Analisisfaktoryangmemengaruhi Perilaku Ekonomi Dan Kesejateraanrumah Tangga Petani Usahataniterpadupadi Sapi Di Provinsi Jawa Barat

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHIPERILAKU
EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA
PETANI USAHATANI TERPADU PADI-SAPI
DI PROVINSI JAWA BARAT

LINDAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
DenganinisayamenyatakanbahwadisertasiberjudulAnalisisFaktor
Yang
Memengaruhi Perilaku Ekonomi Dan KesejahteraanRumah Tangga Petani
UsahataniTerpaduPadi-Sapi
di
Provinsi
Jawa

Baratadalahbenarkaryasayadenganarahandarikomisipembimbingdanbelumdiajuka
ndalambentukapa pun kepadaperguruantinggimana pun. Sumberinformasi yang
berasalataudikutipdarikarya
yang
diterbitkanmaupuntidakditerbitkandaripenulislaintelahdisebutkandalamteksdandic
antumkandalamDaftarPustaka di bagianakhirdisertasiini.
DenganinisayamelimpahkanhakciptadarikaryatulissayakepadaInstitutPertani
an Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Lindawati
NRP H363100011

RINGKASAN
LINDAWATI. AnalisisFaktoryangMemengaruhi Perilaku Ekonomi Dan
KesejateraanRumah Tangga Petani UsahataniTerpaduPadi-Sapi di Provinsi Jawa
Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI sebagai ketua, SRI UTAMI
KUNTJORO danDEWA KETUT SADRA SWASTIKA sebagai anggota .
Sistem usahatani terpadu padi-sapi masih dianggap sebagai salah satu sistem
yang mampu dalam meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Pemanfaatan
limbah dari masing-masing kegiatan usahatani meminimalisirpenggunaan input

luardanmemanfaatkansumberdaya
yang
tersedia
di
dalamusahatani.
Usahataniterpadupadi-ternakadalahteknologi
yang
ramahlingkungandantepatdilakukanterutamadikaitkandenganpertanianberkelanjut
an(Sustainable
Agriculture)karenamenganutkonsepzero
waste
yaitumeminimalisirlimbahusahatanidengan
proses
daurulang
danmeminimalisirpenggunaan
input
kimia.
Penelitianinibertujuanuntukmenganalisis, (1) menganalisisfaktor-faktor yang
memengaruhikeputusanpetanidalammengadopsisistemusahataniterpadupaditernak,
(2)

menganalisisfaktor-faktor
yang
memengaruhiperilakuekonomirumahtanggapetanidalammenerapkanusahataniterpa
dupadi-ternak, (3) menganalisisdampakperubahanharga input dan harga output
terhadapekonomi rumah tanggadan kesinambunganusahataniterpadupadi-ternak
Penelitian ini dilaksanakan di provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan
pernah melaksanakan program sistem integrasi Padi-Ternak (SIPT). Pengambilan
data dilakukanpadabulanMei sampaiJuli 2013.Jumlahrumahtanggasampel
199rumahtanggapetani.Model regresi logistik dipergunakan untuk mengetahui
kecenderungan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam
mengadopsi sistem usahatani terpadu padi-sapi. Analisisdengan model
ekonometrikadalambentuksistempersamaansimultan,terdiriatas36
persamaan,
yaitu18persamaanperilakudan18persamaanidentitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan mengadopsi usahatani
terpadu padi-sapi dipengaruhi oleh tenaga kerja keluarga dalam usaha ternak sapi
dan jumlah sapi. Jumlah sapi mempunyai peluang sebesar 1.35 kali dalam
keputusan untuk mengadopsi usahatani terpadu padi-ternak. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa kenaikan harga input memberikan dampak negatifdan
menurunkan produksi padi, produksi sapi, penggunaan input produksi,

pendapatan usahatani, total pendapatan dan pengeluaran konsumsi pangan dan
non pangan rumah tangga petani usahatani terpadu padi-sapi.
Kenaikan harga gabah padi berdampak positif pada jumlah produksi sapi,
produksi pupuk kandang, alokasi tenaga kerja dalam keluarga usahatani padi dan
ternak sapi, pendapatan usahatani padi dan pendapatan usaha ternak sapi.
Kenaikan harga gabah padi berdampak negatif pada produksi padi, produksi
jerami dan alokasi tenaga kerja pria luar keluarga usahatani padi dan pendapatan
total rumah tangga.Kenaikan harga sapi hidup berdampak positif pada produksi
padi, jerami, alokasi tenaga kerja dalam dan luar keluarga usahatani padi dan
pendapatan total rumah tangga. Kenaikan harga sapi hidup berdampak negatif
pada produksi sapi, produksi pupuk kandang, jumlah permintaan dedak, jumlah
jerami yang digunakan dan alokasi tenaga kerja usaha ternak sapi.

Kenaikan input-input produksi, upah, harga gabah padi dan harga sapi hidup
sebesar 10% tidak memberikan dampak kepada biaya produksi dan pengeluaran
rumah tangga pada usahatani terpadu padi-ternak. Fluktuasi harga input output
mempengaruhi kesinambungan atau sustanabilitas dari aspek ekonomi usahatani.
Kebijakan pengaturan harga output dan harga input diperlukan dalam rangka
mempertahankan kesinambungan usahatani yang berdampak langsung pada
peningkatan pendapatan petani.

Kata Kunci: usahatani
terpadu
padi-sapi,
keputusan
perilakuekonomirumahtangga,kesinambungan, pendapatan

adopsi,

SUMMARY
LINDAWATI. Analysis of Factors that Influence Economics Behavior and
Household Welfareof Rice – Livestock Integrated Farmers in West Java Province.
Supervised by NUNUNG KUSNADI, SRI UTAMI KUNTJORO and DEWA
KETUT SADRA SWASTIKA.
Rice-livestockintegrated farming system is still regarded as one of the
systems that are able to increase the production and income of farmers. Waste
utilization of each farming activities could minimize the use of external input and
utilize available resources in farming. Rice-livestock integrated farming is a
technology that safe for enviroment and very suitable to do (mainly associated
with sustainable agriculture)because embrace the zero waste concept that
minimize the waste of farming with the recycling process andthe use of chemical

inputs. This study aimed to analyze, (1) the factors that influence the farmers
decision for adopting rice-livestockintegrated farming system, (2) the factors that
influence the economic behavior of households farmers in applying ricelivestockintegrated farming system, (3 ) the impact ofchanges in input and output
prices to the household economy and the sustainability of rice-livestock integrated
farming.
This research was conducted in West Java Province becauseof ever
implementing the Rice – Livestock Integrated System Program. Data were
collected from May to July 2013. The numbersof samplewere 199 farmer
households . Logistic regression model was used to determine the tendency of the
factors that influence farmer’s decisions to adopt the rice – livestock integrated
farming system. Analysis with econometric model in the form of a simultaneous
equations system consisted of 36 equations (18 behavior equations and 18 identity
equations).
The results showed that the decision to adopt the rice-livestock integrated
farming was influenced by family labor in the livestock and the number of
livestock. The number of livestockgiven probabilityuntil 1.35 times for decision to
adopt the rice-livestock integrated farming. The simulation results showed that the
increase of input prices had a negative impact and reducedrice production,
livestock production, the use of inputs production, farm income, total income, and
expenditure of food and non-food consumption household farmers of the rice –

