Characteristics of cross laminated timber made from fast growing species with a different number of layers

KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER
DARI KAYU CEPAT TUMBUH DENGAN JUMLAH
LAPISAN YANG BERBEDA

SUPARTINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Cross Laminated
Timber dari Kayu Cepat Tumbuh dengan Jumlah Lapisan yang Berbeda adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.


Bogor,

Januari 2012

Supartini
NRP E251090051

ABSTRACT
Supartini. Characteristics of cross laminated timber made from fast growing
species with a different number of layers. Under the supervision of Naresworo
Nugroho and Yusuf Sudo Hadi.
Cross laminated timber (CLT) is one of the engineered wood products made
by arranging a number of layers of wood crossing one another, which are then
glued with adhesive. The purpose of this study was to determine the effect of timber
spesies and number of layers to physical and mechanical properties of CLT, to investigate
the number of layers and wood species of CLT constituent that produce the best
characteristics and compare the physical and mechanical properties of CLT with solid
wood. The wood species used in this study were mangium wood (Acacia mangium

Willd.), afrika (Maesopsis eminii Engl.) and jabon (Anthocephalus cadamba

Miq.). CLT beam was divided into 3 groups based on the number of lamina
layers, 3 layers, 5 layers and 7 layers respectively. The adhesive used was Water
Based Polymer Isocyanate (WBPI), applied on both surfaces to be bonded with
the spreading weight of 280 g/m2. The test method of physical and mechanical
properties of CLT was conducted based on ASTM D143-05 : Standard Test
Methods for Small Clear Specimen of Wood. The study results showed that the
type of wood and the number of layers significantly influenced the physical and
mechanical properties of CLT. In comparison of the physical and mechanical
properties of CLT with solid wood, the average density and stiffness of CLT were
equivalent to those of its solid wood, the average value of moisture content in
CLT was 2.3 to 5.6% lower compared to that of solid wood, the average value of
bending strength for CLT with 5 layers was equivalent to that of its solid wood
while the CLT of 3 and 7 layers was 18.3 to 18.6% lower compared to its solid
wood, the average value of compressive strength parallel to grain of CLT was
21.8 to 26.1% lower than that of its solid wood, and the average value of shearing
strength for afrika and jabon CLT was equivalent to its solid wood whereas that
of mangium CLT was 26.8 to 47.4% lower when compared to its solid wood. The
layers number of CLT that produce the best characteristics is the 5 layers and the wood
species that produces the best characteristics is mangium wood.
Key words : Cross laminated timber, fast growing species, physical and mechanical

properties.

RINGKASAN

SUPARTINI. Karakteristik Cross Laminated Timber dari Kayu Cepat Tumbuh
dengan Jumlah Lapisan yang Berbeda. Dibimbing oleh NARESWORO
NUGROHO dan YUSUF SUDO HADI.
Kebutuhan sebagian komponen struktural memerlukan dimensi yang cukup
besar, disisi lain kayu yang banyak tersedia saat ini adalah kayu-kayu dari hutan
tanaman yang memiliki diameter kecil. Untuk memenuhi ketersediaan komponen
struktural dengan dimensi yang tidak tergantung diameter kayu maka perlu
dikembangkan produk rekayasa kayu yaitu komponen laminasi yang dibuat
melalui perekatan. Perkembangan bidang rekayasa kayu yang semakin pesat dapat
mendorong terciptanya produk-produk berkualitas tinggi, salah satunya adalah
Cross Laminated Timber (CLT) atau laminasi kayu bersilang.
Penelitian ini bertujuan mengetahui komposisi nilai MOE lamina kayu
akasia, afrika dan jabon penyusun balok CLT, mengetahui pengaruh jenis kayu,
jumlah lapisan dan interaksi antar keduanya terhadap sifat fisis dan mekanis balok
CLT, mengetahui jenis kayu dan jumlah lapisan penyusun balok CLT yang
memiliki karakteristik terbaik, mengetahui pengembangan tebal kumulatif balok

CLT dan membandingkan karakteristik balok CLT dengan balok utuhnya.
Penelitian ini menggunakan kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.), kayu
akasia (Acacia mangium Willd.) dan kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.).
Ukuran tebal lamina yang digunakan dalam pembuatan balok CLT ini adalah 1,67
cm (balok CLT 3 lapis), 1 cm (balok CLT 5 lapis) dan 0,71 cm (balok CLT 7
lapis. Pemilahan seluruh lamina dilakukan berdasarkan modulus elastisitasnya
(MOE) dengan cara pengujian lentur NDT. Ukuran penampang semua balok CLT
3, 5 dan 7 lapis yang dibuat adalah 5 cm x 5 cm. Perekat yang digunakan adalah
Polyurethane merupakan Water based Polymer Isocyanate. Perekat terdiri dari dua
bagian : bagian pertama adalah PI 3100 sebagai cairan resin dan H7 sebagai cairan
pengeras. Kedua bagian tersebut dicampur dengan perbandingan 100 : 15
berdasarkan berat. Berat labur perekat diaplikasikan sebesar 280 g/m2 pada kedua
permukaan rekatan. Prosedur pengujian dilaboratorium dilakukan berdasarkan
ASTM D143-05, Standard Test Methods for Small Clear Specimen of Wood.
Nilai rataan MOE lamina dengan pengujian lentur NDT yang digunakan
sebagai penyusun balok CLT untuk lamina kayu jabon diperoleh rataan sebesar
6,88 x 104-7,51 x 104 kg/cm2, kayu afrika 7,94 x 104-8,97 x 104 kg/cm2 dan kayu
akasia 10,65 x 104-13,65 x 104 kg/cm2.
Nilai kadar air, MOE, MOR, keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan
geser rekat balok CLT dipengaruhi oleh jenis kayu dan jumlah lapisan penyusun

balok CLT, sedangkan kerapatan balok CLT hanya dipengaruhi oleh jenis kayu.
Pada nilai rataan kadar air, keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan geser
rekat terdapat interaksi antara jenis kayu dan jumlah lapisan.
Hasil skoring secara keseluruhan terhadap sifat fisis dan mekanis balok CLT
yang memiliki karakteristik terbaik adalah balok CLT dari jenis kayu akasia dan
balok CLT yang disusun dari 5 lapisan lamina.
Penambahan tebal kumulatif balok CLT relatif stabil, pada keadaan basah
ke keadaan basah lagi penambahan tebal kumulatif terbesar adalah balok CLT 5

