Pemberdayaan komunitas miskin (studi kasus di desa mambalan kecamatan gunungsari kabupaten lombok barat propinsi ntb)

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN
(Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten
Lombok Barat Propinsi NTB)

CHANDRA APRINOVA

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

@ Hak Cipta milik Chandra Aprinova, Tahun 2006
Hak Cipta dilindungi.
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya.

ABSTRAK
CHANDRA APRINOVA. Pemberdayaan Komunitas Miskin (studi kasus di Desa
Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB).
Dibimbing oleh FREDIAN TONNY sebagai Ketua, dan MU’MAN NURYANA

sebagai Anggota.
Kemiskinan di Desa Mambalan ditandai oleh penguasaan lahan yang
tidak seimbang, pekerjaan yang tidak tetap, upah yang rendah, rasio beban
tanggungan yang besar, keterbatasan pengetahuan dan informasi, serta
keterbatasan akses terhadap fasilitas dan pelayanan publik. Dengan kondisi ya ng
dimiliki ini mengakibatkan mereka terasing dalam kehidupan sosial dan
kehidupan politik (pemerintahan). Dalam kehidupan sosial mereka jarang terlibat
dalam kegiatan kemasyarakatan. Dalam kehidupan politik (pemerintahan) mereka
jarang dilibatkan dalam pe ngambilan keputusan politik dan pembangunan,
sehingga mereka memiliki akses yang lemah terhadap sumber-sumber ekonomi
dan pembangunan. Sehubungan dengan itu, diperlukan upaya pemberdayaan agar
mereka mampu berpartisipasi dalam pembangunan, lebih jauh lagi menjadi
komunitas yang mandiri.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif, dengan
menggunakan strategi studi kasus. Pengumpulan data menggunakan teknik
wawancara mendalam, pengamatan berperanserta, dan kajian dokumen.
Perancangan program menggunakan metode PRA dengan menggunakan teknik
diskusi kelompok, dengan tahapan kajian: penyajian seluruh informasi,
pengorganisasian masalah, pembahasan alternatif-alternatif kegiatan, pemilihan
kegiatan dan pengisian bagan rencana kegiatan. Metode pengolahan dan analisis

data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Berdasarkan hasil kajian dapat diketahui bahwa kemiskinan di Desa
Mambalan disebabkan oleh akses pembangunan yang kurang, keterampilan yang
kurang, pengangguran, dan tidak ada aset (modal usaha). Berdasarkan hasil pleno
dengan komunitas miskin dengan mengundang tokoh masyarakat, ketua RT,
kepala dusun dan kepala desa, maka dibentuklah lembaga swadaya lokal dengan
nama: Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Mambalan.
Melalui lembaga ini dirancang bersama berbagai program kegiatan seperti:
Program Pertemuan Rutin Warga, Program Penggalangan Dana Komunitas,
Program Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Warga, serta Program
Pembentukan Jaringan Kerja. Program-program kegiatan ini diharapkan bisa
menjawab masalah-masalah dalam komunitas.
Kesimpulan dari hasil kajian ini adalah: untuk bisa mandiri, komunitas
harus berpartisipasi. Untuk bisa berpartisipasi komunitas harus diberdayakan
melalui proses pemberdayaan. Untuk bisa diberdayakan, modal sosial dalam
komunitas harus diperkuat terlebih dahulu. Modal sosial yang dimaksud disini
adalah jaringan, norma -norma, kepercayan sosial, yang memfasilitasi koordinasi
dan kerjasama komunitas bagi keuntungan bersama, yang dalam hal ini adalah
LPPM.


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga Kajian ini berhasil diselesaikan. Kajian ini berjudul:
“Pemberdayaan Komunitas Miskin (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan
Gunungsari Ka bupaten Lombok Barat Propinsi NTB)”. Penulisan Kajian ini
dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional
pada program studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB), yang pelaksanaannya dimulai sejak bulan Juli sampai
dengan bulan Desember 2005.
Proses penyusunan Kajian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Fredian Tonny, MS. selaku Ketua Pembimbing dan Mu’man Nuryana,
MSc., Ph.D selaku Anggota Pembimbing, yang telah banyak memberikan
arahan dan bimbingan dalam penulisan Kajian ini.
2. Seluruh Dosen Pengajar pada Program Studi Magister Pengembangan
Masyarakat IPB, yang telah memberikan materi perkuliahannya.
3. Drs. Chusnan Yusuf selaku Kepala Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial
(Balatbangsos) Departemen Sosial RI, yang telah memberikan kesempatan
untuk mengikuti pendidikan pascasajana kerjasama IPB dengan Sekolah
Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.

4. Ir. Nanang Samodra K.A, MSi. selaku Sekda Propinsi NTB, yang telah
memberikan ijin untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi
Pengembangan Masyarakat Sekolah pascasarjana IPB.
5. Lalu Thuhur selaku Kepala Desa Mambalan beserta jajarannya dan Zohri
selaku Kepala Dusun Lilir Barat, yang telah banyak memberikan bantuan dan
dukungan selama proses penyusunan kajian ini.
6. Tokoh masyarakat dan seluruh warga komunitas Dusun Lilir Barat, yang telah
terlibat dalam pengumpulan informasi dan penyusunan program kajian
pengembangan masyarakat ini.
7. Isteri tercinta, yang selalu setia dan sabar menunggu penulis menyelesaikan
pendidikannya.
8. Teman-teman seperjuangan pada MPM kelas Bandung angkatan II umumnya
dan khususnya teman-teman Dago Pojok atas dukungan dan kerjasama selama
ini, semoga sukses selalu.
Sebagai sebuah proses, Kajian ini tidak luput dari berbagai macam
kekurangan, sehingga saran dan kritik sangat diharapkan untuk
penyempurnaannya.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga kajian ini dapat memberikan
sumbangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan dapat bermanfaat untuk
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat.


