Ransum pada penelitian ini terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan perbandingan 70:30. Susunan ransum komplit yang akan dipergunakan pada
penelitian ini terlihat seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Susunan ransum komplit dan kandungan nutrisinya
Bahan Pakan Ransum Komplit
Perlakuan 1. Komposisi ransum
Rumput lapang 35,0
Limbah taoge kacang hijau 35,0
Pollard 17,0
Urea 0,5
Bungkil kelapa 8,5
Molases 4,0
Total 100
2. Kandungan Nutrisi Ransum komplit 100 BK Abu
6,4 Protein kasar
16,7 Serat kasar
31,1 Lemak kasar
10,5 Beta-N
35,3 TDN
70,7
Berdasarkan perhitungan Tabel 1
Ransum yang diberikan adalah: R1: Ransum dalam bentuk segar
R2: Ransum Komplit dalam bentuk mash R3: Ransum Komplit dalam bentuk pelet
R4: Ransum Komplit dalam bentuk wafer Peubah yang diukur adalah:
a. Konsumsi bahan kering ransum
Rataan konsumsi bahan kering pakan per ekorhari diperoleh dengan cara menimbang pakan segar yang diberikan dikalikan dengan kandungan bahan
keringnya, kemudian dikurangi sisa pakan dan dikalikan dengan bahan kering pakan tersebut. Pengukuran dilakukan setiap 24 jam selama 30 hari. Rumus
yang digunakan adalah: Konsumsi BK g = pemberian x BK
– sisa x BK
b. Kecernaan ransum Close dan Menke, 1986
Koleksi feses dilakukan setiap hari selama 7 hari dengan menimbang feses yang dihasilkan selama 24 jam, kemudian diambil 10 dari total feses sebagai
sampel feses. Setelah hari ke 7 sampel dikomposit untuk setiap kelompot ternak individu ternak. Dari gabungan sampel diambil sub sampel feses A
untuk dianalisa, bahan kering dan bahan organic. Rumus yang digunakan yaitu:
c. Pertambahan bobot badan
Ditentukan dengan penghitungan selisih bobot badan akhir dengan bobot badan awalekorlama periode penelitian hari. Penimbangan bobot badan dilakukan
pada pagi hari antara pukul 06.00 - 07.00 WIB sebelum pemberian pakan.
d. Efisiensi Penggunaan Ransum
Efisiensi penggunaan ransum diukur dengan cara membagi pertambahan bobot badan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap RAL dengan 4 perlakuan ransum dan 3 ulangan berupa ternak. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam ANOVA dan apabila terdapat pebedaan antar perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan
menggunakan software SAS 9.1.3. Model linier analisis ragam pada penelitian ini adalah :
= Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, dan ulangan ke-k = rataan umum
pengaruh perlakuan bentuk pakan segar, mash, pelet, wafer pengaruh ulangan ternak ke-j
= pengaruh galat
Tahap 2 Pengaruh Lama Penyimpanan Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau dalam Berbagai Bentuk Pakan
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Industri pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Ternak,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Bahan pakan yang yang akan diujikan terdiri dari rumput lapang, limbah taoge kacang hijau, molases, urea, bungkil kelapa dan pollard yang dicampur dan
diolah menjadi bentuk berbagai bentuk pakan. Langkah-langkah yang ditempuh mulai dari mempersiapkan bahan baku pakan hingga tersusun menjadi ransum
komplit terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram alur pengolahan bahan pakan penelitian
Prosedur Pengerjaan Kadar Air AOAC 2005
Pengukuran kadar air dilakukan terhadap ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau dalam berbagai bentuk pakan mash, pelet dan wafer
pada lama penyimpanan 0, 1 dan 2 bulan. Ransum komplit yang telah disimpan dalam karung plastik kemudian dibuka dan diambil sampel untuk dilakukan
analisis kadar air.
Ransum komplit berbentuk mash
Formula ransum komplit + konsentrat
pencampuran Rumput
lapang
Pencacahan 3-5 cm
Pengeringan Sinar matahari
penggilingan Limbah taoge
kacang hijau
Pencetakan wafer Pencetakan pelet
Diangin-anginkan Diangin-anginkan
Ransum komplit berbentuk wafer
Ransum komplit berbentuk pelet
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105
o
C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator kurang lebih 15 menit dan dibiarkan
sampai dingin kemudian ditimbang Sebanyak 2 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut Ba, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105
o
C selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai, cawan tersebut
kemudian dimasukkan kedalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali BKo. Nilai kadar air dihitung menggunakan
rumus:
Keterangan: KA = kadar air sampel
Ba = berat awal sampel g BKo = berat kering oven sampel g
Aktivitas Air Syarief Halid 1993
Nilai Aktivitas Air diperoleh dengan menggunakan alat yang disebut Aw meter. Aw meter sebelum digunakan terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan
larutan Barium Klorida BaCl2. Larutan dibiarkan selama 3 jam, kemudian jarum Aw meter ditera sampai menunjukkan angka 0,9 karena BaCl2 mempunyai
kelembapan garam jenuh sebesar 90. Pengukuran aktivitas air dilakukan dengan cara memasukkan bahan uji ke dalam Aw meter dan biarkan selama 3
jam, setelah itu pembacaan dilakukan Skala Aw dan kemudian dikoreksi
dengan faktor suhu. Aw = Pembacaan skala Aw + pembacaan skala suhu
– 20 x 0,002
Serangan Serangga Bulog 1996
Untuk melihat seberapa banyak serangga yang terdapat di dalam ransum yang disimpan dilakukan dengan mengayak ransum sebanyak satu kilogram
menggunakan saringan kemudian dihitung satu persatu jumlah serangga. Kemudian bahan yang diperiksa diberi kode:
CA : Aman, yaitu tidak terlihat dan tidak ditemukannya adanya serangga CR : Ringan, yaitu tidak terlihat adanya serangga ditumpukkan atau kurang
sebelum pemeriksaan sampel, maksimum 1-2 ekorkg. CM : Medium, yaitu serangga terlihat ditumpukkan, sekitar 3-5 ekorkg.
CB : Berat, yaitu serangga jelas banyak ditumpukkan, 6-10 ekorkg CSB : Sangat berat, yaitu 10 ekorkg.
Rancangan Percobaan
Ransum komplit yang sudah dibentuk menjadi berbagai bentuk pemberian pakan yaitu mash, pelet dan wafer kemudian diuji daya simpan selama 0, 1 dan 2
bulan. Peubah yang diamati meliputi pengamatan terhadap kadar air dan aktivitas air A
w
dan serangan serangga. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap RAL pola faktorial dengan 3 bentuk pakan mash, pelet
dan wafer dan 3 lama penyimpanan 0,1 dan 2 bulan dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam ANOVA dan apabila
terdapat pebedaan antar perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan software SAS 9.1.3. Model matematik rancangan tersebut adalah:
Y
ijk
= µ + α
i
+ β
j
+ αβ
ij
+ ε
ijk
Y
ijk
: nilai pengamatan pada faktor A mash, pelet dan wafer taraf ke i, faktor B 0,1 dan 2 bulan taraf ke-j dan ulangan ke k
µ, α
i
, β
j
: komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B
αβ
ij
: komponen interaksi dari faktor A dan faktor B ε
ij :
pengaruh acak yang menyebar normal 0,σ
ε 2
.
HASIL PENELITIAN
Tahap 1 Evaluasi Kualitas Nutrisi Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau pada Ternak Domba
Konsumsi bahan kering
Rataan konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian dan efisiensi penggunaan ransum serta kecernaan bahan kering dan bahan organik
disajikan pada Tabel 3. Konsumsi bahan kering pada penelitian ini berkisar antara 454,81-848,68 gekorhari. Angka yang tertinggi ditunjukkan oleh domba yang
mengkonsumsi pelet R3. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, menunjukkan adanya perbedaan nyata P0,05 antar konsumsi bahan kering. Setelah dilakukan
uji lanjut Duncan, maka diperoleh bahwa konsumsi tertinggi terjadi pada domba yang mendapat ransum komplit berbentuk pelet R3. Konsumsi bahan kering
dalam bentuk segar nyata lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk pelet R3 dan wafer R4 namun tidak berbeda nyata
dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk mash. Tabel 3 Performa domba yang mengkonsumsi ransum komplit mengandung
limbah taoge kacang hijau R1
R2 R3
R4 Konsumsi bahan
kering gekorhari 454,81±99,92
c
589,34±93,21
bc
848,68±65,08
a
683,81±70,36
b
Kecernaan: Bahan Kering 57,95±3,85
54,55±7,29 51,87±1,85
53,27±1,82 Bahan Organik
60,02±3,61 59,29±7,15
54,76±1,10 58,35±4,14
PBBH gekorhari 71,11±34,70
bc
58,89±20,09
c
145,37±12,30
a
106,33±9,03
b
Efisiensi Penggunaan Rakan
15,06±4,02
a
9,82±1,93
b
17,13±0,67
a
15,74±2,89
a
Keterangan: R1 = Ransum mengandung limbah taoge kacang hijau segar; R2 = Ransum komplit berbentuk mash; R3 = Ransum komplit berbentuk
pelet; R4 = Ransum komplit berbentuk wafer;
a,b,c
pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata P0.05
Kecernaan bahan kering dan bahan organik
Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Ransum yang diberikan dalam bentuk segar memiliki nilai
kecernaan bahan kering yang paling tinggi sedangkan yang terendah diperlihatkan oleh domba yang mendapatkan pakan berbentuk pelet. Berdasarkan hasil analisis
sidik ragam memperlihatkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan. Kecernaan bahan organik juga tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Berbagai bentuk pakan yang diujikan pada ternak domba memberikan pengaruh yang sama terhadap kecernaan bahan organik. Nilai kecernaan yang tidak berbeda
mengindikasikan bahwa berbagai bentuk pakan sama baiknya dicerna oleh ternak.
Pertambahan bobot badan
Pertambahan bobot badan harian secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Pertambahan bobot badan harian tertinggi terdapat pada domba yang
mengkonsumsi ransum komplit berbentuk pelet R3 yaitu sebesar 145,37 ± 12,30 gekorhari. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada
percobaan ini terjadi perbedaan nyata P0,05 antar perlakuan. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, maka diperoleh bahwa pertambahan bobot badan harian domba
yang mengkonsumsi ransum komplit berbentuk pelet R3 nyata lebih tinggi P0,05 dibandingkan dengan ransum segar R1 dan ransum berbentuk mash
R2 dan ransum berbentuk wafer R4. Ransum berbentuk mash R2 memiliki pertambahan bobot badan harian paling rendah namun tidak berbeda nyata dengan
ransum berbentuk segar R1.
Efisiensi penggunaan ransum
Efisiensi penggunaan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau disajikan pada Tabel 3. Nilai efisiensi ransum sangat erat kaitannya
dengan pertambahan bobot badan dan tingkat konsumsi ransum. Semakin tinggi nilai efisiensi pakan menunjukkan bahwa pakan yang diberikan memiliki kualitas
yang baik sehingga dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang maksimal. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan
pada ternak menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05 terhadap efisiensi pakan. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan, maka diperoleh hasil bahwa ransum
berbentuk mash R2 memiliki efisiensi penggunaan pakan paling rendah P0,05 dibandingkan dengan bentuk pakan lainnya yaitu sebesar 9,82 Tabel 3.
Efisiensi pakan yang tertinggi dicapai oleh ternak yang mendapat ransum komplit
berbentuk pelet R3 dengan nilai sebesar 17,13 diikuti oleh ransum komplit berbentuk wafer 15,74 dan ransum komplit berbentuk segar 15,06 dan
ketiganya tidak berbeda nyata.
Tahap 2 Pengaruh Lama Penyimpanan Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau dalam Berbagai Bentuk Pakan
Karakteristik Umum Ransum Komplit Penelitian
Ransum komplit berbetuk mash tepung memiliki bentuk lebih halus dibandingkan dengan bentuk pakan lainnya dan tanpa proses setelahnya. Ransum
komplit berbentuk mash pada lama penyimpanan 0 bulan memiliki warna hijau kecoklatan dan berbau segar hijauan Gambar 5. Lama penyimpanan selama 1
bulan menyebabkan bau segar hijauan pada ransum komplit berbentuk mash hilang, namun tidak merubah warna ransum komplit tersebut. Bau tengik mulai
muncul pada penyimpanan 2 bulan. Syarief dan Halid 1993 menyatakan bahwa ketengikan yang sering terjadi selama penyimpanan adalah ketengikan oksidatif,
yaitu ketengikan yang terjadi karena adanya interaksi antara ransum dan temperature. Lama penyimpanan 1 bulan menyebabkan ransum komplit berbentuk
mash mengalami penggumpalan dan bertambah banyak pada penyimpanan 2 bulan.
Ransum komplit berbentuk pelet yang digunakan pada penelitian ini memiliki ukuran diameter 4 mm dengan panjang 1-1,5 cm. Mesin pelet yang
digunakan adalah mesin pelet tipe basah dimana bahan pakan yang telah dicampur ditambahkan air terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam mesin pelet. Pelet
yang dicetak menggunakan mesin ini harus dikeringkan dengan cara diangin- anginkan paling kurang 1 hari sebelum dikemas kedalam karung penyimpanan.
Lama penyimpanan 2 bulan menyebabkan ransum komplit berbentuk pelet ditumbuhi kapang berwarna abu-abu.
Wafer ransum komplit merupakan suatu bentuk pakan yang memiliki bentuk fisik kompak dan ringkas sehingga diharapkan dapat memudahkan dalam
penanganan dan transportasi, disamping itu memiliki kandungan nutrisi yang langkap dan menggunakan teknologi yang relatif sederhana sehingga mudah
diterapkan Trisyulianti et al. 2003. Bentuk fisik wafer ransum komplit pada perlakuan ini adalah memiliki ukuran 20 x 20 x 1cm dan berwarna coklat tua.
Gambar 5 a Ransum komplit berbentuk mash lama penyimpanan 0 bulan b Ransum komplit berbentuk pelet lama penyimpanan 0 bulan c
Ransum komplit berbentuk wafer lama penyimpanan 0 bulan
Ransum komplit berbentuk wafer memiliki wangi segar hijauan dan molases yang mendapat tekanan panas juga tercium. Lama penyimpanan 2 bulan
menyebabkan bau segar pada wafer menjadi hilang. Penyimpanan ransum komplit selama dua bulan menyebabkan tumbuhnya kapang pada wafer yang terlihat dari
adanya muncul cendawan berwarna abu-abu tua hingga kehitaman pada permukaan dan pinggiran wafer. Kapang pada bahan pakan meyebabkan ransum
tidak aman untuk dikonsumsi ternak.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air
Kadar air ransum komplit penelitian ini sebelum disimpan adalah 14,93 - 15,79. terhadap kadar air. Kadar air ransum komplit pada lama penyimpanan 0
bulan lebih tinggi dari standar dimana kadar air untuk pakan yang akan disimpan adalah dibawah 14 SNI 2006. Tingginya kadar air ransum komplit penelitian
ini dibandingkan dengan nilai standar nasional Indonesia untuk ransum menyebabkan ransum komplit penelitian ini tidak dapat disimpan lama.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antar lama penyimpanan dan bentuk pakan berpengaruh nyata P0,05 terhadap nilai kadar
air ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau. Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk mash dan wafer
pada lama penyimpanan 0 bulan memiliki kadar air yang paling rendah. Kadar air paling tinggi adalah pada ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang
hijau berbentuk pelet pada lama penyimpanan 2 bulan, namun tidak berbeda nyata a
b c
dengan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk mash dan wafer pada lama penyimpanan 2 bulan.
Tabel 4 Rataan kadar air dan aktivitas air ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau dalam berbagai bentuk pakan
Perlakuan Peubah
Kadar Air Aktivitas Air
Bentuk Pakan Mash
16,10 0,79
Pelet 16,19
0,81 Wafer
15,90 0,80
Lama Penyimpanan Bulan 15,30
0,80
a
1 16,11
0,80
a
2 16,78
0,81
b
Pengaruh: Bentuk Pakan B
TN TN
Lama Penyimpanan L B x L
TN SEM
0,159 0,006
Hasil analisis uji lanjut Tabel 4 terlihat bahwa tidak terjadi peningkatan P0,05 kadar air pada ransum komplit berbentuk pelet pada lama penimpanan 0
dan 1 bulan. Sedangkan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk mash dan wafer pada lama penyimpanan 0 dan 1 bulan
mengalami peningkatan kadar air.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap aktivitas air
Aktivitas air A
w
ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau dalam berbagai bentuk pakan pada lama penyimpanan hingga dua bulan
ditunjukkan dalam Tabel 4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas air yang paling tinggi terdapat pada ransum komplit berbentuk pelet setelah disimpan
selama dua bulan 0,82 ±0,006 dan yang paling rendah terdapat pada ransum komplit berbentuk mash dengan lama penyimpanan 0 bulan 0,79±0,000.
Semakin lama waktu penyimpanan akan menyebabkan peningkatan aktivitas air. Aktivitas air ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada
lama penyimpanan satu bulan lebih rendah P0,05 dibandingkan dengan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada lama
penyimpanan dua bulan. Tabel 5 Aktivitas air A
w
ransum komplit mengandung limbah taoge kacang hijau selama penyimpanan
Bentuk Pakan Lama Penyimpanan Bulan Ke-
Rataan 1
2 Mash
0,79±0,000 0,79±0,005
0,81±0,006 0,79±0,008
Pelet 0,80±0,012
0,79±0,020 0,82±0,006
0,81±0,010 Wafer
0,80±0,012 0,80±0,006
0,81±0,000 0,80±0,009
Rataan 0,80±0,007
a
0,80±0,007
a
0,81±0,005
b
Keterangan : terlihat penggumpalan terlihat adanya kapang yang tumbuh dan berwarna abu-abu tua
a,b,c
pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata P0,05 Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh
nyata P0,05 terhadap aktivitas air, artinya semakin lama disimpan maka nilai aktivitas air makin meningkat sehingga mikroba dapat tumbuh dan berkembang
biak. Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada lama penympanan 2 bulan memiliki nilai aktivitas air yang lebih tinggi P0,05
dibandingkan dengan yang disimpan pada lama penyimpanan 1 bulan. Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada lama penyimpanan 0
dan 1 bulan tidak mengalami kenaikan nilai aktivitas air.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap serangan serangga
Jumlah serangga pada ransum komplit dalam berbagai bentuk selama penelitian diperlihatkan pada Tabel 6. Serangan serangan mulai telihat pada
penyimpanan pakan selama satu bulan. Ransum komplit berbentuk mash dan pelet memiliki jumlah serangga dengan tingkat serangan ringan, dimana terlihat
serangga dengan jumlah 1-2 ekor dalam 1 kg bahan pakan pada lama penyimpanan 1 bulan. Jumlah serangan pada ransum komplit berbentuk wafer
berada pada tingkat medium yaitu sebanyak 3 ekor per kg bahan pakan.
Tabel 6 Jumlah serangga selama penyimpanan ekor Bentuk Pakan
Lama Penyimpanan Bulan Ke- Rataan
1 2
Mash 2
7 3
Pelet 1
2 1
Wafer 3
4 2
Rataan 2
4 Lama penyimpanan 2 bulan menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah
serangga. Jumlah serangga pada ransum komplit berbentuk mash menjadi tingkat serangan berat 7 ekor per kg bahan. Ransum komplit berbentuk pelet relatif
tidak terjadi peningkatan serangan serangga dimana jumlah serangga adalah 2 ekor per kg bahan dan ransum komplit berbentuk wafer mendapat serangan
serangga medium 4 ekor per kg bahan.