lapis akasia sebesar 6,38-6,77% dan terendah balok CLT 3 lapis afrika sebesar
3,03-3,90% sedangkan pada keadaan kering oven ke kering oven terbesar adalah
balok CLT 5 lapis akasia sebesar 1,89-2,38% dan terendah balok CLT 3 lapis
campuran jabon-afrika sebesar 0,18-0,31%.
Perbandingan sifat fisis dan mekanis balok CLT akasia, afrika dan jabon
dengan balok utuhnya; nilai rataan kerapatan dan MOE balok CLT setara dengan
balok utuh, nilai rataan kadar air balok CLT lebih rendah 2,3-5,6% jika
dibandingkan balok utuh, nilai rataan MOR balok CLT 5 lapis setara dengan
balok utuh sedangkan balok CLT 3, 7 lapis lebih rendah 18,3-18,6% jika
dibandingkan dengan balok utuhnya, nilai rataan keteguhan tekan sejajar serat
balok CLT lebih rendah 21,8-26,1% dibandingkan balok utuh dan nilai rataan

keteguhan geser balok CLT afrika dan jabon setara dengan balok utuh sedangkan
balok CLT akasia lebih rendah 26,8-47,4% jika dibandingkan balok utuhnya.

KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER
DARI KAYU CEPAT TUMBUH DENGAN JUMLAH
LAPISAN YANG BERBEDA

SUPARTINI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Tesis


: Karakteristik Cross Laminated Timber dari Kayu
Cepat Tumbuh dengan Jumlah Lapisan yang Berbeda.

Nama Mahasiswa

: Supartini

NRP

: E251090051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si
Ketua

Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M. Agr.
Anggota


Mengetahui

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. I. Wayan Darmawan, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian : 28 Desember 2011

Tanggal Lulus :

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Karakteristik Cross
Laminated Timber dari Kayu Cepat Tumbuh dengan Jumlah Lapisan yang
Berbeda”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M. Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah banyak memberi bimbingan, masukan dan saran dalam berbagai

kesempatan diskusi yang berkaitan dengan penelitian ini.

2.

Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS selaku Dosen Penguji Luar Komisi
atas kesediannya, bantuan dan saran.

3.

Dr. Ir. I. Wayan Darmawan, M. Sc. selaku Ketua Program Studi Ilmu dan
Teknologi Hasil Hutan atas segala bantuan, arahan dan saran.

4.

Seluruh staf pengajar Program Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan atas
ilmu yang diberikan selama menempuh studi di IPB.

5.

Kementerian Kehutanan Republik Indonesia sehingga penulis dapat

mengikuti pendidikan di Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Sekolah
Pascasarjana IPB.

6.

Suami tercinta Suwarto, S. Hut dan anak tersayang Baruchsena Zacky Abrar
atas izin, pengertian, pengorbanan dan dukungannya selama penulis
mengikuti pendidikan S2 di IPB.

7.

Kedua orang tua, adik dan kakak atas segala doa dan kasih sayangnya.

8.

Rekan-rekan Pascasarjana Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan angkatan
2009 atas bantuan dan kebersamaan selama ini.

9.

Para laboran di lingkungan Departemen Hasil Hutan atas segala bantuannya.

10. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, untuk semua
dorongan dan bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar dapat
memberikan informasi dalam pengembangan karya tulis ilmiah ini lebih lanjut.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor,

Januari 2012
Supartini

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk pada tanggal 08 April 1980 dari pasangan
Hartono dan Suparti. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Pada tahun 1999 penulis diterima di Jurusan Teknologi Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman melalui Penjaringan Bibit Unggul
Daerah (PBUD). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis lulus seleksi CPNS di Departemen Kehutanan
Republik Indonesia dan sampai tahun 2006 penulis bekerja di Balai Sertifikasi
Penguji Hasil Hutan (BSPHH) Wilayah XII Palangkaraya dengan jabatan
Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Tahun 2006 penulis pindah ke
Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) Wilayah XIII
Samarinda. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Pascasarjana
pada tahun 2009 melalui beasiswa Kementerian Kehutanan. Pendidikan
Pascasarjana ditempuh pada Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

i

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI………………………………………………………………….

i

DAFTAR TABEL …………………………………………………………….

ii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………

iii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………

vi

PENDAHULUAN…………………………………………………………….

1

Latar Belakang …………………………………………………………

1

Perumusan Masalah ……………………………………………………

3

Tujuan Penelitian ………………………………………………………

4

Hipotesa Penelitian …………………………………………………….

4

Manfaat Penelitian ……………………………………………………..

4

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………...

5

Cross Laminated Timber (CLT) ……………………………………….

5

Perekat dan Perekatan ………………………………………………….

8

Perekat Isosianat………………………………………………………..

10

Gambaran Umum Jenis Kayu ………………………………………….

11

BAHAN DAN METODE …………………………………………………….

16

Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………….

16

Bahan dan Alat Penelitian ……………………………………………...

16

Metode Penelitian ……………………………………………………...

17

Desain Penelitian dan Analisa Data ……………………………………

25

HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………

27

Karakteristik Bahan ……………………………………………………..

27

Pemilahan dan Penyusunan Lamina …………………………………….

29

Karakteristik Cross Laminated Timber……………………………………

32

Perbandingan Sifat Fisis dan Mekanis Balok Utuh dan CLT ……………

72

SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………

85

Simpulan………………………………………………………………

85

Saran ……………………………………………………………………

86

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...

87

LAMPIRAN ………………………………………………………………….

92

ii

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Sifat – sifat mekanis kayu jabon …………………..............................

12

2.

Sifat mekanis kayu mangium (Acacia mangium Willd.) dalam
keadaan kering udara ………………………………………………...

15

Nilai MOE dan jumlah setiap kelompok lamina pada masing-masing
ukuran tebal ………………………………………………………….

30

Rekapitulasi nilai rataan MOE dengan NDT dan MOE Instron serta
perbandingan MOE baring pada dua metode pengujian ……………..

43

Rataan nilai keteguhan rekat, persentase kerusakan kayu dan selisih
keteguhan geser rekat balok CLT ……………………………………

57

6.

Pengembangan dan penyusutan rata-rata pada balok CLT (%) ……...

60

7.

Sifat fisis balok CLT ………………………………………………...

70

8.

Sifat mekanis balok CLT …………………………………………….

71

3.
4.
5.

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Sistem ikatan perekat dengan sirekat ………………………………...

9

2.

Deflektometer dan pemilahan lamina dengan NDT ............................

