Lisensi umum Lisensi Dan Pembayaran Royalti Hak Cipta Sinematografi Menurut Hukum Perjanjian

Pengertian mengumumkan atau memperbanyak, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun. 99 Pada dasarnya perjanjian lisensi hanya bersifat pemberian ijin atau hak yang dituangkan dalam akta perjanjian untuk dalam jangka waktu tertentu dan dengan syarat tertentu menikmati manfaat ekonomi suatu ciptaan yang dilindungi hak ciptaan. Gunawan Widjaya mengelompokkan lisensi atas dua kelompok yaitu :

1. Lisensi umum

Lisensi umum adalah lisensi yang secara umum dikenal di dalam praktek perdagangan yang merupakan pemberian izin dari satu pihak kepada pihak lain setelah melalui proses negosiasi antara kedua belah pihak, yaitu antara pemberi lisensi kepada penerima lisensi. 2. Lisensi paksa, lisensi wajib compulsory license, non voluntary license Lisensi paksa atau lisensi wajib adalah pemberian izin yang diberikan tidak dengan sukarela oleh pemilik atau pemegang Hak Kekayaan Intelektual kepada penerima lisensi melainkan lisensi diberikan oleh suatu badan nasional yang berwenang. 100 Lisensi yang diberikan berdasarkan Pasal 45 ayat 2 Undang Hak Cipta terhadap perbuatan mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial berlangsung selama 99 Lihat Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-33Pj2009 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Royalti Dari Hasil Karya Sinematografi 100 Gunawan Widjaya, Op.Cit., hal 17 Universitas Sumatera Utara jangka waku lisensi yang diberikan serta berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Kompensasi dari pemberian lisensi oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi adalah adanya pembayaran sejumlah royalti kepada pemberi lisensi, yaitu pemegang hak cipta oleh penerima lisensi dan jumlah royalti yang diberikan oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Perjanjian pemberian lisensi ini merupakan perjanjian formal yang harus memenuhi bentuk tertulis walaupun dalam Undang-undang Hak Cipta tidak diatur secara jelas tentang dalam bentuk apa perjanjian Lisensi Hak Cipta Sinemaografi harus dimuat. Di dalam Buku Panduan Pengenalan Hak Kekayaan Intelektual disebutkan bahwa : 101 a. Pemegang Hak Cipta berhak memberi lisensi kepada pihak lain berdasarkan Surat Perjanjian Lisensi; b. Kecuali jika diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi meliputi seluruh ciptaan untuk waktu tertentu dan berlaku diseluruh wilayah R.I. c. Kecuali jika diperjanjikan lain pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya. d. Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Kantor Hak Cipta. e. Adapun tujuan pemberian lisensi adalah untuk memberi kesempatan kepada pihak yang bukan pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk memanfaatkan hasil ciptaan Pencipta dan bagi Pencipta dapat menerima imbalan atau royalti atas hasil ciptaannya. 101 Klinik Konsultasi HKI, Buku Panduan Pengenalan Hak Kekayaan Intelektual, Dirjen Industri Kecil Menengah, Deperindag, Jakarta, 2006, hal 6. Universitas Sumatera Utara Sebagai suatu perjanjian, maka perjanjian lisensi Sinematografi dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan ataupun dalam bentuk akta otentik; yang kemudian ditandatangani antara pihak pemberi lisensi yaitu Pemegang Hak yang sah dengan pihak penerima Lisensi. Di dalamnya tercantum nama, alamat para pihak, hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu, wilayah berlaku, royalti dan kewajiban para Pemberi Lisensi licensor untuk mengadakan pengawasan kendali mutu. Apabila syarat tersebut tidak dipenuhi oleh kedua belah pihak, maka dapat mengakibatkan batalnya perjanjian. 102 Kewajiban agar perjanjian lisensi ini dibuat secara tertulis juga diperkuat dengan mewajibkan pemegang hak lisensi atau pemegang hak cipta untuk mendaftarkan perjanjian lisensi tersebut ke Kantor Hak Cipta yaitu di Direktorat Jenderal, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 47 ayat 2 Undang-undang Hak Cipta. Oleh sebab itu para pihak bebas menentukan isi perjanjian diluar isi pokok yang harus ada dalam suatu perjanjian lisensi Hak Cipta termasuk dalam hal ini Hak Cipta Sinematografi, tergantung pada kesepakatan mereka dengan pembatasan menurut undang-undang. Hal ini dimungkinkan karena dalam hukum perikatan dikenal prinsip kebebasan berkontrak Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa para pihak bebas membuat perjanjian. 102 Ch. Besila, Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum tentang Beberapa Aspek Hukum di Bidang Lisensi , BPHN, 1994, hal. 17 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan bunyi dari kalimat di atas, dapat diketahui bahwa dasar dari lisensi tersebut adalah perjanjian sehingga di dalam prakteknya disebut dengan perjanjian lisensi. Hal ini tampak dalam Pasal 47 angka 1 Undang Undang Hak Cipta. Kecuali diperjanjikan oleh kedua belah pihak, pemegang hak cipta masih diperbolehkan untuk melaksanakan sendiri perbuatan mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial atau memberikan lisensi lain kepada pihak ketiga, dan hal ini tampak di dalam Pasal 46 Undang-Undang Hak Cipta. Dengan demikian, pengikatan perjanjian lisensi dan pembayaran royalti pada pada dasarnya adalah mengikuti ketentuan hukum perjanjian secara umum, yaitu ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata, khususnya yang berkenaan dengan asas kebebasan berkontrak dan sahnya perjanjian Pasal 1338 jo 1320 KUHPerdata. Dalam hal ini perjanjian lisensi dapat di lakukan secara bebas oleh para pihak asalkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengikat para pihak serta dilaksanakan dengan iktikad baik dan memenuhi syarat sahnya perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Perjanjian lisensi juga didasarkan pada asas kepatutan dan kewajaran, yang juga merupakan asas dari hukum perjanajian dan berkaitan erat dengan asas itikad baik. Asas ini merupakan penyeimbang dari asas kebebasan berkontrak yang dalam penerapannya dapat dijadikan ukuran dalam penilaian klausula yang dianggap tidak “fair”. Universitas Sumatera Utara Dalam perjanjian lisensi juga berlaku ketentuan mengenai hak dan kewajiban antara para pihak yang muncul karena pada dasarnya perjanjian lisensi menimbulkan kewajiban bagi salah satu pihak yang menjadi hak pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya. Kemudian pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut harus dilakukan secara adil. Dalam hal ini keadilan merupakan tiang utama yang menjembatani antara hak dan kewajiban antar para pihak yang terkait di dalam perjanjian lisensi. Berdasarkan uraian di atas, perjanjian lisensi adalah perjanjian formil oleh karena Undang-undang Hak Cipta secara tegas mensyaratkan bahwa perjanjian lisensi harus dibuat secara tertulis. Kewajiban perjanjian lisensi untuk dibuat secara tertulis bukanlah tanpa sebab oleh karena Undang-undang Hak Cipta tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa perjanjian lisensi hanya akan membawa akibat hukum bagi pihak ketiga jika telah didaftarkan dan hanya perjanjian tertulis saja yang dapat didaftarkan. Keabsahan dari tiap perjanjian ditentukan oleh terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Jika suatu perjanjian tidak sah maka berarti perjanjian itu terancam batal. Hal ini mengakibatkan nulitas atau kebatalan menjadi perlu untuk diketahui oleh tiap pihak yang mengadakan perjanjian. Oleh karena masing-masing perjanjian memiliki karakteristik dan cirinya sendiri-sendiri, maka nulitas atau kebatalan dari suatu perjanjian secara Universitas Sumatera Utara otomatis juga memiliki karakteristik dan cirinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, sampai seberapa jauh suatu nulitas atau kebatalan dapat dianggap ada pada suatu perjanjian hanya dapat ditentukan oleh sifat dari perjanjian itu sendiri.

F. Royalti dalam Perjanjian Lisensi

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kompensasi dari pemberian lisensi dari suatu kayra cipta adalah adanya royalti. Pembayaran royalti adalah pembayaran sejumlah royalti kepada pemberi lisensi, yaitu pemegang hak cipta oleh penerima lisensi dan jumlah royalti yang dilakukan oleh penerima lisensi. Pembayaran royalti ini dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Jadi dalam hal ini setiap pemberian lisensi biasanya diikuti dengan pembayaran royalti. Royalti dalam hal ini diartikan sebagai kompensasi bagi penggunaan sebuah ciptaan temasuk dalam hal ini, musik, lagu maupun sinematografifilm ataupun karya cipta lainnya. 103 Dengan kata lain para pengguna hak cipta disebut juga “user” yang wajib meminta izin dan membayar royalti adalah mereka yang memperdengarkan mempertontonkan karya cipta pada kegiatan-kegiatan yang bersifat komersial. Royalti harus dibayar karena karya cipta adalah suatu karya intelektual manusia yang mendapat perlindungan hukum. Jika pihak lain ingin menggunakan 103 http:www.hukum onlinehtml, Diakses Mei 2010. Universitas Sumatera Utara khususnya secara komersil, maka sudah sepatutnya minta izin kepada penciptanya. Pembayaran royalti merupakan konsekwensi dari menggunakan jasakarya orang lain. 104 Husain Audah menyebutkan bahwa royalti atau royalti payment adalah sistem pembayaran atau kompensasi secara bertahap, baik dengantanpa uang muka atau advance bagi penggunaan sebuah ciptaan. Pembayaran jenis ini mengikuti omset penjualan secara terus-menerus selama produknya dijual di pasaran. 105 Sedangkan Sudarsono menyebutkan bahwa royalti adalah imbalan atau uang jasa yang dibayarkan oleh penerbit kepada pengarang untuk setiap buku yang diterbitkan honorarium. 106 Jadi penghasilan yang diperoleh pemegang hak cipta dari penggunaan hasil Karya Sinematografi, bersumber dari penciptapemegang hak cipta : 107 1. Dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan danatau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya, dengan persyaratan tertentu seperti penggunaan Karya Sinematografi untuk jangka waktu atau wilayah tertentu; 104 Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2005, hal 120. 105 Husain Audah, Op.cit., hal. 59 106 Sudarsono, Op.Cit., hal. 412 107 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-58Pj2009 Tanggal 04 Juni 2009 Tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-33Pj2009 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Royalti Dari Hasil Karya Sinematografi Universitas Sumatera Utara 2. Dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan ciptaannya dengan menggunakan pola bagi hasil antara pemegang hak cipta dan pengusaha bioskop. 108 Dalam Undang-undang Hak Cipta tidak terdapat ketentuan yang memberikan definisi tentang royalti. Undang-undang tersebut hanya menyinggung royalti di dalam kaitannya dengan lisensi di dalam Pasal 45 dimana disebutkan bahwa lisensi yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada pihak lain disertai dengan kewajiban pemberian royalti bagi pemegang hak cipta oleh penerima lisensi tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi kesulitan dalam prosedur pembayaran royalti banyak dijadikan alas an oleh pengguna hak cipta secara komersil dalam membayar royalti, hal ini memang harus dicermati dan juga dengan mengingat banyaknya pencipta dan pemakai Hak Cipta yang ada. Dalam memudahkan pembayaran royalti terhadap pencipta, maka di Indonesia terdapat lembaga yang didirikan untuk memberikan perantara antara pencipta dengan pemakai atau pengguna karya cipta seperti halnya karya cipta musik dan lagu dalam pengurusan izin penggunaan atau pembuatan perjanjian lisensi atau penerimaan pembayaran royalti. Lembaga yang juga sangat berperan dalam proses pembayaran pelaksanaan pembayaran royalti adalah Yayasan Karya Cipta Indonesia YKCI. 109 108 Ibid . 109 Djumhana dan Djubadillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997 , hal. 69. Universitas Sumatera Utara Jumlah royalti yang dibayarkan kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. YKCI Yayasan Karya Cipta Indonesia yang merupakan salam satu organisasi profesi 110 di dalam websitenya meyebutkan bahwa Sistem Distribusi Royalti adalah bagian dari keseluruhan system website yang memberikan pelayanan kepada para pencipta lagu yang menjadi anggota KCI, Untuk mendapatkan royaltinya yang bersumber dari para pengguna karya cipta anggota KCI, yang mempunyai kontrak lisensi ciptaannya. Dalam pelaksanaan perjanjian lisensi khususnya lisensi hak cipta, memang terdapat beberapa organisasi profesi yang mengelola proses pembayaran pelaksanaan pembayaran royalti hak cipta, seperti organisasi penerbit dalam hal penerbitan. Namun dalam penelitian ini penulis hanya menguraikan YKCI yang juga menjadi berperan dalam proses pembayaran pelaksanaan pembayaran royalti karya cipta sinematografi di Indonesia. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa ketentuan tentang royalti menurut hukum perjanjian adalah sebagai pelengkap accessoir. Royalti ini dikatakan pelengkap accessoir karena jika lisensi berakhir, maka kewajiban pembayaran royalti juga akan berakhir. 110 Lihat Pasal 45 ayat 4 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Universitas Sumatera Utara

BAB III PENGATURAN LISENSI DAN PEMBAYARAN ROYALTI

HAK CIPTA SINEMATOGRAFI

A. Pengertian Umum dan Sejarah Hak Cipta

Istilah “hak cipta” diusulkan pertama kalinya oleh St. Moh. Syah pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951 yang kemudian diterima oleh Kongres sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya. Istilah pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Auterus Recht. 111 Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta, untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya”, 112 yang timbul secara otomatis, setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di lihat dari sejarahnya perlindungan Hak Cipta yang pertama kali berlaku secara formal di Indonesia adalah Auteurswet 1912, yang dimuat dalam Staatblaad No. 600 Tahun 1912 dan berlaku mulai tanggal 23 September 1912. Pada saat itu Indonesia masih berada dibawah jajahan pemerintah Belanda dengan nama Hindia Belanda. 113 111 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 Hal. 58. 112 Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, hal. 1. 113 Edy Damian, Hukum Hak Cipta, Alumni, Bandung, 2002, hal.138 87 Universitas Sumatera Utara Pembentukan Auteurswet 1912 itu adalah sebagai dorongan setelah keikutsertaan Belanda menjadi anggota Konvensi Bern yang dibentuk dalam rangka perlindungan Hak Cipta bagi karya sastra dan seni. Belanda masuk menjadi anggota konvensi sewaktu konvensi tersebut pertama dibentuk Tahun 1886. Sebagai negara jajahannya, Hindia Belanda diikutsertakan kedalam keanggoataan konvensi pula. Istilah hak cipta merupakan pengganti auteursrechts atau copyrights yang kandungan artinya lebih tepat dan luas, dibandingkan jika menggunakan istilah hak pengarang. Secara yuridis, istilah telah dipergunakan dalam UUHC 1982 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam Auteurswet 1912 seperti disebutkan diatas. Dalam Pasal 1 angka 1 UUHC telah dirumuskan pengertian Hak Cipta, yang jika diperbandingkan ternyata tidak jauh berbeda dengan yang dirumuskan dalam Pasal 2 Auteurswet maupun Pasal 2 UUHC 1997. Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 berbunyi “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat dua unsur penting yang terkandung dalam rumusan pengertian Hak Cipta yang termuat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Hak Cipta tersebut, Universitas Sumatera Utara yaitu : pertama, hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain dan kedua, hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya, seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya. Apabila ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHC ditelaah lebih jauh, maka terungkap pengertian dan sifat hak cipta itu, yakni : 1. Hak cipta itu merupakan hak yang bersifat khusus, istimewa, atau eksklusif exclusive rights yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak cipta. Dengan hak yang bersifat khusus ini berarti tidak ada orang lain yang boleh menggunakan hak tersebut, terkecuali dengan izin pencipta atau pemegang hak cipta yang bersangkutan. 2. Hak yang bersifat khusus, tunggal, atau monopoli tadi meliputi hak pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan ciptaannya, memperbanyak ciptaannya, dan memberi izin kepada orang lain untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya tersebut. 3. Dalam melaksanakan hak yang bersifat khusus ini, baik pencipta, pemegang hak cipta, maupun orang lain yang telah diberi izin untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya tadi harus dilakukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang merupakan pembatasan-pembatasan tertentu; 4. Hak cipta tersebut dianggap sebagai benda bergerak yang bersifat immateriil yang dapat beralih atau dialihkan kepada orang lain, baik untuk seluruh maupun sebagian. 114 Walaupun hak cipta itu merupakan hak istimewa yang hanya dimiliki oleh penciptapemegang hak cipta, pemanfaatannya hendaknya berfungsi sosial, karena 114 Rahmadi Usman, Hukum Hak Milik atas Kekayaan Intelekual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia , Alumni, Bandung, 2003, hal 86. Universitas Sumatera Utara ada pembatasan-pembatasan tertentu yang telah diatur dalam Undang-undang Hak Cipta. Dengan kata lain, hasil karya cipta atau ciptaan bukan saja hanya dinikmati oleh penciptanya saja, tetapi juga dapat dinikmati, dimanfaatkan, dan digunakan oleh masyarakat luas, sehingga ciptaan itu mempunyai nilai guna, di samping nilai moral dan ekonomis. Sebagaimana diungkapkan di atas, melalui Pasal 1 angka 1 Undang-undang Hak Cipta bahwa hak cipta yang bersifat khusus atau eksklusif itu, baik bagi Pencipta, pemegang hak cipta atau orang lain, harus dilakukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang merupakan pembatasan-pembatasan tertentu. Artinya, dengan adanya pembatasan-pembatasan tertentu ini, Undang- undang Hak Cipta telah memberikan sarana guna mewujudkan prinsip fungsi sosial yang harus melekat pada hak milik sebagaimana lazimnya, yang memberikan kemungkinan kepada masyarakat luas untuk memanfaatkan atau menikmati suatu ciptaan yang dilindungi hak ciptanya sebagai salah satu hak milik. 115 Pasal 2 undang undang Hak Cipta menentukan bahwa : 1 Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 115 Lihat Pasal 1 angka 1 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Universitas Sumatera Utara 2 Pencipta danatau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut unt uk kepentingan yang bersifat komersial. Penjelasan Pasal 2 UUHC menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun. 116 Perkataan “tidak ada orang lain” tersebut di atas mempunyai pengertian yang sama dengan hak tunggal yang menunjukkan hanya pencipta saja yang boleh melakukan hak itu. Dan ini disebut dengan hak yang bersifat eksklusif. 117 Pasal 2 UUHC tersebut juga memberikan suatu kepastian bahwa hak cipta termasuk ke dalam hak yang sifatnya khusus. Hak khusus ini memberikan kekuasaan kepada pemegang hak cipta untuk melakukan perbuatan apa saja terhadap ciptaanya mengumumkan, memperbanyak, atau memberi izin dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang 116 Lihat Penjelasaan Pasal 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 117 OK. Saidin, Op.Cit, Hal. 59. Universitas Sumatera Utara yang berlaku. Pihak lain yang berkeinginan melakukan hak tersebut haruslah terlebih dahulu mendapat izin dari pemegang hak cipta. Hak Cipta timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang–undangan yang berlaku Pasal 2 Undang–undang Hak Cipta. Hak cipta lahir bukan karena pendaftaran, artinya, hak cipta termasuk telah dimiliki oleh penciptanya pada saat lahirnya karya cipta yang bersangkutan. Hal ini merupakan prinsip pokok yang mendasari Hak Cipta, namun prinsip dasar ini tidak menghalangi pencipta untuk mendaftarkan karyanya seperti yang diatur pada bagian lain dari undang- undang ini. 118 Mengenai siapa yang dimaksud dengan pencipta, Pasal 1 angka 2 Undang- undang Hak Cipta menyebutkan bahwa, “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang di atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”. Sedangkan ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra”. Penjelasan Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Hak Cipta menegaskan unsur keasliannya dari suatu karya cipta untuk mendapatkan perlindungan hak cipta. 118 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIP’S , Alumni, Bandung 2005, hal 117 Universitas Sumatera Utara Suatu karya cipta harus memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi. Dalam bentuk yang khas berarti karya tersebut harus telah diselesaikandiwujudkan sehingga dapat dilihat, dibaca atau didengar. Mengenai Pencipta ini dalam Pasal 5 Undang-undang Hak Cipta menentukan bahwa : 1 Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah: a. orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau b. orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan. 2 Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut. Pada prinsipnya Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi dalam hal terjadi sengketa di pengadilan mengenai Ciptaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat 1 huruf a dan huruf b serta apabila pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya, hakim dapat menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut. 119 Pihak yang memegang Hak Cipta ini dapat berupa pribadi atau sekelompok orang baik sebagai pencipta selaku pemilik hak cipta, atau orang yang menerima 119 Lihat Penjelasaan Pasal 5 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Universitas Sumatera Utara hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas. Berdasarkan Pasal 3 ayat 2 Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak cipta, peralihan hak cipta dapat terjadi baik seluruh ataupun sebagian yang disebabkan oleh pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, sebab-sebab lain dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain beralih atau dialihkannya Hak Cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notariil. 120

B. Hak-Hak yang Terkandung dalam Hak Cipta

Hak Cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau pemegangnya untuk memperbanyak atau menggandakan hasil karya ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan lahirnya suatu ciptaan. Hak cipta bertujuan melindungi hasil- hasil karya intelektual manusia dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dengan memberikan hak khusus bagi penciptanya untuk dalam waktu tertentu memanfaatkan hak-haknya. Adapun yang menjadi ruang lingkup Hak Cipta adalah di dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sehingga hal-hal diluar lingkup ketiga bidang ini bukanlah objek kajian dari Hak Cipta. Ni Ketut Supasti Dharmawan menyebutkan 120 Lihat Penjelasaan Pasal 3 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Universitas Sumatera Utara bahwa ”Hak Cipta merupakan bagian yang terbesar dari Hak Kekayaan Intelektual Intelektual Property Right serta kalau ada masyarakat yang merasa dirugikan oleh penjiplak atau pembajak hasil karyanya, mereka bisa melaporkan ke pihak yang berwajib”. 121 Eddy Damian juga mengemukakan bahwa di dalam Hak Cipta copyright, yang merupakan bagian HAKI terkandung 1 Hak-hak eksploitasi atau Hak Ekonomi economic rights dan 2 Hak Moral moral rights. 122 Hak ekonomi economic rights adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait dan dapat dialihkan kepada orang atau badan hukum lain. 123 Dalam kaitannya dengan karya cipta sinematografi seperti halnya musik dan lagu maka hak ekonomi dari pencipta atau pemegang Hak Cipta adalah secara hukum dia berhak untuk menikmati royalti dari pihak yang memakai atau merekam ciptaannya. Sedangkan royalti itu memiliki pengertian sebagai imbalan berupa uang yang diberikan seseorang kepada seseorang pencipta bilamana mempergunakan hasil karya cipta sang pencipta. 124 121 “Masih Banyak Pelaku Pembajakan di Indonesia”, Analisa 2 Juni 2006, hal. 26 122 Eddy Damian, Op.Cit., hal. 8 123 Fathlurachman, “Perkembangan Global dan Sistem Perlindungan Hak Cipta dan Desain Industri di Indonesia ” Makalah pada seminar pemanfaatan sistem Hak kekayaan Intelektual oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan yang disenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Medan, 15 Juni 2006 124 Iman Sjahputra,”Hak Cipta dan Perjanjian atas Hak Royalti”, Analisa 26 Juni 2006, hal.31 Universitas Sumatera Utara Jenis Hak Ekonomi pada Hak Cipta mencakup : 1. Hak Perbanyak penggandaan, yaitu penambahan jumlah ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan – bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk pengalihwujudan ciptaan. 2. Hak adaptasi penyesuaian, yaitu penyesuaian dari satu bentuk ke bentuk lain, seperti penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang lain,novel dijadikan sinetron, patung dijadikan lukisan, drama pertunjukan dijadikan radio. 3. Hak pengumuman penyiaran, yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan dapat di baca, di dengar, di lihat, di jual atau di sewa oleh orang lain. 4. Hak pertunjukan penampilan, yaitu mempertontonkan, mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan di bidang seni oleh musisi, seniman, peragawati. 125 Hak moral moral rights adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau di hapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Termasuk dalam hak moral adalah hak– hak yang berikut ini : 1. Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama Pencipta atau Penemu tetap dicantumkan pada ciptaan atau penemuannya. 2. Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan atau penemuan tanpa persetujuan Pencipta, Penemu, atau ahli warisnya. 3. Hak Pencipta atau Penemu untuk mengadakan perubahan pada ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat. 126 Hak Moral berasal dari sistem hukum kontinental yaitu dari Prancis. Menurut sistem hukum kontinental, Hak Pengarang author right terdiri dari Hak 125 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. , Hal.19-20. 126 Ibid, Hal. 22. Universitas Sumatera Utara Ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai uang dan Hak Moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi Pencipta. Menurut Komen dan Verkade, Hak Moral yang dimiliki Pencipta Meliputi : 1. Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan. 2. Larangan mengubah judul. 3. Larangan mengubah penentuan pencipta. 4. Hak untuk mengadakan perubahan. 127 Tamotsu Hozumi dalam Asian Copyright Handbook Buku Panduan Hak Cipta Asia menjelaskan bahwa hak moral terdiri atas 1 Hak menyebarluaskan ciptaan, 2 Hak mencantumkan nama pencipta dan 3 Hak melindungi integritas ciptaan. 128 Dalam masyarakat, bentuk pelanggaran Hak Moral sering terjadi. Orang seenaknya saja membawakan atau mempertunjukkan ciptaan itu pada berbagai acara tanpa menyebutkan nama penciptanya. Mereka juga mengubah bentuk ciptaan tersebut. Hal ini tampak pada ringtone yang diperjualbelikan tanpa menyebutkan nama penciptanya. Pencipta atau yang berhak atas ciptaan tersebut dapat menuntut pelanggaran semacam itu. Akan tetapi di negara Republik Indonesia,pihak yang dirugikan jarang atau tidak dilakukan penuntutan atas kerugian yang dialaminya. Apalagi ada anggapan, jika karya cipta itu dipertunjukkan oleh orang lain maka pencipta melakukan perbuatan amal. 127 Ibid.. 128 ”Hak Moral Sering Dilanggar”, Kompas 15 Mei 2006, hal. 13 Universitas Sumatera Utara Hak Cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak cipta memiliki jangka waktu berlaku. Mengenai jangka waktu berlaku hak cipta lagu atau musik dengan atau tanpa teks berdasarkan sejarah perkembangannya di Indonesia mengalami perubahan sejalan dengan pengaruh perjanjian internasional tentang hak cipta, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Undang-Undang Hak Cipta yang pertama kali berlaku di Indonesia adalah Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dimana Indonesia masih merupakan jajahan Belanda. Di dalam Undang-Undang ini hak cipta hanya dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun. Pada tanggal 12 April 1982, Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dicabut dan digantikan dengan Undang–Undang Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam Undang-Undang ini, jangka waktu berlaku dibatasi hanya 25 tahun. Tampak terjadi pengurangan jangka waktu berlaku. Kemudian Undang–Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta diubah pada tanggal 19 September 1987 dengan Undang–Undang Nomor 7 tahun 1987 lalu diubah dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta. 129 Dalam kedua Undang-undang ini, jangka waktu berlaku kembali dimajukan menjadi selama hidup pencipta ditambah 50 tahun, begitu juga dengan pengaturan jangka waktu berlaku di dalam Undang-undang tentang Hak Cipta yang 129 A. Enrico Tendean, Op.Cit., hal 49. Universitas Sumatera Utara diundangkan paling akhir yaitu Undang–Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dalam Pasal 29 Undang–Undang Hak Cipta ketentuan jangka waktu perlindungan hak cipta ditentukan bahwa : 1 Hak Cipta atas Ciptaan: a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; b. drama atau drama musikal, tari, koreografi; c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung; d. seni batik; e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f. arsitektur; g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain; h. alat peraga; i. peta; j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 lima puluh tahun setelah Pencipta meninggal dunia. 3 Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang dimiliki oleh 2 dua orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 lima puluh tahun sesudahnya. Berdasarkan ketentuan tersebut ada kesan di mata sebagian orang bahwa Undang–Undang Hak Cipta Indonesia nampaknya ingin menonjolkan hak individu dengan jangka waktu berlaku hak cipta selama 50 tahun semasa hidup ditambah 50 tahun. Akan tetapi pendapat itu adalah salah. Dengan jangka waktu relatif yang panjang itu, diharapkan dapat tercapai keseimbangan antara kepentingan individu dengan masyarakat yang di kenal dengan konsep hak milik berfungsi sosial dapat lebih terwujud, di samping itu, Republik Indonesia ingin Universitas Sumatera Utara menyesuaikan diri dengan Konvensi Internasional serta memberikan penghargaan yang maksimal kepada pencipta dan ahli warisnya. Dengan demikian diharapkan aktivitas dan kreativitas para pencipta dapat tumbuh dan berkembang di tengah– tengah kehidupan masyarakat.

C. Pengaturan Lisensi dan Pembayaran Royalti Hak Cipta Sinematografi

Dalam pelaksanaannya karya sinematografi yang merupakan media komunikasi massa gambar gerak moving images antara lain meliputi: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik danatau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya. Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan. 130 Dilihat dalam wujudnya karya cipta sinematografi tidak jauh berbeda dengan karya cipta musik dan lagu. Oleh karena itu, permasalahan lisensi sinematografi sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Undang–undang Hak Cipta diatur di dalam Bab V dari Pasal 45-47. Berdasarkan Pasal 45 Undang–Undang Hak Cipta maka pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain 130 Lihat Penjelasan Pasal 12 huruf k Undang-undang Hak Cipta Universitas Sumatera Utara berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial. Ketentuan ini juga berlaku terhadap Hak Cipta Sinematografi, di mana lisensi terhadap hak cipta sinematografi juga dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu : 131 1. Lisensi umum adalah lisensi yang secara umum dikenal di dalam praktek perdagangan yang merupakan pemberian izin dari satu pihak kepada pihak lain setelah melalui proses negosiasi antara kedua belah pihak, yaitu antara pemberi lisensi kepada penerima lisensi. Lisensi umum adalah lisensi yang secara umum dikenal di dalam praktek perdagangan yang merupakan pemberian izin dari satu pihak kepada pihak lain setelah melalui proses negosiasi antara kedua belah pihak, yaitu antara pemberi lisensi kepada penerima lisensi. 2. Lisensi paksa, lisensi wajib compulsory license, non voluntary license, Lisensi paksa atau lisensi wajib adalah pemberian izin yang diberikan tidak dengan sukarela oleh pemilik atau pemegang Hak Kekayaan Intelektual kepada penerima lisensi melainkan lisensi diberikan oleh suatu badan nasional yang berwenang. Di dalam praktek, lisensi sinematografi juga dapat dikategorikan atas 3 macam lisensi yaitu : 1. Lisensi ekslusif, yaitu perjanjian lisensi yang memberikan izin hanya kepada penerima lisensi untuk menjalankan perbuatan yang diperjanjikan di dalam perjanjian lisensi. 2. Lisensi tunggal, yaitu perjanjian lisensi yang berisikan ketentuan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta mengalihkan hak ciptanya kepada pihak lain 131 Gunawan Widjaya, Op.Cit., , hal 17 Universitas Sumatera Utara akan tetapi si pemegang hak cipta tetap dapat mempergunakan haknya sebagai pemegang hak cipta. 3. Lisensi non ekslusif, yaitu perjanjian lisensi yang berisikan ketentuan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta mengalihkan hak cipta kepada sejumlah pihak serta tetap pencipta atau pemegang hak cipta tetap dapat mempergunakan haknya sebagai pemegang hak cipta. Lisensi sinematografi dalam pelaksanaan juga berpedoman pada ketentuan Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Hak Cipta. Hal ini disebabkan karena karya cipta sinematografi juga merupakan salah satu bentuk hak cipta yang termuat dalam Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta. Oleh karena itu, terhadap perbuatan mengumumkan, memperbanyak ciptaan sinematografi serta menyewakan ciptaan sinematografi tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial berlangsung selama jangka waku lisensi yang diberikan serta berlaku di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Mekanisme pemanfaatan hasil Karya Sinematografi dapat dilakukan melalui suatu perjanjian penggunaan hasil Karya Sinematografi, yaitu: 132 a. Dengan pemindahan seluruh hak cipta tanpa persyaratan tertentu, termasuk tanpa ada kewajiban pembayaran kompensasi di kemudian hari; 132 Lihat ketentuan Pasal Poin 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-58Pj2009 Tanggal 04 Juni 2009 Tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per- 33Pj2009 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Royalti Dari Hasil Karya Sinematografi Universitas Sumatera Utara b. Dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan danatau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya, dengan persyaratan tertentu seperti penggunaan Karya Sinematografi untuk jangka waktu atau wilayah tertentu; c. Dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan ciptaannya dengan menggunakan pola bagi hasil antara pemegang hak cipta dan pengusaha bioskop; atau d. Dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain tanpa hak untuk mengumumkan danatau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya. Kompensasi dari pemberian lisensi sinematografi oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi sinematografi adalah adanya pembayaran sejumlah royalti kepada pemberi lisensi yaitu pemegang hak cipta oleh penerima lisensi dan jumlah royalti yang diberikan oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. 133 Berdasarkan bunyi dari kalimat di atas, dapat diketahui bahwa bahwa dasar dari lisensi sinematografi tersebut adalah perjanjian sehingga di dalam prakteknya disebut dengan perjanjian lisensi sinematografi. Hal ini tampak dalam ketentuan Pasal 47 angka 1 Undang-undang Hak Cipta. Kecuali diperjanjikan oleh kedua 133 Lihat Pasal 45 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Universitas Sumatera Utara belah pihak, pemegang hak cipta masih diperbolehkan untuk melaksanakan sendiri perbuatan mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan sinematografi tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial atau memberikan lisensi lain kepada pihak ketiga. Hal ini tampak di dalam Pasal 46 Undang-undang Hak Cipta. Dari ketentuan ini dapat dijelaskan bahwa lisensi sinematografi seperti halnya lisensi hak cipta lainnya yang diberikan oleh pemberi lisensi belum tentu merupakan lisensi ekslusif yang hanya dapat dipegang oleh satu pihak penerima lisensi. Hal ini juga sebagaimana diatur dalam ketentuan Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-58Pj2009 Tanggal 04 Juni 2009, bahwa : 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta dari penggunaan hasil Karya Sinematografi sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a dan huruf d, tidak termasuk dalam pengertian royalti. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta dari pemberian hak menggunakan hak cipta kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b dan huruf c, termasuk dalam pengertian royalti. 134 Jumlah royalti sebagaimana dimaksud dalam butir 4 yang menjadi dasar pengenaan Pajak Penghasilan adalah: 134 Lihat Poin 3 dan 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-58Pj2009 Tanggal 04 Juni 2009 Tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-33Pj2009 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Royalti Dari Hasil Karya Sinematografi Universitas Sumatera Utara a. Sebesar seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak cipta dalam hal pemanfaatan dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b; dan b. Sebesar 10 dari bagi hasil dalam hal dalam hal pemanfaatan dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf c. Berdasarkan ketentuan tersebut jelaslah bahwa adanya perjanjian lisensi terhadap suatu karya cipta sinematografi juga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan negara melalui pajak penghasil terhadap royalti yang diterima pencipta atau pemegang hak cipta. Isi dari perjanjian lisensi karya cipta sinematografi adalah pemberian izin untuk mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial dan di dalam perjanjian lisensi dilarang dimuat ketentuan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perekonomian Indonesia atau ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. 135 Hal ini juga sesuai dengan pendapat Husain Audah menyebutkan lisensi hak cipta dituangkan di dalam bentuk kontrak tertulis. Klausul yang termuat di dalam kontrak tersebut disusun untuk tidak membuka peluang adanya penafsiran yang argumentatif serta termuat di dalamnya ketentuan yang dapat dilakukan dan dipertanggungjawabkan dengan jelas dan tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku serta tidak menyalahi asas kepatutan. 136 135 Lihat Pasal 47 ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 136 Husain Audah, Op. Cit., hal. 32-33 Universitas Sumatera Utara Hal yang juga harus diperhatikan di dalam perjanjian lisensi sinematografi seperti halnya lisensi karya cipta musik dan lagu adalah : 1. Para pihak dimana masing-masing penandatangan kontrak tersebut harus jelas kedudukannya baik nama, jabatan dan domisili. 2. Materi dimana materi yang dilisensikan harus disebutkan dengan jelas judul lagunya dengan lampiran lirik dan notasinya, rekaman dasar karya ciptanya. 3. Pemberian hak yaitu batasan hak yang diberikan dalam lisensi tersebut harus dicantumkan dengan lengkap dan jelas baik format kemasan kaset, CD, VCD dan lain sebagainya maupun jenis musiknya pop, dangdut, campursari, dan lain sebagainya 4. Durasi atau jangka waktu. Pencantuman jangka waktu penggunaan hak cipta bagi hak lisensi tersebut harus tertuang dengan pasti 5. wilayah. Batasan wilayah bagi penggunaan hak cipta dalam lisensi itu juga sebaiknya jelas dan terinci. 6. Pembayaran . Sistem pembayaran yang dilakukan dalam bentuk flatpay langsung atau royalti dengan atau tanpa advance bertahap 7. Kontrol. Dalam perjanjian yang menganut sistem royalti, dimuatkan klausul yang menyangkut hak inspeksi atau kontrol keuangan secara reguler minimal 3 bulan sekali terhadap perkembangan hasil eksploitasi karya cipta tersebut. 8. Jaminan. Jaminan dari pemberi lisensi licensor bahwa karya cipta yang diperjanjikan tersebut adalah asli atau original. Harus dimuat sebagai jaminan bagi penerima lisensi licensee dalam penggunaan karya cipta tersebut. 9. Arbitrase. Pencantuman lembaga arbitrase yang akan ditunjuk sebagai mediasi apabila terjadi sengketa yang menyangkut isi perjanjian tersebut perlu dipertimbangkan. 137 Supaya perjanjian lisensi yang dilakukan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi memiliki akibat hukum bagi pihak ketiga maka perjanjian lisensi tersebut harus dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pencatatan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dilakukan sebagai 137 Husain Audah, Op. Cit., hal. 32-33 Universitas Sumatera Utara upaya untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian lisensi dan sekaligus juga sebagai sarana untuk mewujudkan keseimbangan antara para pihak dalam pelaksanaan perjanjian lisensi. Di dalam kaitannya dengan rekaman karya perjanjian lisensi sinematografi seperti halnya karya cipta musik dan lagu atau pertunjukan. Adanya kesamaan antara karya cipta musik dan lagu dengan sinematografi dapat dilihat pada media yang digunakan dalam mengumumkan, memperbanyak ciptaan serta menyewakan ciptaan sinematografi. Pengertian mengumumkan atau memperbanyak, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun. 138 Oleh karena itu, pada dasarnya ada 5 lima penggunaan karya cipta sinematografi yang harus melalui pemberian lisensi yaitu : 139 1. Lisensi mekanikal mechanical licenses Lisensi mekanikal diberikan oleh seorang pencipta lagu atau penerbit musik kepada perusahaan rekaman sebagai izin untuk penggunaan karya cipta 138 Lihat Poin 1 huruf 1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-58Pj2009 Tanggal 04 Juni 2009 Tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-33Pj2009 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Royalti Dari Hasil Karya Sinematografi 139 Husain Audah, Op.Cit., hal. 30 Universitas Sumatera Utara lagu dalam bentuk merekam, memperbanyak serta mengedarkan karya lagu tersebut untuk kepentingan komersial. 2. Lisensi pengumuman penyiaran performing licenses Lisensi penyiaran adalah lisensi yang diberikan oleh pemilik hak cipta kepada lembaga-lembaga penyiaran seperti televisi, radio, konser, dan lain-lain atas penyiaran sebuah lagu kepada umum untuk kepentingan komersial. Atas penyiaran karya cipta sinematografi tersebut maka lembaga penyelenggara siaran tersebut harus membayar sejumlah royalti kepada pencipta dan pungutan atas royalti dari performing rights ini umumnya dikelola dan ditangani oleh sebuah lembaga administrasi kolektif hak cipta collective administration of copyright yang biasa juga disebut dengan membership collecting society . 3. Lisensi sinkronisasi synchronization lincenses Lisensi sinkronisasi adalah lisensi yang diberikan agar penerima lisensi dapat mengeksploitasi ciptaan seorang pencipta ke dalam bentuk visual image dalam bentuk film, video, program televisi ataupun audio visual lainnya yang digunakan untuk kepentingan komersial. 4. Lisensi mengumumkan lembar hasil cetakan print licenses Lisensi mengumumkan lembar hasil cetakan adalah lisensi yang diberikan untuk kepentingan pengumuman sebuah lagu ke dalam bentuk cetakan seperti untuk partitur musik, kumpulan notasi dan lirik lagu yang diedarkan di dalam Universitas Sumatera Utara majalah musik ataupun kumpulan lagu yang digunakan sebagai alat belajar bermain musik untuk tujuan komersial. 5. Lisensi luar negeri foreign licenses Lisensi luar negeri adalah lisensi yang diberikan oleh seorang pencipta karya sinematografi atau penerbit sinematografi kepada suatu perusahaan agency di sebuah negara untuk mewakili mereka dalam memungut royalti atas lagunya untuk penggunaan yang dilakukan oleh konsumen sinematografi di negara tersebut. 140 Undang-undang Hak Cipta seperti dijelaskan sebelumnya tidak memberikan ketentuan yang rinci tentang royalti dari suatu perjanjian lisensi termasuk dalam hal ini lisensi sinematografi. Undang-undang Hak Cipta tersebut hanya menyinggung royalti di dalam kaitannya dengan lisensi di dalam Pasal 45 Undang- undang Hak Cipta dimana disebutkan bahwa lisensi yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada pihak lain disertai dengan kewajiban pemberian royalti bagi pemegang hak cipta oleh penerima lisensi tersebut. Jumlah royalti yang dibayarkan kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Dalam hal ini organisasi yang sekarang ini ada adalah Yayasan Karya Cipta Indonesia YKCI di dalam websitenya menyebutkan bahwa Sistem Distribusi 140 A. Enrico Tendean, Op.Cit., hal 80. Universitas Sumatera Utara Royalti adalah bagian dari keseluruhan system website yang memberikan pelayanan kepada para pencipta lagu yang menjadi anggota KCI. Oleh karena karya cipta sinematografi tidak berbeda jauh dengan karya cipta musik dan lagu, maka mengenai mekanisme lisensi dan royalti dapat berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam YKCI. Untuk mendapatkan royaltinya yang bersumber dari para pengguna hak cipta anggota KCI, yang mempunyai kontrak lisensi lagu ciptaannya. Mengenai royalti ini, YKCI membagi dua yaitu : 141 1. Royalti Hak Mengumumkan a. dipungut setiap setahun sekali b. Royalti diberikan untuk lagu yang benar-benar diumumkan dari tempat- tempat yang telah memperoleh Lisensi KCI. c. KCI menggunakan system follow the dollar royalti yang diterima dari kegiatan usaha tertentu General Licensing, Broadcasting, Concert, Cinema, Digital Transmision dibagikan untuk lagu2 yang diputar pada kegiatan masing-masing. d. Besarnya royalti yang diterima oleh tiap Pemberi Kuasa tergantung pada : apakah lagunya sudah didaftarkan dan apakah lagunya benar-benar dimainkan seberapa sering lagu tersebut dimainkan makin sering makin banyak royaltinya 141 Ibid., hal 82-83. Universitas Sumatera Utara e. Berapa pendapatan royalti riil yang diperoleh KCI pada tahun itu untuk Kategori Pengguna yang menggunakan karya cipta sinematografi 2. Royalti Hak Memperbanyak a. Setiap 3 bulan sekali b. Akurasi distribusi hak memperbanyak lebih terukur, karena Pengguna memperoleh izin dan melaporkan penggunaan untuk setiap karya cipta sinematografi. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa pengaturan lisensi atau pemanfaatan hasil Karya Sinematografi dapat dilakukan melalui suatu perjanjian penggunaan hasil Karya Sinematografi, dengan pemindahan seluruh hak cipta tanpa persyaratan tertentu, termasuk tanpa ada kewajiban pembayaran kompensasi di kemudian hari, memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan danatau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya. Pemberian lisensi itu dilakukan dengan persyaratan tertentu seperti penggunaan Karya Sinematografi untuk jangka waktu atau wilayah tertentu, dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain untuk mengumumkan ciptaannya dengan menggunakan pola bagi hasil antara pemegang hak cipta dan pengusaha bioskop. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan memberikan hak menggunakan hak cipta hasil Karya Sinematografi kepada pihak lain tanpa hak untuk mengumumkan danatau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa setiap perjanjian apapun bentuknya termasuk dalam hal ini perjanjian lisensi sinematografi, merupakan suatu hal yang essensial untuk diketahui para pihak yang mengadakan suatu perjanjian. Sehingga betapa pentingnya bagi para pihak perjanjian untuk menghayati setiap detail isi perjanjian termasuk perjanjian lisensi yang akan ditanda tangani. Dari isi suatu perjanjian termasuk dalam hal ini perjanjian lisensi sinematografi tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban masing-masing pihak yang akan disepakati. Para pihak sepakat mengikatkan diri consist to be baund pada perjanjian dan para pihak akan melaksanakannya dengan iktikad baik good-faith. Oleh karena itu, perumusan isi perjanjian harus jelas maksud tujuannya, dituangkan dalam akta otentik atau di bawah tangan, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Dengan demikian, isi suatu perjanjian lisensi karya sinematografi harus jelas mengatur tentang pengalihan hak-hak ekonomi lisensi suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta dari pencipta karya sinematografi yang akan dieksploitasi oleh penerima lisensi. Upaya pengalihan dengan tujuan mengeksploitasi ciptaan karya sinematografi yang harus diatur secara jelas dan transparan dalam isi perjanjian lisensi karya sinematografi yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara Dalam isi perjanjian tersebut perlu ditetapkan misalnya, jenis hak ekslusif mana yang diserahkan untuk dieksploitasi; berapa hanyak jumlah yang disepakati untuk diperbanyak; untuk jangka waktu berapa lama berlaku hak eksploitasi berupa hak penerima lisensi; jumlah royalti atau honorarium yang akan diterima penulis sebagai pencipta; dalam hal terjadi pelanggaran hak cipta karya tulis ditentukan siapa yang akan mewakili untuk melindungi ciptaan karya tulis bersangkutan; juga diatur cara penyelesaian sengketa yang mungkin timbul antara pencipta karya sinematografi yang. Jika terjadi perselisihan antara pihak pertama dan pihak kedua mengenai perjanjian ini kedua belah pihak akan mengambil jalan diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Bilamana tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, maka pihak pertama dan pihak kedua telah sepakat menyelesaikan persoalan ini melalui Kantor Pengadilan Negeri yang berwenang untuk menyelesaikan persoalan yang bersangkutan Universitas Sumatera Utara

BAB IV PERANAN NOTARIS DALAM PEMENUHAN KETENTUAN UMUM

PERJANJIAN DALAM SUATU PERJANJIAN LISENSI SINEMATOGRAFI

A. Kewenangan dan Tugas Notaris

Sebagaimana diketahui bahwa peran notaris saat ini di era perkembangan ekonomi global semakin dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan kemajuan yang dicapai oleh masyarakat itu sendiri, dimana pesatnya pertumbuhan kemajuan dibidang barang, jasa terutama dalam bidang perekonomian peran serta notaris sangat diperlukan dalam pembuatan akta dan perjanjian-perjanjian . Notaris di Indonesia mulai dikenal pada zaman permulaan abad ke 17 yaitu dengan didirikannya “Oost Ind. Compagnie”. Pertama sekali Notaris yang diangkat di Indonesia adalah Melchior Kerchen dia adalah Sekretaris College Schepenen . Setelah pengangkatannya jumlah notaris terus bertambah sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu. 142 Perjalanan Notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan hukum negara dan bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan berhasilnya pemerintahan orde Reformasi mengundang Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris UU Jabatan Notaris. Ketentuan yang diatur dalam UU Jabatan Notaris ini merupakan pengganti Peraturan Jabatan 142 Herlin Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 5. 114 Universitas Sumatera Utara Notaris Stb. 1660-3 dan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie Stb 1860: 3 yang dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan perkembangan masyarakat. 143 Dengan demikian pada mulanya ketentuan tentang notaris didasarkan pada ketentuan Peraturan Jabatan Notaris Stb. 1660-3 dan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie Stb 1860: 3. Penerapan ketentuan tentang Notaris ini tergantung pada sistem hukum yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Namun secara tradisional terdapat dua kelompok tradisi hukum Anglo Saxon. Perbedaan keduanya terletak pada peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi. Negara-negara yang tergolong ke dalam faham tradisi kontinental biasanya menempatkan peraturan perundang-undangan sebagai akar utama sistem hukumnya. Sebaliknya negara-negara yang tergolong ke dalam faham tradisi Anglo Saxon menempatkan yurisprudensi sebagai akar utama dalam sistem hukumnya. Bagi negara Indonesia sendiri, sistem hukum yang dianut sesuai dengan asas konkordansi adalah sistem hukum Eropa Kontinental, sehingga Peraturan Hukum yang mengatur tentang jabatan notaris dipengaruhi oleh hukum negeri Belanda. Peraturan Notaris yang dipakai sebelumnya adalah Stb Nomor 3 yang mulai 143 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hal. 32 Universitas Sumatera Utara diberlakukan tanggal 1 Juli Tahun 1860, yang kemudian diundangkan sebagai “Notaris Reglement” Peraturan-peraturan Jabatan Notaris yang diletakkan sebagai fundamen landasan kelembagaan Notaris di Indonesia. Kemudian Stb Nomor 3 Tahun 1860 ini dicabut dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober Tahun 2004. Dalam diktum penjelasan UUJN dinyatakan bahwa UUD 1945 menentukan bahwa negara RI adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 UU Jabatan Notaris didefiniskan sebagai “Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaskud dalam undang-undang ini”. Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 UU Jabatan Notaris ini merupakan pengertian Notaris yang umum. Apabila dikaitkan Pasal 1 angka 1 dengan Pasal 15 ayat 1 UU Jabatan Notaris, maka terciptalah definisi Notaris yaitu : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang utuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang Universitas Sumatera Utara berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 144 Pengertian pejabat umum yang diemban oleh notaris bukan berarti notaris adalah pegawai negeri dimana pegawai yang merupakan bagian dari suatu korps pegawai yang tersusun, dengan hubungan kerja yang hirarkis, yang digaji oleh pemerintah; seperti yang dimaksud dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu. Notaris adalah pejabat pemerintah tanpa diberi gaji oleh pemerintah, notaris dipensiunkan oleh pemerintah tanpa mendapat uang pensiun dari pemerintah. Pejabat umum yang dimaksud disini adalah pejabat yang dimaksudkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dari bunyi Pasal 1 angka 1 UU Jabatan Notaris, maka sangat jelas dikatakan bahwa notaris adalah satu- satunya pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik. Di luar notaris sebagai pejabat umum masih dikenal lagi pejabat-pejabat lain yang juga tugasnya membuat alat bukti yang bersifat otentik, seperti Pejabat Kantor Catatan Sipil, Pejabat Kantor Lelang Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Kepala Kantor Urusan Agama, Panitera di Pengadilan yang bertugas membuat exploit atau pemberitahuan dari Juru Sita, dan lain sebagainya. 144 Sutrisno, Komentar Atas UU Jabatan Notaris, Medan, Tanpa Penerbit, 2007, hal. 118 Universitas Sumatera Utara Bentuk atau corak notaris dapat dibagi menjadi 2 dua kelompok utama, yaitu: a Notariat Functionnel, dalam mana wewenang-wewenang pemerintah didelegasikan gedelegeerd, dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai dayakekuatan eksekusi. Di negara-negara yang menganut macambentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara ”wettelijke” dan ”niet wettelijke”, ”werkzaamheden” yaitu pekerjaan yang berdasarkan Undang-undanghukum dan yang tidakbukan dalam notariat. b Notariat Profesional, dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, tetapi akta-akta notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya. 28 Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris umum wajib mengucapkan sumpahatau janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk, demikian juga halnya pemberhentian Notaris dilakukan oleh Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UU Jabatan Notaris. Syarat-syarat untuk diangkat menjadi Notaris telah diatur dalam Pasal 3 UU Jabatan Notaris sebagai berikut : a. Warga negara Indonesia; b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Berumur paling sedikit 27 dua puluh tujuh tahun ; d. Sehat jasmani dan rohani; e. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan; f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 dua belas bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; 28 Komar Andasasmita, 1981, Notaris I, Sumur Bandung, hal. 12 Universitas Sumatera Utara g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris. Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum yang diangkat oleh negara mempunyai tugas yang berat, yaitu memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat guna tercapainya kepastian hukum. Dalam PJN dan K.U.H. Perdata umumnya diatur ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan pelayanan jabatan Notaris. Pelayanan jabatan Notaris maksudnya adalah untuk membebaskan anggota masyarakat dari penipuan dan kepada orang-orang tertentu memberikan kepastian terhadap hilangnya hak-hak mereka, sehingga untuk kepentingan tersebut diperlukan tindakan-tindakan preventif yang khusus, antara lain juga mempertahankan kedudukan akta-akta otentik khususnya akta-akta Notaris. 145 Menurut Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Jabatan Notaris, Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 145 Muhammad Adam, Asal usul dan Sejarah Notaris, Sinar Baru, Bandung, 1985, hal. 45. Universitas Sumatera Utara Notaris selain untuk membuat akta-akta otentik juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan waarmereken dan legaliseren 146 surat-suratakta-akta yang dibuat di bawah tangan serta memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang terutama isi dari akta yang dibuat di hadapan Notaris. Tugas utama Notaris, adalah membuat dokumen-dokumen hukum yang dikenal dengan akta otentik, sedangkan menurut Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk selanjutnya disebut KUHAP, akta otentik sebagai produk Notaris dikategorikan sebagai alat bukti surat. Apabila dikaitkan dengan perjanjian lisensi karya cipta sinematografi sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa perjanjian lisensi memang tidak diharuskan dibuat oleh notaris, tetapi dengan adanya tugas notaris sebagai pejabat yang berwenang dalam membuat akta otentik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 UUJN, maka notaris juga dapat membuat perjanjian lisensi sesuai permintaan para pihak dengan memenuhi segala ketentuan untuk sahnya perjanjian, dimana akta perjanjian yang dibuat oleh notaris lebih menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Dapat dibuatnya lisensi karya cipta sinematografi sebagaimana diuraikan di atas apabila dikaitkan dengan pendapat Husain Audah sebelumnya yang 146 Waarmerking terdapat dalam Ordonansi tanggal 17 Januari 1916, Stb. 1916 No. 46 juncto 43, yakni “Waarmerking Van Onderhandse Akten Enz”, sedangkan rumusan kaliman legalisasi dicantumkan dalam Pasal 2 ayat 1 Ordonansi tersebut. Universitas Sumatera Utara menyebutkan lisensi hak cipta dapat dituangkan di dalam bentuk kontrak tertulis yang berbentuk akta dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas dan tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku serta tidak menyalahi asas kepatutan. 147 Pengertian akta sendiri menurut R. Subekti bahwa “Akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu hal atau peristiwa, karena suatu akta harus selalu ditandatangani. 148 M.U Sembiring Akta adalah tulisan yang ditandatangani dan dipersiapkandibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti bagi kepentingan orang untuk siapa akta itu diperbuat. 149 Berdasarkan pengertian akta tersebut yang dikaitkan dengan ketentuan tugas notaris sebagai pembuat akta, maka menurut penulis akta perjanjian lisensi yang dibuat untuk membuktikan sesuatu hal atau peristiwa pemberian lisensi dari pemegang hak ciptapemberi lisensi kepada penerima lisensi melalui suatu surat yang memuat tanda tangan dari seseorang atau kedua belah pihak yang memuat peristiwa tertentu yang dengan akta tersebut dimaksudkan sebagai bukti apabila terjadi sengketa di kemudian hari. Dalam hal inilah selanjutnya notaris dapan menjadi pihak yang membuat dan menjamin keotentikan akta perjanjian lisensi. 147 Husain Audah, Op. Cit., hal. 32-33 148 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta 1980, hal. 178. 149 M.U Sembiring, Teknik Pembuatan Akta, Program Pendidikan Spesialis Notaris, Fakultas Hukum USU, Medan, 1997, hal. 4 Universitas Sumatera Utara