Bogor,

Januari 2006,

Chandra Aprinova

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Masbagik Kabupaten Lombok Timur Propinsi NTB
pada tanggal 16 April 1973 sebagai anak pertama dari pasangan H. Deran, BSW
(alm.) dan Ichsanah.
Penulis memulai jenjang pendidikan dasarnya pada Sekolah Dasar Negeri
No. 6 Masbagik dan lulus tahun 1986. Pendidikan menengah pertama ditempuh
pada SMP Negeri 1 Masbagik dan lulus tahun 1989, kemudian dilanjutkan dengan
pendidikan menengah atas pada SMA Negeri 1 Masbagik dan lulus pada tahun
1992. Penulis menempuh pendidikan sarjana pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial (STKS) Bandung, dan lulus tahun 1997.
Sejak tahun 1997 penulis bekerja pada Departemen Sosial, selanjutnya
pada tahun 1998 ditempatkan pada Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Sosial
Propinsi NTB, pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2000 bertugas sebagai

Pekerja Sosial Kecamatan (PSK) pada Kantor Departemen (Kandep) Sosial
Kabupaten Lombok Barat, dan sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang
ditempatkan kembali pada Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan
Perempuan Propinsi NTB sebagai staf pada Seksi Penyuluhan Sosial.
Pada tahun 2004 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti
pendidikan Strata-2 pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Istitut
Pertanian Bogor (IPB) dari Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial
(Balatbangsos) Departemen Sosial RI, kerjasama IPB dengan STKS Bandung.
Bogor,

Januari 2006,

Chandra Aprinova

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pemberdayaan Komunitas
Miskin (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten
Lombok Barat Propinsi NTB) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor,

Januari 2006

Chandra Aprinova
NIM. A154040155

Judul Tugas Akhir

Nama
NIM

: Pemberdayaan Komunitas Miskin
(Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari
Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB)
: Chandra Aprinova
: A154040155


Disetujui
Dosen Pembimbing

Ir. Fredian Tonny, MS.
Ketua

Mu’man Nuryana, MSc., Ph.D.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Magister
Profesional Pengembangan Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


Tanggal Ujian: 4 Januari 2006.

Tanggal Lulus:

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

………………………….………………………

ix

DAFTAR GAMBAR ………………………….………………………

x

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………

xi


I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

………………………………………….

1.2. Rumusan Masalah

………………………………….

1.3. Tujuan dan Kegunaan Kajian
II.

5

2.1. Pembangunan dan Pembangunan Sosial ………………….

6


2.2. Kemiskinan

9

TINJAUAN PUSTAKA
………………………………………….
………………………….

12

2.4. Partisipasi

…………………………………………

15

2.5. Kemandirian

….………………………..….…………

17

2.6. Modal Sosial

………………………………………….

19

2.7. Kelembagaan dan Organisasi Sosial ……………..……….

19

2.8. Kerangka Pemikiran

21

………………………………….

METODOLOGI KAJIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Kajian
3.2. Metode Kajian

..………………………..

27

……...………………………………….

27

3.2.1. Sasaran dan Sampling

……...…...…………….

28

…………………

28

3.2.2. Metode Pengumpulan Data

3.2.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.3. Metode Perancangan Program
IV.

4

………………………….

2.3. Pemberdayaan dan Komunitas

III.

1

..………..

30

.………………………

30

PETA SOSIAL KOMUNITAS DESA MAMBALAN
4.1. Gambaran Umum Desa Mambalan

………………….

38

………………………….

39

4.3. Kependudukan

………………………………….

40

4.4. Sistem Ekonomi

………………………………….

43

4.5. Struktur Komunitas

………………………………….

46

4.2. Masalah Sosial di Komunitas

4.6. Kelembagaan dan Organisasi Sosial

………………….

49

4.7. Sumberdaya Lokal
4.8. Ikhtisar
V.

………………………………….

50

..……………………………………..………….

51

EVALUASI PENGEMBANGAN KOMUNITAS
5.1. Program Pendukung Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintah Daerah (P2MPD)
………………………….

56

5.1.1. Deskripsi Program ………………………………..

56

5.1.2. Pengembangan Ekonomi Lokal

……………..……

60

5.1.3. Pengembangan Modal Sosial dan Kelembagaan……

62

5.1.4. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ………………..

63

5.2. Program Kesejahteraan Sosial Melalui KUBE
(Prokesos KUBE) ………………………………………….

63

5.2.1. Deskripsi Program ………………………………..

63

5.2.2. Pengembangan Ekonomi Lokal

……………..……

65

5.2.3. Pengembangan Modal Sosial dan Kelembagaan……

66

5.2.4. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ………………..

66

5.3. Konflik Sosial dalam Masyarakat ……..………………….

67

5.4. Ikhtisar

70

………………………………………………….

VI. ANALISIS PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN
6.1. Karakteristik Kemiskinan Komunitas

………………….

77

6.2. Potensi dan Kelembagaan Lokal untuk Mengatasi Masalah
Kemiskinan ……………………………………………….

80

6.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Partisipasi dan
Kemandirian Komunitas ………………………………….

81

6.4. Ikhtisar

85

………………………………………………….

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN
7.1. Latar Belakang Rancangan Program …..………………….

89

7.2. Tujuan dan Sasaran

………………………………….

91

………………………………………….

91

7.3. Program Aksi

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1. Kesimpulan

………………………………………….

100

8.2. Rekomendasi

………………………………………….

103

……………………………………………….

105

…………………………………………………………

108

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jadwal Kajian Pengembangan Masyarakat Tahun 2004/2005 ………….

27

2 Rincian Responden, Informan, dan Cara Pengumpulan Data ………….

29

3 Rekapitulasi Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ………..

43

4 Tingkatan Sistem Pelapisan Sosial Masyarakat Desa Mambalan ………

47

5 Ikhtisar Peta Sosial Desa Mambalan ………………………………….

53

6 Hasil Evaluasi Program Pengembangan Komunitas …………………..

73

7 Pembahasan Alternatif Kegiatan ……………………………………….

90

8 Rencana Kegiatan Pemberdayaan Komunitas Miskin ………………….

92

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN
(Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten
Lombok Barat Propinsi NTB)

CHANDRA APRINOVA

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

@ Hak Cipta milik Chandra Aprinova, Tahun 2006
Hak Cipta dilindungi.
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya.