livestock integrated farming.
The increase in paddy prices had positive impact on the number of livestock
production, manure production, the allocation of labor in the family rice-livestock
farming, rice and livestock farming income. The increase in paddy prices had a
negative impact on rice production, hay production and allocation of the outside
male workforce of rice farming and total household income. The rise in prices of
livestock had a positive impact on the production of rice, hay, allocation of labor
within and outside the rice farming and total household income. The increase in
livestock prices had a negative impact on livestock production, manure production,
the demandof bran, the amount of used hay and allocation of labor in livestock
farming.
The increase in production inputs prices, wages, prices of paddyand
livestock prices by 10% had no impact on production costs and household
expenditures on rice-livestock integrated farming system.Fluctuations in input and

output prices affected sustainability of the farming economic aspects. Policy
aboutinput and output prices setting was needed in order to maintain the
sustainability of farming that have a direct impact to increase farmer’s income.

Keywords : rice - livestock integrated farming, adoption, economic behavior of

households, sustainable farming, welfare

©HakCiptaMilik IPB, Tahun 2015
HakCiptaDilindungiUndang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karyailmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

1

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHIPERILAKU
EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA
PETANI USAHATANI TERPADU PADI-SAPI
DI PROVINSI JAWA BARAT

LINDAWATI


Disertasi
sebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelar
Doktor
pada
Program StudiIlmu EkonomiPertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

PengujipadaUjianTertutup

:Prof Dr Ir Bonar M. Sinaga, MA.
Dr Ir Atien Priyanti, MSc.

PengujipadaSidang Promosi :Prof Dr Ir Bonar M. Sinaga, MA.

Dr Ir Atien Priyanti, MSc.

3
Judul Disertasi: Analisis Faktor yang Memengaruhi Perilaku Ekonomi Dan
Kesejahteraan Rumah Tangga Petani UsahataniTerpadu PadiSapi di Provinsi Jawa Barat

Nama
NIM

: Lindawati
: H363100011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua

Prof Dr Ir Sri Utami Kuntjoro, MS
Anggota


Prof Dr Ir Dewa Sadra K. S., MS
Anggota

Diketahuioleh

Kordinator Mayor
Ilmu Ekonomi Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

4

5

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulisan disertasi yang berjudul ”AnalisisFaktoryangMemengaruhi
Perilaku
Ekonomi
Dan
KesekahteraanRumah
tangga
Petani
UsahataniTerpaduPadi-Sapi di Provinsi Jawa Barat”dapat diselesaikan setelah
melalui proses perbaikan dalam berbagai tahapan penulisan. Penulis menyadari
bahwa disertasi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa dukungan dari
banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
dan penghargaan yang tinggi kepada
1. Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS., Ibu Prof. Dr.
Sri Utami Kuntjoro, MSc., Bapak Prof. Dr. Dewa Ketut Sadra Swastika.,
MS. yang telah memberikan banyak pengetahuan, bimbingan dan arahan
baik dalam landasan teori, sistematika berpikir, pemahaman model dan
analisis data dalam proses penulisan disertasi.
2. Penguji luar komisi pada ujian Prakualifikasi Lisan Dr. Ir. Ratna Winandi,
MS dan Dr. Ir. Henny K. Daryanto, MSi. Penguji luar komisi pada Ujian
Tertutup: Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. dan Dr. Ir. Atien Priyanti,
MSc.
3. Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS,
yang telah membantu memberikan arahan selama studi.
4. Pimpinan IPB dan Dekan Pascasarjana IPB yang membantu kelancaran
penyelesaian studi.
5. Staf Pengajar di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang
telah memberikan ilmu dan mengajarkan pada mahasiswa untuk berpikir
kritis dalam menganalisis suatu permasalahan.
6. BapakKordinatorKopertis Wilayah I Medan, BapakRektorUniversitas
Islam Sumatera Utara, BapakDekanFakultasPertanianUniversitas Islam
Sumatera Utara danKetuaDepartemenAgribisnisataskesempatanstudi yang
diberikan,
bersertaseluruhteman-temanbaik
di
lingkunganKopertisdankampusUniversitas
Islam
Sumatera
Utara
terimakasihuntuksemuanya.
7. Para
respondenpada
199
rumahtanggapetani,
penguruskelompoktani/Gapoktan, KepalaDesadanaparatnya di 12 desa di
KabupatenSubang,
SumedangdanTasikmalaya,
sertaparamahasiswasebagai enumerator.
8. Keluarga besar, Ibunda Hj. Azimar, Almarhumah ibundaNurkaedah br
Manurung, Ananda Mohammad Haekal Nadapdap, Siti Sarah N.
Nadapdap, dan Nurul E.Raisa Nadapdap yang selalu mendoakan,
mendukung dan memberikan motivasi bagi studi ini.
9. Teman-teman seperjuangan EPN 2010 dan EPN berbagai angkatan yang
sempat berinteraksi bersama, teman-teman lainnya dari berbagai program
studi atas kebersamaan dan saling motivasi.
10. Seluruh staf sekretariat EPN yang selama ini telah membantu
penyelesaikan administrasi dan memberikan kelancaran pada saat proses
perkuliahan dan seluruh tahapan penyelesaian studi.

6
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas
dukungan dan bantuannya selama penyelesaian studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Lindawati

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

iii
v
v

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Kebaruan dan Posisi Penelitian

1
3
4
4
4
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konteks, Ruang Lingkup, dan Faktor-faktor Penting dalam Usahatani
Terpadu
Kajian Empiris Penerapan Usahatani Terpadu
Dampak Penerapan Sistem Usahatani Terpadu terhadap Penggunaan
Input Produksi
Dampak Penerapan Sistem Usahatani Terpadu terhadap Produksi,
Produktivitas dan Pendapatan
Proses adopsi Sistem Usahatani Terpadu
Kajian Model Ekonomi Rumah Tangga

7
7

11
12
14

3 KERANGKA TEORI
Konsep Usahatani Terpadu
Model Umum Perilaku Ekonomi Rumah Tangga
Adopsi Sistem Usahatani Terpadu

18
18
22
25

4 METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Data danSumber Data
PenentuanLokasi
PenentuanSampelRumah Tangga
Model Adopsi Rumahatangga Petani Usahatani Terpadu Padi-Ternak
Spesifikasi Model EkonomiRumahtanggaUsahatani Terpadu PadiSapi
Blok Produksi
Blok Input Produksi
Blok Penawarandan Permintaan TenagaKerja
Blok Pendapatan
Blok Pengeluaran
IdentifikasidanEstimasi Model
Validasi Model
Simulasi Model