18

3.

Penampang melintang CLT 3 lapis (A), 5 lapis (B) dan 7 lapis (C)
dengan ukuran 5 cm x 5 cm ……………………………………….....

19

Balok CLT 3 lapis (A), 5 lapis (B) dan 7 lapis (C) dari masingmasing jenis kayu ……………………………………………………

20

5.

Pembagian contoh uji untuk pengujian sifat fisis dan mekanis CLT ..

21

6.

Pola pembebanan pada pengujian MOE dan MOR………………….

22

7.

Pengujian MOE dan MOR dengan mengunakan UTM merk Instron

22

8.

Pola pembebanan pada pengujian keteguhan tekan sejajar serat …….

23

9.

Pengujian keteguhan tekan sejajar serat menggunakan UTM
Baldwin ................................................................................................

23

10. Contoh uji untuk pengujian keteguhan geser rekat ..............................

24

11. Penampang melintang kayu akasia (A), afrika (B) dan jabon (C) …..

27

12. Perekat WBPI yang terdiri dari base resin (A) dan hardener (B) serta
kenampakan perekat campuran antara base resin dan hardener (C) …

28

13. Sudut kontak antara kayu akasia (a) , afrika (b) dan jabon (c) dengan
perekat isosianat ……………………………………………………...

29

14. Histogram nilai rataan kerapatan balok CLT dari berbagai jenis kayu
dan jumlah lapisan …………………………………………………...

32

15. Histogram nilai rataan kadar air balok CLT dari berbagai jenis kayu
dan jumlah lapisan …………………………………………………...

34

16. Pengujian MOE dengan NDT pada posisi baring (A) dan tegak (B)
balok CLT ……………………………………………………………

37

17. Histogram nilai rataan MOE balok CLT dengan NDT pada posisi
baring ………………………………………………………………...

38

18. Histogram nilai rataan MOE balok CLT dengan NDT pada posisi
tegak ………………………………………………………………….

38

19. Histogram nilai rataan MOE balok CLT dari berbagai jenis kayu dan
jumlah lapisan ………………………………………………………..

40

20. Hubungan antara MOE NDT dengan MOE Instron balok CLT ……..

44

21. Histogram nilai rataan MOR balok CLT dari berbagai jenis kayu dan
jumlah lapisan ………………………………………………………..

43

22. Cacat-cacat yang terdapat pada lamina kayu afrika ………………….

44

23. Hubungan antara MOE NDT dengan MOR balok CLT ……………..

50

4.

iv

24. Hubungan antara MOE Instron dengan MOR balok CLT …………

51

25. Histogram nilai rataan keteguhan tekan sejajar serat balok CLT dari
berbagai jenis kayu dan jumlah lapisan ……………………………...

52

26. Histogram nilai rataan keteguhan geser rekat pengujian kering pada
balok CLT dari berbagai jenis kayu dan jumlah lapisan …………….

54

27. Histogram nilai rataan keteguhan geser rekat pengujian basah pada
balok CLT dari berbagai jenis kayu dan jumlah lapisan …………….

55

28. Kerusakan contoh uji keteguhan rekat pada kondisi kering balok
CLT akasia (A), afrika (B), jabon (C) , campuran akasia-jabon (D),
campuran afrika-jabon(E) dan campuran jabon-afrika ………………

58

29. Kerusakan contoh uji keteguhan rekat pada kondisi basah balok CLT
akasia (A), afrika (B), jabon (C), campuran akasia-jabon (D),
campuran afrika-jabon(E) dan campuran jabon-afrika ………………

58

30. Pengembangan tebal relatif (%) terhadap tebal awal balok CLT 3
lapis dari berbagai jenis kayu pada uji siklis ………………………...

61

31. Pengembangan tebal relatif (%) terhadap tebal awal balok CLT 5
lapis dari berbagai jenis kayu pada uji siklis ………………………...

62

32. Pengembangan tebal relatif (%) terhadap tebal awal balok CLT 7
lapis dari berbagai jenis kayu pada uji siklis ………………………...

63

33. Pengembangan tebal relatif (%) terhadap tebal awal balok CLT
akasia dari berbagai jumlah lapisan ………………………………….

64

34. Pengembangan tebal relatif (%) terhadap tebal awal balok CLT
afrika dari berbagai jumlah lapisan …………………………………

65

35. Pengembangan tebal relatif (%) terhadap tebal awal balok CLT
jabon dari berbagai jumlah lapisan …………………………………..

66

36. Pengembangan tebal relatif (%) terhadap tebal awal balok CLT
campuran akasia-jabon dari berbagai jumlah lapisan ………………..

67

37. Pengembangan tebal relatif (%) terhadap tebal awal balok CLT
campuran afrika-jabon dari berbagai jumlah lapisan ………………...

68

38. Pengembangan tebal relatif (%) terhadap tebal awal balok CLT
campuran jabon-afrika dari berbagai jumlah lapisan ………………...

69

3

39. Histogram nilai rataan kerapatan (g/cm ) balok utuh dan balok CLT
dari kayu akasia, afrika dan jabon …………………………………...

73

40. Histogram nilai rataan kadar air (%) balok utuh dan balok CLT dari
kayu akasia, afrika dan jabon ………………………………………...

74

41. Histogram nilai rataan MOE UTM merk Instron pada balok utuh dan
balok CLT ……………………………………………………………

76

42. Histogram nilai rataan MOR pada balok utuh dan balok CLT ……...

77

43. Tipikal kerusakan balok CLT akasia (A), afrika (B), jabon (C) dan
balok utuh kayu akasia (D), afrika (E), jabon (F) ……………………

79

v

44. Histogram nilai rataan keteguhan tekan sejajar serat pada balok utuh
dan balok CLT ……………………………………………………….

81

45. Histogram nilai rataan keteguhan geser pada balok utuh dan balok
CLT …………………………………………………………………..

83

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.

Nilai kerapatan (ρ), Modulus Elastisitas NDT (MOE ndt ) dan
pengelompokan lamina kayu akasia………………………………….

92

Nilai kerapatan (ρ), Modulus Elastisitas NDT (MOE ndt ) dan
pengelompokan lamina kayu afrika ………………………………….

94

Nilai kerapatan (ρ), Modulus Elastisitas NDT (MOE ndt ) dan
pengelompokan lamina kayu jabon ………………………………….

