Menentukan besaran Ta’zir Pengalokasian dana Tazir

BRISyariah menjalin kerja sama dengan baznas. Dapat diambil contoh: misalnya baznas memepunyai program yaitu Indonesia cendikia, Indonesia sehat. jadi biasanya BRISyariah menanamkan sejumlah dana disana, misalnya karyawan BRISyariah zakatnya sudah dipotong disalurkan lewat baznas, baznas kemudian menyelenggarakan suatu acara sosial yang dananya dari zakat karyawan BRISyariah. Seperti untuk program Indonesia sehat, kemudian bisa ditambahkan dana CSR yang terkumpul dari da na ta’zir dan ditambahkan keprogram tersebut supaya program itu lebih besar dan lebih besar lagi. Dari sisi akuntabilitasnya jelas. 12 Adapun laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan dari BRISyariah sebagai berikut: 12 Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, Jakarta, 14 Juli 2014. dari laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan diatas bahwa BRISyariah telah mematuhi ketentuan DSN-MUI nomor 17DSN-MUIIX2000 bahwa dana ta’zir masuk ke dalam dana kebajikan. Dan penyajiannya dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan PAPSI pedoman akuntansi perbankan syariah. Yang dijelaskan didalamnya bahwa, 1. sumber dana kebajikan terdiri atas: a. infaq b. shadaqoh c. denda yang bersal dari pengenaan ta’zir d. sumbanganhibah e. pendapatan non halal 2. dana kebajikan harus disalurkan kepada yang berhak sesuai syariah. 3. Pada laporan dana kebajikan harus memperlihatkan nilai bersih dari sumber dan penggunaan dana yang belum digunakan. 4. Bank harus melaporkan sumber dan penggunaan dana kebajikan selama periode tertentu.

D. Pemberlakuan Ta’widh Pada Nasabah Wanprestasi Di BRISyariah

1. Ketentuan ta’widh di BRISyariah

Ta’widh ialah ganti rugi yang dikenakan bank syariah kepada nasabah pembiayaan yang sengaja atau lalai melakukan sesuatu yang dapat merugikan salah satu pihak yaitu bank syariah, dan yang boleh diminta ganti ruginya hanyalah kerugian rill yang dialami oleh bank syariah dan jelas perhitungannya. Dan kerugian yang diperkirakan terjadi dimasa yang akan datang karena hilangnya peluang yang dimiliki oleh bank syariah tidak boleh diminta ganti ruginya. Dalam proses pengenaan ta’widh pada BRISyariah, misalkan nasabah tersebut sudah lalai, dikenakan ta’zir tidak membayar, kemudian nasabah tidak bisa menunjukan bahwa dia dalam kondisi force majeur berarti telah terjadi kelalaian atau side streaming, misalnya uangnya dipakai untuk hal yang lain, oleh sebab itu akan timbul kerugian pada sisi bank. Jelas, kenapa? Karena dia terlambat bayar bukan karena sesuatu yang force majeur sifatnya, nasabah terlambat bayar itu menimbulkan kerugian bagi pihak bank minimal, kerugian menimalnya adalah, bank punya yang namanya over head cost yaitu: bayar gaji, sewa kantor dan lain-lain. Itu adalah cost dan itu kalau dapat dicari logikanya dan dapat ketemu costnya dari setiap pembiayaan yang dilakukan itu, setiap rupiahnya dari pembiayan yang dilakukan itu menanggung berapa cost dari pegawai, biaya sewa kantor, telepon dan lain-lain. Maka karena nasabah lalai membayar, dari pihak bank terus mengeluarkan biaya tersebut, dan itu dapat dikuantifikasi dihitung lalu itulah yang dikenakan sebagai bentuk ganti rugi bukan sanksi atau denda lagi jadi sudah ganti rugi. Karena ini nam anya ganti rugi atau ta’widh oleh sebab itu, ini bisa jadi pendapatan bank. Sebagai kompensasi dari kerugian bank. 13 Dalam menjalankan tugasnya sebagai media intermediasi bank syariah pasti mempunyai resiko salah satunya yaitu kredit macet. Walaupun bank syariah telah selektif dan menganalisis sebelum memberikan pembiayaan. Bukan berarti resiko hilang akan tetapi hal tersebut dapat menimalisir resiko tersebut. Sehingga kemunggilan gagal bayar pasti ada. Islam adalah agama yang melindungi setiap pihak yang bertransaksi atau melakukan akad. Maka hak-hak setiap pihak sangat dijaga dalam islam. Sehingga tidak ada yang salim mendzalimi satu sama lain ataupun dirugikan. Hal ini sudah ada dalam Al-quran pada surat al-maidah ayat 1. 13 Wawancara dengan Bpk Gunawan Yasni, Dewan Pengawas Syariah DPS BRISyariah Dari surat Al-Maidah sudah sangat jelas apabila kita melakukan akad atau kontrak perjanjian maka masing-masing pihak harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Sehingga setiap yang berhutang harus membayar hutangnya. Seandaipun yang mempunyai hutang belum mampu dalam melunasi kewajibannya. maka tunggulah sampai ada kelapangan dan kemampuan dalam membayar hutang tersebut sebagai mana dijelaskan dalam surat Al-baqarah ayat 280. Berdasarkan ayat tersebut apabila seseorang yang berutang belum mampu melunasi atau melaksanakan kewajibannya. Maka yang memberikan hutang harus memberikan tenggang sampai yang berhutang memiliki kemampuan untuk melaksanakan kewajibanya. Dan apabila ini terjadi pada BRISyariah, maka BRISyariah akan mengambil tindakan-tindakan yang tidak merugikan pihak nasabah dan pihak BRISyariah sendiri. Sehingga hak kedua belah pihak tetap terjaga dan sesuai dengan ajaran islam.

2. Tindakan Penyelesaian Kredit Macet pada BRISyariah

Adapun tindakan yang dapat dilakukan oleh BRISyariah terhadap kredit macet yaitu: 1. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui;