Penanaman Inokulasi FMA Pemberian Asam Humik Pemeliharaan Tanaman

αβij : Pengaruh interaksi inokulasi FMA pada taraf ke-i dan pemberian asam humik pada dosis ke-j ∑ij : Pengaruh galat inokulasi FMA pada taraf ke-I dan pemberian asam humik pada dosis ke-j Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam ANOVA dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata p0.05 maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Pelaksanaan Penelitian 1. Analisis Tanah Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisa awal terhadap kondisi tanah, meliputi pH dan karakteristik tanah, untuk mengetahui sifat tanah.

2. Penanaman

Semai yang telah berumur 3 minggu disapih kemudian ditanam di dalam polibag hitam berukuran 20 cm x 10 cm yang berisi 5 kg tanah bekas tambang.

3. Inokulasi FMA

Inokulasi FMA dilakukan pada saat penanaman semai ke polibag dengan meletakkan inokulum sebanyak 5 gr, 10 gr dan 15 gr Polibag, dengan kedalaman 3 cm dibawah permukaan tanah.

4. Pemberian Asam Humik

Pemberian asam humik Humega TM dilakukan sebanyak dua kali, yang pertama saat penanaman semai ke polibag dan yang ke dua, satu bulan setelah penanaman ke polibag. Pemberian dilakukan dengan penyiraman dengan dosis 2.5 dan 5 , masing – masing dengan volume 160 ml polibag . Universitas Sumatera Utara

5. Pemeliharaan Tanaman

Tanaman dipelihara di rumah kaca dan disiram 2 kali sehari, pada pagi dan sore hari sampai akhir pengamatan. Parameter Pengamatan Parameter yang diamati adalah: 1. Tinggi bibit Tinggi tanaman di ukur dari pangkal batang yang telah diberi tanda hingga titik tumbuh tertinggi tanaman. Pengukuran dimulai 2 minggu setelah penananaman dengan selang pengukuran 1 minggu sekali hingga akhir percobaan. 2. Diameter batang Pengukuran diameter dilakukan 2 minggu setelah penanaman dengan selang pengukuran 1 minggu sekali. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong yang diambil dari dua arah yang tegak lurus yang kemudian diambil rata-rata nya. 3. Berat kering total tanaman Berat kering total didapat dengan mengeringkan bagian akar dan tajuk dengan suhu 70°C selama 48 jam, kemudian dihitung dengan menjumlahkan berat kering tajuk dan berat kering akar pada tanaman pada akhir masa pengukuran. 4. Persentase Infeksi Akar Penghitungan persen akar yang terinfeksi oleh Fungi mikoriza arbuskula dilakukan dengan teknik pewarnaan akar Kormarik dan MC. Graw dalam Delvian 2003 Adapun tahapannya sebagai berikut: a Contoh akar dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium luar. Universitas Sumatera Utara b Bagian akar yang muda serabut dipotong-potong sepanjang 1 cm dan dimasukkan ke dalam botol film lalu direndam dalam larutan KOH 2,5 kemudian tutup tabung tersebut dan biarkan selama semalam atau sampai akar berwarna kuning bersih. c Setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 2,5 dibuang dan akar dibilas dengan air. d Akar diasamkan dalam HCl 2 dan biarkan semalam sampai akar berwarna kuning jernih. e HCl 2 dibuang dan diganti dengan larutan Staining gliserol, Asam laktat, dan aquades dengan perbandingan 2:2:1 dan ditambah trypan blue sebanyak 0.05 lalu biarkan semalam. f Jika terlalu pekat dapat ditambahkan larutan Destaining larutan staining tanpa trypan blue, dengan perbandingan gliserol, asam laktat, dan aquades sebesar 2:2:1 dan dibiarkan semalam. g Akar yang telah diberikan larutan Staining kemudian disusun pada gelas objek 1 gelas objek untuk 10 potong akar kemudian diamati dengan mikroskop. h Jumlah akar yang terinfeksi FMA dari 10 potong akar tersebut dicatat. i Persentase akar yang terinfeksi dihitung berdasarkan rumus : kolonisasi akar = ∑ ∑ + n keseluruha pandang bidang da ber pandang bidang _ _ _ tan _ _ x 100 Universitas Sumatera Utara 5. Serapan P Tanaman Perhitungan serapan P Tanaman didapatkan dengan mengalikan jumlah berat kering total dengan kadar P tanaman. Pada serapan P ini, tanaman yang diambil pada umur 11 minggu. Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah tanah bekas tambang emas yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil pada tabel berikut: Tabel . Hasil analisis sifat kimia tanah bekas tambang emas Parameter Satuan Kisaran Nilai Keterangan pH - 4.25 Sangat masam N-total 0,15 Rendah K-dd me100 0.102 Rendah P-tersedia Ppm 6.53 Sangat Rendah Cu Ppm 0.450 Tinggi Fe Ppm 0.021 Sangat Rendah Keterangan : Penilaian sifat-sifat tanah didasarkan pada Kriteria Penilaian Sifat-sifat Tanah Pusat Penelitian Tanah-Bogor, 1983 Berdasarkan hasil analisis tanah tersebut, diketahui bahwa tanah areal bekas tambang emas yang dijadikan tempat penelitian ini merupakan tanah yang tingkat kesuburannnya sangat rendah dan bersifat sangat masam, dimana pH nya hanya mencapai 4.25. Selain sifat tanah yang sangat masam, kandungan unsur hara tanah bekas tambang emas ini juga sangat rendah, dimana hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan bahwa kandungan hara P hanya mencapai 6.53, dimana menurut kriteria Pusat Penelitian Tanah-Bogor, 1983 jumlah itu tergolong sangat rendah, sedangkan untuk hasil analisis sifat kimia tanah untuk unsur N dan K, hanya mencapai 0.15 dan 0.102. dimana jumlah itu menurut kriteria Pusat Penelitian Tanah-Bogor, 1983 tergolong rendah, hasil ini menunjukkan bahwa tanah bekas galian tambang di Desa Simpang gambir Kecamatan Lingga bayu merupakan lahan marginal yang sangat miskin hara. Universitas Sumatera Utara Untuk hasil analisis unsur hara mikro yang terdapat pada tanah bekas tambang, diperoleh kandungan yang sangat rendah untuk Fe sedangkan untuk Cu diperoleh nilai yang cukup tinggi, dimana untuk hara Cu nilainya 0.450 ppm dan 0.021 ppm untuk hara Fe. Pertumbuhan tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinngi tanaman Suren. Rata-rata tinggi tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar 1. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman 11 minggu setelah tanam Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 . Dari Gambar 1 tersebut, dapat kita lihat bahwa interaksi antara FMA dan asam humik mampu meningkatkan secara signifikan pertumbuhan bibit Suren dibandingkan dengan tanaman kontrol, dimana interaksi antara kombinasi pemberian mikoriza dosis 10 g dengan asam humik taraf 2.5 M2H1 mampu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Universitas Sumatera Utara memberikan pertumbuhan rata-rata yang paling tinggi dari kombinasi perlakuan lainnya, kombinasi ini menghasilkan pertumbuhan rata-rata mencapai 7.0480 cm, dan rata-rata pertumbuhan terendah adalah kontrol M0H0 yang hanya menghasilkan pertumbuhan rata-rata 1.9280 cm. Pertumbuhan diameter tanaman Hasil analisis sidik ragam Lampiran 3 menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter semai Suren, rata-rata diameter tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada berikut: Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan diameter tanaman 11 minggu setelah tanam Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 . Dari data tersebut diperoleh rata-rata tertinggi untuk pertumbuhan diameter terdapat pada kombinasi perlakuan 5 g mikoriza dengan 2.5 asam humik M1H1 yaitu dengan rata-rata 0.880 cm, namun tidak berbeda nyata terhadap kombinasi perlakuan M1H2, M2H1, M1H0, M2H0, M2H2, M3H0 dan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Universitas Sumatera Utara M3H2, tetapi berbeda nyata terhadap kombinasi perlakuan M0H0, M0H1, M0H2 dan M3H1. Sedangkan rataan terendah terdapat pada tanaman kontrol M0H0 yaitu sebesar 0.200, hal ini menunjukkan pemberian FMA dan asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan diameter semai Suren secara signifikan. Berat kering Total tanaman. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 5 menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering total tanaman. Rata-rata berat kering total tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar 3. Rata-rata berat kering tanaman 11 minggu setelah tanam Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 . Dari Gambar 3 tersebut dapat kita lihat bahwa pemberian mikoriza dan asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan semai Suren secara signifikan, dimana diperoleh rata-rata tertinggi pada kombinasi perlakuan 10 g mikoriza dengan 2.5 asam humik M2H1 yaitu 1.25 g, dimana kombinasi perlakuan ini Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Universitas Sumatera Utara berbeda nyata terhadap Kombinasi M0H1, M2H0, M3H1 dan kontrol. Sedangkan rataan terendah ditunjukkan oleh 0 g mikoriza dan 0 asam humik kontrol dengan BKT hanya 0.35 g. Persen Infeksi Akar Hasil pengamatan pada akar anakan suren ditemukan adanya asosiasi antara akar dengan FMA yang membentuk kolonisasi. Terjadinya infeksi FMA terhadap akar ditandai dengan adanya hifa yang menembus sel epidermis melalui permukaan akar atau rambut-rambut akar, sehingga terlihat bagian yang terinfeksi. Rata-rata persen infeksi akar pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar 4. Rata-rata Persen infeksi akar tanaman 11 minggu setelah tanam Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 . Hasil analisis sidik ragam Lampiran 2 menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentasi infeksi akar semai Suren, dimana 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Universitas Sumatera Utara persentasi infeksi tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan 15 g mikoriza dengan 5 asam humik M3H2 dengan rata-rata persentasi infeksi akar 55.83 , kombinasi perlakuan ini tidak berbeda nyata terhadap perlakuan M1H2, M2H1, M2H2 dan M3H1, tapi berpengaruh nyata terhadap kombinasi perlakuan lainnya, sedangkan persentasi infeksi terendah dihasilkan oleh Kontrol M0H0 dengan persentasi infeksi akar hanya 19.93. Serapan P Tanaman Hasil analisis sidik ragam Lampiran 1 menunjukkan bahwa pemberian dosis FMA dan asam humik serta interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap serapan P tanaman. Rata-rata hasil serapan P tanaman hasil interaksi dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar 5. Rata-rata serapan P tanaman 11 minggu setelah tanam Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan pada taraf 5 . 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kombinasi Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Universitas Sumatera Utara Dari Gambar 5 tersebut, dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan antara FMA dan asam humik menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap peningkatan serapan P oleh tanaman, dimana kombinasi perlakuan mikoriza 10 g dengan 0 asam humik menunjukkan rata-rata hasil serapan P tanaman tertinggi dengan rata-rata 0.26, kombinasi ini berbeda nyata terhadap M0H0 dan M0H1 namun tidak berbeda nyata terhadap kombinasi lainnya, sedangkan tanaman kontrol M0H0 menunjukkan hasil yang paling rendah, dengan rata-rata serapan P hanya 0.15 . Pembahasan Dari data pada tabel, dapat dilihat bahwa lahan bekas tambang kekurangan unsur hara esensial seperti Nitrogen dan Fosfor, dan kemasaman tanah pH yang rendah. Kondisi tersebut merupakan kendala umum dan utama yang ditemui pada tanah-tanah bekas kegiatan pertambangan. Hilangnya lapisan tanah atas top soil yang proses pembentukannya memakan waktu ratusan tahun diduga sebagai penyebab utama buruknya tingkat kesuburan tanah pada lahan- lahan bekas pertambangan. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah diketahui bahwa kisaran pH tanah yang terdapat pada areal bekas tambang emas tergolong sangat masam, tingkat kemasaman tanah yang tinggi ini dapat mempengaruhi kemampuan fungi bersimbiosis dengan tanaman. Selain itu, menurut Widyastuti et al.,2005 ketersedian P dalam tanah juga sangat berkaitan erat dengan tingkat kemasaman tanah, berdasarkan data analisis tanah tersebut, dapat diketahui bahwa tanah yang terdapat di areal bekas tambang emas yang dijadikan tempat penelitian tergolong marginal yang sangat miskin hara dan tingkat kesuburan yang rendah. Universitas Sumatera Utara Pada tabel hasil analisis sifat kimia tanah, dapat dilihat bahwa kandungan Fe dan Cu sangat rendah, sehingga dapat dinyatakan bahwa keduanya kurang di dalam tanah bekas tambang tersebut hal ini sesuai dengan pendapat Lindsay 1979 dalam Ernawati 2008 yang menyatakan bahwa tanah biasanya mengandung Fe sebesar 20-6000 ppm, tanah akan mengalami defisiensi jika Fe di bawah 20 ppm dan akan mengalami keracunan jika lebih dari 6000 ppm. Rendah nya kandungan P dalam tanah dapat mengakibatkan kemampuan tumbuhan bersimbiosis dengan FMA menjadi lebih besar. Selain itu ketersediaan N total di dalam tanah juga tergolong rendah, sedangkan N sangat berpengaruh penting dalam pertumbuhan tanaman. Ketersedian N dapat menjadi parameter utama subur atau tidaknya tanah, sehingga dari data tersebut, tanah areal bekas tambang emas yang dijadikan tempat penelitian ini merupakan tanah yang tingkat kesuburannya rendah. Untuk parameter tinggi tanaman pada Gambar 1, diperoleh pertumbuhan tinggi yang signifikan, meski tumbuh pada media tanam berupa tanah bekas galian tambang, semai mampu tumbuh secara baik, secara grafis menunujukkan rata-rata pertambahan tinggi bibit tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M2H1 dan yang terendah adalah kontrol M0H0. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian FMA dan asam humik secara sendiri-sendiri maupun di kombinasikan sama-sama memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan semai Suren. Hal ini dikarenakan peran FMA dan asam humik dalam meningkatkan dan memperbaiki kemampuan akar dan tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Setiadi 1999 bahwa FMA selain mampu menyerap air, FMA juga mampu memperbaiki kemampuan akar dalam menyerap dan mencari air dan mineral, dengan Universitas Sumatera Utara meningkatnya kemampuan akar, maka sangat memungkinkan semai dapat tumbuh pada lahan marginal terutama lahan bekas tambang. Hal ini dikarenakan akar merupakan salah satu pemeran utama dalam perumbuhan tanaman. Sedangkan asam humik mampu mempengaruhi sifat kimia dan fisika tanah, seperti diketahui bahwa kondisi kimia tanah bekas tambang sangatlah buruk, dengan pH yang sangat masam dan kandungan hara esensial yang sangat rendah, asam humik mampu mempengaruhi kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan 1993 dalam Windiyaningrum 2008 bahwa asam humik dapat mempengaruhi kesuburan tanah dengan mengubah kondisi kimia, fisik, dan biologi tanah. Asam humik juga berperan meningkatkan kapasitas memegang air, memperbaiki daya kerja tanah dan membantu bertahan pada kondisi kekurangan air, sehingga semai Suren tetap tumbuh pada tanah bekas tambang yang miskin hara. Pemberian FMA dan asam humik juga diduga telah memberikan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan semai suren, hormon yang dihasilkan diduga telah mempercepat pertumbuhan jaringan-jaringan tanaman, meliputi akar, batang dan tunas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ange 2001 menyatakan bahwa FMA dapat menghasilkan ZPT, berupa auksin, sitokinin dan giberelin, dimana ZPT ini sangat diperlukan dalam proses