PEMBAHASAN
Tahap 1 Evaluasi Kualitas Nutrisi Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau pada Ternak Domba
Konsumsi bahan kering dalam bentuk segar nyata lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk pelet R3 dan
wafer R4 namun tidak berbeda nyata dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk mash. Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto et al.
2011 bahwa domba yang mengkonsumsi rumput lapang berbentuk pelet memiliki tingkat konsumsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang
mengkonsumsi rumput lapang segar. Peningkatan konsumsi dapat terjadi karena proses penggilingan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk serat menjadi
partikel berukuran kecil sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan laju aliran digesta Zebeli et al. 2007. Fisher 2002; Heinrichs et al. 2002
menyatakan bahwa penggilingan terhadap bahan pakan sumber serat yang memiliki kualitas nutrisi rendah dapat meningkatkan konsumsi secara signifikan.
Proses pencetakan ransum menjadi bentuk pelet membuat bahan pakan penyusun ransum komplit menjadi halus. Ransum yang halus akan menyebabkan
laju alir digesta didalam rumen menjadi cepat sehingga waktu retensi dalam rumen menjadi pendek dan mempercepat proses pengosongan isi rumen dan
akhirnya akan meningkatkan konsumsi ransum. Bahan pakan yang telah halus juga mudah masuk ke usus halus dan kemudian diserap oleh tubuh dan jika sulit
dicerna oleh enzim di usus akan dibuang melalui feses. Van soest 1994 menyatakan bahwa peningkatan konsumsi bahan kering sebagai akibat dari proses
penggilingan sebelum pelleting adalah disebabkan oleh meningkatnya kepadatan pakan karena penurunan ukuran partikel dan pecahnya struktur dinding sel.
Konsumsi bahan kering pakan perlakuan R1-R4 terhadap bobot badan secara berturut adalah 3,3, 4,6, 6,1 dan 4,6. Hal ini sudah sesuai dengan
kebutuhan konsumsi domba sebesar 3 dari bobot badan NRC 1985. Ransum yang telah dicetak menjadi bentuk yang kompak akan mengurangi kemungkinan
ternak hanya memakan pakan yang disukai saja. Ransum yang telah dicetak mengandung nutrisi yang lengkap dan menyebar secara rata sehingga yang
disajikan pada ternak dapat memenuhi kebutuhan ternak. Hijauan yang digiling akan meningkatkan luas permukaan pakan sehingga menyediakan media bagi
mikroba rumen lebih banyak dan degradasi pakan akan meningkat Rappet Bava 2008.
Ransum komplit berbentuk mash R2, walaupun telah mengalami proses penggilingan terlebih dahulu namun memberikan nilai konsumsi yang tidak
berbeda nyata dengan domba yang mengkonsumsi ransum segar R1. Hal ini diduga karena pengaruh bentuk pakan yang mudah ditiup angin sehingga banyak
pakan yang hilang bukan karena dikonsumsi. Kesulitan ternak dalam mengkonsumsi pakan berbentuk mash juga diindikasikan dengan bersin. Bentuk
mash juga akan menyebabkan pakan yang dikonsumsi akan lebih cepat melewati dan meninggalkan saluran pencernaan sehingga menyebabkan banyak zat nutrisi
yang terbuang melalui feses. Ternak yang mengkonsumsi ransum komplit dalam bentuk mash tidak menunjukkan peningkatan bobot badan harian seiring dengan
penambahan ransum yang dikonsumsi. Pertambahan bobot badan harian domba pada penelitian ini umumnya sebanding dengan kenaikan konsumsi bahan kering
ransum, kecuali pada ternak yang mendapat ransum komplit berbentuk mash R2. Hal ini mungkin disebabkan karena bentuk mash yang terlalu halus sehingga
menyebabkan banyak pakan tebuang tertiup angin ataupun yang tidak dapat diserap usus sehingga terbuang kembali melalui usus.
Pertambahan bobot badan harian tertinggi terdapat pada domba yang mengkonsumsi ransum komplit berbentuk pelet. Ransum berbentuk mash R2
memiliki pertambahan bobot badan harian paling rendah namun tidak berbeda nyata dengan ransum berbentuk segar R1. Kondisi ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Widiyanto et al. 2011 bahwa domba yang mendapat ransum berupa rumput lapang berbentuk pelet memberikan pertambahan bobot
badan harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang mengkonsumsi rumput lapang segar.
Pertambahan bobot badan yang paling tinggi pada domba yang mengkonsumsi ransum komplit berbentuk pelet R3 diduga disebabkan oleh
bentuk pelet memungkinkan semua bahan pakan penyusun ransum dapat dimakan ternak secara sempurna dan mengurangi resiko pakan ditiup angin. Curch dan
Pond 1988 juga menyatakan bahwa proses penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak yang relatif lebih besar untuk
hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang menjadi kecil. Kualitas pakan yang dikonsumsi tenak semakin baik maka akan diikuti oleh pertambahan
bobot badan yang semakin tinggi. Efisiensi penggunaan pakan diperoleh dengan jalan membandingkan
antara pertambahan berat badan dan konsumsi bahan kering ransum. Efisiensi penggunaan pakan yang baik ditentukan dari berapa besar pakan yang dikonsumsi
dan dapat memberikan kontribusi terhadap pertambahan bobot badan yang terbaik. Efisiensi pakan yang tertinggi dicapai oleh ternak yang mendapat ransum
komplit berbentuk pelet R3 dengan nilai sebesar 17,13 diikuti oleh ransum komplit berbentuk wafer 15,74 dan ransum komplit berbentuk segar 15,06
dan ketiganya tidak berbeda nyata. Ransum komplit berbentuk mash R2 memiliki nilai efisiensi penggunaan pakan paling rendah. Hal ini mengindikasikan
bahwa ransum berbentuk pelet, wafer dan segar berturut-turut nyata lebih efisien dimanfaatkan domba menjadi daging dibandingkan dengan ransum komplit
berbentuk mash R2. Pond et al 2005 menyatakan bahwa semakin baik kualitas pakan maka akan semakin baik pula efisiensi pembentukan energi dan produksi
ternak. Efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan
Campbell et al. 2006. Ransum komplit berbentuk mash memiliki ukuran partikel sangat kecil membuat ternak yang mengkonsumsinya terganggu. Butiran halus
dari ransum komplit berbentuk mash menyebabkan ransum berbentuk mash ini mudah terbang dan tertiup angin sehingga apabila sampai di hidung ternak akan
menyebabkan ternak bersin. Kondisi yang tidak nyaman ini lah yang mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan mengakibatkan nilai efisiensi
ransum yang juga rendah. Pengukuran daya cerna adalah suatu usaha untuk menentukan jumlah zat
makanan dari bahan makanan yang diserap dalam saluran pencernaan tractus gastrointestinalis. Pengukuran jumlah zat makanan yang dapat dicerna oleh
ternak dapat dilakukan dengan mengetahui kecernaan bahan kering dan bahan organik. Nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik menunjukan derajat
cerna pakan pada alat pencernaan dan besarnya sumbangan suatu pakan bagi ternak, serta merupakan indikator kesanggupan ternak untuk memanfaatkan suatu
jenis pakan tertentu. Kecernaan bahan makanan yang tinggi menunjukkan sebagian besar dari zat-zat makanan yang terkandung di dalamnya dapat
dimanfaatkan oleh hewan. Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk
pelet memiliki nilai kecernaan bahan kering yang paling rendah dibandingkan bentuk pakan lainnya. Hal ini berkaitan dengan tingginya jumlah konsumsi
ransum bentuk ini. Tingginya konsumsi ransum domba menyebabkan kontak antara zat makanan dengan mikroba rumen menjadi sedikit, hal ini lah yang
menyebabkan kecernaannya menjadi rendah. Namun, berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar
bentuk pakan dengan kecernaan bahan kering. Kecernaan adalah zat-zat makanan dari konsumsi pakan yang tidak
diekskresikan ke dalam feses, selisih antara zat makanan yang dikonsumsi dengan yang dieksresikan dalam feses merupakan jumlah zat makanan yang dapat
dicerna. Jadi kecernaan merupakan pencerminan dari kemampuan suatu bahan pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Tinggi rendahnya kecernaan bahan
pakan memberikan arti seberapa besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat dicernakan ke dalam saluran pencernaan.
Tahap 2 Pengaruh Lama Penyimpanan Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau dalam Berbagai Bentuk Pakan
Perbedaan kadar air awal lama penyimpanan 0 bulan pada masing-masing bentuk pakan ini kemungkinan diakibatkan oleh proses pencetakan menjadi
berbagai bentuk pakan. Ransum komplit berbentuk wafer mengalami proses pemanasan dan mendapat tekanan yang bertujuan untuk memadatkan bahan pakan
penyusun ransum, hal ini menyebabkan kandungan air awal ransum komplit berbentuk wafer menjadi paling rendah. Sedangkan ransum komplit berbentuk
pelet mengalami penambahan air dalam proses pembuatannya sesuai dengan
prosedur penggunaan alat sehingga menyebabkan kadar airnya lebih tinggi dibanding ransum komplit dalam bentuk lainnya.