27
27
27
27
28
29

5 DESKRIPSI RUMAH TANGGA TANI
Keadaan Umum Wilayah

45
45

9
10

30
31
32
36
40
41
42
43

8
Kabupaten Subang
Kabupaten Sumedang
Kabupaten Tasikmalaya
Karakteristik Petani Responden
Karakteristik Usahatani
Penguasaan Sumberdaya Pertanian
Produksi
Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja
Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan
Pengeluaran

45
46
46
47
48
48
50
52
53
56

6 HASIL ESTIMASI MODEL ADOPSI USAHATANI
Faktor-faktor yang Memengaruhi Adopsi Usahatani Terpadu

58
58

7 HASIL ESTIMASIMODEL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI
Produksi Rumah Tangga Usahatani Terpadu Padi-Ternak
Input Produksi Rumah Tangga Usahatani Terpadu Padi-Ternak
Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
PengeluaranRumah Tangga

62
62
65
67
70

8 DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP
EKONOMI RUMAH TANGGA
Validasi Model Ekonomi Rumah Tangga Petani
Dampak Perubahan Harga Input dan Output terhadap Ekonomi
Rumah tangga
Dampak Kenaikan Harga Input
Dampak Kenaikan Harga Upah
Dampak Kenaikan Harga Harga Gabah
Dampak Kenaikan Harga Sapi

73

8 SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Simpulan
Saran Kebijakan dan Penelitian Lanjut
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

73
77
77
80
81
82

85
86
87
88
114

9

DAFTAR TABEL
2.1 PerbandinganIntegrated danMonoculture Farming
System di Northeast, Thailand (Tipraqsa, 2006)
4.1 Distribusirumahtanggasampel
5.1 Produksi, produktivitassawahdanjumlahternak pada wilayah penelitian
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
6.1
7.1
7.2
7.3
7.5
8.1

Karakteristik petani responden
Penguasaansumberdayapertanian
Rata -rata produksipertanianpertahun
Jumlahdanrata-rata curahantenagakerjapetani(HOK)
Rata-rata biayaproduksi, tenagakerja,penerimaandanpendapatan
Rata-rata pengeluaran rumah tanggapetani menurut kelompok tani
Hasilpendugaaan model logitadopsiusahataniterpadupaditernak
Hasilestimasi parameter blokproduksi
Hasilestimasi parameter blok input produksi
Hasilestimasi parameter blokpenawarandanpermintaantenagaKerja
Hasilestimasi parameter blok pengeluaran
RMSPE dan Koefisien U-Theil model ekonomi
rumah tangga petani UTPT dan non UTPT
8.2 Validasi model (UM, US dan UC) ekonomi Rumah tangga petani
8.3 Dampak kenaikan harga input dan upah tenaga kerja
8.4 Dampak kenaikan harga output

9
27
42
45
46
47
49
51
53
56
61
63
66
68
74
76
79
83

DAFTAR GAMBAR
1 Sistem usahatani terpadu padi-ternak
2 Hubungan komplementer produk usahatani terpadu padi-ternak

19
21

10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil estimasi Model Logit Rumah Tangga Petani
2 Daftar nama variabel dalam Model Ekonomi Rumah Tangga Terpadu
Padi-Ternak
3 Program estimasi Model EkonomiRumah TanggaPetaniTerpadu PadiSapi, metode 2-SLS PROC SYSLIN, SAS versi 9.0.
4 Contohhasilestimasi Model EkonomiRumah TanggaPetani Terpadu
Padi-Sapimetode 2-SLS PROC SYSLIN, SAS versi 9.0.
5 Contoh program validasi Model EkonomiRumah TanggaPetaniTerpadu
Padi-Sapi, prosedurPROC SIMNLIN, SAS versi 9.0.
6 Contohhasilvalidasi
Model
EkonomiRumah
TanggaPetani
UTPTprosedurPROC SIMNLIN, SAS versi 9.0.
7 Contoh
program
simulasi
Model
EkonomiRumahTanggaPetaniTerpaduPadi-Sapi
(UTPT), prosedur
PROC
SIMNLIN,
SAS
versi
9.0
8
ContohhasilsimulasiSkenario
1
Model
EkonomiRumahTanggaPetaniTerpaduPadi-Sapi
(UTPT), prosedur
PROC SIMNLIN, SAS versi 9.0

94
95
98
102
103
105
110
112

11

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan atau penyempitan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan
pertanian menjadi permasalahan bagi sektor pertanian. Alih fungsi lahan terjadi
akibat tekanan ekonomi dan insentif yang kecil dari sektor tanaman pangan
menyebabkan petani menjual lahan beralih untuk kegiatan ekonomi lain. Selain
itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi
tumbuh dengan cepat sehingga sektor tersebut membutuhkan lahan yang lebih
luas. Data Kementerian Pertanian menunjukkan pada tahun 2002 – 2006 telah
terjadi alih fungsi lahan pertanian sekitar 140 ribu ha/tahun, bahkan periode 19992002 konversi mencapai sekitar 188 ribu ha/tahun untuk berbagai kepentingan.
Penguasaan lahan yang sempit yakni rata-rata 1989.06 m2/rumah tangga
atau di bawah 0.2 hamemerlukan teknologi pertanian yang mampu mendorong
peningkatan produksi tanpa harus menambah luas lahan. Sistem intensifikasi
dianggap tepat dan berdampak positif dalam peningkatan produksi padinamun
berdampak negatif ketika penggunaan dan penambahan input kimia berlebihan.
Sistem intensifikasi dengan pemakaian input pupuk dan obat-obatan kimia yang
tidak proporsional merupakan penyebab utama terjadinya degradasi kesuburan
lahandan penurunan pendapatan petani(Ashby 2001). Perbaikan kesuburan lahan
memerlukan upaya sistematis dan bertahap dalam mengurangi pemakaian input
luar yang tinggi (high external input) dengan pemakaian input luar yang
rendah(low external input).Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan
tersebut adalah penerapan sistem usahatani terpadu. Sistemusahatani terpadu
merupakan sistem yang menekankan adanya keterkaitan dan sinergisme beberapa
unit usahatani (tanaman, peternakan, perikanan dan perkebunan) melalui
pemanfaatan limbah usahatani dari masing-masing unit usahatani yang bertujuan
untuk meningkatkan produksi (Maudi dan Kusnadi 2011).Sistem usahatani
terpadumampu mengembalikan kesuburan tanah dan menstabilkan pendapatan
usahatani (Lightfoot and Minnick 1991).Usahatani terpadu paditernakmenggunakan pendekatan low external input yaitu meminimalisir
penggunaan input luar dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di dalam
usahatani. Jerami padi yang merupakan limbah usahatani padi digunakan sebagai
pakan ternak, dan kotoran ternak yang merupakan limbah usaha ternak digunakan
sebagai bahan utama pembuatan pupuk kandang. Usahatani terpadu padi-ternak
adalah teknologi yang ramah lingkungan dan tepat dilakukan terutama dikaitkan
dengan pertanian berkelanjutan (Sustainable Agriculture) karena beberapa alasan;
(1) mendukung kelestarian alam dimana keterpaduan menganut konsep zero waste
yaitumeminimalisir limbah usahatani dengan proses daur ulang, (2)
meminimalisir penggunaan input kimia (Preston 1990, Mamun et al. 2011)
Sistem usahatani terpadu pernah dikembangkan pemerintah pada tahun
2002 melalui program SIPT (Sistem Integrasi Padi-Ternak). Tujuan pelaksanaan
program adalah tercapainya sasaran peningkatan produktivitas terpadu tanaman
padi dan usaha ternak sapi yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
petani melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis. Diwyanto et al. (2002)
menyatakan bahwa program SIPT dapat menyebabkan: (1) petani termotivasi
untuk tetap mempertahankankesuburan lahan pertanian dengan cara memperbaiki