ABSTRAK
CHANDRA APRINOVA. Pemberdayaan Komunitas Miskin (studi kasus di Desa
Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB).
Dibimbing oleh FREDIAN TONNY sebagai Ketua, dan MU’MAN NURYANA
sebagai Anggota.
Kemiskinan di Desa Mambalan ditandai oleh penguasaan lahan yang
tidak seimbang, pekerjaan yang tidak tetap, upah yang rendah, rasio beban
tanggungan yang besar, keterbatasan pengetahuan dan informasi, serta
keterbatasan akses terhadap fasilitas dan pelayanan publik. Dengan kondisi ya ng
dimiliki ini mengakibatkan mereka terasing dalam kehidupan sosial dan
kehidupan politik (pemerintahan). Dalam kehidupan sosial mereka jarang terlibat
dalam kegiatan kemasyarakatan. Dalam kehidupan politik (pemerintahan) mereka
jarang dilibatkan dalam pe ngambilan keputusan politik dan pembangunan,
sehingga mereka memiliki akses yang lemah terhadap sumber-sumber ekonomi
dan pembangunan. Sehubungan dengan itu, diperlukan upaya pemberdayaan agar
mereka mampu berpartisipasi dalam pembangunan, lebih jauh lagi menjadi
komunitas yang mandiri.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif, dengan
menggunakan strategi studi kasus. Pengumpulan data menggunakan teknik
wawancara mendalam, pengamatan berperanserta, dan kajian dokumen.
Perancangan program menggunakan metode PRA dengan menggunakan teknik
diskusi kelompok, dengan tahapan kajian: penyajian seluruh informasi,
pengorganisasian masalah, pembahasan alternatif-alternatif kegiatan, pemilihan
kegiatan dan pengisian bagan rencana kegiatan. Metode pengolahan dan analisis
data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Berdasarkan hasil kajian dapat diketahui bahwa kemiskinan di Desa
Mambalan disebabkan oleh akses pembangunan yang kurang, keterampilan yang
kurang, pengangguran, dan tidak ada aset (modal usaha). Berdasarkan hasil pleno
dengan komunitas miskin dengan mengundang tokoh masyarakat, ketua RT,
kepala dusun dan kepala desa, maka dibentuklah lembaga swadaya lokal dengan
nama: Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Mambalan.
Melalui lembaga ini dirancang bersama berbagai program kegiatan seperti:
Program Pertemuan Rutin Warga, Program Penggalangan Dana Komunitas,
Program Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Warga, serta Program
Pembentukan Jaringan Kerja. Program-program kegiatan ini diharapkan bisa
menjawab masalah-masalah dalam komunitas.
Kesimpulan dari hasil kajian ini adalah: untuk bisa mandiri, komunitas
harus berpartisipasi. Untuk bisa berpartisipasi komunitas harus diberdayakan
melalui proses pemberdayaan. Untuk bisa diberdayakan, modal sosial dalam
komunitas harus diperkuat terlebih dahulu. Modal sosial yang dimaksud disini
adalah jaringan, norma -norma, kepercayan sosial, yang memfasilitasi koordinasi
dan kerjasama komunitas bagi keuntungan bersama, yang dalam hal ini adalah
LPPM.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga Kajian ini berhasil diselesaikan. Kajian ini berjudul:
“Pemberdayaan Komunitas Miskin (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan
Gunungsari Ka bupaten Lombok Barat Propinsi NTB)”. Penulisan Kajian ini
dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional
pada program studi Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB), yang pelaksanaannya dimulai sejak bulan Juli sampai
dengan bulan Desember 2005.
Proses penyusunan Kajian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Fredian Tonny, MS. selaku Ketua Pembimbing dan Mu’man Nuryana,
MSc., Ph.D selaku Anggota Pembimbing, yang telah banyak memberikan
arahan dan bimbingan dalam penulisan Kajian ini.
2. Seluruh Dosen Pengajar pada Program Studi Magister Pengembangan
Masyarakat IPB, yang telah memberikan materi perkuliahannya.
3. Drs. Chusnan Yusuf selaku Kepala Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial
(Balatbangsos) Departemen Sosial RI, yang telah memberikan kesempatan
untuk mengikuti pendidikan pascasajana kerjasama IPB dengan Sekolah
Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.
4. Ir. Nanang Samodra K.A, MSi. selaku Sekda Propinsi NTB, yang telah
memberikan ijin untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi
Pengembangan Masyarakat Sekolah pascasarjana IPB.
5. Lalu Thuhur selaku Kepala Desa Mambalan beserta jajarannya dan Zohri
selaku Kepala Dusun Lilir Barat, yang telah banyak memberikan bantuan dan
dukungan selama proses penyusunan kajian ini.
6. Tokoh masyarakat dan seluruh warga komunitas Dusun Lilir Barat, yang telah
terlibat dalam pengumpulan informasi dan penyusunan program kajian
pengembangan masyarakat ini.
7. Isteri tercinta, yang selalu setia dan sabar menunggu penulis menyelesaikan
pendidikannya.
8. Teman-teman seperjuangan pada MPM kelas Bandung angkatan II umumnya
dan khususnya teman-teman Dago Pojok atas dukungan dan kerjasama selama
ini, semoga sukses selalu.
Sebagai sebuah proses, Kajian ini tidak luput dari berbagai macam
kekurangan, sehingga saran dan kritik sangat diharapkan untuk
penyempurnaannya.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga kajian ini dapat memberikan
sumbangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan dapat bermanfaat untuk
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat.

Bogor,

Januari 2006,

Chandra Aprinova

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Masbagik Kabupaten Lombok Timur Propinsi NTB
pada tanggal 16 April 1973 sebagai anak pertama dari pasangan H. Deran, BSW
(alm.) dan Ichsanah.
Penulis memulai jenjang pendidikan dasarnya pada Sekolah Dasar Negeri
No. 6 Masbagik dan lulus tahun 1986. Pendidikan menengah pertama ditempuh
pada SMP Negeri 1 Masbagik dan lulus tahun 1989, kemudian dilanjutkan dengan
pendidikan menengah atas pada SMA Negeri 1 Masbagik dan lulus pada tahun
1992. Penulis menempuh pendidikan sarjana pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial (STKS) Bandung, dan lulus tahun 1997.
Sejak tahun 1997 penulis bekerja pada Departemen Sosial, selanjutnya
pada tahun 1998 ditempatkan pada Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Sosial
Propinsi NTB, pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2000 bertugas sebagai
Pekerja Sosial Kecamatan (PSK) pada Kantor Departemen (Kandep) Sosial
Kabupaten Lombok Barat, dan sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang
ditempatkan kembali pada Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan
Perempuan Propinsi NTB sebagai staf pada Seksi Penyuluhan Sosial.
Pada tahun 2004 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti
pendidikan Strata-2 pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Istitut
Pertanian Bogor (IPB) dari Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial
(Balatbangsos) Departemen Sosial RI, kerjasama IPB dengan STKS Bandung.
Bogor,

Januari 2006,

Chandra Aprinova

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pemberdayaan Komunitas
Miskin (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten
Lombok Barat Propinsi NTB) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor,

Januari 2006

Chandra Aprinova
NIM. A154040155

Judul Tugas Akhir

Nama
NIM

: Pemberdayaan Komunitas Miskin
(Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari
Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB)
: Chandra Aprinova
: A154040155

Disetujui
Dosen Pembimbing

Ir. Fredian Tonny, MS.
Ketua

Mu’man Nuryana, MSc., Ph.D.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Magister
Profesional Pengembangan Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Ujian: 4 Januari 2006.

Tanggal Lulus:

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

………………………….………………………

ix

DAFTAR GAMBAR ………………………….………………………

x

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………

xi

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

………………………………………….

1.2. Rumusan Masalah

………………………………….

1.3. Tujuan dan Kegunaan Kajian
II.

5

2.1. Pembangunan dan Pembangunan Sosial ………………….

6

2.2. Kemiskinan

9

TINJAUAN PUSTAKA
………………………………………….
………………………….

12

2.4. Partisipasi

…………………………………………

15

2.5. Kemandirian

….………………………..….…………

17

2.6. Modal Sosial

………………………………………….

19

2.7. Kelembagaan dan Organisasi Sosial ……………..……….

19

2.8. Kerangka Pemikiran

21

………………………………….

METODOLOGI KAJIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Kajian
3.2. Metode Kajian

..………………………..

27

……...………………………………….

27

3.2.1. Sasaran dan Sampling

……...…...…………….

28

…………………

28

3.2.2. Metode Pengumpulan Data

3.2.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.3. Metode Perancangan Program
IV.

4

………………………….

2.3. Pemberdayaan dan Komunitas

III.

1

..………..

30

.………………………

30

PETA SOSIAL KOMUNITAS DESA MAMBALAN
4.1. Gambaran Umum Desa Mambalan

………………….

38

………………………….

39

4.3. Kependudukan

………………………………….

40

4.4. Sistem Ekonomi

………………………………….

43

4.5. Struktur Komunitas

………………………………….

46

4.2. Masalah Sosial di Komunitas

4.6. Kelembagaan dan Organisasi Sosial

………………….

49

4.7. Sumberdaya Lokal
4.8. Ikhtisar
V.

………………………………….

50

..……………………………………..………….

51

EVALUASI PENGEMBANGAN KOMUNITAS
5.1. Program Pendukung Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintah Daerah (P2MPD)
………………………….

56

5.1.1. Deskripsi Program ………………………………..

56

5.1.2. Pengembangan Ekonomi Lokal

……………..……

60

5.1.3. Pengembangan Modal Sosial dan Kelembagaan……

62

5.1.4. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ………………..

63

5.2. Program Kesejahteraan Sosial Melalui KUBE
(Prokesos KUBE) ………………………………………….

63

5.2.1. Deskripsi Program ………………………………..

63

5.2.2. Pengembangan Ekonomi Lokal

……………..……

65

5.2.3. Pengembangan Modal Sosial dan Kelembagaan……

66

5.2.4. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ………………..

66

5.3. Konflik Sosial dalam Masyarakat ……..………………….

67

5.4. Ikhtisar

70

………………………………………………….

VI. ANALISIS PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN
6.1. Karakteristik Kemiskinan Komunitas

………………….

77

6.2. Potensi dan Kelembagaan Lokal untuk Mengatasi Masalah
Kemiskinan ……………………………………………….

80

6.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Partisipasi dan
Kemandirian Komunitas ………………………………….

81

6.4. Ikhtisar

85

………………………………………………….

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN
7.1. Latar Belakang Rancangan Program …..………………….

89

7.2. Tujuan dan Sasaran

………………………………….

91

………………………………………….

91

7.3. Program Aksi

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1. Kesimpulan

………………………………………….

100

8.2. Rekomendasi

………………………………………….

103

……………………………………………….

105

…………………………………………………………

108

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jadwal Kajian Pengembangan Masyarakat Tahun 2004/2005 ………….

27

2 Rincian Responden, Informan, dan Cara Pengumpulan Data ………….

29

3 Rekapitulasi Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ………..

43

4 Tingkatan Sistem Pelapisan Sosial Masyarakat Desa Mambalan ………

47

5 Ikhtisar Peta Sosial Desa Mambalan ………………………………….

53

6 Hasil Evaluasi Program Pengembangan Komunitas …………………..

73

7 Pembahasan Alternatif Kegiatan ……………………………………….

90

8 Rencana Kegiatan Pemberdayaan Komunitas Miskin ………………….

92

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Komunitas Miskin di
Desa Mambalan ……………………………………………………...

25

2 Piramida Penduduk berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin ……………

42

3 Analisis Bawang Bombay Kasus Konflik di Desa Mambalan ………..

68

4 Analisis Pilar Kasus Konflik di Desa Mambalan

……..………………

70

5 Bagan Hubungan Sebab-Akibat Masalah ……………………………..

79

6 Alur Analisis Pemberdayaan Komunitas Miskin Desa Mambalan …….

87

7 Skema Pemberdayaan Komunitas Miskin yang Mandiri
dan Berkelanjutan ……………………………………………………..

94

8 Jejaring Kelembagaan LPPM ...………………………………………..

96

9 Visi Pembentukan LPPM

98

...……………………………………….

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Wilayah Desa Mambalan ………………………..……..…….

109

2 Jumlah Penduduk Desa Mambalan Menurut Golongan Umur dan
Jenis Kelamin ………………………………………………… ….

110

3 Foto-Foto Kegiatan ……………………………………………...…

111

4 Struktur Kepengurusan LPPM Mambalan ………… …..……..…..

114

5 Catatan Kasus …………………………………………… ..………

115

I.