Tingginya kadar air pakan selama penyimpanan dapat mengakibatkan mudahnya mikroorganisme berkembang biak. Peningkatan kadar air selama
penyimpanan juga merupakan indikator kerusakan ransum. Kadar air menentukan daya simpan ransum, pada ransum dengan kadar air tinggi maka daya simpannya
lebih singkat dibanding ransum yang memiliki kadar air lebih rendah Hall 1970. Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk pelet
pada lama peyimpanan 0 dan 1 bulan tidak mengalami kenaikan kadar air P0,05.Hal ini memperlihatkan bahwa ransum komplit yang mengandung
limbah taoge kacang hijau berbentuk pelet dapat disimpan hingga satu bulan. Aktivitas air Aw bukan merupakan komponen kadar air bahan, namun
keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari nilai air bahan tersebut. Aktivitas air digunakan untuk mengetahui seberapa besar kerusakan bahan yang disebabkan
oleh jamur, khamir, bakteri, enzim dan kerusakan kimia lainnya. Ransum komplit pada penelitian ini masih baik jika langsung dikonsumsi ternak namun apabila
disimpan dalam jangka waktu lebih lama, perlu dilakukan penanganan pengeringan terlebih dahulu serta menjaga kelembaban ruang penyimpanan
Winarno et al. 1980. Purnomo 1995 menyebutkan bahwa khamir dapat tumbuh dan
berkembang biak pada nilai A
w
0,87-0,91, sedangkan kebanyakan kapang pada nilai A
w
0,80-0,87. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa pakan kompilt berbentuk mash, pelet dan wafer dengan lama penyimpanan
2 bulan telah memperlihatkan adanya jamur berwarna abu-abu tua. Ransum komplit berbentuk mash terdapat beberapa gumpalan kecil dan pada ransum
komplit bentuk pelet dan wafer terlihat perubahan warna pada permukaan ransum komplit menjadi warna abu-abu tua. Hal ini mengindikasikan bahwa ransum
komplit tidak dapat disimpan hingga 2 bulan dan hanya dapat disimpan hingga satu bulan.
Semakin tinggi nilai aktivitas air suatu bahan makan akan semakin tinggi pula kemungkinan tumbuh dan berkembangnya mikroba dalam bahan tersebut
Syarief Halid 1993. Ransum komplit berbentuk mash, pelet, wafer masih
memungkinkan untuk disimpan dengan cara menjaga kondisi ruang gudang penyimpanan agar tidak mempercepat pertumbuhan kapang.
Serangga menyebabkan kehilangan kandungan nutrisi bahan karena serangga menggunakan bahan pakan sebagai sumber makanannya dan merusak
lapisan kulit pelindung bahan pakan tersebut. Aktivitas metabolik serangga dan kutu menyebabkan peningkatan kadar air dan suhu bahan pakan yang dirusak.
Serangga juga dapat bertindak sebagai pembawa spora jamur dan kotorannya digunakan sebagai sumber makanan oleh jamur.
Aktivitas makan yang dilakukan oleh serangga menyebabkan bahan pakan kehilangan berat. Kerusakan secara kimiawi menyebabkan penurunan kualitas
bahan, merubah rasa dan nilai nutrisi. Kerusakan secara fisik terjadi akibat kontaminasi bahan pakan oleh kotoran, jaring, bagian tubuh dan bau kotoran.
Serangga juga memicu pertumbuhan mikroorganisme lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk pelet memiliki tingkat konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan dan
efisiensi penggunaan ransum yang lebih tinggi dibandingkan ransum komplit bentuk segar, mash dan wafer. Ransum komplit yang mengandung limbah taoge
kacang hijau berbentuk pelet dengan lama penyimpanan satu bulan menunjukkan kualitas terbaik karena memiliki kadar air dan aktivitas air rendah serta kategori
serangan serangga ringan.
Saran
Limbah taoge kacang hijau segar dapat dimanfaatkan dalam ransum ternak domba, namun apabila peternak ingin menggunakannya pada musim paceklik
maka dapat diolah terlebih dahulu menjadi bentuk pelet. Perlu dilakukan uji lama penyimpanan dengan interval waktu yang lebih pendek agar dapat mengetahui
waktu aman penyimpanan yang lebih spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ketiga. Jakarta: PT. Gramedia.
[AOAC]. Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis. The 4th Ed. Gaithersburg, Md: AOAC International.
[Bulog]. Badan Urusan Logistik. 1996. Buku Panduan Perawatan Kualitas Komoditas Milik Bulog. Jakarta: Badan Urusan Logistik,
Church DC, Pond WG. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4
th
Ed. New York: New York Pre.
Close W, Menke KH. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition. A Manual Prepared for The Third Hohenheim Course on Animal Nutrition in The
Tropics and Semi-Tropics. 2nd Ed. Stuttgart: The Institute of Animal Nutrition, Hohenheim University.
Devandra C, Burns M. 1994. Produksi kambing di daerah tropis. Terjemahan Harya Putra. ITB Bandung dan Universitas Udayana
Direktorat Jendral
Peternakan. 2009.
Statistik Peternakan.
http:www.ditjennak.go.idbank5CTabel_4_6.pdf diakses tanggal 21 Mei 2011
Ella A. 1996. Produktivitas dan kualitas hujaian leguminosa pakan flamegia congesta dan desmodium rensonii pada pola tanam tumpang sari dengan
tanaman jagung [disertasi]. Bogor:Program pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Fisher DS. 2002. A review of few key factors regulating voluntary feed intake in ruminant. Crop Sci 42:1651
Hall DW. 1970. Handling and Storagenof Food Grains in Tropical and Subtropical Areas. Rome: Food and Agriculture Organization of The United
Nation.
Haryanto B, Djajanegara A. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat-Zat Makanan Ternak Ruminansia Kecil. Dalam Manika Wodzicka T, I. M. Mastika, A.
Djajanegara, Susan G. dan T.R. Wiradarya edt. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. UNS Press. Surakarta.
Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Tillman AD. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Heinrichs AJ, Komonoff PJ . 2002. Evaluating particle size of forages and TMR, using the new penn state forage particle separator. Cooperative Extention
College of Agric. Sci 42:1-15
Jayusmar. 2000. Pengaruh Suhu dan Tekanan Pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum komplit dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa
untuk ternak ruminansia [skripsi]. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Kearl LC. 1982. Nutrient Requirement of Ruminant in Developing Countries. International Feedstuff. Utah Agric Exp Station. Utah State University,
Logan. Utah.84332. USA
McDowell. 1992. Mineral in Animal and Human Nutrition. Academic Press Inc [NRC]. 1985. Nutrient Requirements of Sheep. Ed. Rev ke-6. Washington DC:
National Academy Press Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press. Peterson PR. 2005. Forage for Goat Production. Blacksburg: Dept. Virginia Tech
University Purnomo H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.
Jakarta:UI Press Rahayu S, Wandito DS, Ifafah WW. 2010. Survei Potensi Limbah Tauge di Kota
Madya Bogor [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Rappeti L, Bava L. 2008. Feeding Management of Dairy Goats in Intensive System. In: G. Pulina A. Cannas Eds.. Dairy Goats Feeding and
Nurition. CAB International, Wallingford.
Retnani Y, Kamesworo S, Khotidjah L, Saenab A. 2010. Pemanfaatan wafer limbah sayuran pasar untuk ternak domba. Pros. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. 503-510.
Saenab A. 2010. Evaluasi pemanfaatan limbah sayuran pasar sebagai pakan ternak ruminansia di DKI Jakarta. Publikasi Budidaya Ternak Ruminansia.
Edisi 1:1-6.
[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI Ransum Broiler Stater 01-3930- 2006. Badan Standar Nasional Indonesia.
Susangka I, Haetami K, Andriani Y. 2006. Evaluasi nilai gizi limbah sayuran dengan cara pengolahan berbeda dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan
ikan nila. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sutardi T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Bogor: Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Sutigno P. 1994. Perekat dan Perekatan. Ahli Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pengujian kayu lapis dan kayu olahan angkatan III tahun 1994. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan Dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Balai Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.
Bogor.
Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi penyimpanan pangan. Bogor: Penerbit Arcan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Tillman A, Hartadi DH, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu makanan ternak dasar. Yogyakarta: UGM Press.
Trisyulianti E. 1998. Pembuatan wafer rumput gajah untuk pakan ruminansia besar. Seminar Hasil-Hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Jurusan Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Trisyulianti E, Suryahadi, Rakhma VN. 2003. Pengaruh pengggunaan molasses dan tepung gaplek sebagai bahan perekat terhadap sifat fisik wafer ransum
komplit. Media Peternakan 262:35-39
Van Soest PJ. 1994. Nutrition Ecology of The Ruminant. 2nd Ed. O and B Books, Inc. Corvalis. New York: Cornell University Press.
Verma AK, Mehra UR, Daas RS, Sigh A. 1996. Nutrient utilization by murrah buffaloes Bubalus bubalis from compressed complete feed block CCFB.
Animal Feed Science and Technology 59: 255-263.
Widiyanto, Surahmanto, Mulyono, Kusumanti E. 2011. Pelleted field grass to increases the java thin tail sheep productivity. J Indonesian Tropc. Anim.
Agric. 364:273-280
Winarno FG, Fardiaz S. 1980. Pengantar teknologi pangan. Jakarta: PT. Gramedia.