12
pola budidaya dan mempertahankan kandungan bahan organik, (2) penggunaan
pupuk kimia dilakukan secara benar dan diimbangi dengan penambahan pupuk
kandang, (3)penggunaan kompos membuka peluang pasar baru dan mendorong
masyarakat perdesaan untuk mengembangkan industri kompos dengan
memelihara ternak(sapi), (4) teknologi pakan dalam memanfaatkan jerami padi
dan limbah pertanian lainnya telah mampu mengurangi biaya pemeliharaan sapi
melalui usaha kompos,(5) anak sapi (pedet) merupakan produk utama dari
budidaya sapi, namunsebagian biaya pakan dapat diatasi dengan penjualan
kompos, dan (6) peternakan dapat dipandang sebagai usaha investasi (tabungan)
yang tidak terkena inflasi,mampu menciptakan lapangan kerja yang memang tidak
tersedia di perdesaan, dan menjadi bagian integral dari sistem usahatani dan
kehidupan masyarakat.
Usahatani Terpadu umumnya sudah dilakukan oleh petani di Asia Tenggara
dan di Indonesia. Petani di Indonesia sudah sejak lama menerapkan konsep ini
namun pemerintah baru mengintroduksikan secara intensif tahun 2002 di sebelas
provinsi, dimana salah satunya adalah provinsi Jawa Barat. Program ini
diharapkan mampu memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan dan
mengembangkan diversifikasi usahatani dalam rangka mengurangi resiko usaha
pertanian. Usahatani terpadu umumnya memiliki resiko usaha relatif lebih kecil
dibandingkan dengan usahatani monokultur yang tidak memiliki alternatif
tambahan pendapatan dalam usahatani. Selain itu penggunaan input dalam satu
sistem dan mengurangi ketergantungan input dari luar sistem (seperti pupuk
kimia) merupakan dukungan bagi prinsip keberlanjutan.Trend masyarakat yang
menghendaki produk yang aman dari tingginya residu input kimia (produk
organik) membuat sistem usahatani terpadu menjadi salah satu solusi yang bisa
diterapkan oleh rumah tangga petani. Ada delapan keuntungan dari penerapan
usahatani terpadu, yaitu (1) diversifikasi penggunaan sumberdaya produksi, (2)
mengurangi terjadinya resiko, (3) efisiensi penggunaan input produksi, (4)
mengurangi ketergantungan energi kimia,(5) sistem ekologi lebih lestari dan tidak
menimbulkan polusi sehingga melindungi lingkungan hidup, (6) meningkatkan
output dan (7) mengembangkan pendapatan rumah tangga petani yang lebih stabil
(Devendra1993).
Pelaksanaan usahatani terpadu dalam prakteknya ada yang berdampak
positif dan negatif dan ada yang berkesinambungan dan tidak berkesinambungan.
Misalnyaprogram integrasi kakao-padi-ternak (domba dan sapi)di Kabupaten
Parigi Moutong dan Kabupaten Donggala yang dicanangkan tahun 2004 termasuk
yang tidak berkesinambungan. Saat ini paket teknologi integrasi kakao-ternak di
kedua lokasi tersebut sudah tidak ditemui lagi. Penyebabnya adalah pada produksi
bahan baku pakan yakni kulit buah kakao yang sangat rendah akibat terserang
hama dan sulitnya memperoleh probiotik untuk pembuatan pakan ternak
(Handayani 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Howara di Majalengka
dan Basuni di Cianjur menunjukkan usahatani terpadu berdampak positif dimana
pendapatan petani padi di Majalengka pada tahun 2004 dan di Cianjur pada tahun
2008 meningkat cukup signifikan. Dari aspek alokasi curahan tenaga kerja,
penelitian Prasetyo di Grobogan Jawa Tengah tahun 2002 menunjukkan terjadinya
pengurangan penggunaan tenaga kerja wanita dari 22.4 HOK per bulan menjadi
17.3 HOK per bulan. Usahatani terpadu bisa juga berdampak negatif pada
efisiensi tenaga kerja dan efisiensi penggunaan modal. Dwiyana dan Mendoza

13
(2006) menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan tenaga kerja dan efisiensi
penggunaan modal pada sistem usahatani minapadi adalah lebih rendah daripada
usahatani padi monokultur. Meskipun demikian, secara keseluruhan pendapatan
usahatani terpadu adalah lebih tinggi daripada usahatani padi monokultur. Kasus
di Cina (Ruddle dan Zhong 1988) menunjukkan adanya pengggunaan input dari
luar Zhujian dengan harga lebih mahal pada tingkat produksi dan harga produk
yang sama menurunkan keuntungan usahatani terpadu.
Hasil dari pelaksanaan usahatani terpadu yang berdampak positif, negatif,
dan tidak berkesinambungan di suatu wilayah membuat perlunya suatu analisis
tentang faktor-faktor apa yang sebenarnya memengaruhi keputusan petani dalam
menerapkan usahatani terpadu padi-ternak dan bagaimana faktor-faktor dalam
usahatani terpadu memengaruhi perilaku rumah tanggapetani usahatani terpadu
padi-ternak
Rumusan Masalah
Salah satu program pemerintah seperti SIPT berupaya meningkatkan
produksi padi dan sapi dengan mengintegrasikan padi dengan ternak, pernah
dilaksanakan di beberapa kabupaten di Jawa Barat. Program yang dilaksanakan
pada tahun 2002 ini cukup memberikan motivasi bagi petani dalam meningkatkan
pendapatan melalui diversifikasi usahatani. Penelitian ini hendak menganalisis
bagaimana pelaksanaan dan penerapan usahatani terpadu sesudah program
pemerintah tersebut berakhir dan
juga menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi penerapan usahatani terpadu di Jawa Barat serta pengaruhnya
terhadap pendapatan petani. Menurut Noble (2009) usahatani terpadu secara
empiris lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan usahatani konvensional
yang monokultur. Usahatani terpadu juga mampu menggunakan input lebih
efisien karena menggunakan limbah usahatani sebagai salah satu input usahatani
sehingga tidak ada yang terbuang (zero waste).Namun penerapan usahatani
terpadu masih terbatas diadopsi oleh petani karena banyak faktor yang
memengaruhi rumah tanggapetani dalam proses pengambilan keputusan
penerapan usahatani terpadu(Lightfoot and Minnick 1991).
Penentu kebijakan dalam pengelolaan sistem usahatani terpadu padi-ternak
dimulaidari pengambilan keputusan dari rumah tangga petani. Keputusan rumah
tangga petani terkait dengan perilaku ekonomi rumah tanggayang spesifik dari
usahatani terpadu padi-ternak. Perilaku ekonomi rumah tangga petani pada
dasarnya merupakan perilaku rasional dalam mengalokasikan sumberdaya rumah
tangga yang dimiliki untukmenghasilkan barang dan jasa, serta dalam
menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Perilaku
rasional rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya dapat dikelompokkan
menjadi keputusan produksi,sedangkan perilaku rasional dalam menggunakan
barang dan jasa untukmemenuhi kebutuhan rumah tangga merupakan keputusan
konsumsi.
Pemahaman terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani sangat
pentinguntuk mengantisipasi dampak suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah.Misalnya, apakah kebijakan pengaturan harga input dan harga
outputmampu memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi dan