97

4

2

Komposisi MOE (x 10 kg/cm ) lamina-lamina penyusun balok CLT
3 lapis pada masing-masing jenis kayu ………………………………

100

Komposisi MOE (x 104 kg/cm2) lamina-lamina penyusun balok CLT
5 lapis pada masing-masing jenis kayu ………………………………

101

Komposisi MOE (x 104 kg/cm2) lamina-lamina penyusun balok CLT
7 lapis pada masing-masing jenis kayu ………………………………

102

Nilai pengujian kadar air (KA), kerapatan (ρ), keteguhan tekan
sejajar serat, modulus elastisitas NDT (MOE ndt ), MOE UTM merk
Instron dan modulus patah (MOR) balok CLT kayu akasia …………

103

Nilai pengujian kadar air (KA), kerapatan (ρ), keteguhan tekan
sejajar serat, modulus elastisitas NDT (MOE ndt ), MOE UTM merk
Instron dan modulus patah (MOR) balok CLT kayu afrika ………….

104

Nilai pengujian kadar air (KA), kerapatan (ρ), keteguhan tekan
sejajar serat, modulus elastisitas NDT (MOE ndt ), MOE UTM merk
Instron dan modulus patah (MOR) balok CLT kayu jabon…………..

105

10. Nilai pengujian kadar air (KA), kerapatan (ρ), keteguhan tekan
sejajar serat, modulus elastisitas NDT (MOE ndt ), MOE UTM merk
Instron dan modulus patah (MOR) balok CLT campuran kayu akasia
dengan kayu jabon …………………………………………………...

106

11. Nilai pengujian kadar air (KA), kerapatan (ρ), keteguhan tekan
sejajar serat, modulus elastisitas NDT (MOE ndt ), MOE UTM merk
Instron dan modulus patah (MOR) balok CLT campuran kayu afrika
dengan kayu jabon……………………………………………………

107

12. Nilai pengujian kadar air (KA), kerapatan (ρ), keteguhan tekan
sejajar serat, modulus elastisitas NDT (MOE ndt ), MOE UTM merk
Instron dan modulus patah (MOR) balok CLT campuran kayu jabon
dengan kayu afrika……………………………………………………

108

13. Nilai pengujian keteguhan rekat dan persentase kerusakan balok
CLT kayu akasia pada kondisi basah dan kering …………………….

109

14. Nilai pengujian keteguhan rekat dan persentase kerusakan balok
CLT kayu afrika pada kondisi basah dan kering……………………

109

15. Nilai pengujian keteguhan rekat dan persentase kerusakan balok
CLT kayu jabon pada kondisi basah dan kering……………………

110

5.
6.
7.

8.

9.

vii

16. Nilai pengujian keteguhan rekat dan persentase kerusakan balok
CLT campuran dari kayu akasia dengan jabon pada kondisi basah
dan kering…………………………………………………………….

110

17. Nilai pengujian keteguhan rekat dan persentase kerusakan balok
CLT campuran dari kayu afrika dengan jabon pada kondisi basah
dan kering ……………………………………………………………

111

18. Nilai pengujian keteguhan rekat dan persentase kerusakan balok
CLT campuran dari kayu jabon dengan afrika pada kondisi basah
dan kering……………………………………………………………

111

19. Nilai pengujian kadar air (KA), kerapatan (ρ), keteguhan tekan
sejajar serat, keteguhan geser, modulus elastisitas NDT (MOE ndt ),
MOE UTM merk Instron dan modulus patah (MOR) balok utuh
berukuran 5 cm x 5 cm x 125 cm …………………………………….

112

20. Tebal rata-rata balok CLT setelah diuji siklis (mm)………………….

113

21. Pengembangan dan penyusutan rata-rata pada tebal balok CLT (%)...

114

22. Pengembangan tebal kumulatif (%) balok CLT……………………

114

23. Hasil analisis statistik rancangan percobaan faktorial acak lengkap
pengaruh jenis kayu (akasia, afrika, jabon, akasia-jabon, afrikajabon, jabon-afrika), jumlah lapisan (3 lapis, 5 lapis, 7 lapis) CLT
dan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test)………………

115

24. Hasil analisis statistik regresi dan korelasi antara MOE Instron
dengan MOE NDT balok CLT ………………………………………

125

25. Hasil analisis statistik regresi dan korelasi antara MOR dengan MOE
NDT balok CLT ……………………………………………………...

126

26. Hasil analisis statistik regresi antara MOR dengan MOE Instron
balok CLT ……………………………………………………………

127

27. Hasil analisis statistik rancangan percobaan faktorial acak lengkap
pengaruh jenis kayu (akasia, afrika, jabon), jumlah lapisan (1/balok
utuh, 3 lapis, 5 lapis, 7 lapis) CLT dan uji lanjut DMRT (Duncan
Multiple Range Test)…………………………………………………

128

28. Pola kerusakan balok CLT pada pengujian MOR……………………

134

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Statistik Kehutanan tahun 2009, produksi kayu bulat dari hutan
tanaman sebesar 19,04 juta m3 (56%), dari hutan alam sebesar 11,47 juta
m3 (33%), dan dari ijin lainnya yang sah sebesar 3,80 juta m3 (11%) (Kementerian
Kehutanan 2010). Data ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan kayu pada
saat ini lebih banyak berasal dari hutan tanaman.
Kayu yang berasal dari hutan tanaman pada umumnya adalah jenis-jenis
cepat tumbuh (fast growing species). Jenis kayu cepat tumbuh sebagian besar
mempunyai diameter kecil, hal ini dikarenakan daur tebangnya sangat
pendek. Oleh karena itu jenis kayu cepat tumbuh dengan diameter yang kecil
belum dapat digunakan sebagai produk yang efisien sebagai komponen struktural,
hal ini dikarenakan kebutuhan sebagian komponen struktural memerlukan dimensi
yang cukup besar. Untuk memenuhi ketersediaan komponen struktural dengan
dimensi yang tidak tergantung diameter kayu maka perlu dikembangkan produk
rekayasa kayu yaitu komponen laminasi yang dibuat melalui perekatan.
Perkembangan bidang rekayasa kayu yang semakin pesat dapat mendorong
terciptanya produk-produk berkualitas tinggi, salah satunya adalah Cross
Laminated Timber (CLT) atau laminasi kayu silang.
CLT pertama kali dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an, dan telah
dianggap sebagai salah satu produk rekayasa panel kayu yang paling menarik dan
inovatif. Balok laminasi silang atau dikenal sebagai CLT merupakan salah satu
produk rekayasa kayu yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah papan atau
lamina dengan arah bersilangan satu sama lain kemudian diikat dengan perekat.
Bila dibandingkan dengan produk konstruksi kayu konvensional, CLT merupakan
produk baru untuk penggunaan konstruksi dalam perpindahan beban (Associates
2010). Gulzow et al. (2010) menyatakan CLT merupakan produk rekayasa panel
kayu yang dibentuk dengan menyusun lapisan tipis kayu dengan orientasi tegak
lurus serat kayu. Sedangkan berdasarkan Wood Naturally Better (2010), CLT
merupakan perkembangan dari teknologi kayu lapis (plywood), dimana CLT
disusun dari papan tipis yang dimanfaatkan sebagai komponen struktural dengan