Winarno FG. 1997. Kimia pangan gizi. Edisi Kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Zebeli Q et al. 2007. Effects of variying dietary forage particle size in two concentrate levels on chewing activity, ruminal mat characteristics and
passage in dairy cows. J. Dairy Sci 90 4:1929-1942
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis sidik ragam konsumsi bahan kering Source
DF Sum of Squares Mean Square
F Value Pr F
Model 3
246772.331 82257.4437
11.81 0.0026 Error
8 55716.252
6964.5315 Corrected Total
11 302488.583
Lampiran 2 Analisis sidik ragam pertambahan bobot badan harian Source
DF Sum of Squares
Mean Square F Value
Pr F Model
3 13618.22942
4539.40981 9.87
0.0046 Error
8 3680.5832
460.0729 Corrected Total
11 17298.81262
Lampiran 3 Analisis sidik ragam efisiensi peggunaan pakan Source
DF Sum of Squares
Mean Square F Value
Pr F Model
3 92.1097011
30.7032337 4.29
0.0443 Error
8 57.2983844
7.162298 Corrected Total
11 149.4080855
Lampiran 4 Analisis sidik ragam kecernaan bahan kering Source
DF Sum of Squares
Mean Square F Value
Pr F Model
3 60.7628917
20.2542972 1.08
0.4093 Error
8 149.4076
18.67595 Corrected Total
11 210.1704917
Lampiran 5 Analisis sidik ragam kecernaan bahan organik Source
DF Sum of Squares
Mean Square F Value
Pr F Model
3 30.8009011
10.266967 0.58
0.6434 Error
8 141.1644606
17.6455576 Corrected Total
11 171.9653617
Lampiran 6 Analisis sidik ragam kadar air ransum komplit Source
DF Type III SS Mean Square F Value Pr F bentuk
2 0.40242222
0.20121111 2.65
0.1110 lamapenyimpanan
2 9.85662222
4.92831111 65.02
.0001 bentuklamapenyimpan
4 1.25755556
0.31438889 4.15
0.0245 rbentuk
6 0.45111111
0.07518519 0.99
0.4726
Lampiran 7 Uji lanjut Duncan kadar air ransum komplit
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N interaksi
A 16.9133
3 Pelet2 B
A 16.7333
3 Mash2 B
A 16.6967
3 Wafer2 B
C 16.3833
3 Mash1 D
C 16.0800
3 Wafer1 D
15.8733 3 Pelet1
D 15.7933
3 Pelet0 E
15.1900 3 Mash0
E 14.9267
3 Wafer0
Lampiran 8 Analisis sidik ragam aktivitas air ransum komplit Source
DF Type III SS
Mean Square F Value Pr F
bentuk 2
0.00069030 0.00034515
3.40 0.0675
lamapenyimpanan 2
0.00122585 0.00061293
6.04 0.0153
bentuklamapenyimpan 4
0.00058926 0.00014731
1.45 0.2766
rbentuk 6
0.00030311 0.00005052
0.50 0.7982
Lampiran 9 Limbah taoge kacang hijau
Lampiran 10 Penyimpanan ransum komplit
Lampiran 11 Ransum komplit berbentuk pelet penyimpanan 2 bulan
Lampiran 12 Ransum komplit berbentuk wafer penyimpanan 2 bulan
ABSTRACT
NUR AFNI META FURNIATI. Evaluation of Complete Ration Containing Mung Bean Sprouts Waste in Various Form of Feed on Sheep. Under direction of YULI
RETNANI and DWIERRA EVVYERNIE AMIRROENAS.
Mung bean sprouts waste is a waste of vegetables that are available in traditional market everyday. Using of fresh mung bean sprouts waste had several
problems i.e., perishable and bulky. Its couse mung bean sprouts waste could not be stored for long periods and had large space for storage. The aim of this study
was to assess the mung bean sprouts waste utilized in sheep ration. This study used complete ration that consisted of nature grass, mung bean sprouts waste,
pollard, copra meal, molasses and urea. The study was divided into two experiments, first experiment was to assessment the nutritional quality of
complete rations in vivo used sheeps. A complete randomized design with four various form of complete ration and three sheeps as replication in each of
treatment was used in this experiment. Complete rations were given in fresh condition R1, mash form R2, pellet form R3 and wafer form R4. The
parameters observed were feed consumption, body weight gain, feed efficiency, digestibility of dry matter and organic matter. The result of this study showed that
digestibility of dry matter and organic matter do not significant differences. Feed consumption of sheeps fed by complete ration in pellet form R3 was higher
P0,05 than sheeps fed by fresh condition R1 and mash formR2. Body weight gain and feed efficiency of sheeps fed by complete ration in pellet form
R3 was higher P0,05 than other form. Second experiment was studied the effect of storage time in various physical forms. A completely randomized
factorial design with 3 form of complete ration mash, pellet and wafer and 3 long time storage 0, 1 and 2 month with three replications was used in this
experiment. The observed variables include observations of moisture content, water activity and insect attack. The result of this study showed that moisture
content had interaction P0,05 between form of complete ration and time of storage. Complete ration that storage for two month had water activity higher
P0,05 than 0 and 1 month of storage. Insect attack to complete ration in pellet form that storage in one month was higher than other form in two month and same
long time storage. Complete ration containing mung bean sprouts waste in pellet form that stored in one month had water content, water activity and insect attack
can be tolerance. Feed consumption, body weigh gain, feed efficiency of complete ration containing mung bean sprouts waste in pellet form was higest.
Key word: mung bean sprouts waste, mash, pellet, wafer, sheep
RINGKASAN
NUR AFNI META FURNIATI. Evaluasi Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau dalam Berbagai Bentuk Pakan pada Ternak Domba.
Dibimbing oleh YULI RETNANI dan DWIERRA EVVYERNIE AMIRROENAS
Peningkatan permintaan daging domba konsumsi harus diikuti dengan peningkatan kualitas pakan yang diberikan pada ternak domba tersebut. Pakan
yang memiliki nilai nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan domba akan membantu pencapaian hasil produksi yang optimal. Harga bahan pakan yang murah juga
perlu diperhatikan agar biaya produksi dalam pemeliharaan domba dapat seminimal mungkin. Limbah taoge kacang hijau merupakan sampah pasar yang
sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh manusia untuk dikonsumsi. Limbah taoge kacang hijau ini bisa dimanfaatkan karena masih memiliki kandungan nutrisi yang
berguna bagi ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada domba dan
lama penyimpanannya dalam berbagai bentuk pakan yaitu mash, pelet dan wafer.
Penelitian ini dibagi dalam dua tahap penelitian, yaitu tahap pertama mengkaji kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang
hijau pada ternak domba dan tahap kedua mempelajari pengaruh lama penyimpanan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau dalam
berbagai bentuk pakan. Tahap pertama menggunakan 12 ekor domba jantan lokal yang sedang dalam masa pertumbuhan dengan bobot badan awal 10,10 -14,10 kg.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap RAL dengan 4 perlakuan bentuk pakan dan 3 ulangan berupa ternak. Ransum komplit
yang diberikan mengandung limbah taoge kacang hijau dalam bentuk segar R1, mash R2, pelet R3 dan wafer R4. Peubah yang diamati adalah konsumsi
bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum. Penelitian tahap kedua menggunakan
rancangan acak lengkap RAL pola faktorial dengan 3 bentuk pakan mash, pelet dan wafer dan 3 jenis lama penyimpanan 0,1 dan 2 bulan dengan 3 ulangan.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam ANOVA dan apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan.
Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering tertinggi ditunjukkan oleh domba yang mengkonsumsi pelet R3. Konsumsi
bahan kering dalam bentuk segar R1 lebih rendah P0,05 dibandingkan dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk pelet R3 dan wafer R4 namun
tidak berbeda nyata dengan konsumsi bahan kering pakan berbentuk mash R2. Ransum yang diberikan dalam bentuk segar R1 memiliki nilai kecernaan bahan
kering yang paling tinggi sedangkan yang terendah diperlihatkan oleh domba yang mendapatkan pakan berbentuk pelet R3, tidak ada perbedaan yang nyata
antar perlakuan. Setiap bentuk pakan memberikan respon yang sama terhadap kecernaan bahan kering. Kecernaan bahan organik juga tidak berbeda nyata antar
perlakuan.
Pertambahan bobot badan harian domba yang mengkonsumsi ransum komplit berbentuk pelet R3 nyata lebih tinggi p0,05 dibandingkan dengan
ransum segar R1 dan ransum berbentuk mash R2 namun tidak berbeda nyata dengan ransum berbentuk wafer R4. Ransum berbentuk mash R2 memiliki
pertambahan bobot badan harian paling rendah namun tidak berbeda nyata dengan ransum berbentuk segar R1. Efisiensi penggunaan ransum yang tertinggi dicapai
oleh ternak yang mendapat ransum komplit berbentuk pelet R3 dengan nilai sebesar 17,13 diikuti oleh ransum komplit berbentuk wafer R4 yaitu 15,74
dan ransum komplit berbentuk segar R1 yaitu 15,06 dan ketiganya tidak berbeda nyata. Ransum komplit berbentuk mash R1 memiliki nilai efisiensi
penggunaan ransum lebih rendah P0,05 dibandingkan bentuk lainnya. Ransum berbentuk pelet, wafer dan segar berturut-turut nyata lebih efisien P0,05 dalam
memanfaatkan pakan menjadi daging dibandingkan dengan domba yang mengkonsumsi ransum komplit berbentuk mash R2. Ransum komplit berbentuk
pelet R3 menunjukkan konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian dan efisiensi penggunaan pakan tertinggi dibandingkan dengan ransum komplit
bentuk lain.
Hasil penelitian tahap kedua menyatakan bahwa terjadi interaksi P0,01 antara bentuk pakan dan lama penyimpanan terhadap kadar air. Ransum komplit
berbentuk wafer pada lama penyimpanan 0 bulan memiliki kadar air yang paling rendah namun tidak berbeda nyata dengan ransum komplit berbentuk mash pada
lama penyimpanan 0 bulan. Ransum komplit berbentuk pelet pada lama penyimpanan 0 dan 1 bulan tidak mengalami peningkatan kadar air yang nyata.
Nilai aktivitas air ransum komplit dua bulan mengalami peningkatan P0,05 dibandingkan dengan lama penyimpanan satu bulan. Jumlah serangga pada
ransum komplit berbentuk mash pada lama penyimpanan dua bulan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah serangga menjadi tingkat serangan berat 7 ekor
per kg bahan. Ransum komplit berbentuk pelet dengan lama peyimpanan satu bulan memiliki tingkat serangan serangga kategori ringan, yaitu satu ekor per kg
ransum. Semakin lama penyimpanan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air ransum penelitian, peningkatan aktivitas air yang tergambar dari pertumbuhan
kapang dan peningkatan jumlah seranggga. Ransum komplit mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk pelet yang disimpan selama satu bulan memiliki
kadar air, aktivitas air dan jumlah serangga yang masih dapat ditolerir.