14
pendapatan sehingga sistem usahatani terpadu padi-ternak dapat
berkesinambungan.
Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana karakteristik dan deskripsi usahatani rumahtangga petani terpadu
padi-sapi?
2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi keputusan petani untuk menerapkan
sistem usahatani terpadu padi-sapi?
3. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi perilaku ekonomi rumah tangga
petani dalam kegiatan usahatani terpadu padi-sapi?
4. Bagaimana dampak perubahan harga input dan harga output terhadap ekonomi
rumah tangga dan kesinambungan usahatani terpadu padi-sapi?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik dan menganalisis usahatani rumahtangga petani
terpadu padi-sapi
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam
menerapkansistem usahatani terpadu padi-sapi
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku ekonomi rumah
tangga petani dalam kegiatan usahatani terpadu padi-sapi
4. Menganalisis dampak perubahan harga input dan harga output terhadap
ekonomi rumah tanggadan kesinambungan usahatani terpadu padi-sapi
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang Lingkup
1. Konsep Usahatani Terpadu Padi-sapidalam penelitian ini adalah sistem
usahatani campuran yang dikelola sedemikian rupa sehingga ada saling
ketergantungan antara kegiatan usahatani satu dengan lainnya. Usahatani yang
dimaksud adalah usahatani padi dan usaha ternak sapi yang saling berintegrasi
dengan menggunakan limbah usahatani dari masing-masing kegiatan
usahatani.
2. Rumah tangga petani usahatani terpadu padi ternak (UTPT) yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani yang melakukan kegiatan
usahatani tanaman padi sawah dan usaha ternak sapi serta memanfaatkan
limbah masing-masing usaha tersebut untuk kegiatan-kegiatan usahatani.
Survey juga dilakukan pada petani yang melakukan kegiatan usahatani
tanaman padi sawah dan usaha ternak sapi namun tidak memanfaatkan limbah
kotoran ternak atau pupuk kandang untuk mendukung kegiatan usahatani
(petaninonUTPT) untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi peluang
petani untuk melakukan kegiatan usahatani terpadu.
3. Penelitian ini merupakan studi yang dilakukan di provinsi Jawa Barat pada 3
kabupaten yaitu Subang, Sumedang dan Tasikmalaya. Responden merupakan

15
petani yang melakukan usahatani tanaman padi sawah dan usaha ternak sapi
secara mandiri tanpa paket bantuan dari pemerintah.
4. Metode analisis penelitian meliputi analisis deskriptif, analisi logit, dan
analisis ekonometrika melalui persamaan simultan. Analisis secara deskriptif
dilakukan dengan mengelompokkan petani yang melakukan UTPT dan non
UTPT. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi ekonomi rumahtangga
petani pada sistem usahatani terpadu padi-sapi, khususnya dalam produksi,
alokasi penggunaan tenaga kerja, struktur pendapatan dan distribusi
pengeluaran. Analisis logit ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan petani dalam melaksanakan program integrasi,
sedangkan model persamaan simultan dilakukan untuk menganalisis perilaku
ekonomi rumahtangga petani
5. Produksi padi adalah jumlah gabah kering panen selama satu tahun. Produksi
usaha sapi adalah pertambahan ternak sapi (berat badan) yang dihitung selama
satu tahun. Usahatani selain ternak sapi adalah kegiatan usaha ternak kambing,
domba, kerbau, dan babi. Usahatani selain padi adalah jagung, kacang tanah,
timun, pisang, ubi kayu, ubi jalar, lada dan kayu.
6. Pendapatan usahatani padi merupakan penerimaan dikurangi biaya produksi.
Penerimaan usahatani padi adalah produksi gabah selama satu tahun dikali
dengan harga gabah. Biaya produksi usahatani padi adalah biaya penggunaan
faktor produksi selama satu tahun kegiatan usahatani padi. Biaya produksi
antara lain biaya penggunaan bibit, pupuk, obat tanaman, tenaga kerja, pajak
dan iuran kas desa.
7. Pendapatan usaha ternak sapi merupakan penerimaan dikurangi biaya
produksi. Penerimaan usahatani adalah pertambahan berat sapi selama satu
tahun dikali dengan harga sapi hidup. Biaya produksi adalah penggunaan
pakan ternak jerami dan rumput, dedak, obat dan vitamin ternak, inseminasi
buatan (IB), penyusutan kandang, dan biaya tenaga kerja.
8. Pendapatan rumah tangga adalah total penjumlahan dari pendapatan usahatani
padi, pendapatan usaha sapi, pendapatan selain usahatani padi dan usaha sapi
serta pendapatan non pertanian. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi
biaya. Penerimaan dari usahatani padi dan tanaman lain dihitung dari jumlah
produksi dikali harga produksi. Penerimaan dari usaha sapi dan ternak lain
adalah bobot hidup ternak dikali dengan harga berat hidup. Penerimaan
tersebut dikurangi dengan biaya dari masing-masing produksi sehingga
diperoleh pendapatan.
9. Pengeluaran rumah tangga adalah total penjumlahan konsumsi pangan,
konsumsi non pangan dan investasi total. Konsumsi non pangan adalah
penjumlahan dari konsumsi non makanan dan investasi total. Konsumsi
pangan adalah konsumsi di luar pangan beras. Investasi total adalah
penjumlahan dari investasi sumberdaya dan investasi sosial
10. Kesinambungan usahatani dalam penelitian ini adalah kesinambungan
usahatani yang dilihat dari aspek ekonomi. Faktor fluktuasi harga input dan
output memengaruhi ketahanan suatu usahatani untuk terus berkesinambungan
(sustainable) atau tidak berkesinambungan (unsustainable)