pembelahan sel, memacu petumbuhan serta mencegah atau memperlambat proses penuaan sehingga menambah fungsi akar sebagai penyerap unsur hara dan air. Pada gambar 3, Pemberian FMA dan asam humik terbukti mampu meningkatakan pertumbuhan diameter semai Suren pada media tanah bekas tambang, dimana kombinasi perlakuan M1H1 menunjukkan pertumbuhan tertinggi dan M0H0 kontrol menghasilkan pertambahan diameter terendah. Universitas Sumatera Utara Meskipun ditanam pada tanah yang sangat miskin hara dan pH yang sangat masam, tapi semai Suren yang diberi perlakuan FMA dan asam humik serta interaksinya mampu tumbuh dengan baik dan berpengaruh nyata, sedangkan semai Suren yang ditanam tampa perlakuan kontrol tumbuh dengan lambat bahkan cenderung kerdil. Kondisi tanah yang miskin hara dengan kadar P yang rendah merupakan salah satu faktor yang mampu membuat mikoriza bekerja dengan baik dalam meningkatkan pertumbuhan semai suren, hal ini sesuai dengan pernyataan Mange 1984 dalam Delvian 2003 bahwa penggunaan media yang sedikit mengandung unsur hara dengan kapasitas tukar kation yang tinggi dan ketersediaan unsur P yang rendah akan mendukung kolonisasi FMA. Selain itu, mikoriza dapat bersimbiosis dengan baik dengan akar diduga karena waktu inokulasi dan umur semai yang digunakan, dimana umur semai yang ditanam berumur 3 minggu dan penginokulasian dilakukan pada saat penanaman. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Delvian 2007 bahwa inokulasi FMA di pembibitan akan memberikan pengaruh yang lebih baik karena perawatannya secara optimal sehingga pertumbuhan dan perkembangan FMA juga lebih baik dan berperan secara maksimal dibandingkan inokulasi langsung di lapangan. Pemberian mikoriza dan asam humik mampu meningkatkan pertumbuhan semai Suren dengan media tumbuh tanah bekas tambang, meskipun ditumbuhkan pada tanah yang sangat miskin hara, pemberian FMA dan asam humik tetap memberi pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhannya. Nilai berat kering total tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan M2H1 dan nilai berat kering total terendah adalah kontrol, hal ini diduga karena pengaruh kinerja FMA dan asam Universitas Sumatera Utara humik, karena pemberian asam humik dapat meningkatkan pertumbuhan tajuk, berat kering tajuk, berat kering akar, jumlah akar-akar lateral dan mempengaruhi inisiasi akar-akar baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Ayuso 1996 dalam Delvian 2002, bahwa pemberian asam humik dapat meningkatkan sintesis protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan laju fotosintesis, dan mempengaruhi aktivitas enjim. Sedangkan tanaman kontrol mengalami pertumbuhan yang stagnan, hal ini disebabkan kondisi media tanam yang sangat miskin hara dan pH yang sangat rendah, sehingga mengakibatkan tanaman mengalami defisiensi hara dan mineral. Berdasarkan Data pada Gambar 4 tersebut, dapat dilihat bahwa FMA mampu dan telah menginfeksi akar pada semua perlakuan, meski dengan persentasi yang bebeda-beda, menurut Adawiyah 2009 bahwa persentasi infeksi FMA bervariasi dan berfluktuasi pada setiap tanaman dan sampel akar yang diambil atau diamati, hal ini yang menyebabkan hasil pengamatan dan penghitungan derajat infeksi akar menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Untuk persentasi infeksi tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan M3H2 dan persentasi terendah ditunjukkan oleh tanaman kontrol, meskipun Pada tanaman kontrol dan tanaman yang tidak diberi FMA tetap ditemukan adanya asosiasi antara FMA dan akar tanaman, hal ini dapat disebabkan bahwa pada tanah yang digunakan sebagai media tumbuh telah terdapat mikoriza. Hal ini dikuatakan oleh pernyataan Setiadi 2001 bahwa mikoriza itu bersifat kosmopolitan, yang artinya