Page 3 of 12
Dalam hal ini orang cenderung menganut teori Harga Pokok Normatif dalam penetapan harga pokok produksi.
Tujuan Penetapan harga pokok
a. Untuk menetapkan harga pokok standar, yaitu haragabiaya suatu barang yang
dikeluarkan apabila tidak terjadi pemborosan. b.
Sebagai dasar penetapan harga jual produk c.
Untuk mengetahui apakah kebijakan cara penjualan produk perlu diubah atau tidak. Misalkan, apakah diperlukan perluasan daerah pemasaran, ataukah mempergiat promosi.
d. Sebagai penunjuk apakah mesin dan perlengkapan perlu diganti atau ditambah, sebab
ongkos-ongkos perbaikan mesin lama akan mempertinggi harga pokok produk. e.
Untuk keperluan perhitungan neraca; yaitu dengan mengetahui harga barang jadi yang ada di gudang dan hal ini dapat ditentukan dengan mengetahui harga pokok barang jadi
tersebut.
Elemen-elemen harga pokok Meskipin masing-masing produk memiliki elemen harga pokok yang berlainan, namun secara
umum elemen harga pokok terdiri dari: 1.
harga bahan baku dan bahan pembantu 2.
harga tenaga kerja 3.
biaya umum dan biaya penjualan Disini yang dimaksud harga bahan baku dan bahan pembantu yaitu jumlah seluruh bahan baku
dan bahan pembamtnu yang digunakan dalam proses produksi suatu barang dikalikan dengan harga tiap satuannya.
Pemakaian bahan mentah dan bahan pembantu Bahan mentah dan bahan oembatnu mutlak diperlukan untuk membuat suatu barang yaitu
melalui proses produksi. Kita ambil contoh, suatu pabrik roti hanya akan dapat menghasilkan roti jika digunakan bahan mentah gandum dan bahan pembantu mentega, gula, keju dan lain-lain.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan: 1.
Bahan baku langsung Bahan ini merupakan pengeluaran terbesar dalam menghasilkan suatu barang. Dalam contoh
produk roti diatas, yang merupakan bahan baku langsung yaitu gandum 2.
Bahan baku tidakl langsung Bahan ini juga merupakan bagian dari suatu barang jadi, namun pengeluarannya tidak
sebesar bahn baku langsung Contoh: gula, mentega untuk produk roti
3. Bahan pembantu
Jenis bahan inijuga digunakan dalam membuat suatu barang tetapi tidak mengambil bagian dalam barang jadi. Misalkan, minyak pelumas, minyak tanah atau gas. Minyak pelumas
sering digunakan agar mesin dapt berjalan lancar. Minyak tanah atau gas atau juga aliran listrik digunakan untuk pembakaran agar produk segera selesai diproses.
1. Harga bahan yang dipakai
Seringkali dalam melakukan pembelian bahan baku perusahaan tidak dilaksanakan dalam satu kali pembelian sekaligus. Hal ini berakibat adanya bermacam-macam harga beli dan tentunya
harga bahan yang masuk ke dalam proses produksi juga akan berbeda-beda. Untuk ini
Page 4 of 12
perusahaan dapat menetapkan harga pemakaian bahan dengan jalan mengalikan jumlah bahan dengan harga ganti. Tetapi karena bahan yang digunakan tidak sam awaktunya dimasukkan ke
dalam proses produksi, maka cara tersebut dirasa memberatkan konsumen, bila harga bahan di pasar terus menerus naik. Sebaliknya bila harga bahan terus-menerus turun, maka penetapan
harga bahan dengan jalan mengalikan jumlah bahan dengan harga ganti akan menguntungkan konsumen tetapi merugikan perusahaan. Dalam hal ini dapat dipilih beberapa alternative
penetapan harga bahan yaitu cara: a.
FIFO b.
LIFO c.
Harga Beli Rata-rata d.
Harga Standar a.
FIFO First In First Out = Masuk Pertama Keluar Pertama Dengan cara ini perhitungan harga bahan didasarkan atas harga bahan yang pertama dibeli
yang masih ada dalam gudang. Di sini harus diadakan perhitungan setiap bahan yang masuk ke dalam proses produksi.