16
Keterbatasan
1. Tanaman lain dan ternak lain tidak menghitung biaya produksimasing-masing
komoditas karena tidak tersedianya data. Hal ini disebabkan karena peneliti
hendak fokus pada usahatani padi dan sapi saja. Selain itu petani juga sulit
mengingat informasi secara rinci biaya masing-masing komoditas tersebut
karena petani menganggap usahatani tanaman seperti padi dan ternak sapi
adalah utama dan usaha di luar itu adalah sampingan. Sehingga untuk tanaman
lain dan ternak lain peneliti hanya menghitung penerimaan saja sebagai proksi
pendapatan.
2. Pada penelitian ini produksi sapi dihitung melalui satuan ternak karena tidak
ada data bobot sapi dalam satuan kilogram. Setiap satu satuan ternak setara
dengan satu ekor sapi perah dewasa non laktasi atau satu ekor kuda dewasa
dengan berat 325 kg. (Ensminger 1961; Direktorat Pembibitan Ternak 2015).
Kemudian dihitung penerimaan usaha ternak sapi melalui konversi berat
dengan satuan kilogram.
Kebaruan dan Posisi Penelitian
1. Secara umum kebaruan dari sisi metodologi adalah fragmentasi keputusan
rumah tangga petani dalam lima blok utama yaitu blok produksi, blok input
produksi, blok permintaan dan penawaran tenaga kerja, blok pendapatan dan
blok pengeluaran yang dianalisis secara simultan.
2. Penelitian ini menjelaskan usahatani terpadu antara padi-sapi dari perspektif
ekonomi (bukan dari perspektif teknik). Kepentingannya adalah bahwa
manfaat usahatani terpadu secara teknis perlu dikaji lebih jelas dari sisi
ekonomi.
3. Perspektif ekonomi yang digunakan adalah ekonomi rumah tangga pertanian.
Ekonomi rumah tangga penting karena di Indonesia masyarakat pelaku
usahatani terpadu adalah rumah tangga dengan skala luas usahatani yang
berukuran kecil
4. Petani usahatani terpadu padi-sapi dalam penelitian adalah petani non program
atau petani mandiri dimana dalam melakukan kegiatan usahatani terpadu padisapi tanpa ada paket bantuan dari pemerintah. Hal positif yang didapat dari
petani non program menunjukkan sinyal positif bagi pemerintah dimana
teknologi usahatani terpadu dapat diterima oleh petani jika kondisi
ekonomi/agroekonomi kondusif.

17

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konteks, Ruang Lingkup, dan Faktor-Faktor
Penting dalam Usahatani Terpadu
Sistem Usahatani Terpadu bukan merupakan sistem baru yang diterapkan
oleh petani Indonesia. Petani sudah sejak lama melakukan sistem ini namun
belum dikelola dengan baik. Sistem usahatani terpadu mulai diperkenalkan pada
tahun 1970-an berdasarkan hasil-hasil pengkajian dan penelitian yang dimulai
oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor dengan mengacu pada
pola di IRRI. Sejak saat itu secara bertahap muncul istilah-istilah "pola tanam"
(cropping pattern), "pola usahatani" (cropping systems), sampai akhimya muncul
istilah "sistem integrasi tanaman-ternak" yang merupakan terjemahan dari crop
livestock systems (Diwyanto et al., 2002).
Penurunan atau degradasi kesuburan lahan akibat penggunaan input kimia
mendorong Departemen Pertanian pada tahun 2002 melaksanakan Program
Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) , dimana salah satu kegiatannya
adalah Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) di sebelas provinsi yang
meliputi 20 kabupaten. Setiap kabupaten dialokasikan dana dalam bentuk proyek
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp648,75 juta yang diperuntukkan
bagi (1) pengadaan ternak sapi, (2) bantuan perkandangan, (3) bantuan konsentrat,
(4) bantuan bangunan untuk pengolahan jerami, (5) bantuan bangunan untuk
pembuatan kompos, serta (6) bantuan vaksin dan obat-obatan. Tatacara
penyaluran dana bantuan langsung kepada kelompok tani mengikuti Surat Edaran
Dirjen Anggaran Nomor: SE.91/1/2002. Setiap petani yang tergabung dalam suatu
kelompok tani memperoleh kredit untuk pengadaan 2-3 ekor sapi dengan periode
pengembalian selama 30 bulan.
Integrasi atau keterpaduan tanaman dan ternak adalah metode yang tepat
dilakukan terutama dikaitkan dengan pertanian berkesinambungan(Sustainable
Agriculture) karena beberapa alasan; (1) mendukung kelestarian alam dimana
keterpaduan menganut konsep zero waste yaitumeminimalisir limbah usahatani
yang menyebabkan pencemaran, (2) meminimalisir penggunakan input kimia
(pupuk anorganik) sehingga memenuhi pendekatan Low External Input. Menurut
Suharto (2000) pendekatan Low External Input adalah suatu cara dalam
menerapkan konsep pertanian terpadu dengan mengupayakan penggunaan input
yang berasal dari sistem pertanian sendiri, dan sangat minimal penggunaan input
produksi dari luar sistem pertanian tersebut.
Sistem usahatani terpadu yang dikemukakan Ugwumba (2010)
dikelompokkan menjadi dua, yaitu integrasi parsial(partial integration)dan
integrasi penuh(full integration). Integrasi parsial merupakan sistem usahatani
yang mengkombinasikan unit usaha tanaman-ternak-ikan, sedangkan integrasi
penuh mengkombinasikan seluruh unit usaha pertanian termasuk kegiatan
pengolahan, yaitu tanaman-ternak-ikan-pengolahan-biogas. Kategorisasi yang
dikemukakan oleh Ugwumba (2010) didasarkan pada banyaknya jenis unit usaha
yang dikelola petani. Integrasi lengkap bilamana petani mengelola seluruh jenis
unit usaha termasuk kegiatan pengolahan dan pembuatan biogas. Pada sistem ini
praktis tidak ada limbah usahatani yang terbuang (zero waste).