2

mendistribusikan kekuatan di sepanjang serat kayu pada kedua arah. Plywood
dikenal memiliki sifat-sifat unggul karena penataan lapisan yang saling
bersilangan, penataan lapisan seperti ini dapat menghasilkan produk dengan
ukuran yang lebar sehingga memenuhi syarat untuk komponen dinding atau
lantai. CLT dapat didesain sesuai bentuk dan ukuran yang dikehendaki sehingga
pekerjaan konstruksi dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan murah. Panel CLT
dapat diproduksi dan dipersiapkan untuk instalasi pintu, jendela dan komponen
arsitektural lainnya. Bahkan panel CLT dapat dibuat melengkung dengan radius
yang cukup lebar, serta dapat dikombinasikan dengan panel rekayasa lainnya
seperti I-beam, LVL, dan kayu lapis struktural sehingga memungkinkan
membangun gedung yang seluruhnya terbuat dari kayu.
Keuntungan penggunaan balok CLT adalah keseragaman kekuatan dan
sifatnya karena setiap panel tersusun dari lapisan kayu yang bersilangan satu sama
lainnya sehingga kekuatan kayu terdistribusikan secara merata pada kedua arah
serat kayu. CLT juga memiliki sifat antara lain : tahan terhadap api, isolasi suara,
dan memiliki nilai estetika yang tinggi (Wood Naturally Better 2010). Perkins and
McCloskey (2010) menambahkan bahwa keunggulan kinerja bangunan dari CLT
adalah isolasi suara, perlindungan api, ketahanan gempa, stabilitas dimensi dan
dapat diketam/diamplas.
Seiring dengan makin menurunnya produksi kayu konstruksi berkualitas
tinggi dari hutan alam, diharapkan laminasi kayu silang mampu mensubstitusi
kekurangan tersebut. Pada umumnya kayu berkualitas tinggi diperoleh dari kayu
bulat berdiameter besar, namun karena semakin menurunnya kualitas dan
kuantitas kayu tersebut, maka teknologi laminasi dapat diproduksi dari kayu
berdiameter kecil dan kualitasnya rendah.
Berdirinya industri pengolahan kayu akan memberi rangsangan bagi industri
penunjang diantaranya adalah industri perekat. Melalui teknik perekatan,
pamanfaatan kayu bisa lebih luas. Kayu yang awalnya berkualitas rendah karena
ukuran dan bentuknya tidak sesuai, mempunyai keteguhan yang rendah, setelah
melalui teknik perekatan dan pemilihan jenis perekat yang tepat, maka kualitas
kayu dapat ditingkatkan. Disamping itu juga limbah eksploitasi dan limbah
industri kayu yang berukuran kecil dengan cara merekatkannya satu sama lainnya

3

dapat dilakukan. Hal ini tentunya menguntungkan secara ekonomis dan dapat
menjamin kelestarian hutan.
Balok CLT dengan dimensi melintang yang sama, dapat disusun dari 3, 5
dan 7 lapis lamina secara bersilangan antar lapisan. Perbedaan jumlah lapisan
penyusun CLT dapat mempengaruhi kemampuan kekakuan dan kekuatan dari
CLT. Sulistyawati (2009) melaporkan bahwa kekakuan balok glulam kayu
mangium cenderung meningkat dengan ketebalan lamina yang semakin tipis,
semakin tipis ketebalan lamina semakin besar gaya maksimun yang dapat ditahan.
Sedangkan untuk produk Cross Laminated Timber (CLT) atau laminasi kayu
silang, sampai saat ini khususnya di Indonesia belum ditemukan penelitian yang
membedakan jumlah lapisan penyusun CLT sehingga perlu dilakuan penelitian
tentang pembuatan laminasi kayu silang dari kayu cepat tumbuh dengan jumlah
lapisan yang berbeda.
Perumusan Masalah
Pembuatan produk CLT merupakan perkembangan teknologi rekayasa kayu
untuk mengatasi keterbatasan dimensi yang dimiliki kayu cepat tumbuh yang
berdiameter kecil, tetapi harus diingat bahwa kayu sebagai bahan struktural harus
memenuhi

pesyaratan

tertentu

menyangkut

kekakuan

dan

kekuatannya. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah jenis
kayu apa dan berapa jumlah lapisan penyusun CLT agar mendapatkan nilai
kekakuan dan kekuatan yang paling tinggi dengan memanfaatkan seluruh bagian
kayu sebagai upaya efisiensi penggunaan kayu dan apakah balok CLT tersebut
memiliki karakteristik yang dapat memenuhi persyaratan kayu struktural.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian karakteristik cross laminated timber dari kayu cepat
tumbuh dengan jumlah lapisan yang berbeda adalah :
1. Mengetahui komposisi nilai MOE lamina kayu akasia, afrika dan jabon
penyusun balok CLT.
2. Mengetahui pengaruh jenis kayu, jumlah lapisan dan interaksi antar keduanya
terhadap sifat fisis dan mekanis balok CLT.