Contoh: Bahan yang dibeli dan dimasukkan ke gudang adalah sebagai berikut:
2 Januari
500 kg Rp 100,00 = Rp 50.000,00
7 Januari 1.000 kg Rp 150,00 = Rp 150.000,00
12 Januari 500 kg Rp 170,00 = Rp 85.000,00 Pemasukan bahan ke dalam proses produksi:
3 Januari 200 kg
5 Januari 100 kg
6 Januari 50 kg
8 Januari 300 kg
10 Januari 400 kg dengan demikian harga bahan baku yang dimasukkan ke dalam proses produksi atau cara
FIFO adalah: Tabel : Perhitungan harga bahan yang dimasukkan ke dalam produksi dan sisa bahan di
gudang menurut cara FIFO
Penerimaan Bahan Pemasukan ke dalam Proses
Produksi Sisa Bahan di Gudang
Tanggal Jumlah
Harga tiap Unit
Jumlah Harga
Tanggal Jumlah
Harga tiap Unit
Jumlah Harga
Jumlah Harga
tiap Unit Jumlah
Harga Kg
Rp Rp
Kg Rp
Rp Kg
Rp Rp
2-Jan 500
100.00 50,000.00
3-Jan 200
100.00 20,000.00
300 100.00
30,000.00 5-Jan
100 100.00
10,000.00 200
100.00 20,000.00
6-Jan 50
100.00 5,000.00
150 100.00
15,000.00 7-Jan
1000 150.00
150,000.00 -
- -
- 1150
- 165,000.00
8-Jan 150
100.00 15,000.00
1000 150.00
150,000.00 8-Jan
150 150.00
22,500.00 850
150.00 127,500.00
10-Jan 400
150.00 60,000.00
450 150.00
67,500.00 12-Jan
500 170.00
85,000.00 -
- -
- 950
- 152,500.00
Page 5 of 12
b. LIFO Last In First Out = Masuk Terakhir Keluar Pertama
Menurut cara ini, harga bahan yang dimasukkan ke dalam proses produksi didasarkan atas harga bahan yang terakhir dibeli. Dalam hal ini juga harus dipelihara hubungan antara bagian
administrasi gudang dengan administrasi produksi, untuk memantau kenaikan atau penurunan harga bahan. Dengan data seperti pada cara FIFO di muka, dapatlah dihitung
dengan metode LIFO sebagai berikut: Tabel: Perhitungan hara bahan yang dimasukkan ke dalam proses produksi dan sisa bahan di
gudang menurut cara LIFO
Penerimaan Bahan Pemasukan ke dalam Proses Produksi
Sisa Bahan di Gudang Tanggal
Jumlah Harga
tiap Unit Jumlah
Harga Tanggal
Jumlah Harga
tiap Unit Jumlah
Harga Jumlah
Harga tiap Unit
Jumlah Harga
Kg Rp
Rp Kg
Rp Rp
Kg Rp
Rp 2-Jan
500 100.00
50,000.00 3-Jan
200 100.00
20,000.00 300
100.00 30,000.00
5-Jan 100
100.00 10,000.00
200 100.00
20,000.00 6-Jan
50 100.00
5,000.00 150
100.00 15,000.00
7-Jan 1000
150.00 150,000.00
- -
- -
1150 -
165,000.00 8-Jan
300 150.00
45,000.00 150
100.00 15,000.00
700 150.00
105,000.00 10-Jan
400 150.00
60,000.00 150
100.00 15,000.00
300 150.00
45,000.00 12-Jan
500 170.00
85,000.00 -
- -
- 150
100.00 15,000.00
300 150.00
45,000.00 500
170.00 85,000.00
c. Harga beli rata-rata
Dengan metode ini, harga bahan yang dimasukkan ke dalam proses produksi untuk tiap unit adalah sama dengan hasil bagi dari jumlah pengeluaran seluruhnya untuk membeli bahan-
bahan yang ada dalam gudang dengan jumlah unit bahan yang masih ada dalam gudang atau dengan kata lain adalah harga rata-rata dari bahan tersebut.