1.1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sentralisme pembangunan nasional selama tiga dekade terakhir ini telah

memarjinalkan arti “masyarakat lokal”, yaitu satuan masyarakat lintas-batas
administratif desa/kecamatan/kabupaten, yang diikat oleh berbagai ragam
hubungan kerjasama sosial-ekonomi sebagai basis perkembangan mandiri. Gaya
perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan yang bersifat sentralistik
(top

down),

telah

memandulkan

inisiatif

masyarakat

lokal

sekaligus

menjauhkannya dari sumberdaya sosial-ekonomi yang seharusnya menjadi hak
masyarakat tersebut.
Gejala seperti ini juga dialami dalam proses pembangunan di tingkat lokal.
Berbagai program pembangunan yang tidak berakar pada potensi sumberdaya
lokal justru telah melumpuhkan inisiatif lokal dalam mengatasi masalahnya.
Akibatnya, kemampuan masyarakat untuk mengatasi masalahnya menjadi
berkurang. Demikian juga halnya yang terjadi dengan penanganan masalah
kemiskinan di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat
Propinsi NTB.
Desa Mambalan memiliki penduduk sebanyak 5.697 orang, dengan
jumlah penduduk laki- laki sebanyak 2.683 orang (47,10%) dan jumlah perempuan
sebanyak 3.014 orang (52,90%), serta jumlah keluarga sebanyak 1.521 KK. Dari
jumlah KK tersebut yang termasuk dalam kategori miskin adalah sebanyak 754
KK atau 49,57% yang tersebar di 12 dusun (Profil Desa Mambalan Tahun 2004).
Angka ini merupakan angka yang sangat memprihatinkan di tengah upaya
pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan yang membutuhkan segera pola
penanganan yang tepat. Tidak mengherankan jika desa ini merupakan salah satu
desa IDT.
Kemiskinan dapat dikatakan induk dari semua masalah sosial yang ada.
Kemiskinan melahirkan banyak manifestasi seperti: anak terlantar (bayi kurang

2

gizi, busung lapar), anak putus sekolah, jompo terlantar, perumahan tidak layak
huni, gelandangan, pengemis, bahkan sampai prostitusi.
Adanya pelapisan masyarakat antara tokoh elit desa (aparat desa dan
tokoh-tokoh yang aktif di kantor desa) dengan warga komunitas biasa juga ikut
mempengaruhi kemiskinan di Desa Mambalan. Golongan elit desa tentu saja
lebih mudah memperoleh akses pelayanan publik dan program bantuan lainnya
yang turun ke desa. Selain itu dalam kegiatan pembangunan di desa, penduduk
yang miskin jarang sekali terlibat dalam rapat untuk menentukan kegiatan
pembangunan desa, padahal tujuan dari setiap program pembangunan adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang miskin. Hal ini
disebabkan karena mereka lebih memprioritaskan waktunya untuk bekerja
mencari uang, dan oleh para elit desa sendiri pendapat mereka dianggap tidak
penting, mereka pasti akan menerima hasil keputusan para elit desa tersebut.
Dalam

pelaksanaan

program

pemerintah

melalui

proyek,

warga

masyarakat miskin hanya dilibatkan pada tahap pelaksanaan saja , sedangkan pada
tahap perancanaannya tidak. Akibatnya meskipun banyak program pemerintah
untuk mengatasi masalah kemiskinan yang diluncurkan, namun jumlah
penyandang masalah kemiskinan belum berkurang secara signifikan. Hal ini dapat
dipahami karena progr am/proyek yang diluncurkan belum menyentuh akar
permasalahan

penerima

pelayanan/program

sehingga

tidak

memunculkan

partisipasi. Selain itu juga terdapat masalah struktural lainnya yaitu warga yang
semestinya menjadi sasaran program pengentasan kemiskinan banyak yang tidak
menerima program bantuan, malahan yang menerima adalah warga yang tidak
terlalu miskin namun dekat dengan tokoh elit desa, atau orang tersebut merasa
‘memiliki pengetahuan’ sehingga berani melakukan protes atau demo.
Sementara itu masih ada juga oknum petugas instansi pemerintah yang
merasa berjasa telah memberi bantuan kepada masyarakat miskin sehingga
mereka diminta untuk menerima saja karena telah dibantu, apapun yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu juga banyak program/proyek diturunkan
berdasarkan adanya kewajiban pemerintah saja untuk melaksanakan tugasnya,
tanpa memperhatikan kesiapan masyarakat (Supriatna, 1997). Dengan demikian

3

program pembangunan yang dilaksanakan tidak memberikan proses pembelajaran
kepada masyarakat dalam mengambil keputusan mengenai permasalahan mereka
dan cara-cara yang dapat mereka lakukan untuk mengatasinya.
Dengan adanya UU tentang Otonomi Daerah yang baru (UU No. 32 Tahun
2004), implementasi otonomi daerah melalui proses desentralisasi dari “pusat” ke
“daerah” mengandung implikasi ganda yaitu: Pertama, desentralisasi peranan
dalam pengembangan masyarakat di daearah, yaitu dari “pemerintah daerah”
kepada “masyarakat lokal”; Kedua, pada saat bersamaan kelembagaan nonpemerintah (LSM dan koperasi) dan dunia usaha (swasta) secara khusus akan
semakin dituntut untuk berperan dalam menggerakkan masyarakat lokal dalam
proses pembangunan.
Masalahnya sekarang, setelah termarjinalisasi akibat represi kekuasaan
pusat selama tiga dekade, ternyata tidak mudah bagi masyarakat lokal untuk dapat
mengartikulasikan otonominya sebagai basis gerakan perkembangan mandiri.
Selain itu sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, kemampuan pemerintah untuk
memberikan program bantuan kepada masyarakat menjadi berkurang padahal
jumlah penyandang masalah kemiskinan justru bertambah.
Disamping itu juga masih adanya anggapan oknum birokrat yang
mengatakan bahwa masyarakat belum siap untuk diajak merencanakan program
untuk mengatasi masalahnya, terlalu lama waktu yang dibutuhkan untuk itu
sementara mereka dikejar oleh pertanggungjawaban yang harus sudah selesai pada
akhir tahun. Namun bagaimana komunitas lokal dapat berpartisipasi dalam
pembangunan jika mereka tidak dipersiapkan, dilatih dan diberi kesempatan?
Sehubungan dengan itu yang menjadi pertanyaan kajian adalah:
“Bagaimanakah bentuk program partisipatif yang akan dirancang untuk
memberdayakan komunitas miskin di Desa Mambalan?”.

4

1.2.

Rumusan Masalah
Dalam menyusun strategi untuk memberdayakan komunitas miskin,

terlebih dahulu harus diketahui karakteristik masyarakat miskin di lokasi kajian
dan faktor-faktor penyebabnya. Selain itu perlu juga diketahui potensi dan sumber
yang dimiliki oleh masyarakat dalam mengatasi masalah kemiskinan, baik
sumberdaya

alam

maupun

sumberdaya

manusia,

serta

bentuk-bentuk

kelembagaan yang ada untuk mengatasi masalah kemiskinan. Hal tersebut dapat
ditelusuri melalui pemetaan sosial. Dalam hal ini timbul permasalahan
“bagaimana karakterisitik dan faktor -faktor penyebab kemiskinan di Desa
Mambalan?” dan “bagaimana potensi dan sumber serta kelembagaan yang ada
dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah kemiskinan?”. Dari hasil pemetaan
ini dapat diperoleh gambaran komprehensif tentang komunitas Desa Mambalan.
Untuk melengkapi peta sosial Desa mambalan dalam rangka menyusun
strategi untuk pemberdayaan masyarakat miskin dalam pembangunan, maka perlu
juga dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pembangunan di lokasi
kajian. Untuk itu telah dilakukan evaluasi terhadap Program P2MPD
(Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah) yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kabupaten Lombok Barat dan Prokesos KUBE yang dilaksanakan
oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi NTB, dimana kedua program tersebut
bertujuan untuk mengatasi masalah kemiskinan. Melalui evaluasi program ini
dapat

diketahui

kegiatan

pemberdayaan

masyarakat

dalam

program

pembangunan, dan faktor-faktor penting yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam program pembangunan. Faktor-faktor penting tersebut dapat
dijadikan masukan dan acuan bagi program pemberdayaan yang akan disusun.
Dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah “bagaimana faktor-faktor
penting yang ada mempengaruhi partisipasi dan kemandirian komunitas miskin
dalam program pembangunan di Desa Mambalan?”.
Berdasarkan pengetahuan tentang potensi dan kelembagaan masyarakat
dalam mengatasi masalah kemiskinan serta faktor-faktor penting yang perlu
dipertimbangkan dalam pemberdayaan komunitas miskin dalam pembangunan,
baru kita dapat menyusun strategi untuk memberdayakan masyarakat miskin

5

dalam pembangunan. Untuk itu akan dilakukan Kajian Pengembangan
Masyarakat yang bertujuan untuk merancang program bersama-sama dengan
masyarakat berdasarkan permasalahan dan potensi yang ada.

1.3.

Tujuan dan Kegunaan Kajian
Tujuan umum kajian ini adala h untuk merancang program pemberdayaan

komunitas miskin di Desa Mambalan, dengan tujuan khusus sebagai berikut:
1. Menganalisa karakteristik dan penyebab kemiskinan di Desa Mambalan.
2. Menganalisa potensi dan sumber serta kelembagaan yang ada untuk mengatasi
masalah kemiskinan.
3. Menganalisa faktor-faktor penting yang mempengaruhi partisipasi dan
kemandirian komunitas miskin dalam program pembangunan di Desa
Mambalan.
4. Memfasilitasi proses perancangan program pemberdayaan komunitas miskin.
Sedangkan kegunaan dari kajian ini adalah:
1. Bagi Dinas Sosial setempat, hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan
masukan dalam menyusun pola penanganan fakir miskin, terutama untuk
membangun partisipasi dan kemandirian fakir miskin dalam program
pembangunan.
2. Bagi Dinas Instansi Terkait, hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan
masukan dalam menentukan strategi pemberdayaan masyarakat miskin,
khususnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan untuk
mengurangi masalah kemiskinan di Desa Mambalan.
3. Bagi pengembangan ilmu sosial khususnya pengembangan masyarakat, hasil
kajian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian atau
kajian lebih lanjut.

II.

2.1.

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan dan Pembangunan Sosial
Jika kita melihat pengertian dan konsep dasar pembangunan, tampaknya

tidak ada konsep dalam ilmu-ilmu sosial yang serumit dan sesamar kata tersebut.
Istilah ‘pembangunan dipakai dalam bermacam-macam konteks, dan seringkali
digunakan dalam konotasi politik dan ideologi tertentu. Penggunaan kata
pembangunan seringkali tergantung pada konteks siapa yang menggunakan dan
untuk kepentingan siapa. Terdapat banyak kata yang memiliki makna sama
dengan

kata

‘pembangunan’,

misalnya

perubahan

sosial,

pertumbuhan,

industrialisasi, teransformasi, dan modernisasi. Dari kata tersebut istilah
‘pembangunan’ lebih sering digunakan untuk menggambarkan dan memberi
makna perubahan kearah positif dan lebih maju dibandingkan keadaan
sebelumnya.
Menurut Conyers dan Hill (1989) serta Jameson dan Wilber (1979), dalam
konteks bahasa Inggris kata pembangunan selaras dengan kata development yang
berasal dari kata kerja to develop , yang artinya menumbuhkan, mengembangkan,
meningkatkan atau mengubah secara bertahap (to change gradually). Dengan
demikian pembangunan dapatlah diartikan sebagai proses memajukan atau
memperbaiki suatu keadaan melalui berbagai tahap secara terencana dan
berkesinambungan (Suharto, 1997).
Meskipun kata pembangunan pada mulanya menunjuk pada setiap gerak
dan aktivitas demi perbaikan kualitas hidup manusia secara luas, namun dalam
realitas keseharian maknanya kerap menyempit menjadi sekedar upaya perbaikan
fisik dan ekonomi suatu masyarakat. Hal ini selain disebabka n karena indikatorindikator fisik dan ekonomi memang lebih mudah diukur, di kalangan para ahli
juga telah berkembang suatu anggapan bahwa membangun manusia adalah
membangun ekonominya (Suharto, 1997). Demikian kuatnya variabel ekonomi ini
mempengaruhi paradigma pembangunan, sehingga pada awal perkembangannya,
teori-teori pembangunan sangat didominasi oleh paradigma pembangunan yang
berorintasi pada pertumbuhan ekonomi.

7

Menurut Todaro (1997), kemajuan ekonomi merupakan kompenen penting
dalam pembangunan. Namun demikian, pembangunan bukanlah semata -mata
penomena ekonomi. Pembangunan harus ditujukan lebih dari sekedar peningkatan
kemakmuran manusia secara material dan finansial. Pembangunan harus
dipandang sebagai proses multi-dimensional yang melibatkan reorganisasi dan
reorintasi sistem ekonomi dan sosial secara menyeluruh. Disamping upaya -upaya
peningkatan pendapatan secara ekonomi, pembangunan juga memerlukan
perubahan struktur -struktur

sosial,

kelembagaan,

sikap-sikap

masyarakat,

termasuk kebiasaan dan keyakinan. Selain itu, pembangunan juga tidak dapat
dipisahkan dari proses global. Pembangunan tidak saja dipengaruhi oleh faktorfaktor sosial-ekonomi pada konteks nasional, ia dipengaruhi pula oleh perubahan
sistem sosial dan ekonomi dalam konteks internasional.
Kesadaran untuk merumuskan kembali konsepsi pembangunan terutama
muncul dari keprihatinan atas realitas dan tantangan bahwa meskipun di satu
pihak pembangunan ekonomi telah mencapai titik yang menggembirakan, namun
di lain pihak persoalan-persoalan baru seperti ketimpangan kesejahteraan,
keresahan sosial, kerusakan lingkungan, dan rendahnya partisipasi sosial muncul
ke permukaan.
Satu perspektif pembangunan yang kini tengah populer untuk menjawab
tantangan pembangunan di atas adalah konsepsi “Pembangunan Sosial”. Paham
pembangunan baru ini berupaya mencari titik keseimbangan optimal (optimum
trade-off) antara kepentingan ekonomi dan sosial, menuju pembangunan yang
humanistik, partisipatif dan memperhatikan wawasan pemberdayaan manusia
(masyarakat).
Konsepsi mengenai pembangunan sosial muncul sebagai kritik atas
kekurangan model-model pembangunan konvensional, baik yang sosialis maupun
yang kapitalis, yang begitu memusatkan perhatian pada produksi dan industri
padat modal. Dengan mengabaikan prinsip keadilan sosial, pendekatan
pembangunan konvensional kurang memiliki perhatian terhadap pemenuhan
kebutuhan

dasar

dan

pemberdayaan

kelompok

lemah.

Secara

ringkas,

8

pembangunan sosial adalah sebuah strategi pembangunan yang pro-kerakyatan,
anti kemiskinan dan anti kesenjangan (Suharto, 2005).
Prinsip pokok pembangunan sosial menempatkan masyarakat sebagai
pusat dari proses pembangunan, dan ekonomi adalah cara untuk melayani
kebutuhan manusia. Setiap orang, pemerintah atau lembaga apapun harus
menghormati arti kehidupan manusia secara global, yang bertanggung jawab
terhadap generasi berikutnya dan melindungi kelangsungan lingkungan hidup kita
sendiri. Dalam arti normatif, prinsip pembangunan sosial juga menganjurkan
untuk

menyatukan

keterkaitan

aspek

dan

kebijakan ekonomi,

sosial,

kemasyarakatan dan pribadi dalam rangka mendukung martabat manusia itu
sendiri. Anjuran untuk mempertinggi martabat manusia dilakukan pada berbagai
tingkat, nasional maupun internasional, dengan cara toleransi serta menghormati
pluralisme atau keanekaragaman budaya, sosial dan politik.
Lebih lanjut pembangunan sosial mempunyai prinsip untuk memperkukuh
hak terhadap pembangunan dan hak asasi lainnya, serta memajukan hak dan
tanggung jawab untuk kemajuan sosial dan keamanan untuk semua. Dari dasar
dan prinsip nilai tersebut, maka setiap orang berhak untuk medapat kehidupan
yang layak, dimulai dari terpenuhinya kebutuhan dasar sampai pada kesempatan
untuk mengembangkan potensi dan kreativitas pribadinya.
Mengacu pada Conyers (1982), ada tiga karakteristik utama pembangunan
sosial, yaitu pemberian pelayanan sosial, pembelaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan, dan pemberdayaan masyarakat. Berikut ini penjelasan dari masingmasing kategori tersebut, yaitu:
1. Pembangunan sosial sebagai pemberian pelayanan sosial, yang mencakup
program nutrisi, kesehatan, pendidikan, perumahan dan sebagainya, yang
secara keseluruhan memberikan kontribusi kepada perbaikan standar hidup
masyarakat. Indikator keberhasilan pembangunan sosial dalam konotasi ini
antara lain adalah angka harapan hidup, angka kematian bayi, morbiditi, angka
kemampuan membaca dan menulis (literacy rate ), dan sebagainya. Dalam
pengertian ini pembangunan sosial berorientasi pada kesejahteraan (welfare
oriented).

9

2. Pembangunan sosial sebagai upaya mewujudkan nilai- nilai kemanusiaan,
seperti keadilan sosial, keamanan dan ketentraman hidup, kemandirian
keluarga dan masyarakat (self-reliance), harga diri (self-esteem), kebebasan
dari dominasi (liberation), hidup sederhana (plain living), dan sebagainya.
3. Pembangunan sosial sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengambil keputusan dan mengaktualisasikan diri mereka.
Dalam kaitan ini, pembangunan sosial terkait dengan upaya pemberdayaan
(empowerment).
Dengan demikian, pembangunan tidak hanya berurusan dengan produksi
dan distribusi barang-barang material, namun juga harus menciptakan kondisikondisi yang membuat manusia bisa mengembangkan kreativitasnya.
Bagaimanapun juga, pembangunan pada akhirnya harus ditujukan pada
pembangunan manusia. Manusia yang dibangun adalah manusia yang kreatif.
Untuk bisa kreatif manusia harus berada dalam kondisi-kondisi yang bisa
menciptakan rasa adil, rasa bahagia, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Hanya
manusia seperti inilah yang bisa menjalankan pemba ngunan dan memecahkan
masalah yang dialaminya. Produktivitas dan distribusi hasil-hasil pembangunan
yang digeluti oleh ilmu ekonomi hanya merupakan akibat dari pembangunan yang
berhasil dari membangun manusia pembangunan ini.