18
Penerapan pertanian terpadu skala rumah tangga banyak ditemukan di luar
Pulau Jawa dimana sebagian diusahakan dengan pengelolaan terpadu antara
tanaman perkebunan-tanaman pangan-hewan ternak. Kondisi tersebut dapat
ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosyid (1990) di Sumatera
Selatan maupun oleh Handayani (2009) di Sulawesi Tengah, dan Elly et al. (2008)
di Sulawesi Utara. Pengusahaan kegiatan usahatani terpadu di luar Pulau Jawa
tersebut diidentikkan dengan pengusahaan bersama tanaman pangan baik palawija
maupun padi, tanaman perkebunan misalnya kakao, kelapa, karet, dan hewan
ternak misalnya sapi atau domba, dalam satu rumah tangga petani. Seringkali
pengusahaan ketiga kegiatan usahatanitersebut memiliki hubungan yang
kompetitif dalam hal penggunaan tenaga kerja. Misalnya adalah pada saat
tanaman perkebunan tidak berada pada masa menghasilkan atau tidak berbuah
maka sebagian besar curahan tenaga kerja akan dialokasikan untuk kegiatan
usahatani tanaman pangan sehingga keberadaan usahatani tanaman perkebunan
dan ternak adalah sebagai usahatani pendukung. Berbeda halnya pada saat
tanaman perkebunan berada pada masa berbuah atau menghasilkan maka sebagian
besar curahan tenaga kerja akan dialokasikan untuk kegiatan perkebunan sehingga
keberadaan usahatani tanaman pangan dan ternak adalah sebagai pendukung
(Rosyid 1990). Maka dapat dikatakan bahwasanya posisi sebuah
kegiatanusahatani pada usahatani terpadu di luar Pulau Jawa senantiasa berubah
tergantung pada masa produksi tanaman. Posisi hewan ternak adalah sama saja
dari waktu ke waktu yakni sebagai kegiatan usaha pendukung usahatani tanaman.
Integrasi pada skala wilayah misalnya adalah program introduksi temak
domba usahatani sayuran di Desa Canggal, Kabupaten Temanggung, Propinsi
Jawa Tengah. Penelitian Kusnadi et al. ( 2006) di lokasi tersebut menunjukkan
bahwasanya terdapat perbedaan cara pengelolaan pertanian terpadu antara ternak
domba
dengan
usahatani
sayuran.
Petani-petani
yang
tidak
diintroduksikanpertanian integrasi mengusahakan usahatani sayuran dan ternak
domba pada skala rumah tangga petani. Berbeda halnya pada petani yang
diintroduksikan pengelolaan pertanian secara terpadu, dimana setiap petani
mengusahakan sayuran organik pada skala rumah tangga dengan pengelolaan
ternak domba secara berkelompok. Dengan demikian pengelolaan terpadu tersebut
dilakukan pada skala wilayah. Petani-petani yang diintroduksikan usahatani
terpadu sayuran-domba yang dikelola secara kelompok memberikan peningkatan
pendapatan yang lebih tinggi 50.53% daripada pengelolaan domba dalam skala
rumah tangga petani 26%. Adanya pengelolaan domba secara berkelompok
mampu meningkatkan angka kelahiran anakan, menurunkan persentase kematian,
dan meningkatkan pertambahan bobot badan domba per bulannya.
Penelitian Ruddle dan Zhong (1988) mengemukakan bahwa penerapan
pertanian terpadu cukup banyak diterapkan di dunia. Misalnya dapat ditunjukkan
oleh kegiatan usahatani terpadu antara usaha perikanan, tebu, usahatani daun
mulberi dan ulat sutera di delta Sungai Zhujian, Cina. Adanya keterpaduan antara
keempat kegiatan tersebut dapat memproduksi berbagai jenis komoditas dalam
jumlah yang jauh lebih banyak dan memiliki areal produksi yang luas. Areal
produksi yang luas dan jumlah produksi yang melimpah tidak menjamin adanya
potensi keuntungan yang lebih besar. Penyebabnya adalah faktor harga komoditas
sutera yang dihasilkan oleh petani memiliki harga yang lebih rendah dibanding
daerah lain karena kualitas sutera yang dihasilkan memang lebih rendah. Adanya

19
pasar input produksi usahatani yang berasal dari luar daerah Zhujian
menyebabkan biaya produksi lebih tinggi sehingga harga lebih tinggi pada
kualitas yang sama. Produk antara yang menjadi input tidak mampu memenuhi
kebutuhan input di daerah Zhujian sehingga kekurangan tersebut dipenuhi dengan
membeli dari luar sistem. Jumlah kekurangan input yang cukup besar tentu saja
akan meningkatkan penggunaan input dari luar sistem.
Kajian Empiris Penerapan Usahatani Terpadu
Sistem usahatani terpadu merupakan salah satu model usahatani yang
banyak dikembangkan, khususnya di negara-negara berkembang yang
masyarakatnya masih mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan
rumah tangga. Pada sistem usahatani terpadu hubungan sinergis antara kegiatan
yang diintegrasikan diharapkan dapat menghasilkan total output yang lebih
banyak daripada output setiap kegiatan tersebut secara individual. Lebih jauh
usahatani terpadu diharapkan dapat mempertahankan keberadaan usahatani dan
menjaga bahkan meningkatkan kestabilan pendapatan usahatani (Devendra 1993).
Tabel 2.1 Perbandingan Integrated dan Monoculture Farming
System di Northeast, Thailand (Tipraqsa 2006)
Farm Type
Biophysical characteristics
Integrated
Monoculture
1. Irrigation infrastructures
Many
Few
2. Diversity (of crops, animals & enterprises)
High
Low
Socio-economic characteristics
3. Family labor
Much
Little
4. Labor saving technologies (tractors,
water pumps)
Few
Many
5. Hired labor
Much
Little
6. Off-farm income
Much
Little
Outputs
7. Productivity
High
Low
8. Soil fertility
High
Low
9. Financial profitability
High
Low
10. Flexibility of product use
Much
Little
11. Diversity (of activities, products &
income sources)
High
Low
12. Stability
High
Low
Roshetco et al. (2001) mengemukakan bahwa sistem usahatani terpadu
mengemban empat fungsi pokok yaitu (a) memperbaiki kesejahteraan, (b)
mendorong pertumbuhan ekonomi, (c) memperkuat ketahanan pangan, dan d)
memelihara kelestarian
lingkungan. Sistem usahatani terpadu dapat
dikembangkan dalam banyak bentuk, antara lain: (a) Tumpang gilir; antara dua
atau lebih tanaman semusim misalnya (padi + jagung + kacang), (b) Tumpang
gilir; beberapa jenis tanaman semusim ditanam pada waktu yang tidak bersamaan
dalam satu musim (jagung-kacang, jagung - jarak), (c) Tanaman sela (alley

20
cropping); campuran antara tanaman semusim di antara tanaman tahunan/tanaman
keras (jagung - kelapa, kacang-kacangan - jambu mente), (d) Tanaman campuran
(mix cropping);(e)campuran beberapa agroforestry (wanatani); tanaman pertanian
dengan tanaman kehutanan, f) Agropastoral; tanaman pertanian dengan tanaman
pakan ternak.
Secara umum usahatani terpadu lebih unggul dibandingkan usahatani yang
monokultur. Hal ini diungkapkan oleh Tipraqsa (2006) di Thailand yang
membandingkan sistem usahatani terpadu dengan usahatani monokultur melalui
berbagai kriteria. Pada sistem usahatani terpadu dari sisi output, produktivitas
lebih tinggi dibandingkan sistem monokultur (Tabel 2.1). Pada sisi input,
penggunaan tenaga kerja dibutuhkan lebih banyak pada sistem usahatani terpadu
sebagai konsekuensi adanya keragaman unit usaha dan kegiatan. Namun demikian
secara finansial, sistem usahatani terpadu memberikan pendapatan usahatani lebih
tinggi dibandingkan sistem monokultur.