Cara perhitungan ini ditinjau dari konsumen maupun dari perusahaan sama-sama tidak merugikan. Dengan contoh di muka, maka perhitungan harga beli rata-rata untuk bahan yang
masuk ke dalam proses produksi adalah: Tabel: Perhitungan harga bahan yang dimasukkan ke dalam proses produksi dan sisa bahan di
gudang menurut cara Harga Beli Rata-rata
Page 6 of 12 Penerimaan Bahan
Pemasukan ke dalam Proses Produksi Sisa Bahan di Gudang
Tanggal Jumlah
Harga tiap Unit
Jumlah Harga
Tanggal Jumlah
Harga tiap Unit
Jumlah Harga
Jumlah Harga
tiap Unit Jumlah
Harga Kg
Rp Rp
Kg Rp
Rp Kg
Rp Rp
2-Jan 500
100.00 50,000.00
3-Jan 200
100.00 20,000.00
300 100.00
30,000.00 5-Jan
100 100.00
10,000.00 200
100.00 20,000.00
6-Jan 50
100.00 5,000.00
150 100.00
15,000.00 7-Jan
1000 150.00
150,000.00 -
- -
- 1150
143.47 165,000.00
8-Jan 300
143.47 43,041.00
850 143.47
121,949.50 10-Jan
400 143.47
57,388.00 450
143.37 64,516.50
12-Jan 500
170.00 85,000.00
- -
- -
950 157.43
149,558.50
d. Harga Standar
Di sini ditetapkan dulu harga standar bahan baku oleh perusahaan untuk jangka waktu tertentu, misalka 1 tahun. Penetapan harga standar ini didasarkan atas penelitian
perkembangan harga pada waktu yang akan dating, dengan demikian harga standar ini akan saling menetralisasi naik dan turunnya harga bahan di pasar. Dalam hal ini apabila perbedaan
antara jumlah harga pembelian dengan jumlah harga standar harga taksiran, maka dibukukan dalam klolom “selisih harga” dengan ketentuan:
- Apabila jumlah harga beli = jumlah harga standar → selisih harga “nol” - Apabila jumlah harga beli lebih besar daripada julah harga standar → selisih harga “boros”
- Apabila jumlah harga beli lebih kecil daripada julah harga standar → selisih harga “hemat”
Contoh: Pembelian bahan baku yang masuk ke gudang:
1 Januari = 1.000 kg Rp 360,00 5 Januari = 800 kg Rp 270,00
9 Januari = 400 kg Rp 330,00 Jumlah bahan yang masuk ke dalam proses produksi
3 Januari = 500 kg 7 Januari = 600 kg
10 Januari = 900 kg Harga standar bahan ditetapkan untuk jangka waktu 1 tahun = Rp 300,00kg
Tanggal PembelianPemakaianSisa
Jumlah Harga Pembelian
Jumlah Harga
Standar Selisih Harga
Boros Hemat
Rp Rp
Rp Rp
1-Jan Pembelian 1.000 kg Rp 360,00
360,000.00 300,000.00
60,000.00 -
3-Jan Pemakaian 500 kg
- 150,000.00
- -
sisa 500 kg -
150,000.00 -
- 5-Jan
Pembelian 800 kg Rp 270,00 216,000.00
240,000.00 24,000.00
Jumlah 1.300 kg -
390,000.00 -
-
Page 7 of 12 7-Jan
Pemakaian 600 kg -
180,000.00 -
- Sisa 700 kg
- 210,000.00
- -
9-Jan Pembelian 400 kg Rp 330,00
132,000.00 120,000.00
12,000.00 -
Jumlah 1.100 kg -
330,000.00 -
- 10-Jan
Pemakaian 900 kg -
270,000.00 -
- Sisa 200 kg
- 60,000.00
72,000.00 24,000.00
2. Harga Tenaga Kerja
Untuk menghasilkan suatu barang atau jasa di samping digunakan mesin-mesin, digunakan pula tenaga kerja yang langsung menangani proses produksi. Dalam perhitungan harga pokok, yang
dimaksudkan harga tenaga kerja yaitu tenaga kerja langsung. Harga tenaga kerja dapat ditentukan untuk satu unit hasil produksi dengan menghitung satuan waktu tenagakerja yang
dibutuhkan dikalikan dengan upah untuk tiap kesatuan waktu. Misalkan untuk menyelesaikan suatu barang diperlukan waktu pengerjaan 500 jam; apabila upah
tiap jam kerja Rp 300,00 maka harga tenaga kerja yang dimasukkan sebagai unsure harga pokok satu unit barang tersebut adalah 500 x Rp 300,00 = Rp 150.000,00. Jadi yang dimaksud harga
tenaga kerja di sini adalah harga ternaga kerja standar. Misalkan saja untuk menyelesaikan satu unit produk biasanya diperlukan waktu 10 jam kerja.
Apabila pada satu saat waktu penyelesaian menjadi 12 jam kerja, maka yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok adalah 10 jam; sedang yang 2 jam lainnya dianggap sebagai
pemborosan. 3.
Baiya Umum dan Biaya Penjualan -
Biaya Umum Yaitu semua pengeluaran yang harus dibayar tanpa memperhatikan tingkat proses produksi
dari perusahaan. Biaya ini termasuk biaya tidak langsung dan apabila perusahaan menghasilkan lebih dari satu jenis produk maka biaya ini harus dibagi kepada para “pemikul
niaya”. Namun adakalanya suatu perusahaan menganggap biaya umum ini sebagai biaya langsung.
Termasuk dalam kategori biaya umum ialah:
1. Gaji pimpinan dan gaji tenaga administrasi
2. Upah pembantu umum dan penjaga malam
3. Penyusutan mesin, gedung, dan peralatan
4. Sewa
5. Asuransi
6. Perbaikan mesin dan peralatan
7. Pajak, bunga
8. Penerangan
9. semua pengeluaran administrasi seperti kertas, perangko, materai, biay telpon,
telegram. -
Biaya Penjualan Yaitu semua pengeluaran yang berhubungan dengan penjualan hasil produksi. Pengeluaran
tersebut misalnya: a.
Gaji karyawan bagian penjualan
Page 8 of 12
b. Komisi –komisi untuk agen
c. Biaya pemasangan iklan, advertensi
d. Semua biaya telpon, telegram, teleks dan kertas, perangko, materai untuk
keperluan penjualan produk.
Cara Penetapan Harga Pokok
Hubungan antara Biaya Langsung dan Biaya tidak Langsung Telah dijelaskan di muka bahwa yang dimaksud biaya langsung adalah semua biaya yang
berhubungan langsung dengan jumlah hasil produksi. Misalkan, harga bahan baku, upah tenaga kerja.
Sedangkan yang dimaksud dengan biaya tidak langsung ialah semua biaya yang tidak berhubungan langsung dengan tingkat hasil produksi tertentu tetapi kepada sautu prestasi.
Misalkan gaji pimpinan, penyusutan dan lain-lain. Gambar: Hubungan antara biaya langusng dengan biaya tidak langsung
Masalah pembebanan biaya tidak langsung akan menjadi penting bagi perusahaan yang menghasilkan lebih dari satu jenis produk. Semua jenis biaya umum dan biaya penjualan
dimasukkan sebagai biaya tidak langsung. Terdapat dua macam cara penetapan harga pokok:
1.
Cara pembagian 2.
Cara angka perbandingan nilai 1.
Cara Pembagian Cara ini hanya dapat diterapkan untuk perusahaan yang membuat satu jenis produk. Disini
untuk memperoleh harga pokok unit produk, maka biaya seluruhnya dibagi dengan banyaknya produk yang dihasilkan.
Atau:
Dihasilkan Yang
Barang Jumlah
Biaya Seluruh
Jumlah Pokok
a H
= arg
jadi cara ini hanya untuk jenis produk yang homogin 2.