B. Peranan Notaris Dalam Pemenuhan Ketentuan Umum Perjanjian Lisensi Sinematografi

Pada dasarnya akta yang dibuat oleh maupun di hadapan Notaris adalah atas dasar permintaan undang-undang dan demi kepentingan pihak-pihak yang membutuhkan jasa Notaris. Berdasarkan atas dua kepentingan di atas, dapat dikatakan bahwa Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugasnya mengemban amanat yang berasal dari 2 dua sumber yaitu : anggota masyarakat yang menjadi klien Notaris dan perintah dari peraturan perundang-undangan kepada Notaris, agar perbuatan hukum tertentu dituangkan dan dinyatakan dengan suatu akta otentik. Berdasarkan hal tersebut dapatlah diketahui, bahwa Notaris diangkat oleh pemerintah bukan hanya sekedar untuk kepentingan diri sendiri, akan tetapi bertugas untuk kepentingan masyarakat dan negara. Selain itu, Notaris juga mempunyai wewenang yang meliputi 4 hal, yaitu : 150 1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu ; 2. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat ; 3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat; 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. 150 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, hal. 49. Universitas Sumatera Utara Sedangkan pada Pasal 15 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan kewenangan Notaris yang lain, yaitu : a mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan ; atau g membuat akta risalah lelang. Sebagai pejabat yang memiliki wewenang untuk membuat akta otentik berdasarkan undang-undang, notaris memiliki tanggung jawab atas profesi yang diembannya. Sebagai suatu profesi maka notaris wajib untuk tunduk kepada peraturan-peraturan ataupun undang-undang yang mengikatnya. Peraturan- peraturan tersebut antara lain, Undang-undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, dan Undang-undang serta peraturan lainnya berkenaan dengan jabatan notaris sebagai pembuat akta otentik termasuk dalam hal ini pembuatan perjanjian lisensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk dalam memenuhi segala ketentuan Universitas Sumatera Utara umum suatu perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata dan ketentuan khusus dalam Undang-undang Hak Cipta. Hal ini perlu diperhatikan oleh seorang notaris sebagai pejabat umum dalam setiap akta yang dibuatnya, karena dalam pembuatan akta tersebut notaris dituntut untuk bertanggung jawab dan menjamin kepastian hukum serta keotentikan dari akta termasuk dalam hal ini Akta Perjanjian Lisensi. Adapun tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh seorang notaris dapat dilihat sebagai berikut : 1. Tanggung jawab terhadap diri sendiri Notaris dalam menjalankan tugasnya haruslah bersikap profesional serta menjunjung tinggi martabat dan kehormatannya selaku pejabat negara. Dalam menjalankan profesinya sehari-hari notaris harus bekerja sesuai dengan apa yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris, Sumpah Jabatan, Kode Etik Notaris. Selain itu juga notaris harus memiliki sikap yang jujur, tidak berpihak, mandiri, serta penuh tanggung jawab. 2. Tanggung jawab terhadap Klien Sebagai pejabat yangditunjuk oleh negara, notaris wajib memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama di bidang hukum. Dengan memberikan penyuluhan mengenai hukum secara jelas, sehingga masyarakat memiliki kesadaran hukum. Sesuai dengan sejarah lahirnya notaris, maka harus disadari bahwa keberadaan notaris sebagai pejabat yang ditunjuk Universitas Sumatera Utara negara bukanlah ciptaan pemerintah semata, akan tetapi karena dibutuhkan oleh masyarakat oleh sebab itu seorang notaris hendaknya mampu memberikan jasanya kepada masyarakat yang kurang mampu secara cuma- cuma.

3. Tanggung jawab terhadap Undang-undang