2.2.

Kemiskinan
Kemiskinan dapat digambarkan sebagai kondisi yang serba kekurangan

dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yaitu meliputi kebutuhan sandang,
pangan, papan, kebutuhan akan hidup sehat, dan kebutuhan akan kesehatan.
Penduduk miskin yang tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhannya,
dikarenakan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber pendapatan, juga karena
struktur sosial-ekonomi yang ada tidak membuka peluang orang miskin keluar
dari lingkungan kemiskinan yang tidak berujung pangkal (Maskun, 1997).
Menurut Friedman, kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk
mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a)

10

modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan); (b)
sumber keuangan (pekerjaan, kredit); (c) organisasi sosial dan politik yang dapat
digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik,
organisasi sosial); (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan
jasa; (e) pengetahuan dan keterampilan; dan (f) informasi yang berguna untuk
kema juan hidup (Suharto dkk., 2004).
Ditinjau dari indikatornya konsep kemiskinan dapat dibagi tiga, yaitu
kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan subyektif.
Pertama , kemiskinan absolut adalah keadaan miskin yang diakibatkan
oleh ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi
kebutuhan pokoknya, seperti untuk makan, pakaian, perumahan, pendidikan,
kesehatan dan lain-lain. Penentuan kemiskinan absolut ini biasanya diukur melalui
‘batas kemiskinan’ atau ‘garis kemiskinan’ (poverty line) baik yang berupa
indikator tunggal maupun komposit, seperti nutrisi, kalori, beras, pendapatan,
pengeluaran, kebutuhan dasar, atau kombinasi beberapa indikator. Untuk
mempermudah pengukuran, indikator tersebut umumnya dikonversikan dalam
bentuk uang (pendapatan atau pengeluaran). Dengan demikian, seseorang atau
sekelompok orang yang kemampuan ekonominya berada dibawah garis
kemiskinan, dikategorikan miskin secara absolut (Suharto, 2005). Dalam
penelitian atau kajian, orang yang masuk dalam kategori kemiskinan absolut ini
dapat ditetapkan sendiri oleh peneliti atau pengkaji berdasarkan patokan garis
kemiskinan yang dipakai.
Kriteria yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengukur garis
kemiskinan tersebut adalah pengeluaran minimum yang diperlukan untuk hidup
yang diukur dengan pengeluaran untuk makanan setara 2.100 kalori perkapita
perhari ditambah pengeluaran untuk kebutuhan non makanan yang meliputi
perumahan, berbagai barang dan jasa, pakaian, dan barang tahan lama (Sutrisno,
dalam Rudito dkk., 2003). Sementara itu Nuryana (2004) mengungkapkan bahwa
garis kemiskinan secara internasional diukur dari pendapatan sebanyak 1 dolar
perkapita perhari masuk dalam kategori miskin sekali, dan pendapatan 2 dolar per
hari masuk dalam kategori miskin. Jika dikonversi dengan mata uang rupiah,

11

maka seseorang yang penghasilannya Rp. 10.000 perhari masuk dalam kategori
miskin sekali.
Kedua, kemiskinan relatif adalah keadaan miskin yang dialami individu
atau kelompok, yang dibandingkan dengan ‘kondisi umum’ suatu masyarakat.
Misalnya jika batas kemiskinan Rp. 100.000 perkapita perbulan, maka seseorang
yang memiliki pendapatan Rp. 125.000 per bulan secara absolut tidak miskin.
Namun jika pendapatan rata-rata masyarakat setempat adalah Rp. 200.000 per
orang per bulan, maka secara relatif orang tersebut termasuk orang miskin
(Suharto, 2005). Dalam konsep kemiskinan ini, yang bisa menentukan siapa yang
miskin dan siapa yang tidak adalah masyarakat sendiri. Masyarakat biasanya tahu
siapa saja warganya yang penghasilannya dibawah rata -rata secara umum.
Ketiga, kemiskinan subyektif adalah kemiskinan yang dirumuskan
berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri mengenai kondisi sosialekonominya. Konsep kemiskinan ini tidak mengenal batas garis kemiskinan, dan
tidak memperhitungkan penghasilan rata-rata penduduk. Orang yang menurut
ukuran kita berada dibawah garis kemiskinan, boleh jadi tidak menganggap
dirinya miskin, demikian pula sebaliknya. Begitu juga dengan orang yang
menurut perasaan kita tergolong hidup da lam kondisi tidak layak, bisa jadi tidak
merasa dirinya demikian, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, konsep
kemiskinan subyektif ini dianggap lebih tepat apabila dipergunakan untuk
memahami kemiskinan dan merumuskan cara atau strategi yang efektif untuk
penanggulangannya (Usman, 2003). Dalam konsep kemiskinan ini, yang bisa
menentukan apakah ia miskin atau tidak adalah orang yang bersangkutan itu
sendiri. Ia lebih tahu karena merasakan sendiri kondisi sosial-ekonomi yang
dialaminya.
Ditinjau dari sumber penyebabnya kemiskinan dibagi menjadi dua, yaitu
kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural adalah
kemiskinan yang disebabkan oleh sikap, gaya hidup, nilai, orientasi sosial budaya
seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan (masyarakat
modern). Sikap malas, tidak memiliki kebutuhan untuk berprestasi (need for
achievement), fatalis, berorientasi ke masa lalu, tidak memiliki jiwa wirausaha

12

adalah beberapa karakteristik yang umumnya dianggap sebagai ciri-ciri
kemiskinan kultural. Mereka sudah merasa berkecukupan dan tidak merasa
kekurangan. Masyarakat yang berada pada tipologi seperti ini tidak mudah untuk
diajak berpartisipasi untuk memperbaiki tingkat kehidupannya. Meskipun
pendapatan mereka dibawah garis kemiskinan, namun mereka tidak merasa
miskin dan tidak mau disebut miskin.
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena struktur
masyarakat yang tidak seimbang, baik dalam pemilikan ataupun pengelolaan
sumberdaya, ketidakmerataan kesempatan berusaha, ketidaksamaan infor