Hasil Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektofotometri FTIR Hasil Uji Farmakologi

4.4 Hasil Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektofotometri FTIR

Hasil penetapan karakterisasi natrium alginat secara Spektrofotometri FTIR menunjukkan adanya pita melebar dan spesifik pada bilangan gelombang 3495 cm -1 yang merupakan vibrasi regang untuk gugus OH. Pada bilangan gelombang 1629 cm -1 terdapat pita yang terkuat dengan lebar medium yang merupakan regang untuk gugus C=O, dan pita dengan serapan kuat pada bilangan gelombang 1060 cm -1 untuk regang C-O, sedangkan isomer alginat terletak pada puncak serapan 1423 cm -1 . Berdasarkan puncak- puncak serapan yang diperoleh dibandingkan dengan baku pembanding ditunjukkan bahwa bahan yang diekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium Turner C. Agardh adalah natrium alginat.

4.5 Hasil Uji Farmakologi

Pada pengujian antidiabetes yang digunakan sebagai penginduksi adalah aloksan karena aloksan dapat merusak sel β-pankreas dengan pemberian parenteral, intravena, intraperitoneal, dan subkutan sehingga menghasilkan keadaan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu ciri DM tipe-1. Tikus yang diinduksi dengan aloksan 75 mgkg BB hanya menghasilkan tikus dengan kadar glukosa darah sesaat 150-200 mgdl tetapi dalam waktu satu minggu kadar glukosanya kembali normal. Sedangkan pada dosis 125 mgkg BB dapat menghasilkan tikus DM sedang dengan kadar glukosa darah 200-450 mgdl Amma, 2009. Namun pada saat orientasi, pemberian dosis aloksan 125 mgKg BB tidak menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah seperti yang diinginkan setelah dilakukan pengamatan selama satu minggu. Oleh karena itu, diberikan Universitas Sumatera Utara peningkatan dosis aloksan menjadi 130 mgKg BB secara intraperitonial dan kondisi hiperglikemia dicapai pada hari ke-3. Hasil pengukuran KGD tikus setelah puasa selama 18 jam, sebelum tikus diinduksi ditunjukan pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD tikus setelah puasa selama 18 jam sebelum diinduksi aloksan Kelompok tikus sebelum diinduksi aloksan 130 mgKg BB Rata-rata KGD puasa mgdl CMC Na 0,5 Metformin 50 mgKg BB Natrium Alginat 200 mgKg BB Natrium Alginat 400 mgKg BB Natrium Alginat 800 mgKg BB 95,8 95 95,3 98,8 95,5 Rata – rata 96,08 Hasil analisis stastistik diperoleh F hitung 0,234 F tabel 2,76 pada α = 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok, hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen, yakni dalam kadar glukosa normal.

4.5.1 Pengaruh Induksi Aloksan terhadap KGD Tikus

Tikus yang diinduksi dengan aloksan dosis 130 mgkg BB secara intraperitoneal setelah 3 hari menyebabkan tikus hiperglikemia. Peningkatan kadar glukosa darah menjadi sama dengan atau lebih besar 200 mgdl disebut hiperglikemia Suharmiati, 2003. Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, senyawa, hewan percobaan dan status gizinya Amma, 2009. Hasil rata-rata dari peningkatan KGD ditunjukkan pada Tabel 4.2. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Hasil rata-rata KGD tikus setelah diinduksi aloksan dosis 130 mgkgBB Kel. Tikus setelah diinduksi aloksan 130 mgKg BB Rata-rata KGD puasa mgdl KGD puasa tikus diabetes mgdl 1 2 3 4 5 CMC Na 0,5 Metformin 50 mgKg BB Natrium Alginat 200 mgKg BB Natrium Alginat 400 mgKg BB Natrium Alginat 800 mgKg BB 269,3 428,5 338,7 362,3 397,8 200 Rata – rata 359,3 Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa pemberian aloksan dosis 130 mgkg BB untuk semua hewan percobaan menghasilkan kadar glukosa darah rata-rata 359,3mgdl. Hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan untuk percobaan berada dalam keadaan hiperglikemia diabetes. Tikus diabetes diberi perlakuan yaitu kelompok I diberi suspensi CMC Na 0,5 dosis 1 BB sebagai kontrol negatif. Kelompok II diberi metformin 50 mgKg sebagai kontrol positif. Kelompok III sampai V diberi suspensi Na Alginat berturut – turut dosis 200, 400, dan 800 mgKg BB. Hasil penurunan KGD tikus ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pemberian sediaan uji pada setiap kelompok tikus yang sudah berada pada kondisi diabetes, selanjutnya dianggap sebagai hari pertama pemberian sediaan uji hari ke-1. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Grafik yang menunjukkan KGD setelah pemberian Na Alginat dan Metformin pada α = 0,05; n =6

4.5.2. Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-4 Setelah Pemberian Sediaan Uji