4

3. Mengetahui jenis kayu dan jumlah lapisan penyusun balok CLT yang memiliki
karakteristik terbaik.
4. Mengetahui pengembangan tebal kumulatif balok CLT.
5. Membandingkan karakteristik balok CLT dengan balok utuhnya.
Hipotesa Penelitian
Variasi

jenis kayu, jumah lapisan dan interaksi keduanya diduga akan

berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis dari balok CLT yang dihasilkan.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat alternatif
dalam penggunaan kayu cepat tumbuh dari hutan tanaman sebagai balok CLT,
sehingga memberikan informasi kepada masyarakat tentang kualitas balok CLT
dari kayu cepat tumbuh dan juga dapat meningkatkan peluang pengembangan
kayu cepat tumbuh untuk produk kayu bangunan.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Cross Laminated Timber (CLT)
Definisi
Cross Laminated Timber (CLT) merupakan produk rekayasa panel kayu
yang dibentuk dengan menyusun lapisan tipis kayu dengan orientasi tegak lurus
dari arah serat kayu (Gulzow et al. 2010). Sturzenbecher et al. (2010)
menyatakan bahwa CLT merupakan produk kayu dengan kinerja yang tinggi,
diproduksi dari papan biasa yang direkatkan dengan cara bersilangan antara
lapisan satu dengan lapisan yang lain. Menurut Associates (2010) laminasi kayu
silang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah papan atau lamina dengan arah
bersilangan satu sama lain kemudian diikat dengan perekat. Perkins dan
McCloskey (2010) menyatakan bahwa CLT merupakan rekayasa panel kayu
terbesar yang diproduksi dari laminasi kayu silang dengan perekat sebagai
pengikat. CLT disusun dari 3 sampai 7 lapisan kayu atau papan yang bersilangan
antar lapisan satu dengan lainnya yang direkatkan dan diberi tekanan hidraulik
atau divakum pada seluruh bagian permukaan atau dengan dipaku.
Siddiq (1989) menyatakan bahwa kekuatan kayu laminasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang pada umumnya merupakan bagian proses pembuatannya,
yaitu antara lain :
1. Jenis dan mutu kayu yang dipakai sebagai bahan laminasi, makin tinggi mutu
kayu yang dipakai maka makin tinggi kekuatan kayu laminasi yang dihasilkan.
2. Mata kayu mengganggu arah serat disekitar lokasi mata kayu dan dapat
memperlemah sifat keteguhan lentur, tarik dan tekan sejajar serat.
3. Kemiringan arah serat kayu, arah serat kayu lamina yang miring akan
menggangu sifat keteguhan lentur, tarik, dan tekan sejajar serat tetapi hal ini
mudah dihindari dengan pengaturan dan pemilahan kayu untuk lamina.
4. Retak sejajar serat (shake) dan pecah (check), cacat ini dapat menurunkan
keteguhan geser karena mengurangi bidang yang menahan geser dan merusak
integritas keteguhan totalnya.

6

Pada dasarnya sifat-sifat fisis laminasi kayu ditentukan oleh sifat-sifat kayu
pembentuknya, seperti kadar air dan berat jenis (Wirjomartono 1958).
Sejarah dan Perkembangan
CLT pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an yang dinyatakan
sebagai salah satu rekayasa panel kayu yang paling menarik dan inovatif yang
merupakan perkembangan teknologi yang dimulai dari kayu lapis, laminasi
lapisan silang veneer kayu disadari dapat meningkatkan sifat-sifat struktural kayu
dengan mendistribusikan kekuatan pada kedua arah panjang dan lebar (Wood
Naturally Better 2010).
Pada tahun 2010, arsitek Andrew Waugh menerima persetujuan untuk
membangun gedung Stadthaus bertingkat 9 di London Inggris, yang dibuat dari
panel CLT untuk membentuk struktur dinding, tangga, inti lift dan lantai. CLT
yang digunakan dipasok oleh produsen Austria KLH Massivholz GmbH melalui
KLH Inggris (Ward 2010). Pada bulan Desember 2010 dibangun menara lonceng
78 kaki di Gastonia Amerika Serikat, yang terbuat dari CLT pada 70 kaki diatas
landasan beton 3 kaki. Ini merupakan bangunan pertama di Amerika Serikat yang
dibangun dari CLT (WWNRC 2010).
Sejauh ini pengembangan produk dikendalikan oleh aspek teknologi dan
fasilitas produksi. Potensi mekanis produk belum sepenuhnya terdengar
(Sturzenbecher et al. 2010). Sementara itu teknologi laminasi kayu silang di
Indonesia masih belum popular, sehingga pemakaian maupun penelitian tentang
produk CLT belum banyak ditemui.
Kelebihan dan Kekurangan
Perkins and McCloskey (2010) menyatakan bahwa beberapa kelebihan CLT
adalah penyerapan suara, ketahanan api, tahan gempa, stabilitas dimensi, CLT
dapat diketam dan diamplas dengan mudah, ramah lingkungan dan dalam hal
ukuran. Menurut Associates (2010) manfaat dari produk CLT antara lain :
1. Lingkungan, CLT yang digunakan dari kayu yang dihasilkan dari alam dan
dipengaruhi oleh lingkungan dan merupakan sumber energi yang terbarukan.

7

2. Kemudahan dalam penggunaan dan pemeliharaan, CLT dapat meminimalkan
cacat yang ada pada kayu dan mengurangi biaya konstruksi. Produk CLT
memerlukan sedikit atau tidak ada pemeliharaan.
3. Ketahanan terhadap api, CLT memberikan keuntungan yang signifikan dalam
hal perlindungan terhadap api dibandingkan dengan produk dari bahan beton
atau baja.
4. Bentuk dan ukuran, CLT dapat dibuat dengan ukuran tebal 75 mm – 334 mm,
lebar 1280 mm – 2950 mm dan panjang sampai dengan 18 m. Produk CLT
dapat dibentuk untuk penggunaan jendela, pintu dan fitur arsitektur yang dibuat
melengkung dengan radius minimum 8 m.
5. Pemeliharaan, CLT dirancang dan didesain dengan benar, sehingga panel CLT
sedikit atau tidak ada pemeliharaan.
Salah satu keuntungan dari produk ini adalah kekuatan dan keseragaman
sifatnya. Setiap panel terdiri dari lima lapisan kayu bersilangan satu sama lain.
CLT juga memiliki sifat ketahanan terhadap api, penyerapan suara dan sifat
isolasi dari semua produk kayu, kualitas estetika tinggi yang menarik bagi arsitek
dan desainer (Wood Naturally Better 2010).
Morisco (2006), secara garis besar keuntungan yang dapat diperoleh dari
teknologi laminasi antara lain :
1. Teknologi laminasi secara tidak langsung dapat mengatasi masalah retak,
pecah ataupun cacat akibat pengeringan karena lamina terdiri atas lembaranlembaran yang tipis sehingga pengeringan lebih cepat dan mudah.
2. Produk laminasi yang berlapis-lapis memungkinkan untuk memanfaatkan
lamina berkualitas rendah untuk disisipkan diantara lapisan luar (face) dan
lapisan belakang (back) seperti halnya produk kayu lapis.
3. Produk laminasi memungkinkan pembuatan struktur bangunan berukuran besar
yang lebih stabil karena seluruh komponen yang digunakan dikeringkan
sebelum dirakit menjadi produk laminasi.
4. Arah serat lamina dapat dipasang saling bersilangan, sehingga susunan ini akan
menjadikan nilai kembang susut produk tidak besar.
5. Dengan laminasi cacat-cacat kayu dapat disusun tersebar sehingga kualitas
laminasi menjadi baik dan merata.

