Kalus yang muncul diproliferasikan dan diregenerasikan dalam media
regenerasi.

Plasma Nutfah Phalaenopsis
1. 377 (Phal. Golden Poeker/Sogolisa x Phal. Viogold)
2. 642 ([Phal. Chih Sang’s Stripe/ Alfonso Ibara/Matao
Freed] x Phal. amboinensis) x Ever Spring Prince)
3. SGN-PV2.11 (Phal. Taisuco Kochdian/Yukimai x
Vanda Fuch delight / Vanda lombokensis)
Induksi Kalus Embriogenik
-kalus embriogenik

Penyinaran sinar
gamma
-varian somaklon

Aplikasi Larutan
EMS
-varian somaklon

Pengujian in vitro Varian
pada ketahanan terhadap Erwinia carotovora
subsp. carotovora terhadap :
- Varian Somaklon Potensial
tahan terhadap Erwinia carotovora subsp.
carotovora

Pengujian ketahanan terhadap Erwinia
carotovora subsp. carotovora di Lapangan

Klon Phalaenopsis Unggul Tahan
Erwinia carotovora subsp. carotovora

Gambar 1 Kerangka pemikiran untuk mendapatkan kultivar baru tahan
busuk lunak pada tanaman anggrek Phalaenopsis
Kalus yang terinduksi media dapat diinduksi dengan mutagen fisik iradiasi
sinar gamma dan mutagen kimia EMS untuk memperoleh varian somaklon. kalus
yang telah diberi perlakuan iradiasi, ditumbuhkan pada media proliferasi kalus dan

6

diamati persentase kematiannya untuk menentukan LD50 untuk dosis iradiasi dan
LC50 untuk konsentrasi EMS. LD50 dan LC50 digunakan untuk menentukan dosis dan
konsentrasi yang optimum pada pembentukan varian somaklon. Varian somaklon
yang diperoleh dari induksi mutasi, diuji secara in vitro untuk mendapatkan varian
yang tahan terhadap bakteri Erwinia carotovora subsp. carotovora. Varian yang telah
diuji secara in vitro diaklimatisasi dan diuji kembali di lapangan agar hasil yang
diperoleh lebih akurat ketahanannya terhadap penyakit busuk lunak yang disebabkan
oleh Erwinia carotovora subsp. carotovora.
.

Phal. Golden Poeker

Gambar 2 (a) Tetua klon SGN-PV2.11, (b) tetua klon 377 dan (c) tetua klon 642.
Permasalahan
Tanaman anggrek khususnya Phalaenopsis merupakan komoditas bernilai
ekonomi tinggi dan sangat prospektif untuk dibudidayakan sebagai sumber

7

pendapatan petani. Budidaya anggrek juga menjadi penyedia lapangan pekerjaan dan
sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah. Adanya keberagaman manfaat
bunga anggrek dalam kehidupan manusia menyebabkan permintaan terus meningkat.
Hal ini menyebabkan minat masyarakat untuk memelihara tanaman anggrek dengan
tujuan komersial semakin meningkat. Kondisi pasar yang cerah baik di dalam
maupun di luar negeri memungkinkan ekspor anggrek dapat menjadi sumber devisa
yang potensial bagi negara, di samping menjadi sumber penghasilan petani dan
pendapatan asli daerah (Suryana et al. 2005).
Kondisi pasar anggrek khususnya Phalaenopsis akan tetap cerah apabila
didukung dengan pengembangan yang optimum untuk penyediaan pasokan
Phalaenopsis yang berkualitas secara berkesinambungan. Sejalan dengan globalisasi
ekonomi, maka usaha

peningkatan dan pengkayaan keanekaragaman dalam

penyediaan produk anggrek yang berkualitas menjadi lebih penting di tengah
timbulnya kejenuhan pasar yang terjadi akhir-akhir ini. Keberhasilan dalam
penyediaan bibit berkualitas di dalam negeri dapat mengatasi permasalahan
ketergantungan penyediaan bibit impor dari luar negeri yang masih terjadi hingga
saat ini.
Terobosan baru pada pengembangan Phalaenopsis perlu dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut. Pemilihan teknik in vitro perlu dilakukan sebagai upaya
terobosan untuk mendapatkan varietas unggul baru.

Di dalam teknik in vitro,

komposisi media merupakan hal penting untuk penyediaan nutrisi yang bermanfaat
bagi pertumbuhan sel dan jaringan serta diferensiasi sel menjadi tanaman utuh
kembali. Penggunaan berbagai zat pengatur tumbuh akan mempengaruhi arah
diferensiasi sel maupun jaringan. Auksin dalam konsentrasi optimum akan medorong
terbentuknya kalus, sedangkan sitokinin akan mendorong terbentuknya tunas. Inisiasi
embrio somatik dapat dilakukan pada media yang mengandung kombinasi zat
pengatur tumbuh auksin dan sitokinin seimbang (Chowdhury et al. 2003).
Keseimbangan komposisi nutrisi dan zat pengatur tumbuh tambahan pada induksi
embrio somatik setiap tanaman adalah berbeda, oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian mengenai komposisi tersebut.
Peningkatan keragaman genetik harus dilakukan apabila materi tanaman
merupakan klon, karena suatu klon tidak memiliki keragaman genetik. Keragaman
genetik dapat diperoleh selain melalui persilangan dapat dicapai melalui peningkatan

8

variasi somaklonal. Teknik ini merupakan teknik untuk mendapatkan variasi genetik
tanaman yang dapat dilakukan melalui kultur jaringan secara in vitro (Karp 2004).
Pada saat ini teknik in vitro dan mutagenesis merupakan metode yang paling
banyak digunakan untuk meningkatkan variabilitas pada tanaman yang diperbanyak
secara vegetatif. Teknik mutasi yang dikombinasikan dengan kultur in vitro dan
metode molekuler akan menyediakan metode-metode yang kuat untuk meningkatkan
pemuliaan tanaman pada banyak tanaman hias. Selain itu dengan perlakuan
mutagenesis dapat diinduksi perubahan ukuran tanaman, waktu mekar bunga,
pemasakan buah, warna buah, self-compatibility, dan juga resistensi terhadap patogen
(Predieri 2001). Teknik mutasi ini dapat dilakukan secara fisik dengan teknik nuklir
iradiasi sinar gamma maupun kimia (Konstantinov & Driníc 2007).
Dalam pemuliaan tanaman, penggunaan teknik nuklir paling berpengaruh
secara langsung untuk menginduksi mutasi sel. Sejak penemuan sinar-X sekitar
seratus tahun yang lalu, penggunaan iradiasi pengion seperti sinar-X, gamma dan
neutron telah menjadi suatu teknologi yang telah terbukti secara luas (Ahloowalia &
Maluszynski 2001). Bahan mutagen fisik ini dapat melepas energi (ionisasi), segera
setelah melewati atau menembus materi. Proses ionisasi akan terjadi dalam jaringan
dan selanjutnya dapat menyebabkan perubahan pada tingkat sel, genom, kromosom
dan DNA atau gen. Perubahan yang terjadi secara mendadak pada tingkat genom,
kromosom dan DNA atau gen sering bersifat permanen, dan diwariskan ke generasi
berikutnya, dikenal sebagai mutasi (Soeranto 2005).
Induksi mutasi dengan iradiasi ini paling banyak digunakan untuk
pengembangan metode perolehan varietas-varietas mutan secara langsung, dengan
frekuensi penggunaan yang paling tinggi yaitu 89%, sedangkan penggunaan mutagen
kimia relatif rendah. Di antara iradiasi pengion yang ada, induksi iradiasi varietasvarietas mutan paling banyak dikembangkan dengan sinar-γ (65%), diikuti sinar-X
(22%). Dari 2.252 nomor aksesi, 75% merupakan tanaman pangan dan 25% tanaman
hias dan dekoratif (Ahloowalia et al. 2004).
Teknik induksi variasi somaklonal juga dapat diaplikasikan bersama dengan
teknik mutagenesis secara kimiawi. Mutagen kimia lebih mudah tersedia dan
perbandingan terhadap modifikasi yang tidak diinginkan lebih baik pada mutagen
kimia dibandingkan dengan iradiasi (Nasir 2002). EMS merupakan salah satu
kelompok mutagen kimia yang paling menarik karena agensia ini membentuk