Kesimpulan dari kedua tahap penelitian adalah ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau berbentuk pelet memiliki tingkat
konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan ransum yang lebih tinggi dibandingkan ransum komplit bentuk lainnya dan
ransum komplit berbentuk pelet dengan lama penyimpanan satu bulan menunjukkan kualitas yang terbaik karena memiliki kadar air dan aktivitas air
rendah tidak menunjukkan terjadinya pertumbuhan kapang dan jumlah serangga satu ekor per kilogram ransum kategori serangan serangga ringan.
Kata kunci : limbah taoge kacang hijau, mash, pelet, wafer, domba.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba merupakan ternak yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Sistem pemeliharan domba masih dilakukan secara tradisional dengan
pemberian pakan hanya berupa rumput lapang, dan sedikit sekali bahkan sama sekali tidak disediakan pakan penguat. Penggunaan rumput lapang ini karena
ketersediaannya yang cukup mudah diperoleh disekitar peternakan. Ternak yang dipelihara hendaknya mendapatkan pakan dengan kualitas
maupun kuantitas baik. Pakan berkualitas baik adalah pakan yang memiliki kandungan nutrisi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh ternak untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok yang tekait dengan aktifitas tubuh, metabolisme, pengaturan suhu tubuh, pencernaan, dan bernafas serta untuk kebutuhan
berproduksi. Pakan dengan kuantitas baik maksudnya adalah pakan dengan ketersediaan yang kontinyu sehingga dapat mencegah terjadinya fluktuasi
produksi dan agar tidak terjadi kesulitan penyediaan pakan sepanjang tahun. Pemberian ransum yang berkualitas baik diharapkan dapat meningkatkan bobot
badan ternak sehingga pertumbuhan ternak dapat berlangsung secara optimal. Indonesia merupakan negara tropis dimana ketersediaan hijauan termasuk
rumput lapang sangat variatif. Ketersediaan hijauan akan sangat berlimpah pada musim hujan dan menipis pada musim kemarau. Pemberian konsentrat pada
ternak dapat melengkapi kebutuhan nutrisi domba, namun harga konsentrat yang relatif mahal membuat peternak kesulitan untuk menyediakannya. Oleh karena itu
perlu dilakukan upaya mencari pakan alternatif yang potensial, murah dan mudah diperoleh.
Limbah sayuran pasar merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah pasar merupakan sisa sayuran yang
tidak terjual ataupun hasil penyiangan sayuran yang tidak dimanfaatkan lagi oleh manusia. Limbah sayuran pasar dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena
telah dibuang oleh pedagang sayuran. Salah satu limbah sayuran pasar yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah limbah taoge kacang hijau. Limbah
taoge kacang hijau ini merupakan bagian dari taoge kacang hijau yang berwarna
hijau dan tidak dimanfaatkan sebagai sayuran oleh manusia sehingga berpotensi mencemari lingkungan apabila tidak mendapat penanganan yang tepat.
Pemanfaatan limbah taoge kacang hijau dalam bentuk segar memiliki beberapa kendala antara lain sifat bahan yang mudah busuk yang membuat limbah
ini tidak dapat disimpan dalam waktu lama. Sifat voluminous bulky pada limbah ini juga menjadi kendala karena membutuhkan ruang yang luas untuk
penyimpanannya. Pengolahan limbah taoge diharapkan dapat lebih mendayagunakan dan
meningkatkan nilai manfaat dari limbah tersebut sebagai pakan ternak serta memungkinkan untuk disimpan dalam beberapa waktu sebagai stok persediaan
pakan ternak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan limbah taoge kacang hijau sebagai bahan pakan dan lama
penyimpanannya dalam bentuk mash, pelet dan wafer sebagai bahan pakan dalam ransum domba. Diharapkan pula peternak dapat menggunakan ransum tersebut
sebagai bahan pakan pengganti rumput pada pada masa paceklik kemarau.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan ransum komplit mengandung limbah taoge kacang hijau dan lama penyimpanannya dalam
berbagai bentuk pakan yaitu mash, pelet dan wafer pada ternak domba.
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Taoge Kacang Hijau
Taoge adalah hasil perkecambahan dari kacang-kacangan seperti kacang hijau dan kedelai. Limbah adalah sisa dari suatu produk yang sudah tidak
dimanfaatkan lagi oleh manusia. Limbah taoge kacang hijau terdiri dari kulit taoge kacang hijau berwarna hijau dan pecahan-pecahan taoge kacang hijau
berwarna putih yang dipisahkan oleh pengrajin taoge untuk mendapatkan taoge konsumsi yang akan dijual. Proses pemisahan taoge konsumsi dengan kulit taoge
ini ada dua cara yaitu dengan cara pencucian dan pengayakan. Proses pencucian biasanya akan menyebabkan kulit taoge mengapung. Limbah taoge ini dapat kita
jumpai disekitar pabrik taoge dan biasanya limbah taoge yang didapat memiliki kadar air yang relatif lebih tinggi. Cara kedua adalah dengan pengayakan, dan
biasanya proses ini dilakukan di pasar. Pedagang akan melakukan pengayan untuk memisahkan taoge dengan kulitnya. Kulit taoge dan beberapa pecahan akar taoge
akan dibuang pedagang karena tidak dijual sehingga menjadi sampah pasar. Limbah taoge yang dihasilkan pada proses ini cendrung memiliki kandungan air
yang lebih rendah. Limbah taoge kacang hijau yang digunakan pada penelitian ini adalah yang diperoleh di pasar.
Penanganan yang tepat perlu dilakukan pada limbah taoge ini. Apabila tidak ditangani dengan baik maka akan menjadi sampah pasar dan berpotensi
mencemari lingkungan. Limbah taoge kacang hijau memiliki potensi yang bagus untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak mengingat produksi taoge kacang hijau
sebagai sayuran yang tidak mengenal musim. Selama masyarakat masih mengkonsumsi taoge maka sepanjang itulah limbah taoge akan dihasilkan.
Limbah taoge kacang hijau merupakan salah satu limbah organik pasar yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari hanya membutuhkan waktu rata-rata 2 hari, dengan kadar air 65-70 Saenab 2010.
Retnani et al. 2010 menyatakan bahwa domba ekor gemuk jantan yang diberi wafer yang mengandung 50 rumput lapang dan 50 limbah sayuran
pasar dapat meningkatkan konsumsi bahan kering sebesar 19 dan pertambahan bobot badan harian sebesar 24 137,30 ± 6,92 grekorhari dibandingkan
perlakuan yang tidak mengkonsumsi wafer limbah sayuran pasar. Hasil survey Rahayu et al. 2010 di Kotamadya Bogor menunjukkan bahwa potensi limbah
taoge dari segi kuantitatif adalah sebesar 1,5 tonhari. Hal ini mengindikasikan bahwa limbah sayuran pasar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Gambar 1 Limbah Taoge Kacang Hijau dari salah seorang pengrajin taoge di Pasar Raya Bogor
Bentuk-bentuk Pakan
Limbah taoge kacang hijau dalam bentuk segar memiliki beberapa kendala untuk dimanfaatkan pada ternak. Kondisi segar yang memiliki kandungan air
cukup tinggi membuat limbah taoge kacang hijau ini tidak dapat disimpan lama sehingga perlu dilakukan pengolahan agar dapat dimanfaatkan untuk ternak.
Pengolahan menjadi berbagai macam bentuk pakan yang tepat perlu dilakukan untuk menjaga kandungan nutrisi dan dapat dimanfaatkan oleh ternak secara
sempurna. Tujuan lainnya adalah agar ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijua dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat
diberikan pada ternak pada musim paceklik rumput. Beberapa pengolahan bentuk ransum antara lain menjadi bentuk mash tepung, pelet dan wafer.
Mash
Ransum komplit berbentuk mash yaitu ransum yang telah mengalami proses penggilingan sehingga menjadi ukuran partikel yang kecil tepung. Ransum
berbentuk mash harganya relatif lebih murah dibandingkan pakan bentuk olahan lainnya karena tidak ada penambahan biaya untuk proses produksi lebih lanjut,
misalnya pencetakan pakan mash menjadi bentuk pelet atau wafer. Kelemahan
pakan berbentuk mash adalah mudah tercecer dan berdebu.
Pelet
Pelet adalah bentuk bahan makanan atau makanan yang dibentuk dengan menekan dan memadatkannya melalui lubang cetakan secara mekanis Hartadi et
al. 1997. Beberapa tahapan dalam pembuatan pelet diuraikan seperti berikut ini. a.
Pengolahan Pendahuluan
Ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan. Bahan pakan digiling hingga menjadi
bentuk tepung dan kemudian dilakukan pencampuran bahan pakan kedalam formulasi ransum yang diinginkan juga dilakukan pada tahap ini.
b. Pencetakan. Setelah semua bahan baku tercampur secara homogen, langkah selanjutnya
adalah mencetak campuran tadi menjadi bentuk pelet. Banyak jenis mesin yang dapat digunakan, mulai mesin sederhana hingga mesin yang biasa digunakan pada
industri pakan. Mesin pencetakan sederhana bisa merupakan hasil modifikasi gillingan daging yang diberi penggerak berupa motor listrik atau motor bakar.
Sistem kerja mesin cetak sederhana adalah dengan mendorong bahan pakan campuran didalam sebuah tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir screw
menuju cetakan die berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang-lubang berdiameter 2-3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut dalam
bentuk pelet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukan tambahan air sebanyak 10- 20 kedalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah
pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Jika
dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan macet. Disamping itu, pelet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat.