mikoriza tersebar dan terdapat pada hampir sebahagian besar tanah. Berdasarkan data pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan M3H2 memiliki persentasi kolonisai tertinggi, namun pada beberapa Universitas Sumatera Utara parameter lainnya menunjukkan hasil yang tidak sejalan, hal ini menunjukkan bahwa kolonisasi yang paling tinggi tidak selalu beriringan dengan pertumbuhan yang lebih tinggi pula, hal ini sesuai dengan pendapat Smith dan Read 1997 yang menyatakan bahwa kolonisasi tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan pertumbuhan tanaman. Hal ini diduga disebabkan oleh kompleks nya unsur-unsur di dalam tanah yang berperan mempengaruhi tanaman, jenis spora yang besimbisosi dengan tanaman dan perbedaan antar tanaman itu sendiri. Penggunaan media tumbuh lahan bekas tambang emas yang sangat miskin hara diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kolonisasi FMA, dimana hasil analisis tanah terhadap media tumbuh yang dilakukan menunjukkan bahwa kandungan unsur hara media tumbuh sangat rendah. Menge 1994 dalam Delvian 2002 menyampaikan bahwa pemilihan media tumbuh dalam kolonisasi FMA merupakan aspek paling penting, dimana penggunaan media yang sedikit mengandung unsur hara dengan kapasitas tukar kation yang tinggi dan ketersediaan unsur P yang rendah akan mendukung kolonisasi FMA, hal ini juga sejalan dengan pernyataan Cooper 1984 dalam Delvian 2002 yang menyatakan bahwa media tanam dengan kandungan P tersedia yang tinggi akan menghambat kolonisasi dan produksi FMA. Pemberian asam humik juga diduga mempengaruhi kenaikan tingkat infeksi akar terhadap FMA. Pada Gambar 4 dapat kita lihat bahwa tanaman yang diberi FMA dan asam humik secara bersamaan menunjukkan kecenderungan tingkat infeksi akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang diberi FMA namun tidak diberi perlakuan asam humik. Asam humik diduga telah merangsang dan membantu proses terjadinya simbiosis antara akar tanaman Universitas Sumatera Utara dengan FMA. Hal ini sesuai dengan pendapat Delvian2003 bahwa pemberian asam humik mampu meningkatkan jumlah spora yang terbentuk. Jika spora yang terbentuk meningkat, maka kolonisasi juga akan terbentuk dengan baik sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan optimal. Tanaman yang tumbuh dengan baik akan memacu terjadinya simbiosis mutualistik bagi perkembangan tanaman dan FMA. Gambar 6. Contoh akar yang terinfeksi FMA Meningkatnya kolonisasi FMA adalah karena meningkatnya proses fotosintesis yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi karbohidrat dalam akar dan meningkatnya senyawa-senyawa eksudat akar, Delvian 2003. Sejalan dengan kondisi rumah kasa yang memiliki intensistas cahaya yang sangat tinggi, yang mana penelitian ini dilakukan di rumah kasa. Ini menjadi salah satu alasan diperoleh tingkat persentasi kolonisasi akar semai Suren yang cukup tinggi. Pada Gambar 5, menunjukkan bahwa kombinasi M2H0 memiliki persentasi serapan hara tertinggi dan persentasi terendah pada tanaman M0H0 kontrol. Hal ini disebabkan pemberian FMA dan asam humik mampu meningkatkan kemampuan tanaman dalam penyerapan hara, dimana diduga Universitas Sumatera Utara bahwa FMA dapat mengurangi jarak hara ke tanaman, sehingga akar dapat mencapai hara dan memanfaatkannya untuk optimalisasi pertumbuhan tanaman, selain itu FMA mampu meningkatkan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada permukaan akar dan dapat merubah sifat-sifat hara secara kimia sehingga memudahkan penyerapan hara kedalam akar tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Rao 1994, bahwa pemberian FMA memiliki keuntungan bagi tanaman terutama dalam kemampuan penyerapan hara P fosfor dimana P merupakan salah satu unsur hara makro penting dalam pertumbuhan tanaman. Peningkatan serapan P oleh tanaman yang diberi FMA juga akan diikuti peningkatan serapan hara-hara lain. Beberapa unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman yang ikut meningkat di antaranya N dan K. FMA dapat meningkatkan serapan P karena dapat memfiksasi N dan K sehingga dapat meningkatkan fotosintesis. Meningkatnya fotosintesis akan meningkatkan fotosintat dari daun ke akar. Smith dan Read 1997 menyatakan bahwa peningkatan serapan hara P dapat meningkatkan serapan hara-hara lain. Peningkatan serapan hara oleh tanaman berhubungan dengan perubahan permeabilitas membran sel akar tanaman Chen dan Schntizer 1978 dalam Delvian 2003 menyatakan bahwa senyawa humik dapat meningkatkan permebilitas membran sel, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penyerapan hara. Bentuk hubungan antara senyawa humik dengan permeabilitas membran sel ini belum jelas, Chen dan schntizer 1978 dalam Delvian 2003 menduga hal ini berkaitan dengan aktivitas permukaan senyawa humik yang dihasilkan dari adanya tapak yang hidrofilik dan hidrofobik. Dengan demikian senyawa humik Universitas Sumatera Utara dapat berinteraksi dengan struktur fosfolipit dari membran sel dan berperan sebagai pembawa unsur hara bagi tanaman. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan dan analisis sidik ragam, aplikasi FMA dan asam humik berpengaruh terhadap pertumbuhan Suren Toona sureni merr pada media tumbuh tanah bekas tambang emas, dimana M2H1 dosis 10 g FMA dan 2.5 asam humik merupakan kombinasi perlakuan yang paling efektif meningkatkan pertumbuhan Suren. Saran 1. Untuk efektifitas dan efisiensi penggunaan FMA dan asam humik pada lahan bekas tambang, penelitian selanjutnya dapat menggunakan kombinasi perlakuan M2H1 dosis 10 g FMA dan 2.5 asam humik. 2. Diperlukan penelitian lanjutan dengan pemberian FMA dan asam humik pada lahan bekas tambang langsung di lapangan. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Allen, M.F Allen, E.B. 1992. Development of mycorrhizal patches in a succesional arid ecosistem. PP 164-170. In: read, D.J., lewis, D.L., Fitter, A.H., and alexander, I.J.eds. Mycorrhizas in Ecosistem. CAB International. Wallingford, UK. Ange. R. M. 2001. Water Relations, Drought and Vesicular-Arbuscular My Corrhizal Symbiosis. Atmosuseno, S. 1994. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Penebar Swadaya. Jakarta ______2009. Budidaya Tanaman Suren. Balai penelitian dan pengembangan kehutanan.Yogyakarta. Delvian. 2004. Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dalam Reklamasi Lahan Kritis Pasca Tambang. Repository USU. Medan. Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula CMA di Hutan Pantai. Disertasi. Program pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ernawati. R. 2008. Studi sifat-sifat Kimia Tanah Timbunan Bekas Penambangan Batubara. Jurnal Teknologi. UPN. Yogyakarta. Faridah, V. 2006. Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula dalam mengatasi cekaman Salinitas Terhadap Pertumbuhan cemara laut.Skripsi Fakultas Pertanian. USU. Medan. Lubis, A. U. 1992. Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. di Indonesia. Pematang Siantar, Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Munawar, A. 2005. Status Kesuburan Tanah Bekas Tambang Batu Bara pada Pertanaman Sengon dan Turi Berumur 2 Tahun. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu Olsson, P. A., R. Francis, D.J. Read B. Soderstrom . 1999. Growth of arbuscular mycorrhizal mycelium in calcareous dune sand and its interaction with other soil microorganisms as estimated by measurement of specific fatty acids. In The External Mycorrhizal Mycelium. Growth and Interactions with Saprophytic Microorganisms. Department of Ecology Microbial Ecology. Lund Univ. Sweden. Disertation. Pattimahu. D. V.2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang Secara Kaidah Ekologi. Pascasarjana IPB. Bogor. Universitas Sumatera Utara Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Saadah, S. 2006. Efektivitas FungiMikoriza Arbuskula Pada Berbagai Selang Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Sengon. Skripsi Fakultas Pertanian. USU. Medan. Salisbury,F.D dan C.W.Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Diterjemahkan oleh D.R Lukman. Penerbit ITB Bandung. Setiadi, Y. 1996. Penerapan Teknik Silvikultur Pada Lahan Pasca Tambang. Bahan Kursus Inhouse Training PT. Inco. Setiadi, Y. 1999. Status penelitian pemanfaatan Fungi mikoriza arbuskula untuk rehabilitasi lahan terdegradasi. Prosiding Seminar Mikoriza I. Setiadi, dkk editor. Kerjasama Asosiasi Mikoriza Indonesia, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, British Council. Bogor. 15-16 Nopember 1999. Setiadi, Y. 1993. Mychorhizae for reforestation. Paper presented on biodiversity biotechnology inovation symposium. British Council, Jakarta 3 may, 1993. Simamora, N. DJ. 2007. Pemanfaatan Fungi mikoriza Arbuskula dan Pupuk P untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Sengon. Skripsi Fakultas Pertanian. USU. Medan. Smith, S. E. dan Read, D. J. . 1997. Mycorrhizal Symbiosis. London. Academic Press. Sofyan, A. dan Islam, S. 2006. Ekspose Hasil Penelitian. Konservasi dan Sumberdaya Hutan. Padang. Tan, K. H. 1993. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York and Basel. Widiastuti, H., T. W. Darmono D. H. Goenadi . 1998. Respons bibit kelapa sawit terhadap inokulasi beberapa FungiAM pada beberapa tingkat pemupukan. Menara Perkebunan. Windyaningrum, R. 2008. Pengaruh Pemberian Mikoriza FMA, Asam Humik serta Mikroorganisme Tanah Potensial Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Setaria splendida stapf. Pada latosol dan Tailing tambang emas. Skripsi Fakultas Peternakan. IPB. Bogor. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis sidik ragam Serapan P Tanaman Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F tabel Perlakuan 6 0.02 0.00 19.70 2.30 Galat 48 0.00 0.00 Total 60 2.05 Lampiran 2. Hasil analisis sidik ragam Persentasi infeksi akar Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F tabel Perlakuan 6 889.92 148.32 2.35 2.30 Galat 48 3034.54 63.22 Total 60 119141.38 Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam Pertambahan Diameter Tanaman Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F tabel Perlakuan 6 0.00 0.00 3.03 2.30 Galat 48 0.01 0.00 Total 60 0.33 Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam Pertambahan Tinggi Tanaman Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F tabel Perlakuan 6 39.13 6.52 2.60 2.30 Galat 48 120.48 2.51 Total 60 2286.31 Universitas Sumatera Utara Lampiran 5. Hasil analisis sidik ragam Pertumbuhan BKT Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F tabel Interaksi 6 1.56 0.26 4.35 2.30 Galat 48 2.87 0.06 Total 60 57.82 0.32 Lampiran 6. Gambar kegiatan Penambangan Gambar 1. Kondisi lahan bekas tambang Lampiran 7. Gambar pengambilan sample dan penanaman Gambar 1. Pengambilan Tanah Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Kegiatan penaman Gambar 3. Kegiatan penaman Lampiran 8. Tanaman antar kombinasi perlakuan Gambar 1. Perlakuan asam humik Gambar 2. M1 dengan H0, H1 dan H2. Gambar 3. M2 dengan H0,H1 dan H2 Gambar 4. M3 dengan H0, H1 dan H2. Gambar 5. M0,M1.M2,M3 dengan H0 Gambar 6. M0,M1,M2,M3 dengan H1 Universitas Sumatera Utara Gambar 7. M0,M1,M2,M3 dengan H2 Lampiran 8. Kegiatan Pemanenan Gambar Pemanenan Tanaman Lampiran 9. Gambar Infeksi akar Gambar 1. Akar yang tidak terinfeksi Gambar 2. Akar yang terinfeksi Universitas Sumatera Utara