Cara Angka Perbandingan Nilai Untuk perusahaan yang membuat lebih dari satu jenis produk, maka untuk menghitung harga
pokok produk dapat digunakan cara angka perbandingan nilai. Contoh:
Suatu perusahaan membuat dua jenis produk yaitu kain batik tulis dan kain batik cap. Setiap bulan dihasilkan 200 potong kain tulis dan 200 potong kain cap.
hubungan Biaya langsung
langsung Produk
Hubungan Prestasi
hubungan Produk
Biaya tidak langsung langsung langsung
Hubungan tidak langsung
Page 9 of 12
Bahan baku mori untuk 200 potong kain tulis = Rp 1.200.000,00
Sedangkan untuk 200 potong kain tulis = Rp 600.000,00
Upah tenaga kerja untuk 200 potong kain tulis = Rp 700.000,00
Dan upah tenaga krja untuk 200 potong kain cap = Rp 500.000,00
Selain itu dikeluarkan biaya umum dan biaya penjualan sebesar Rp 600.000,00 Penyelesaian:
1. Angka perbandingan nilai atas dasar harga bahan mentah
Perbadingan harga bahan mentah antar kedua jenis produk adalah 1.200.000 : 600.000 atau 2 : 1 → jumlah angka perbandingan adalah 3.
Jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan: Rp 1.200.000,00 + Rp 600.000,00 + Rp 700.000,00 + Rp 500.000,00 + Rp 600.000,00 = Rp
3.600.000,00 Biaya untuk 200 potong batik tulis
= 23 x rp 3.600.000,00 = Rp 2.400.000,00
Biaya untuk 200 potong batik cap = 13 x Rp 3.600.000,00
= Rp 1.200.000,00 Dengan demikian maka:
00 ,
000 .
12 200
000 .
400 .
2 1
arg Rp
tulis batik
potong pokok
a H
= =
00 ,
000 .
6 200
000 .
200 .
1 1
arg Rp
cap batik
potong pokok
a H
= =
2. Angka perbandingan nilai atas dasar harga tenaga kerja
Upah tenaga kerja antara dua jenis produk di muka berbanding 700.000 : 50.000 atau 7 : 5 → jumlah angka perbandingan nilai adalah 12.
Biaya untuk 200 potong batik tulis
= 712 x Rp 3.600.000,00 = Rp 2.100.000,00
Biaya untuk 200 potong batik cap = 512 x Rp 3.600.000,00
= Rp 1.500.000,00 Dengan demikian maka:
00 ,
500 .
10 200
000 .
100 .
2 1
arg Rp
tulis batik
potong pokok
a H
= =
00 ,
500 .
7 200
000 .
500 .
1 1
arg Rp
cap batik
potong pokok
a H
= =
Cara Mendistribusikan Biaya Tidak Langsung Mendistribusikan biya tidak langsung kepada pemikul biaya tidak semudah mendistribusikan
biaya langsung, sebab biaya langsung ini terpengaruh oleh jumlah produk yang dibut, jadi dengan mudah dapat didistribusikan secara merata. Sedangkan biaya tidak langsung bagi perusahaan
yang membuat bermacam-macam produk harus didistribusikan sedemikian rupa kepada berbagai produk tersebut sehingga pembagiannya tersa adil atau sama-sama dipikul dengan beban yang
pantas. Dikatakan bahwa biaya tidak langsung relative lebih sulit mendistribusikannya, sebab sukar untuk
memastikan berapa beban tiap-tiap produk atas biaya tersebut. Misalnya berapa besarnya biaya
Page 10 of 12
umum dan biaya penjualan juga biaya advertensi untuk dua macam produk harus dibebankan kepada tiap satuan produk?
Terdapat empat cara untuk mendistribusikan biaya tidak langsung
1. Pendistribusian biaya tidak langsung atas dasar persentase harga bahan
2. Pendistribusian biaya tidak langsung atas dasar persentase upah tenaga kerja
3. Pendistribusian biaya tidak langsung atas dasar persentase biaya langsung
4. Pendistribusian biaya tidak langsung atas dasar persentase waktu kerja
Contoh: Perusahaan sepatu “HANA” membuat produk sepatu dan sandal, jumlah produk dn biayanya
adalah sebagai berikut: Biaya langsung:
Tabel: Jumlah produk, jam kerja dan biaya langsung
Nama Produk
Jumlah Pasang
Jam Kerja Total
Harga Bahan Total
Upah Tenaga Kerja Total
Jumlah Biaya Langsung
Rp Rp
Rp Sepatu
100 200 jam
300,000.00 100,000.00
400,000.00
Sandal 50
100 jam 100,000.00
50,000.00 150,000.00
150 300 jam
400,000.00 150,000.00
550,000.00 Biaya tidak langsung
- Biaya Umum Rp 80.000,00
- Biaya Penjulan Rp 40.000,00 +
Jumlah Biaya Tidak Langsung Rp120.000,00 Penyelesaian:
Harga pokok 1 pasang sepatu:
1. Atas dasar persentase harga saham
Harga bahan = Rp 300.000.00
Upah tenaga kerja = Rp 100.000,00
Biaya tidak langsung = ¾ x Rp 120.000,00 = Rp 90.000,00 +
Biaya untuk 100 pasang sepatu = Rp 490.000,00 00
, 900
. 4
100 000
. 490
1 arg
Rp sepatu
pasang pokok
a H
= =
2. Atas dasar persentase upah kerja
Harga bahan = Rp 300.000.00
Upah tenaga kerja = Rp 100.000,00
Biaya tidak langsung = 23 x Rp 120.000,00 = Rp 80.000,00 +
Biaya untuk 100 pasang sepatu = Rp 480.000,00 00
, 800
. 4
100 000
. 480
1 arg
Rp sepatu
pasang pokok
a H
= =
Page 11 of 12
3. Atas dasar persentase biaya langsung
Harga bahan = Rp 300.000.00
Upah tenaga kerja = Rp 100.000,00
Biaya tidak langsung = 811 x Rp 120.000,00 = Rp 82.272,72 +
Biaya untuk 100 pasang sepatu = Rp 487.272,72
72 ,
872 .
4 100
72 ,
272 .
487 1
arg Rp
sepatu pasang
pokok a
H =
= 4.
Atas dasar persentase jam kerja Harga bahan
= Rp 300.000.00 Upah tenaga kerja
= Rp 100.000,00 Biaya tidak langsung = 23 x Rp 120.000,00
= Rp 80.000,00 + Biaya untuk 100 pasang sepatu = Rp 480.000,00
00 ,
800 .
4 100
00 ,
000 .
480 1
arg Rp
sepatu pasang
pokok a
H =
= Harga pokok 1 pasang sandal:
1. Atas dasar persentase harga saham
Harga bahan = Rp 100.000.00
Upah tenaga kerja = Rp 50.000,00
Biaya tidak langsung = ¼ x Rp 120.000,00 = Rp 30.000,00 +
Biaya untuk 50 pasang sepatu = Rp 180.000,00
00 ,
600 .
3 50
00 ,
000 .
180 1
arg Rp
sandal pasang
pokok a
H =
= 2.
Atas dasar persentase upah tenaga kerja Harga bahan
= Rp 100.000.00 Upah tenaga kerja
= Rp 50.000,00 Biaya tidak langsung = 13 x Rp 120.000,00
= Rp 40.000,00 + Biaya untuk 50 pasang sepatu
= Rp 190.000,00 00
, 800
. 3
50 00
, 000
. 190
1 arg
Rp sandal
pasang pokok
a H
= =
3. Atas dasar persentase biaya langsung
Harga bahan = Rp 100.000.00
Upah tenaga kerja = Rp 50.000,00
Biaya tidak langsung = 311 x Rp 120.000,00 = Rp 32.727,27 +
Biaya untuk 50 pasang sepatu = Rp 182.727,27
54 ,
654 .
3 50
27 ,
727 .
182 1
arg Rp
sandal pasang
pokok a
H =
=
Page 12 of 12
4. Atas dasar persentase jam kerja
Harga bahan = Rp 100.000.00
Upah tenaga kerja = Rp 50.000,00
Biaya tidak langsung = 13 x Rp 120.000,00 = Rp 40.000,00 +
Biaya untuk 50 pasang sepatu = Rp 190.000,00
00 ,
800 .
3 50
00 ,
000 .
190 1
arg Rp
sandal pasang
pokok a
H =
=