Proses condisioning juga terjadi dalam proses pembuatan pelet, dimana campuran bahan pakan dipanaskan dengan air dengan tujuan untuk gelatinisasi.
Tujuan gelatinisasi yaitu agar terjadi pencetakan antar partikel bahan penyusun sehingga penampakan pelet kompak, tekstur dan kekerasannya bagus. Gelatinisasi
merupakan rangkaian proses yang dimulai dari imbibisi air, pembengkakan granula sampai granula pecah. Pecahnya granula pati disebabkan karena
pemanasan melebihi batas pengembangan granula. Penguapan dalam proses pembuatan pakan berbentuk pelet bertujuan agar pakan menjadi steril, terbebas
dari kuman atau bibit penyakit serta menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat. Penguapan dilakukan dengan bantuan steam boiler yang uapnya
diarahkan ke dalam campuran pakan. Penguapan dengan suhu terlalu tinggi dalam waktu yang lama akan merusak atau setidaknya mengurangi kandungan beberapa
nutrisi dalam pakan, khususnya vitamin dan asam amino. Beberapa mesin cetak pelet berkapasitas sedang dan besar mempunyai fasilitas penguapan ini. Jadi,
penguapan atau steaming tidak dilakukan pada saat pencampuran, tetapi pada saat pencetakan.
c. Pengeringan
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan menjadi kurang dari 14. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan
dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pelet sistem kering, cukup dikering-anginkan saja hingga uap panasnya hilang,
sehingga pelet menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung.
Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran dibawah terik matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai
tercemar debu, kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa bibit penyakit. Mesin pengering yang umum digunakan sangat
beragam, diantaranya oven pengering. Dalam oven pengering, pelet basah disimpan dalam baki dan oven dipanaskan dengan bantuan kompor minyak tanah,
batu bara atau bahan bakar lainnya. Penyimpanan pelet dalam baki tidak boleh terlalu tebal, supaya dihasilkan pengeringan yang merata dan harus sering dibalik
supaya tidak gosong. Yang perlu diperhatikan apabila menggunakan alat pengering adalah suhu pemanasan tidak boleh lebih dari 80
C. Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi akan merusak kandungan nutrisi pakan, serta membuat
pakan menjadi terlalu keras.
Wafer
Wafer ransum komplit merupakan suatu bentuk pakan yang memiliki bentuk fisik kompak dan ringkas sehingga diharapkan dapat memudahkan dalam
hal penanganan dan transportasi, disamping itu memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan menggunakan teknologi yang relatif sederhana sehingga mudah
diterapkan dan ekonomis Trisyulianti 2003. Prinsip pembuatan wafer mengikuti prinsip pembuatan papan partikel yang mengalami proses pemadatan dengan
tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu selama waktu yang tertentu pula. Proses pembuatan wafer memerlukan perekat yang mempu mengikat
partikel-partikel bahan sehingga akan menghasilkan wafer yang kompak dan padat sesuai dengan densitas yang diinginkan. Sutigno 1994 menyatakan bahwa
perekat adalah suatu bahan yang dapat menahan dua buah benda berdasarkan ikatan permukaan. Ikatan permukaan tersebut bisa terjadi karena a masuknya
cairan perekat kedalam pori benda yang direkat kemudian mengeras perekatan mekanis dan b gaya tarik menarik antar perekat dengan molekul benda yang
direkat perekatan spesifik. Keberhasilan proses perekatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bahan yang direkat, perekat dan kondisi pengempaan.
Bahan perekat yang biasa digunakan dalam pengolahan bahan makanan ternak yang biasa digunakan antara lain adalah pati, terigu, tepung gaplek dan
molasses. Alat kempa panas merupakan alat yang digunakan dalam proses pembuatan wafer. Jayusmar 2002 melaporkan bahwa metode pembuatan wafer
pada suhu pengempaan 120°C, tekanan 12 kgcm2 dan dalam waktu pengempaan 10 menit akan menghasilkan wafer dengan penampilan menarik, susunan kompak
dan padat tetapi mudah hancur jika terkena air atau mudah hancur saat terkena saliva ternak.
Keuntungan wafer menurut Trisyulianti 1998 adalah : 1 kualitas nutrisi lengkap, 2 bahan baku bukan hanya dari hijauan makanan ternak seperti rumput
dan legum, tetapi juga dapat memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan, atau limbah pabrik pangan, 3 ketersediaannya berkesinambungan karena sifatnya
yang awet dapat bertahan cukup lama sehingga dapat mengantisipasi ketersediaan pakan pada musim kemarau serta dapat dibuat pada saat musim hujan ketika hasil
hijauan makanan ternak dan produk pertanian melimpah, dan 4 ransum berbetuk
wafer lebih menguntungkan karena dapat mempermudah dalam penanganan, pengawetan, transportasi, dapat disimpan lebih lama jika dibandingkan pakan
berbentuk segar. Pembuatan wafer ransum komplit akan memberikan nilai tambah karena menggunakan teknologi yang sederhana dengan energi yang relatif sedikit.
Verma et al. 1996 melaporkan bahwa Compressed Compete Feed Blocks CCFB mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat mengurangi bulk density,
lebih palatabel, memudahkan dalam penanganan, penyimpanan dan distribusi. Selain itu pengolahan bahan makanan menjadi bentuk blok memungkinkan
penyimpanan pakan yang akan digunakan pada musim kemarau. Kelebihan lainnya adalah teknologi pengolahannya mudah diadaptasi oleh negara-negara
berkembang. Proses pembuatan wafer Retnani 2010 adalah dengan beberapa langkah
sebagai berikut: a.
Bahan baku sumber serat dicacah dengan ukuran 2 - 5 cm, kemudian dijemur kering udara di bawah sinar matahari.
b. Bahan baku konsentrat digiling menggunakan hammer mill hingga berukuran
mash tepung. c.
Campur bahan-bahan sesuai susunan ransum komplit. d.
Ransum komplit dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk persegi berukuran 20 x 20 x 1 cm.
e. Setelah itu dilakukan pengempaan panas pada suhu 150°C dengan tekanan
200 - 300 kgcm
2
selama 20 menit. f.
Pendinginan lembaran wafer dilakukan dengan menempatkan wafer di udara terbuka selama minimal 24 jam sampai kadar air dan bobotnya konstan,
kemudian dimasukkan ke dalam karung.
Penyimpanan Pakan
Penyimpanan pakan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu terkait dengan waktu. Tujuan penyimpanan adalah untuk mempertahankan
dan menjaga komoditi yang disimpan dengan cara menghindari dan menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas
komoditi tersebut. Penyimpanan yang telalu lama akan menurunkan kualitas pakan tersebut.
Selama proses penyimpanan sering terjadi kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pakan. Kerusakan yang terjadi diantaranya adalah kerusakan
kimiawi, biologis dan fisik. Kerusakan kimiawi merupakan akibat dari reaksi- reaksi kimia, kerusakan biologis adalah akibat serangan mikroorganisme dan
kerusakan fisik biasanya terkait dengan proses penanganan. Pengamatan terhadap sifat fisik pakan bertujuan untuk mengetahui mutu
bahan pakan yang ada. Keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi
mengenai komposisi kimia dan nilai nutrisi bahan saja tetapi juga menyangkut sifat fisik, sehingga kerugian akibat kesalahan penanganan bahan pakan dapat
dihindari. Penyimpanan pakan ditujukan untuk membantu penyediaan pakan pada musm paceklik. Beberapa sifat fisik yang diujikan pada penelitian ini adalah kadar
air, aktivitas air dan serangan serangga.
Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pakan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air bahan pakan merupakan pengukuran jumlah
air total yang terkandung dalam bahan pakan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air Syarief Halid 1993. Hal ini akan berkaitan dengan
proses penyimpanan maupun penanganan bahan pakan berikutnya. Bahan pakan dengan kadar air cukup tinggi tidak dapat disimpan lama di gudang karena akan
cepat mengalami perubahan fisik dan biologi. Perubahan biologi yang terjadi diantaranya disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang terdapat dalam bahan
pakan tersebut. Kadar air dalam bahan pakan ikut menentukan kesegaran dan daya awet
bahan pakan tersebut. Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan mudahnya bakteri, khamir ragi dan kapang jamur berkembang biak, sehingga akan terjadi
perubahan pada bahan pakan tersebut Winarno 1997. Kadar air dalam bahan pakan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan bahan tersebut. Oleh
karena itu, penentuan kadar air sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat.
Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan
pangan tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan pasca olah bahan pangan Purnomo 1995.
Aktivitas Air
Aktivitas air atau water activity A
w
adalah jumlah air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk
pertumbuhannya, semakin tinggi nilai A
w
suatu bahan maka akan semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya jasad renik pada bahan tersebut Syarif Halid
1993. Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau air bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan
kimiawi. Semakin tinggi aktivitas air suatu bahan maka semakin tinggi pula kemungkinan tumbuhnya mikroba dalam bahan tersebut.
Aktivitas air merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menentukan kualitas dan keamanan suatu bahan pakan. Aktivitas air
mempengaruhi umur simpan, tekstur, rasa dan bau pakan. Aktivitas air mungkin menjadi faktor paling penting dalam mengendalikan pembusukan. Dengan
mengukur aktivitas air, akan memungkinkan kita memprediksi mikroorganisme yang akan berpotensi menyebabkan pembusukan.
A
w
dinyatakan dalam angka 0,1-1 yang sebanding dengan kelembaban 0- 100. Makin kecil angka Aw maka makin sedikit pula air bebas yang tersedia
dan makin sulit pula suatu jasad renik untuk tumbuh kembang. Winarno 1997 menyatakan bahwa berbagai mikroorganisme mempunyai nilai A
w
minimum agar dapat tumbuh dengan baik. Purnomo 1995 melaporkan bahwa masing-masing
jenis mikroorganisme membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. Bakteri umumnya dapat tumbuh dan berkembang biak pada
nilai Aw tinggi 0,91, khamir ragi dapat tumbuh dan berkembang biak pada nilai Aw 0,87
– 0,91 sedangkan jamur kapang lebih rendah lagi yaitu pada nilai Aw 0,81-0,87.
Serangan Serangga
Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas pakan yang disimpan. Serangga ini hidup dan
berkembang biak di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer,
maupun hama sekunder pemakan kapang jamur pada berbagai jenis komoditas pakan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Syarief dan Halid 1993
melaporkan bahwa serangga hama gudang yang penting tergolong kedalam 3 ordo yaitu 1 Coleoptera kumbang dengan cirri khas sayap depannya mengalami
pengerasan seperti tanduk disebut elytra. Serangga ini mengalami metamorphosis sempurna 2 Lepidoptera moth=ngengat mempunyai sayap
depan dan belahan yang mempunyai cirri-ciri khas yang biasanya digunakan untuk membedakan spesies satu dengan yang lainnya. Serangga ini juga
mengalami metamorphosis sempurna 3 Psocoptera Psocid dengan cirri khas sering tidak bersayap, antena panjang dengan ruas yang banyak, ukuran badan
sangat kecil dan transparan. Seringkali salah diidentifikasikan sebagai tungau mite dan mengalami metamorphosis tidak sempurna. Serangga yang merupakan
hama gudang ini akan menyebabkan kehilangan hasil selama produk dalam penyimpanan. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama gudang dapat
mencapai 10 – 15 dari isi gudang.
Evaluasi Kualitas Nutrisi Pakan pada Domba Domba
Ternak domba telah terdistribusi di berbagai pulau dan provinsi di seluruh wilayah Indonesia. Luasnya penyebaran populasi komoditas domba tersebut
membuktikan bahwa berbagai wilayah di tanah air memiliki tingkat kecocokan yang baik untuk pengembangan, baik kecocokan dari segi vegetasi, topografi,
klimat, dan bahkan dari sisi sosial-budaya daerah setempat. Direktorat Jendral Peternakan 2009 menyebutkan bahwa angka
pemotongan domba di Indonesia pada tahun 2009 adalah sejumlah 1.643.830 ekor atau sekitar 15,61 dari total populasi yang ada 10.471.991 ekor, namun hal
tersebut tidak ditunjang dengan peningkatan populasi domba dari tahun 2008 ke 2009 yang hanya sebesar 8,28. Apabila keadaan ini dibiarkan terus menerus
maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kelangkaan ternak domba pada beberapa tahun mendatang.
Tomaszewska et al. 1993 melaporkan bahwa terdapat tiga jenis domba yang dikenal di Indonesia: domba Jawa Ekor Kurus JEK, domba Jawa Ekor
Gemuk JEG dan domba Sumatera Ekor Kurus SEK. Domba Jawa Ekor Tipis
merupakan domba yang banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini termasuk golongan domba kecil, dengan berat potong sekitar 20
– 30 kg. Warna bulu putih dan biasanya memiliki bercak hitam di sekeliling matanya.
Ekornya tidak menunjukkan adanya desposisi lemak. Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina biasanya tidak bertanduk. Bulunya
berupa wol yang kasar.
Konsumsi Ransum
Konsumsi adalah jumlah ransum yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Aktivitas
konsumsi meliputi proses mencari pakan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra ternak terhadap pakan, proses memilih pakan dan proses
menghentikan makan Tillman et al. 1999. Tingkat konsumsi Voluntary Feed IntakeVFI adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila bahan
makanan tersebut diberikan secara ad libitum Parakkasi 1999. Jumlah pakan yang dikonsumsi menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak
dan selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produktivitas ternak tersebut. Namun yang menetukan konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangatlah beragam,
antara lain sifat pakan, kondisi fisiologis ternak umur, bobot badan, jenis kelamin, dan faktor genetik serta lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara.
Jumlah bahan kering pakan yang dapat dikonsumsi oleh seekor ternak selama satu hari perlu diketahui. Konsumsi bahan kering tergantung dari hijauan
saja yang diberikan atau dicampur konsentrat. Konsumsi bahan kering berdasarkan bobot badan ternak pada ruminansia kecil menurut Devendra dan
Burns 1994 3-5, NRC 1985 3. Peterson 2005 3,5-5 namun pada umumnya adalah 3-4 dari berat badan.
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Kecernaan adalah bagian zat makanan yang tidak dieksresikan dalam feses. Menurut Anggorodi 1990 bahwa pada dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu
upaya untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan. Bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara zat-zat makanan
dikonsumsi dengan yang dikeluarkan bersama feses dan bila bagian tertentu
dinyatakan sebagai persentase terhadap konsumsi maka disebut koefisien cerna McDowell 1992. Pengukuran kecernaan adalah suatu usaha untuk menentukan
jumlah zat makanan dari suatu bahan pakan yang diserap oleh saluran pencernaan. Bagian yang dicerna adalah selisih antara zat makanan yang dikandung dalam
bahan pakan yang dimakan dan zat yang terkandung dalam feses Ella 1996. Peterson 2005 menyatakan bahwa tinggi rendahnya daya cerna dipengaruhi oleh
jenis ternak, umur hewan, jenis bahan pakan, dan susunan kimianya. Banyak metode-metode yang digunakan dalam mengukur kecernaan suatu bahan pakan,
diantaranya adalah collected method, marker method, in sacco, in vivo dan in vitro.
Pertambahan Bobot Badan Harian
Pertambahan bobot badan adalah salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan pakan ternak, karena pertumbuhan yang
diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari pakan yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan harian
akan diketahui nilai suatu bahan pakan ternak Church Pond 1995.
Efisiensi Penggunaan Ransum
Efisiensi penggunaan ransum erat kaitannya dengan konsumsi ransum dan produksi pertambahan bobot badan. Efisiensi penggunaan ransum adalah rasio
antara pertambahan bobot badan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Efisiensi penggunaan ransum mengukur efisiensi hewan dalam mengubah bahan
pakan menjadi produk, dalam hal ini adalah daging domba.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1 Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang
hijau pada ternak domba dan 2 Percobaan mengenai pengaruh lama penyimpanan ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau dalam berbagai
bentuk pakan.
Tahap 1 Evaluasi Kualitas Nutrisi Ransum Komplit yang Mengandung Limbah Taoge Kacang Hijau pada Ternak Domba
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 - Maret 2012. Evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit mengandung limbah taoge kacang hijau pada
ternak domba ini dilakukan di laboratorium lapang blok A, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Ternak yang akan digunakan adalah domba jantan lokal berjumlah 12 ekor yang dalam masa pertumbuhan dengan bobot badan awal 10,0
– 14,10 kg. Peralatan yang digunakan adalah kandang individu yang memiliki tempat pakan
dan tempat minum terpisah serta timbangan untuk mengukur berat domba dan ransum yang diberikan pada ternak.
Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan Konsumsi domba berdasarkan bahan kering adalah sebanyak 3 dari bobot
badan NRC 1985, sehingga dalam penelitian ini ransum yang diberikan adalah sebanyak 5 dari bobot badan domba. Sebelum dilakukan pengumpulan data,
ternak diberikan obat cacing dan diberi pakan perlakuan selama 7 hari untuk
adaptasi terhadap pakan baru. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian pakan perlakuan selama tiga minggu untuk mengetahui pertambahan bobot badan dan
jumlah konsumsi pakan pada ternak domba. Diakhir penelitian, selama 7 hari dilakukan pengumpulan feses untuk memperoleh data kecernaan bahan kering dan
kecernaan bahan organik pakan.
Gambar 3 Penimbangan bobot badab dan Pengumpulan feses domba Bahan pakan yang digunakan adalah rumput lapang, limbah taoge kacang
hijau serta, molases, urea, bungkil kelapa dan pollar yang diolah menjadi bentuk berbagai bentuk pakan. Kandungan bahan pakan penyusun ransum komplit tersaji
pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi nutrisi bahan pakan penyusun ransum komplit berdasarkan
100 BK Bahan Pakan
Abu PK
SK LK
Beta-N TDN 100 BK
Rumput Lapang
1
10,92 14,94 38,63 0,94
34,58 58.09
4
Limbah taoge kacang hijau
1
2,72 14,55
42,73 1,58 38,42
75.32
5
Pollard
2
4,88 18,72
7,67 52,33 16,40
86,05 Urea3
0,00 288,00 0,00
0,00 0,00
0,00 Bungkil Kelapa
2
6,40 21,63
12,09 10,23 49,65 84,88
Molasses
2
10,39 5,19 10,00 0,26
74,16 53,25
Keterangan :
1
Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan
2
Hartadi 1997
3
Tillman et.al 1990
4
Sutardi 1980
5
Hasil perhitungan Hartadi 1997
Ransum pada penelitian ini terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan perbandingan 70:30. Susunan ransum komplit yang akan dipergunakan pada
penelitian ini terlihat seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Susunan ransum komplit dan kandungan nutrisinya
Bahan Pakan Ransum Komplit
Perlakuan 1. Komposisi ransum
Rumput lapang 35,0
Limbah taoge kacang hijau 35,0
Pollard 17,0
Urea 0,5
Bungkil kelapa 8,5
Molases 4,0
Total 100
2. Kandungan Nutrisi Ransum komplit 100 BK Abu
6,4 Protein kasar
16,7 Serat kasar
31,1 Lemak kasar
10,5 Beta-N
35,3 TDN
70,7
Berdasarkan perhitungan Tabel 1
Ransum yang diberikan adalah: R1: Ransum dalam bentuk segar
R2: Ransum Komplit dalam bentuk mash R3: Ransum Komplit dalam bentuk pelet
R4: Ransum Komplit dalam bentuk wafer Peubah yang diukur adalah:
a. Konsumsi bahan kering ransum