9

alkilasi. Senyawa ini memiliki satu atau lebih gugus alkil reaktif yang dapat ditransfer
ke molekul lain pada posisi kepadatan cukup tinggi (Kodym & Afza 2003).
Jenis mutagen kimia sangat banyak, tetapi paling populer dan handal di
antaranya adalah jenis yang dikelompokkan dalam golongan senyawa ‘ethylating
agent’ dan ‘methylating agent’. Ethilmethanesulfonat (EMS), dan diethilsulfonat
(DES), merupakan mutagen kimia yang merupakan senyawa ‘ethylating agent’,
sedangkan Methylmethanesulfonat (MMS), Dimethylsulphate (DMS) dan sebagainya
(Kodym & Afza 2003). Keberhasilan penggunaan mutagen kimia sebagai agen
induksi mutan telah banyak diketahui di antaranya pada ubijalar dengan skrining in
vitro untuk toleran terhadap garam (Luan et al. 2007), pada tanaman arabidopsis yang
resisten terhadap herbisida (Jender et al. 2003), pada krisan (Rodrigo et al. 2004), dan
juga telah diaplikasikan pada kacang panjang (Svetleva & Crino 2005).
Metode pengujian ketahanan tanaman melalui cara inokulasi di lapangan telah
banyak dilakukan, tetapi metode ini sering mengalami disease escape. Di samping itu
lahan yang digunakan untuk pengujian tersebut dapat menjadi sumber penyakit baru.
Metode lain yang relatif

aman diaplikasikan adalah metode uji secara in vitro.

Teknik ini lebih efisien dan efektif karena selain dapat mengurangi terjadinya escape,
hasil uji dapat diulang di rumah kaca, patogen yang digunakan tetap terbatas di
laboratorium dan umumnya memberikan hasil yang relatif tidak berbeda dengan
inokulasi di lapangan, tidak membutuhkan lahan yang luas dan lebih murah
(Samanhudi 2000).
Metode pengujian ketahanan tanaman secara in vitro terhadap penyakit busuk
lunak yang disebabkan oleh Erwinia spp khususnya pada Phalaenopsis belum pernah
dilakukan di Indonesia. Informasi mengenai masalah ketahanan Phalaenopsis
terhadap penyakit busuk lunak juga tidak banyak dijumpai, oleh karena itu masih
diperlukan penelitian mengenai baik penggunaan metode pengujian maupun sifat
ketahanan Phalaenopsis terhadap penyakit busuk lunak tersebut. Dalam penelitian ini
akan diaplikasikan penggunaan metode uji in vitro untuk ketahanan Phalaenopsis
terhadap penyakit busuk lunak menggunakan agen penguji bakteri, pada varian
somaklon hasil iradiasi dan perlakuan EMS. Beberapa analisis pendukung yang dapat
dilakukan antara lain analisis isoenzim, analisis kandungan peroksidase, dan
kandungan asam salisilat.
Tujuan Penelitian

10

Secara umum penelitian ini bertujuan mendapatkan klon baru tahan penyakit
busuk lunak yang disebabkan oleh Erwinia carotovora subsp. carotovora melalui
pendekatan penelitian, yaitu melalui pengujian varian somaklon yang diinduksi
menggunakan iradiasi sinar gamma dan perendaman larutan EMS. Secara spesifik
penelitian ini bertujuan :
1.

Mendapatkan teknik induksi embriosomatik dari klon SGN-PV2.11, klon 377
dan klon 642.

2.

Mendapatkan varian somaklon melalui iradiasi sinar gamma.

3.

Mendapatkan varian somaklon melalui perlakuan perendaman larutan EMS.

4.

Mendapatkan varian-varian somaklon SGN-PV2.11, 377 dan 642 hasil iradiasi
sinar gamma dan perendaman larutan EMS yang tahan terhadap Erwinia
carotovora subsp. carotovora melalui uji ketahanan secara in vitro.

5.

Mengkonfirmasi hasil uji ketahanan terhadap Erwinia carotovora subsp.
carotovora secara in vitro dan uji ketahanan terhadap penyakit di lapangan.
Hipotesis
Hipotesis yang dapat d