8

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas, CLT juga memiliki beberapa
kekurangan seperti pada produk laminasi kayu lainnya. Jika kayu solid tersedia
dalam ukuran yang diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan CLT
akan meningkatkan biaya produksi melebihi kayu gergajian. Pembuatan CLT
memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan teknologi dalam
pembuatannya.
Penggunaan
Panel CLT dapat digunakan untuk membentuk lantai, dinding, atap dan
banyak benda lainnya (Wood Naturally Better 2010). Gulzow et al. (2010)
menyatakan bahwa CLT semakin banyak digunakan sebagai lapisan bantalan
beban (elemen lantai), panel (elemen dinding) pada bangunan tempat tinggal dan
sebagai lapisan dek pada konstruksi jembatan. Sturzenbecher (2010) menyatakan
bahwa CLT merupakan produk kayu dengan kinerja yang tinggi, yang digunakan
untuk aplikasi bantalan beban dan pemanfaatannya sebagai lapisan struktural pada
konstruksi bertingkat. Serrano dan Enquist (2010) menyatakan bahwa dalam
beberapa tahun terakhir CLT telah digunakan dalam peningkatan jumlah struktur
bertingkat tinggi dan menengah.
Perekat dan Perekatan
Perekat adalah zat yang dapat mengikat material menjadi satu melalui ikatan
permukaan. Adherent (sirekat) adalah bahan yang direkat dengan bahan lain oleh
perekat. Perekatan adalah keadaan dimana kedua permukaan bahan menjadi satu
oleh ikatan permukaan, yang disebabkan karena gaya valensi maupun interlocking
action. (Blomquist 1983; Wood Handbook 1999).
Jordan (1977), diacu dalam Satuhu (1987) mengartikan keterekatan
(Guability) kayu sebagai

kemampuan kayu untuk direkat, dimana sebagai

indikatornya adalah nilai keteguhan rekat dari kayu. Keteguhan rekat ini
menggambarkan baik tidaknya ikatan yang terjadi antara perekat dan sirekat
(kayu). Sifat-sifat kayu yang berhubungan erat dengan keberhasilan perekatan
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu sifat fisis dan sifat
kimia kayu. Sifat fisis kayu meliputi antara lain : berat jenis, kadar air, porositas,

9

arah serat, serta keterbasahan kayu. Sedangkan sifat kimia kayu menyangkut pada
tiga unsur pokok pembentuk kayu yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Unsur
lain yang juga penting adalah zat ekstraktif kayu.
Terjadinya proses perekatan pada kayu dapat diterangkan melalui teori
adhesi mekanikal dan adhesi spesifik. Menurut Pizzi (1994) mechanical
entanglement/interlocking theory merupakan aksi bersikunci perekat yang
mengeras secara fisis dan mekanis ke dalam ketidakteraturan makro dan mikro
permukaan substrat, merupakan faktor utama dalam perekatan. Pizzi (1994)
menyatakan

teori adhesi spesifik disebut juga teori adsorbsi, yaitu sebagai

keadaan dimana perekat akan menempel ke substrat karena adanya gaya
intermolekul dan gaya interatom antara atom dan molekul dari kedua material.
Sistem ikatan antara kayu-perekat-kayu bisa dianalogikan sebagai suatu
rantai. Kelemahan sebuah rantai akan melemahkan rantai yang lainnya sehingga
kelemahan pada perakitan ikatan akan melemahkan keseluruhan ikatan. Konsep
ini dapat membantu menganalisa kegagalan ikatan perekatan, ketika ikatan yang
gagal diuji secara visual (Blomquist 1983). Menurut Marra (1992), gambaran
secara visual mengenai ikatan perekat sebagai system of a links adalah sebagai
berikut :

8
6
4
2
1
3
5
7
9

Gambar 1 Sistem ikatan perekat dengan sirekat.
Sumber (Marra, 1992)

Keterangan :
Rantai 1
:
Rantai 2 dan 3 :

lapisan perekat
lapisan batas antar-perekat

10

Rantai 4 dan 5 :
Rantai 6 dan 7 :
Rantai 8 dan 9 :

daerah interaksi antara perekat dan sirekat
daerah permukaan sirekat
sirekat

Sistem ikatan perekat dengan sirekat (9 rantai) terdiri dari sembilan rantai yaitu
rantai 1 (lapisan perekat), rantai 2 dan 3 (lapisan batas antar perekat), rantai 4 dan
5 (daerah interaksi antara perekat dan sirekat), rantai 6 dan 7 (daerah permukaan
sirekat) serta rantai 8 dan 9 (sirekat), seperti disajikan pada Gambar 1.
Pemilihan jenis perekat untuk kayu laminasi harus dipilih perekat yang
dapat memberikan ikatan yang baik dalam jangka waktu yang panjang. Perekat
yang digunakan dalam pembuatan laminasi kayu harus memenuhi persyaratan
untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air < 16%) maupun pada kondisi
basah (kadar air ≥ 16%) (APA 2003). Vick (1999) menyatakan bahwa perekat
yang digunakan untuk keperluan struktural eksterior adalah phenol formaldehyde
(PF), resorcinol formaldehyde (RF), phenol resorcinol formaldehyde (PRF),
isocyanate dan melamin formaldehyde (MF).
Perekat Isosianat
Perekat

isosianat

didasarkan

pada

reaktivitasnya

radikal

isosianat

(−N=C=O) yang tinggi. Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat
senyawa yang mengandung radikal ini tidak hanya memiliki potensi adhesi yang
baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hydrogen (Marra 1992). Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa
diisosianat adalah bahan kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer
dengan cepat jika berhubungan dengan basa kuat, asam mineral dan air.
Keuntungan perekat ini adalah lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan dalam
memproduksi sifat-sifat papan yang sama, dapat digunakan suhu pengempaan
yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih cepat, lebih toleran terhadap kadar
air, energy pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan tidak adanya emisi
formaldehyde (Marra 1992).
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardenernya dan dicampurkan bila akan digunakan.
Perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap

11

air dan udara lembab serta sangat tahan terhadap kondisi basah dan kering yang
berulang (Vick 1999).
Gambaran Umum Jenis Kayu
Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)
Kayu dengan nama botani Anthocephalus cadamba Miq. termasuk dalam
family Rubiaceae, dikenal dengan nama daerah jabon, jabun, johan, kelampai,
kelampayan, pontua, sencari dan masarambi. Daerah penyebarannya di seluruh
Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya (Martawijaya et al. 1989).
Tinggi pohon kayu jabon dapat mencapai 45 m dengan panjang batang
bebas cabang 30 m, diameter sampai 160 cm. Batang lurus dan silindris, bertajuk
tinggi dengan cabang mendatar, memiliki banir sampai dengan ketinggihan 1,50
m, kulit luar berwarna kelabu-coklat sampai coklat, sedikit beralur dangkal
(Martawijaya et al. 1989).
Ciri umum kayu jabon adalah kayu teras berwarna putih semu-semu kuning
muda, kayu gubal tidak dapat dibedakan dari kayu teras. Tekstur kayu agak halus
sampai agak kasar, arah serat lurus, kadang-kadang agak terpadu. Permukaan
kayu licin atau agak licin dan mengkilap (Martawijaya et al. 1989).
Yani (2009) melaporkan sifat fisis kayu jabon dengan diameter setinggi
dada ± 36 cm adalah ; rata-rata kadar air segar dan kering udara sebesar 93,76 %
dan 14,13 % sedangkan berat jenis segar, kering udara dan kering tanur sebesar
0,27, 0,28 dan 0,30. Penyusutan tangensial, radial dan longitudinal dari segar ke
kering udara sebasar 4,66 %, 0,99 % dan 0,29 %, dengan nilai perbandingan T/R
4,90. Pengembangan tangensial, radial dan longitudinal dari kering tanur ke basah
sebesar 7,97 %, 2,34 % dan 0,51 %, dengan perbandingan T/R 3,54. Sedangkan
untuk sifat mekanis dari kayu jabon terdapat pada Tabel 1.

12

Tabel 1 Sifat-sifat mekanis kayu jabon
No.
1.

2.

3.
4.

5.

6.

7.

Sifat-sifat Mekanis
Keteguhan lentur statis
- Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2)
- Tegangan pada batas patah (kg/cm2)
- Modulus elastisitas (1.000 kg/cm2)
- Usaha sampai batas proporsi (kgm/dm3)
- Usaha sampai batas patah (kgm/dm3)
Keteguhan pukul
- Radial (kgm/dm3)
- Tangensial (kgm/dm3)
Keteguhan tekan sejajar serat, tegangan
maksimum (kg/cm2)
Kekerasan
- Ujung (kg/cm2)
- Sisi (kg/cm2)
Keteguhan geser
- Radial (kg/cm2)
- Tangensial (kg/cm2)
Keteguhan belah
- Radial (kg/cm)
- Tangensial (kg/cm)
Keteguhan tarik tegak lurus arah serat
- Radial (kg/cm2)
- Tangensial (kg/cm2)

Kondisi Pengujian
Basah
Kering udara
294
516
42,9
0,53
5,4

387
691
68
0,8
6,0

20,2
20,6
279

22,3
24,2
374

275
239

409
268

36,6
46,4

48,4
59,1

46,2
55,0

36,1
55,1

32,6
38,4

25,0
31,4

Sumber : Martawijaya et al. (1989)

Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)
Kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) termasuk family Rhamnaceae dikenal
dengan nama lokal pohon payung, musizi, afrika dan manii. Maesopsis sp
merupakan tanaman jenis eksotik yang berasal dari Afrika (Joker 2002).
Tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia antara 80 LU dan 60 LS,
kebanyakan ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dan sabana.
Merupakan jenis suksesi yang tumbuh pada areal hutan yang terganggu
ekosistemnya. Mulai ditanam di Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Pada
sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah sampai hutan sub pegunungan
sampai ketinggihan 1.800 m dpl. Kayu Afrika ditanam di dataran rendah dan
tumbuh baik pada ketinggihan 600-900 m dpl, menyukai daerah dengan curah
hujan 1.200-3.600 mm/tahun dengan musim kering sampai dengan 4 bulan.
Menyukai solum tanah dalam drainase baik, namun dapat tumbuh pada solum
tipis asalkan terdapat air cukup (Joker 2002).

13

Pohon kayu afrika selalu hijau dengan ketinggihan mencapai 45 m. Batang
lurus dengan garis tengah 50-180 cm, akar papan kecil atau bahkan tidak ada,
kulit batang halus atau beralur dalam dan vertikal. Pada umumnya daun
berhadapan bersilang, tunggal dan berbentuk bulat telur-jorong sampai bulat telur
memanjang, pangkal daun membulat sampai menjatung, ujung daun meruncing,
tepi daun beringgit. Bunga majemuk, aksiler tak terbatas berukuran 1-5 cm, terdiri
dari 5 daun mahkota berwarna kuning kehijauan. Buah keras berbentuk bulat telur
sungsang, secara berangsur-angsur warna buah berubah semakin tua warnanya
berubah dari hijau menjadi kuning hingga unggu kehitaman.
Kayu gubalnya berwarna hampir putih dan kayu terasnya kekuningan
apabila masih basah, berubah menjadi coklat tua setelah lama terbuka. Tekstur
kayu agak kasar dengan serat bersilang, menghasilkan corak pada permukaan
papan. Kerapatan kayu pada kadar air 15% sebesar 0,64-0,72 g/cm3 dari pohon
berumur 42 tahun sedangkan dari pohon berumur 6 tahun sebesar 0,58-0,64 g/cm3
(Ani dan Aminah 2006). Menurut klasifikasi kelas kuat di Indonesia kayu afrika
termasuk kelas kuat III-IV dengan berat jenis rata-rata 0,39-0,44 (Abdurachman
dan Hadjib 2006).
Kayu afrika merupakan jenis pohon yang cepat tumbuh dan serbaguna
berkekuatan sedang sampai kuat. Kayu afrika umumnya ditanam dipekarangan
rumah sebagai pohon peneduh, sebagai sumber kayu bakar dan bahan bangunan
(ringan dan berat), pulp, papan partikel, tiang, lantai dan bangunan kapal.
Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya
mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini
sebanding dengan pulp dari jenis kayu keras umumnya (Joker 2002). Dilihat