Dampak Penerapan Sistem Usahatani Terpadu
terhadap Penggunaan Input Produksi
Singh (2000) selama 15 dari tahun 1984 sampai 2000 di Haryana, India
menyatakan bahwa sistem usahatani terpadu antara tanaman dan ternak cenderung
lebih efisien dan menguntungkan serta mampu menciptakan kesempatan kerja
dibandingkan sistem usahatani monokultur. Kondisi ini berlaku baik untuk
wilayah beririgasi maupun lahan kering. Pada usahatani terpadu, kebutuhan
tenaga kerja per satu hektar rata-rata 559-630 hari kerja pria, dibandingkan pada
usahatani monokultur rata-rata 182 hari kerja pria.Padausahatani terpadu,
kebutuhan tenaga kerja umumnya 2 hingga 3 kali lebih tinggi. Peningkatan
kebutuhan tenaga kerja disebabkan adanya penambahan kegiatan karena unit
usaha yang dikelola bertambah. Pada usahatani monokultur hanya membutuhkan
tenaga kerja mengurus satu unit usaha, sedangkan pada usahatani terpadu, unit
usaha yang dikelola minimal dua macam, oleh karena itu kebutuhan tenaga kerja
tentu lebih tinggi dibandingkan usahatani monokultur.
Prajitno (2009) mengemukakan keberhasilan usahatani terpadu pada
kelompok tani subak Guama di Kabupaten Tabanan, Bali. Kelompok tani
menerapkan pola padi-palawija (tumpangsari) dengan mengintegrasikan ternak
sapi dan babi. Dari usaha tersebut penggunaan pupuk urea untuk tanaman dapat
dikurangi dari 225 kg/ha menjadi 150 kg/ha, sedangkan rata-rata produksi gabah
kering panen padi dapat ditingkatkan dari 5 ton/ha menjadi 8 ton/ha. Penurunan
jumlah penggunaan pupuk urea untuk tanaman disebabkan adanya penggunaan
kotoran ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
Schiere et al. (2002) dan Agbonlahor et al. (2003) dalam Noble (2009)
menjelaskan hasil penelitian terkait alokasi sumberdaya pada penerapan usahatani
terpadu dengan menggunakan metode Linear Programming. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa optimalisasi penggunaan input dapat diperoleh
padausahatani integrasi tanaman-ternak.Kombinasi kedua jenis unit usaha ini
mampu meningkatkan kesuburan lahan dan keberlanjutan usahatani lebih terjaga.
Input lainnya seperti penggunaan air untuk kebutuhan produksi, menurut
Jayanthi et al. (2000) bahwa untuk usahatani terpadu tanaman-unggas-ikan-jamur

21
relatif lebih sedikit penggunaan airnya dibandingkan usahatani monokultur. Hal
ini disebabkan limbah usahatani yang berupa cairan dari satu unit usaha tertentu
dapat dimanfaatkan oleh unit usaha lainnya.
Penelitian Priyanti (2007) mengenai dampak program sistem integrasi
tanaman ternak terhadap pendapatan dan pengeluaran petani di 5 kabupaten di
DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur mengemukan bahwa dengan adanya usahatani
terpadu tersebut, maka mempengaruhi produksi dan penggunaan tenaga kerja
dimana produksi padi meningkat 43%, kompos 13.4%, dan sapi 15.5%.
Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usahatani padi meningkat 3.4%, untuk
usaha sapi 0.7%, dan permintaan tenaga kerja luar keluarga 12.5%.
Beberapa penelitian lain yang menunjukkan pengurangan biaya input antara
lain usahatani terpadu tanaman dan ternak sapi di Jawa Tengah mampu
menghemat biaya pemupukan 18.14%-48% atau 8.8% dari total biaya (Kariyasa
2005). Usahatani terpadu kasus di Jawa Barat mampu menghemat biaya pakan
ternak dan pupuk masing-masing sampai dengan 36.2% dan 24% (Hanifah 2008).
Dampak Penerapan Sistem Usahatani Terpadu terhadap
Produksi, Produktivitas dan Pendapatan
Hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan produktivitas antara lain
Zaini et al. (2003) menunjukkan produktivitas padi sawah sekitar 1 ton per Ha
dan pendapatan petani meningkat antara Rp900 ribu - Rp 1 juta per Ha per musim
tanam. Penelitian Howara (2004) di Majalengka (Jabar) menunjukkan pendapatan
meningkat 1.45 jt per musim tanam dibanding petani pengguna pupuk anorganik.
Hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk organik menyebabkan turunnya
penggunaan pupuk anorganik, sehingga biaya produksi menjadi lebih rendah.
Penelitian Syam dan Sariubang (2005) di Takalar (Sulsel) menunjukkan
penggunaan pupuk organik 2 ton/Ha berimbang dgn Urea, Za, KCl meningkatkan
pendapatan Rp 3.38 juta per Ha per musim tanam. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
karena harga pupuk anorganik yang semakin mahal, maka disarankan bagi petani
untuk menggunakan kombinasi pupuk organik dengan anorganik secara
berimbang.
Pengkajian yang dilakukan oleh Manikmas et al. (2003) di empat propinsi
yaitu Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel masing-masing pada dua kabupaten
menunjukkan bahwa secara konsepsi pendekatan P3T dalam upaya meningkatkan
pendapatan usahatani dan kesejahteraan rumah tangga tani pada lahan sawah
irigasi cukup baik. Bahkan komponen P3T (Peningkatan Produktivitas Padi
Terpadu), seperti PTT (Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu), SIPT
(Sistem Integrasi Padi-Ternak), dan KUAT (Kelompok Usaha Agribisnis
Terpadu) bila diterapkan dengan optimal akan memberikan nilai tambah produksi
dan ekonomi yang cukup memadai bagi petani.
Hasil penelitian Ugwumba et al. (2010) di Nigeria menyebutkan bahwa
usahatani yang dikelola dengan full integration memberikan pendapatan bersih
usahatani lebih tinggi dibandingkan partial integration. Faktor-faktor yang
memengaruhi NFi (net farm income) ternyata tidak hanya ditentukan oleh jenis
integrasi, tetapi faktor lain seperti tingkat pendidikan, lamanya pengalaman
bertani, dan gender. Makin tinggi tingkat pendidikan dan lamanya pengalaman
bertani mendorong petani memiliki keterampilan yang lebih baik dan cenderung

22
mampu mengelola usahatani lebih baik. Faktor lain yang tidak kalah penting yaitu
faktor harga input dan harga output. Hasil analisis Ugwumba, et al. (2010) dengan
menggunakan analisis fungsi keuntungan menunjukkan bah