Penurunan KGD tikus mulai terlihat pada hari ke-6. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil rata-rata KGD tikus hari ke-4 setelah pemberian sediaan uji No. Tikus setelah diinduksi aloksan 130 mgKg BB Rata-rata KGD puasa mgdl KGD tikus hari ke-6 mgdl 1 2 3 4 5 CMC Na 0,5 Metformin 50 mgKg BB Natrium Alginat 200 mgKg BB Natrium Alginat 400 mgKg BB Natrium Alginat 800 mgKg BB 269,3 428,5 338,7 362,3 397,8 347,2 209,8 230,8 218 206 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan perhitungan statistik pada hari ke-6 diperoleh F hitung 6,567 F tabel 2,76, berarti terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan dilakukan uji beda rata-rata Duncan. Berdasarkan Tabel 4.4 tampak bahwa pemberian Na Alginat dosis 200, 400, dan 800 mgKg BB tidak memberikan perbedaan yang bermakna dibandingkan metformin dosis 50 mgKg BB terhadap penurunan KGD tikus. Namun, pemberian Na Alginat untuk semua dosis memiliki perbedaan yang nyata dengan CMC Na sebagai kontrol negatif. Tabel 4.4 Hasil uji beda rata-rata duncan terhadap KGD tikus pada hari ke-4 setelah pemberian sediaan uji Perlakuan N α = 0.05 1 2 Duncan a Na Alginat 800 mgKg BB 6 206.0000 Metformin 50 mgKg BB 6 209.8333 Na Alginat 400 mgKg BB 6 216.6667 Na Alginat 200 mgKg BB 6 230.8333 CMC Na 0,5 6 347.1667 Sig. .497 1.000 4.5.3 Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-7 Setelah Pemberian Sediaan Uji Perlakuan pada penelitian ini dihentikan pada hari ke-7 karena 2 dari 5 kelompok perlakuan yakni pada kelompok kontrol positif dan pada pemberian Na Alginat dosis 800mgKg BB, KGD tikus sudah berada pada range normal. Hasil rata-rata KGD tikus pada hari ke-7 setelah pemberian sediaan uji dapat dilihat pada tabel 4.5. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5 Hasil rata-rata KGD tikus pada hari ke-7 setelah pemberian sediaan uji No. Tikus setelah diinduksi aloksan 130 mgKg BB Rata-rata KGD puasa mgdl KGD tikus hari ke-6 mgdl KGD tikus hari ke-9 mgdl 1. 2. 3. 4. 5. CMC Na 0,5 Metformin 50 mgKg BB Natrium Alginat 200 mgKg BB Natrium Alginat 400 mgKg BB Natrium Alginat 800 mgKg BB 269,3 428,5 338,7 362,3 397,8 347,2 209,8 230,8 218 206 523 93,2 144,7 139,5 108,7 Hasil penelitian menunjukkan bahwa Na Alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium Turner C. Agardh memilki efek dalam menurunkan KGD. Mekanisme kerjanya diduga karena Na Alginat merupakan serat makanan yang dapat mengikat kation sehingga akan mengubah pH intestinum lewat pengaruh hormon dan enzim. Hal ini akan mempengaruhi proses pemecahan karbohidrat disakarida di dalam intestinum sehingga dapat menahan laju peningkatan kadar glukosa darah post prandial Oliviany, 2009. Berdasarkan analisis statistik diperoleh F hitung 225,889 F tabel 2,76 pada α = 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan pada hari ke-7. Tabel 4.6 Hasil uji beda rata-rata duncan terhadap KGD tikus pada hari ke-7 setelah pemberian sediaan uji Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 4 Duncana Metformin 50 mgKg BB 6 93.1667 Na Alginat 800 mgKg BB 6 108.6667 108.6667 Na Alginat 400 mgKg BB 6 139.5000 139.5000 Na Alginat 200 mgKg BB 6 149.6667 CMC Na 0,5 6 523.0000 Sig. .370 .081 .555 1.000 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa pemberian Na Alginat dosis 800 mgKg BB tidak menunjukkan penurunan KGD yang nyata dibandingkan metformin dosis 50 mgKg BB, akan tetapi berbeda nyata dengan Na Alginat dosis 200, 400 mgKg BB, dan CMC Na 0,5. Sedangkan untuk dosis 400 dan 800 mgKg BB tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, dosis 200 dan 400 mgKg BB juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Walaupun begitu, dosis Na Alginat 200, 400, dan 800 mgKg BB tetap memberikan perbedaan yang nyata dengan CMC Na 0,5. Dosis yang diberikan dapat juga mempengaruhi kemampuan Na Alginat dalam membentuk gel dalam saluran cerna sehingga dapat menimbulkan perbedaan kemampuan dan kekuatan dalam pengikatan glukosa oleh gel dalam saluran cerna. Hal inilah yang akan mempengaruhi perbedaan laju absorpsi glukosa dari saluran cerna ke pembuluh darah sehingga laju peningkatan kadar glukosa darah menjadi terpengaruh Dianitami, 2009. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN