. Analisis Trajektori Massa Air Dari Keluaran Model Indeso: Studi Kasus Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat Airasia Qz8501

ANALISIS TRAJEKTORI MASSA AIR DARI KELUARAN
MODEL INDESO: STUDI KASUS REKONSTRUKSI
PERSEBARAN DEBRIS PESAWAT AIRASIA QZ8501

SYARIFAH HIZRIAH ALMAHDALY

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Trajektori
Massa Air Dari Keluaran Model INDESO: Studi Kasus Rekonstruksi Persebaran
Debris Pesawat Airasia QZ8501 adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Syarifah Hizriah Almahdaly
NIM C54110058

ABSTRAK
SYARIFAH HIZRIAH ALMAHDALY. Analisis Trajektori Massa Air Dari
Keluaran Model INDESO: Studi Kasus Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat
Airasia QZ8501. Dibimbing oleh AGUS SALEH ATMADIPOERA.
Karakteristik perairan Indonesia khususnya perairan dangkal di Laut Jawa sangat
dipengaruhi oleh sistem angin muson, sehingga arus permukaan yang terbentuk
mengikuti pola pergerakan angin. Salah satu contoh adalah kasus jatuhnya
pesawat AirAsia QZ8501 di perairan Selat Karimata pada tanggal 28 Desember
2014, dimana debris hanyut terbawa arus muson barat. Tujuan penelitian ini
adalah mendeskripsikan pola sirkulasi massa air Laut Jawa serta menganalisis
trajektori massa air, terkait dengan sebaran debris jatuhnya pesawat AirAsia
QZ8501 di Selat Karimata. Data deret waktu dari keluaran model INDESO
Desember 2014 hingga Maret 2015 digunakan untuk analisis ini. Data anomali
tinggi muka laut dari model divalidasi dengan data data satelit altimetry AVISO

dan suhu permukaan laut (SST), yang menunjukkan korelasi yang tinggi. Analisis
yang dilakukan mecakup analisis parameter fisik, Hovmüller, serta analisis
trajektori dengan Ariane lagrangian off-line. Hasil analisis data dan trajektori
partikel massa air menunjukkan bahwa pada periode kejadian jatuhnya pesawat,
pola sirkulasi di wilayah studi dicirikan dengan pola arus yang mengalir kearah
timur. Pola aus ini merupakan ciri dari Arus Monsun Barat, dimana arus dari Laut
Cina Selatan masuk ke Selat Karimata, berlanjut ke Laut Jawa sampai ke Flores
dan Banda. Di bagian selatan Selat Makassar, Arus Monsun Barat mengalami
resirkulasi kearah utara dari dan berbelok kembali ke selatan di sekitar kanal
Libani di kawasan Majene. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa sebagian
debris dan korban kecelakaan pesawat yang ditemukan di kawasan pantai Majene
dan Pinrang karena terbawa oleh Arus Monsun Barat ini.
Kata kunci: Analisis Trajektori Ariane, kecelakaan Pesawat AirAsia QZ8501,
Laut Jawa, Selat Makassar, Model INDESO, Arus Monsun Barat.

ABSTRACT
SYARIFAH HIZRIAH ALMAHDALY. Trajectory Analysis of INDESO Model
Output: A Case Study of Debris Distribution Reconstruction of AirAsia QZ8501.
Supervised by AGUS SALEH ATMADIPOERA.


Characteristics of Indonesian waters, especially in the shallow waters of the Java
Sea is strongly influenced by the monsoon system, so that the surface currents are
formed following the pattern of wind movement. One example is the case of
AirAsia QZ8501 crash in the waters of the Strait of Karimata on December 28 th,
2014 which the debris washed away to carried over west monsoon currents. The
purpose of this study was to describe patterns of circulation of the water masses of
the Java Sea and analyzing the trajectory of the mass of water, related to the
distribution of crash debris AirAsia QZ8501 in the Strait Karimata. Time series
data of the output of the model INDESO December 2014 until March 2015 are
used for this analysis. Sea surface height anomaly data from the model is
validated by the data AVISO altimetry satellite data and sea surface temperature
(SST), which showed a high correlation. Analysis were conducted covers physical
parameter analysis, Hovmüller and analysis of the trajectory of the Ariane
Lagrangian off-line. The results of data analysis and trajectory of the water mass
particles show that in the period of the crash, the circulation patterns in the study
area is characterized by a pattern of current flowing eastward. This currents
pattern is characteristic of the western monsoon currents, which flow from the
South China Sea entrance to the Strait of Karimata, continued into the Java Sea to
the Flores and Banda. In the southern part of Makassar Strait, West Monsoon
experienced recirculation flow towards the north and turn back to the south

around the canal Libani in Majene area. Thus, it can be explained that some debris
and plane crash victims found in coastal areas Majene and Pinrang carried over by
the flow of this West Monsoon.
Keywords: Ariane Trajectory Analysis, AirAsia QZ8501 plane crash, Java Sea,
Makassar Strait, INDESO Model, West Monsoon currents.

ANALISIS TRAJEKTORI MASSA AIR DARI KELUARAN
MODEL INDESO: STUDI KASUS REKONSTRUKSI
PERSEBARAN DEBRIS PESAWAT AIRASIA QZ8501

SYARIFAH HIZRIAH ALMAHDALY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

//'4%,"+-"4 )'"-"-4,$%.*,"4--4 ",4 ,"4 '/,)4*&4  4
./"4 -/-4%*)-.,0%-#4 ,-,)4 ,"-4-1.4 ",-"4
4
(4

4 2,"!4
"3,"!4 '(!'24

4

4
4

"-./$/"4 *'!4

-4 '!4 .("4 *,4 4

("(") 4

)

'4/'/-4

  

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
pemodelan numerik oseanografi, dengan judul Analisis Trajektori Massa Air Dari
Keluaran Model INDESO: Studi Kasus Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat
Airasia QZ8501.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Atmadipoera,
DESS selaku pembimbing. Di samping itu, penulis juga menyampaikan
terimakasih kepada Bapak Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku Ketua
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Bapak Dr Henry M. Manik, S.Pi, MT
selaku ketua program studi, Bapak M. Tri Hartanto, S.Pi, M.Si sebagai penguji,

Bapak Dr Ir Vincentius P. Siregar, DEA, serta seluruh staf pengajar Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih
kepada Tim proyek INDESO atas ketersediaannya dalam memberikan data model,
Agitha Saverti Jasmine, Selfrida, Dyah Puspitaloka, Rahmi Fadhilah, Widya Ayu
Lestari, Nursyafirah Ashari, Ita Wulandari yang telah membantu dalam
melakukan penelitian ini serta teman-teman Laboratorium Oseanografi Fisika,
ITK 48 dan teman-teman Dwi Regina atas kerjasama dan semangatnya. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Syarifah Hizriah Almahdaly

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

METODE

2

Sumber Data

3

Prosedur Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Validasi Model dengan Data Satelit Altimetri


8

Pola Arus dan Parameter Fisik di Lokasi Domain Model

9

Analisis Hövmuller Pergerakan Massa Air

15

Analisis Trajektori Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat AirAsia
QZ8501

17

SIMPULAN DAN SARAN

21


Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1

Konfigurasi model trajektori dalam file Namelist pada Ariane
lagrangian offline toolbox

6

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14

15

16

Peta batimetri dan lokasi domain model penelitian
Diagram alir pengolahan data
Grafik hasil validasi model INDESO dengan data satelit parameter suhu
permukaan laut (Sea Surface Temperature/SST ).
Grafik hasil validasi model INDESO dengan data satelit altimetry
parameter tinggi muka laut (Sea Surface Height/SSH ).
Pola arus dan sebaran tinggi muka laut (SSH) di lokasi domain model
pada 28 Desember 2014 (a) 6 Januari 2015 .
Pola arus dan sebaran tinggi muka laut (SSH) di lokasi domain model
pada 28 Desember 2014 (b) 16 Januari 2015 (c) 26 Januari 2015.
Pola arus dan sebaran tinggi muka laut (SSH) di lokasi domain model
pada 28 Desember 2014 (f) 25 Februari 2015 (g) di kedalaman 5 meter.
Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi
domain model pada 1-15 Desember 201 (a) 16-31 Desember 2014.
Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi
domain model pada (b) 1-15 Januari 2015 (c) 16-31 Januari 2015 (d) 115 Februari 2015 (e) 16-28 Februari 2015.
Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi
domain model pada (f) 1-6 Maret 2015 (g) di kedalaman 5 meter.
Diagram Hövmuller komponen arus meridional di kedalaman 5 meter.
Keterangan lokasi transek arus berada pada kanan gambar.
Diagram Hövmuller komponen arus zonal di kedalaman 5 meter.
Keterangan lokasi transek arus berada pada kanan gambar.
Pola trajektori partikel pada hari ke-4 (a), 24 (b), 44 (c), 64 (d), 84 (e),
104 (f) yang dimulai pada tanggal 1 Januari-30 April 2015.
Pola trajektori partikel dengan parameter suhu pada hari ke-4 (a), 24 (b),
44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada tanggal 1 Januari-30
April 2015.
Pola trajektori partikel dengan parameter salinitas pada hari ke-4 (a), 24
(b), 44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada tanggal 1 Januari30 April 2015.
Pola trajektori partikel dengan parameter densitas pada hari ke-4 (a), 24
(b), 44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada tanggal 1 Januari30 April 2015.

3
7
8
9
10
11
12
13

14
15
16
17
18

19

20

20

PENDAHULUAN
Laut Jawa merupakan perairan yang terletak diantara pulau-pulau besar di
Indonesia, yang terbentang dari perairan Sumatera Timur hingga barat daya Pulau
Sulawesi. Berdasarkan letaknya, Laut Jawa merupakan perairan yang sangat
strategis. Di sebelah barat laut, Laut Jawa bertemu dengan Laut Cina Selatan yang
dihubungkan oleh Selat Karimata, berhubungan dengan Laut Flores di bagian
timur, bertemu dengan Laut Sulawesi yang dihubungkan oleh Selat Makassar, dan
dihubungkan oleh Selat Sunda terhadap Samudera Hindia (Lubis et al 2005).
Perairan Laut Jawa termasuk kedalam perairan dangkal dengan rata-rata
kedalaman 40 m dan maksimum kedalaman 90 m di bagian utara Pulau Madura
(Wyrtki 1961). Karakteristik perairan Indonesia khususnya perairan dangkal (Laut
Jawa) sangat dipengaruhi oleh sistem angin muson, dimana angin muson barat
bertiup pada bulan Desember-Februari dan muson timur pada bulan Juni-Agustus
(Safitri 2012). Hal tersebut mengakibatkan adanya perubahan secara umum
parameter fisik Laut Jawa, seperti pergerakan massa air. Bulan Mei-September
tepatnya pada musim timur, massa air di Laut Jawa bergerak menuju barat,
sedangkan pada musim barat arus akan bergerak menuju ke timur dari bulan
November-Maret. Kecepatan arus yang melintasi Selat Karimata dan Selat Gaspar
dapat mencapai 100 cm/det ketika angin bertiup kuat (Romimohtarto dan
Sumiyati 1998).
Perubahan karakteristik oseanografi Laut Jawa mempengaruhi pergerakan
benda-benda yang masuk ke dalam perairan tersebut. Salah satu contoh adalah
kasus jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di perairan Selat Karimata pada tanggal
28 Desember 2014. Pesawat yang lepas landas dari Surabaya menuju Singapore
mengalami hilang kontak dengan petugas lalu lintas udara (ATC). Berdasarkan
hasil pencarian, beberapa debris banyak yang ditemukan di perairan Majene,
Sulawesi Barat dan perairan Pinrang, Sulawesi Selatan. Oleh sebab itu studi ini
dilakukan untuk melihat serta membuktikan secara ilmiah penemuan debris yang
cukup jauh dari lokasi jatuhnya pesawat.
Salah satu cara untuk melihat sejauh mana sebaran debris jatuhnya pesawat
AirAsia adalah dengan pemodelan numerik. Kemajuan teknologi dibidang
komputasi dan model numerik dewasa ini sudah banyak diterapkan untuk bidang
oseanografi. Pemodelan numerik yang digunakan pada penelitian ini adalah
ARIANE lagrangian off-line toolbox untuk membuat model analisis trajektori,
sehingga dapat dilihat sebaran debris AirAsia serta sejauh mana pergerakannya.
Ariane merupakan salah satu tools dari hasil perkembangan teknologi
komputasi dalam pemodelan numerik untuk menganalisis metode lagrangian.
Analisis lagrangian didefinisikan sebagai analisis dalam mengamati pergerakan
massa air dalam waktu tertentu dari suatu titik (Emery dan Thomson 1997).
Beberapa studi telah menggunakan metode ini, salah satunya adalah Sala et al.
(2013) untuk mengkaji pergerakan partikel pasif dari beberapa lokasi dan
perbedaan kedalaman.

*

2

Perumusan Masalah
Penelitian ini merumuskan beberapa masalah, antara lain:
1. Bagaimana pola sirkulasi di Laut Jawa?
2. Bagaimana pola trajektori debris pesawat AirAsia QZ8501 dan kaitannya
dengan pola sirkulasi Laut Jawa?
3. Bagaimana perbandingan hasil model dengan keadaan sebenarnya?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola sirkulasi massa air Laut
Jawa serta menganalisis trajektori massa air, terkait dengan sebaran debris
jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi karakteristik oseanografi fisik
(suhu permukaan laut, arus permukaan, salinitas, serta massa air) di perairan Laut
Jawa dan sekitarnya berdasarkan hasil keluaran model INDESO serta mengetahui
penyebab jauhnya persebaran lokasi-lokasi yang penemuan debris dari AirAsia
QZ 8501 berdasarkan model INDESO yang menggunakan ARIANE lagrangian
off-line toolbox.

METODE
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret hingga September 2015 yang
memiliki domain model di sekitar perairan Selat Karimata hingga Selat Makassar
dengan koordinat 0.04o LU-8o LS dan 105o-122o BT (Gambar 1). Domain model
tersebut dipilih berdasarkan lokasi jatuh dan ditemukannya debris dari pesawat
AirAsia QZ801. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Oseanografi Fisika,
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.

3

Gambar 1 Peta batimetri dan lokasi domain model penelitian
.
Sumber Data
Model INDESO
Data yang digunakan untuk menganalisis variabilitas massa air dalam
penelitian ini adalah model INDESO (Infrastructure Development for Space
Oceanograph) dari 1 Desember 2014 hingga 31 Maret 2015. INDESO merupakan
program ilmiah yang bekerja sama dengan Collecte Localisation Satellites (CLS),
bertujuan untuk menyediakan data kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan
Indonesia (KKP). Mercator Ocean System and Interface Reloctable Nesting Tools
(SIREN) diperlukan dalam memodelkan INDESO, karena memungkinkan untuk
membuat sebuah konfigurasi baru yang lebih besar dengan cara menggabungkan
antara batimetri, kondisi awal serta kondisi batas (Theetten et al 2014). Input data
dalam pengembangan model ini berupa data insitu serta data penginderaan jauh.
Data untuk memodelkan INDESO dikumpulkan selama ekspedisi
INDOMIX berlangsung dan menghasilkan beberapa variable, seperti: tinggi
muka laut (SSH), arus komponen zonal (u) dan meridional (v), salinitas serta
suhu. Variabel-variabel tersebut akan diolah menggunakan Ariane untuk
m
Sedangkan kedalaman yang akan digunakan dalam analisis trajektori hanya
sebatas permukaan perairan dengan 15 level kedalaman (5 meter).
Data Satelit
Data satelit digunakan pada proses validasi untuk melihat tingkat keakuratan
model keluaran INDESO yang digunakan. Ada dua parameter yang digunakan

4

untuk validasi, yaitu anomali tinggi muka laut (SSHA) dari AVISO dan suhu
permukaan laut (SST) dari GHRSST yang waktunya disesuaikan dengan model
INDESO. Data SSHA dari AVISO memiliki resolusi spasial ¼o (27.78 km) yang
berasal dari gabungan beberapa satelit altimetri, seperti: Jason-1,
TOPEX/POSEIDON, GEOSAT (Geodetic Satellite), ENVISAT (Environmental
Satellite), GFO (Geosat Follow-On), dan ERS 1/2 (European Remote Sensing).
Data ini dapat diperoleh dari website www.aviso.altimetry.fr/
Data satelit untuk suhu permukaan laut diperoleh dari GHRSST (Group for
High Resolution Sea Surface Temperature) yang merupakan sebuah kolaborasi
internasional untuk kegiatan peramalan laut. GHRSST bertujuan untuk
mengembangkan sistem demonstrasi operational dan untuk mendorong semua
aspek ilmiah yang berkaitan dengan SST. Data GHRSST ini berasal dari
gabungan pengamatan insitu dengan satelit level-2 (L2) untuk meningkatkan
cakupan spasial, resolusi temporal, stabilitas sensor kalibrasi silang dan akurasi
produk SST. Data ini dapat diperoleh dari website www.ghrsst.org.
Prosedur Analisis Data
Beberapa prosedur analisis data dilakukan pada penelitian ini, diantaranya
adalah analisis parameter fisik, analisis Hovmüller, analisis trajektori dan validasi
data. Model INDESO digunakan untuk melihat parameter fisik, perubahan
pergerakan massa air terhadap waktu (Hovmüller) di perairan Laut Jawa serta
validasi. Analisis trajektori dihasilkan dari keluaran model ROMS dan diolah di
Ariane lagrangian off-line toolbox.
Analisis Parameter Fisik
Langkah pertama yang dilakukan terhadap data keluaran model INDESO
adalah pengolahan menggunakan perangkat lunak Ferret. Pengolahan ini
diperlukan untuk melihat sebaran rata-rata arus (u dan v), SSH, suhu dan salinitas
di lokasi domain model dari Desember 2014 - Maret 2015. Berbeda dengan
variabel suhu dan salinitas, variabel SSH di overlay dengan arus (u dan v) dengan
selang waktu 10 hari yang dihitung mundur dari tanggal 6 Maret 2015 hingga 28
Desember 2014 (waktu jatuhnya pesawat) serta dibuat animasi menggunakan
perangkat lunak GIF Animator. Adapun untuk menentukan nilai sebaran rata-rata
dari variabel di atas ditentukan dengan persamaan (Emery dan Thomson 1997):
̅

dimana:
̅



(1)

= Banyak data
= Nilai data x ke –i
= Rata-rata nilai x

Analisis Hovmüller
Menurut Yulihastin (2011) dalam Jurnal Teknologi Indonesia mengatakan
bahwa analisis Hovmüller adalah analisis yang merata-ratakan data pada tiap grid
sepanjang bujur atau lintang terpilih. Variabel yang ditampilkan dalam diagram
Hovmüller pada penelitian ini adalah kecepatan arus secara zonal (timur-barat)

5

dan meridional (utara-selatan). Perata-rataan bujur digunakan unruk meneliti
variasi kecepatan arus secara zonal dan perata-rataan lintang untuk meneliti
kecepatan arus secara meridional. Analisis Hovmüller digunakan untuk melihat
propagasi sinyal dari data deret waktu yang dapat menentukan kecepatan
perambatan dari sinyal tersebut (Purmadi 2015), sehingga dapat mempermudah
dalam melihat dan menganalisis perubahan kecepatan dan arah arus yang terjadi.
Hovmüller dilakukan dengan cara menghitung kecepatan perambatan arus (u dan
v) di lokasi domain model dengan level kedalaman 1-5 yang telah dirata-ratakan.
Analisis Trajektori
Hal yang paling penting diperhatikan dalam membuat model trajektori
adalah konfigurasi. Konfigurasi model ini dibangun menggunakan Ariane
lagrangian off-line toolbox yang dioperasikan pada Fortran dan memiliki
kelebihan dalam analisa skala global dan regional (Blanke et al. 1999). Ariane
juga dapat terintegrasi dan digunakan untuk menganalisa simulasi dengan
beberapa model sirkulasi seperti OPA OGCM dan ROMS (Regional Oceanic
Modelling System). NetCDF versi 3.6.0 dengan modul Intel Fortran dibutuhkan
dalam melakukan kompilasi dan instalasi Ariane pada sistem operasi Ubuntu
Linux. Analisis menggunakan algoritma massa dengan menghitung trajektori
sebenarnya dari beberapa gaya dengan penggunaan persamaan dikretisasi grid tipe
C (Arakawa) dengan persamaan trajektori sebagai berikut (http://www.univbrest.fr/lpo/ariane):
(2)
dimana
dan
menunjukkan arah arus (satuan sverdrups) dalam 3 arah
sedangkan i, j dan k mengacu pada indeks grid. Arah arus berdasarkan pada
sumbu vertikal, zonal maupun meridional. Integrasi transport secara vertikal
(zonal) ditentukan dengan persamaan berikut:

Kemudian,




-∑

(3a)

(3b)

Variabel
dan
menunjukkan pergerakan dalam proyeksi yang dipilih.
Titik awal mendefinisikan kondisi awal dari partikel yang menyerupai kontur
pada proyeksi lintasan sebenarnya. Pemilihan proyeksi horizontal dan
penambahan proyeksi lainnya akan membantu dalam menentukan gerak yang
tepat pada massa air.
Ariane dapat dioperasikan dalam komputasi dengan jumlah besar serta
melakukan berbagai diagnosa, antara lain secara qualitative (dengan beberapa
partikel) dan quantitative (dengan banyak partikel) serta integrasi forward dan
backward. Data yang diperoleh dari hasil keluaran ROMS di perairan Selat
Karimata hingga Selat Makassar pada tanggal 1 Januari 2015 - 30 April 2015

6

antara lain vektor arus (u dan v), salinitas, suhu, densitas dan gridroms.
Konfigurasi yang merupakan tahap awal dan penting dalam penentuan parameter
yang digunakan dapat dilakukan dalam file namelist (Tabel 1) yang berisikan
nama file yang dijadikan input model (berupa NetCDF).
Tabel 1 Konfigurasi model trajektori dalam file Namelist pada Ariane lagrangian
offline toolbox
Indeks

Mode

Key_Roms

TRUE

Key_Alltracers
Mode
Forback
Bin
Nmax
Tunit
Ntfic

TRUE
Qualitative
Forward
Nobin
300000
86400
30

Key_Approximatesigma

TRUE

Delta_T

21600

Frequency

1

Nb_Output
Mask
Xi_rho
Eta_rho
S_w
Time

480
TRUE
313
146
32
20

Keterangan
Penentuan proses komputasi (Roms atau
OPA NEMO)
Nilai salinitas, suhu dan kedalaman
dimasukkan kedalam diagnose lagrangian
Tipe model
Integrasi model terhadap waktu
Untuk mendiagnosa posisi inisial dari model
Jumlah maksimum dari partikel trajektori
Kesesuaian unit dalam detik (biasana 1 hari)
Waktu pengambilan sampel
Komputasi nilai densitas dari suhu dan
salinitas
Menentukan kesesuaian unit dalam detik,
misal: 86400 untuk 1 hari
Frekuensi dalam kalkulasi posisi trajektori
(harian)
Nilai output maksimum dengan keluaran
harian
Menampilkan batas daratan
Jumlah titik sumbu X dalam data model
Jumlah titik sumbu Y dalam data model
Jumlah level kedalaman dalam data model
Nilai awal pada model

Simulasi model Ariane pada penelitian ini menggunakan diagnosa
qualitative dalam ROMS dimana output trajektori tidak memperhitungkan
perpindahan volume dan untuk integrasi yang digunakan adalah tipe forward
dengan dengan alur temporal bergerak maju. Pada model trajektori, luasan domain
model menyesuaikan data hasil keluaran model INDESO dengan xhi_rho (bujur
geografis) 313, eta_rho (lintang geografis) 146, s_w (level kedalaman) 32 dan
time (jumlah input data) 20. Frekuensi yang digunakan dalam kalkulasi posisi
trajektori dengan pengambilan data harian dalam detik (86400). Penentuan model
yang diinginkan pada pergerakan trajektori dimulai dari Januari hingga April 2015
dengan selang waktu pada sampel yang digunakan adalah per 6 jam.
Tahap selanjutnya setelah pengaturan konfigurasi selesai adalah
menjalankan perintah mkseg0 pada terminal. Perintah ini menghasilkan file baru
berupa segrid dalam format ASCII yang mendefinisikan wilayah darat dan laut

7

dalam model dan pembatasan terhadap wilayah model trajektori dapat dilakukan
pada file ini. Perintah selanjutnya yang dijalankan pada terminal adalah mkseg
yang menghasilkan dua file baru, yaitu segrid_region_limits yang merupakan
batas maksimum dan minimum dari wilayah model yang telah ditentukan pada
segrid dan section.txt yang merupakan batas keseluruhan dari model. Langkah
selanjutnya adalah melakukan inisialisasi posisi pada file initial_position.txt yang
digunakan untuk menentukan titik awal pada model trajektori. Setelah penentuan
titik ditentukan, tahap terakhir dilanjutkan dengan menjalankan perintah Ariane
dan menghasilkan file ariane_trajectories_qualitative.nc yang didalamnya
terdapat titik koordinat, variabel masukan seperti suhu, salinitas, serta densitas
yang disesuaikan dengan pola trajektori yang terbentuk. Hasil ini kemudian
divisualisasikan menggunakan perangkat lunak Ferret dan Matlab. Prosedur
analisis data seperti yang diterangkan di atas ditampilkan pada diagram alir pada
Gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2 Diagram alir pengolahan data

8

Validasi Model
Validasi model dilakukan untuk melihat tingkat keakuratan model keluaran
INDESO. Variabel yang divalidasi dengan data satelit adalah suhu permukaan laut
(SST) dari GHRSST dan anomali tinggi muka laut (SSHA) dari AVISO. Dari
grafik yang dihasilkan akan diketahui seberapa besar tingkat keakuratan dan
keterkaitan nilai model yang digunakan pada penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi Model dengan Data Satelit Altimetri
Laut Jawa (lokasi
dibatasi oleh garis orange). Nilai SSHA (Gambar 3) dan SST (Gambar 4) baik
dari model maupun data satelit menunjukkan pola fluktuasi yang hampir sama,
meskipun memiliki nilai yang berbeda-beda. Perbedaan nilai tersebut disebabkan
adanya perbedaan dalam metode perolehan nilainya.
Nilai tinggi muka laut dari model INDESO diperoleh dari penggunaan
persamaan primitive sirkulasi laut regional dan global dalam skala waktu dan
ruang yang luas, sedangkan nilai dari data satelit diperoleh dari gabungan data
beberapa satelit yang diukur menggunakan gelombang mikro lalu dipancarkan ke
bumi dan diterima kembali oleh sensor. Perolehan nilai tinggi muka laut dari data
satelit lebih rentan terpengaruh atmosfer seperti uap air, sehingga mempengaruhi
nilai tinggi muka laut yang didapatkan. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh
baik SST maupun SSHA adalah 0.7. Hal ini menunjukkan tingkat keakuratan dan
keterkaitan antara model INDESO dengan data satelit cukup tinggi, sehingga
dapat dikatakan bahwa model INDESO yang digunakan cukup mewakili data
yang terekam oleh data satelit.

Gambar 3 Grafik hasil validasi model INDESO dengan data satelit parameter suhu
permukaan laut (Sea Surface Temperature/SST ).

9

Gambar 4 Grafik hasil validasi model INDESO dengan data satelit altimetry
parameter tinggi muka laut (Sea Surface Height/SSH ).
Pola Arus dan Parameter Fisik di Lokasi Domain Model
Pergantian angin muson secara beraturan setiap tahun menyebabkan
terjadinya perubahan langsung pergerakan massa air dan parameter fisik lainnya
di perairan Indonesia. Perbedaan tekanan udara antara benua Asia dan Australia
menghasilkan dua jenis perubahan arah hembusan angin dalam setahun, yaitu
angin yang bertiup dari timur ke barat yang disebut musim timur atau muson
tenggara dan angin yang bertiup dari barat ke timur yang biasa disebut muson
barat. Saat muson barat bumi di belahan utara terjadi musim dingin sedangkan
bumi di belahan selatan memperoleh bahang dan sinar matahari lebih lama
(musim panas), sehingga terjadi pusat tekanan tinggi di Benua Asia (belahan
utara) dan pusat tekanan rendah di Benua Australia (belahan selatan). Perbedaan
tersebut mengakibatkan angin berhembus dari Benua Asia menuju Australia yang
melewati perairan Indonesia khususnya Laut Jawa dan dikenal sebagai angin
muson barat laut (Northwest Monsoon) biasa disebut dengan musim barat. Hal
sebaliknya terjadi pada tipe angin muson tenggara (Southeast Monsoon) atau
musim timur.
Bulan Desember-Februari biasanya terjadi angin musim barat dengan
puncak musim berada pada bulan Januari, sedangkan bulan Juni-Agustus
mengalami musim timur. Selain kedua musim tersebut, terdapat dua musim
peralihan yang terjadi saat pertukaran sistem angin musim barat dan timur. Musim
peralihan I terjadi pada bulan Maret-Mei dan musim peralihan II pada bulan
September-November. Saat musim peralihan I dan II, arah angin bertiup tidak
menentu, tetapi setiap awal periode musim ini, pengaruh angin musim
sebelumnya lebih dominan. Adanya pergantian arah musim dua kali dalam
setahun menyebabkan pola sirkulasi massa air di lautan juga berubah arah yang
menjadi ciri khas sirkulasi massa air di perairan Indonesia (Wyrtki 1961).
Perubahan pergerakan massa air laut diduga akan memberikan dampak
langsung terhadap tinggi muka laut (SSH) yang merupakan salah satu parameter
penting untuk melihat karakteristik suatu perairan. Selain arus, beberapa faktor
yang juga dapat mempengaruhi SSH diantaranya adalah angin, pasang surut dan

10

curah hujan. Penelitian ini mengambil waktu dari bulan Desember hingga Maret,
dimana berdasarkan tipe angin, kondisi yang terjadi adalah angin musim barat.
Waktu yang diambil disesuaikan dengan waktu jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501
di Selat Karimata pada tanggal 28 Desember 2014. Selain dari tinggi muka laut,
perlu diketahui juga parameter-parameter lainnya, seperti pola arus komponen
zonal dan meridional, suhu permukaan laut (SST), salinitas serta densitas perairan.
Sehingga dengan melihat karakteristik perairan di lokasi kejadian, maka dapat
diketahui sejauh mana pergerakan debris dari peristiwa tersebut.
Gambar 5 terlihat bahwa nilai tinggi muka laut (SSH) di perairan sekitar
Selat Karimata dominan lebih tinggi dengan nilai rata-rata lebih dari 0.8 meter dan
semakin rendah ke arah timur Indonesia dengan nilai rata-rata 0.6-0.7 meter. Hal
ini disebabkan adanya pengaruh dari pergerakan angin muson yang menyebabkan
variasi nilai tinggi muka laut di perairan tersebut. Periode angin musim barat
menyebabkan angin yang bergerak dari Benua Asia menggerakkan massa air dari
Laut Cina Selatan menuju perairan Laut Jawa dan diteruskan ke arah timur
menuju Laut Flores dan Laut Banda mengikuti pergerakan arah angin (secara
zonal). Gambar 5(c), nilai tinggi muka laut di perairan Laut Jawa hingga Selat
Makassar mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata tinggi muka laut adalah
0.77-0.8 meter. Naiknya nilai tersebut disebabkan oleh banyaknya massa air yang
dibawa dari Laut Cina Selatan, perairan Barat Sumatera serta Selat Malaka masuk
ke Selat Karimata dan diteruskan ke arah timur perairan Indonesia. Sehingga
banyaknya masukan air dari sungai-sungai di Sumatera ke laut mengakibatkan
nilai tinggi muka laut di perairan tersebut meningkat.

Gambar 5 Pola arus dan sebaran tinggi muka laut (SSH) di lokasi domain
model pada 28 Desember 2014 (a) 6 Januari 2015 .

11

Gambar 6 Pola arus dan sebaran tinggi muka laut (SSH) di lokasi domain
model pada 28 Desember 2014 (b) 16 Januari 2015 (c) 26 Januari
2015.

12

Gambar 7 Pola arus dan sebaran tinggi muka laut (SSH) di lokasi domain
model pada 28 Desember 2014 (f) 25 Februari 2015 (g) di
kedalaman 5 meter.
Selain tinggi muka laut dan pola pergerakan arus, sistem angin monsun juga
mempengaruhi nilai salinitas dan suhu sebagai parameter lainnya dalam
oseanografi. Selat Karimata dan Laut Jawa termasuk kedalam perairan dangkal,
sehingga pengadukan yang terjadi di perairan tersebut dapat mencapai dasar
perairan dan termasuk kedalam lapisan homogen. Lapisan homogen merupakan
lapisan yang masih mendapatkan pengaruh langsung dari perubahan-perubahan
yang terjadi di permukaan.
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Gambar 8, 9 dan 10 (kiri)
terlihat nilai rata-rata salinitas di sebelah timur Perairan Indonesia dominan lebih
tinggi dibandingkan sebelah barat dan perairan Laut Jawa yang cenderung stabil.
Salinitas di sekitar Selat Karimata hingga Laut Jawa memiliki kisaran nilai ratarata 29.5-31 psu, sedangkan di sebelah timur perairan Indonesia memiliki kisaran
nilai rata-rata lebih dari 31 psu. Hal ini diakibatkan oleh tingginya curah hujan
pada musim barat yang mengakibatkan terjadinya pengenceran di Selat Karimata
yang berasal dari masukan air sungai (run off) dari Sumatera dan Kalimantan serta
karakteristik Laut Cina Selatan yang nilai salinitasnya cenderung rendah. Oleh
sebab itu massa air dengan salinitas rendah bergerak dari barat ke timur, seperti
yang dinyatakan oleh Hadikusumah et al. (1980) dalam Amri (2002). Menurut
Hadi (2006), karakteristik massa air perairan Indonesia umumnya ditandai
dengan salinitas yang lebih rendah ketika bertiup angin musim barat, sedangkan
massa air bersalinitas tinggi yang dibawa dari Samudera Pasifik mengalir dari

13

Laut Sulawesi melewati Selat Makassar ke arah selatan dan dibelokkan ke arah
timur, sehingga terjadi penumpukan salinitas di perairan timur Indonesia pada
muson barat.
Salinitas rendah yang mengalir dari Laut Cina Selatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti yang dinyatakan oleh Hadikusumah et al. 1980 dalam
Amri 2002, bahwa adanya pengenceran akibat curah hujan dan aliran sungai
sepanjang timur Sumatera dan pantai barat Kalimantan mengakibatkan nilai ratarata salinitas pada muson barat rendah. Perairan Laut Jawa merupakan perairan
yang dangkal, dimana pengadukan dapat terjadi di seluruh lapisan kedalaman
yang biasa disebut lapisan homogen. Pada lapisan ini suhu sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti: penguapan, arus permukaan, curah hujan,
kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Pengaruh
curah hujan yang semakin tinggi dan intensitas radiasi yang rendah dibagian utara
khatulistiwa menyebabkan rendahnya suhu permukaan di sekitar Laut Cina
Selatan dan mengalir ke Laut Jawa melalui Selat Makassar.
Gambar 8, 9 dan 10 (kanan), kondisi suhu permukaan laut (SST) pada bulan
Desember sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan Januari hingga awal Maret
dengan kisaran nilai rata-rata adalah 30-31 oC. Sedangkan di bulan Januari hingga
awal Maret nilai suhu di Selat Karimata mengalami penurunan dengan kisaran
nilai rata-rata 28-29 oC, begitu juga di Selat Makassar. Tingginya curah hujan
pada bulan Januari sebagai puncak musim barat sangat mempengaruhi nilai suhu
perairan dangkal, terutama di Laut Jawa. Diduga bahwa massa air dengan suhu
yang rendah dibawa dari Laut Cina Selatan mengalir ke Laut Jawa melewati Selat
Karimata ke arah timur perairan Indonesia, sehingga massa air yang mengalami
pencampuran mempengaruhi nilai SST.

Gambar 8 Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi domain
model pada 1-15 Desember 201 (a) 16-31 Desember 2014.

14

Gambar 9 Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi domain
model pada (b) 1-15 Januari 2015 (c) 16-31 Januari 2015 (d) 1-15 Februari
2015 (e) 16-28 Februari 2015.

15

Gambar 10 Pola sebaran nilai rata-rata salinitas (kiri) dan suhu (kanan) di lokasi domain
model pada (f) 1-6 Maret 2015 (g) di kedalaman 5 meter.
Analisis Hövmuller Pergerakan Massa Air
Data hasil keluaran model INDESO pada variabel arus komponen zonal dan
meridional divisualisasikan dalam bentuk diagram Hövmuller. Dari visualisasi
tersebut dapat dilihat perubahan pergerakan massa air terhadap waktu pada lintang
dan bujur terpilih serta kecepatan pergerakan massa air tersebut. Warna yang
berbeda digunakan untuk membedakan arah dari pergerakan massa air serta
menunjukkan nilai dari kecepatan pergerakannya. Warna merah menunjukkan
pergerakan arus ke utara dan nilai negatif yang berwarna biru menunjukkan
pergerakan arus ke selatan untuk komponen meridional (Gambar 11), sedangkan
komponen zonal (Gambar 12) warna merah yang bernilai positif menunjukkan
pergerakan arus ke timur dan nilai negatif yang berwarna biru menunjukkan
pergerakan arus ke barat.
Gambar 11 terlihat bahwa diagram dominan berwarna biru yang artinya
pergerakan massa air dominan ke selatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Nurjaya dan Surbakti (2009) serta Wyrtki (1961) dimana di lokasi lintang dan
bujur terpilih yang terletak di barat Pulau Sulawesi massa airnya bergerak dari
Laut Sulawesi terus ke bawah menuju selatan Selat Makassar. Kondisi tersebut
berlaku baik pada musim barat maupun musim timur. Diagram Hovmüller
meridional yang ditampilkan merupakan pergerakan massa air pada musim barat
hingga peralihan I (Desember-Maret), sehingga massa air yang bergerak menuju
selatan Selat Makassar akan dibelokkan ke arah timur mengikuti pergerakan angin
pada musim barat. Warna merah dominan terlihat pada pertengahan hingga akhir
bulan Januari 2015 di koordinat 0-4o LS dan 108-109o yang berarti pergerakan

16

massa air dominan ke arah utara dengan kecepatan mencapai 0.5 m/s. Puncak
musim barat pada bulan Januari yang banyak membawa massa air dari Laut Cina
Selatan menyebabkan massa air bergerak ke timur dan sebagian ada yang
bergerak ke utara menuju Selat Makassar. Menurut (Gordon et al. 2003; Tozuka
et al. 2009; Atmadipoera et al. 2009) adanya perbedaan gradien tekanan
barotropik yang dibangkitkan oleh aliran massa air bersalinitas rendah dari Laut
Cina Selatan yang terjadi di sepanjang Selat Makassar dari arah selatan menuju
utara sehingga melemahkan aliran di dekat permukaan. Pergerakan massa air yang
sangat kuat di pertengahan hingga akhir Januari terhalang oleh batas kanal yang
mengakibatkan arah aliran arus dibelokkan kembali ke selatan dan diteruskan
kembali ke arah timur menuju Laut Flores dan Laut Banda (musim barat).
Diagram Hovmüller zonal (Gambar 12) menunjukkan bahwa pergerakan
massa air dominan ke arah timur dengan kisaran nilai kecepatan 0-0.5 m/s.
Perubahan arah pergerakan massa air mulai terliht di bulan Maret pada koordinat
117o-119o BT dimana perubahan dari musim barat menuju musim peralihan I
dimulai. Saat jatuhnya pesawat AirAsia QZ801 di Selat Karimata tepatnya
tanggal 28 Desember 2014, nilai arus semakin tinggi di koordinat 116o-118o BT
dengan arah pergerakan ke arah timur dan terjadi hingga tanggal awal bulan
Januari 2015. Setelah itu kecepatan arus mulai melemah menjadi 0.2 m/s hingga
akhir Januari 2015 dan kembali lagi meningkat kecepatannya pada bulan Februari
2015 di koordinat 110o- 112o BT.

Gambar 11 Diagram Hövmuller komponen arus meridional di kedalaman 5 meter.
Keterangan lokasi transek arus berada pada kanan gambar.

17

Gambar 12 Diagram Hövmuller komponen arus zonal di kedalaman 5 meter.
Keterangan lokasi transek arus berada pada kanan gambar.
Banyaknya massa air yang dibawa dari Laut Cina Selatan serta curah hujan
yang tinggi pada musim barat yang melewati Selat Karimata menyebabkan nilai
tinggi muka laut (SSH) di Selat Karimata tinggi. Kecepatan pergerakan massa air
yang tinggi akan membawa partikel-partikel (debris) yang berada di dalamnya,
seperti pada kasus kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501.
Analisis Trajektori Rekonstruksi Persebaran Debris Pesawat AirAsia
QZ8501
Tanggal 28 Desember 2014 terjadi kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 di
Selat Karimata. Pesawat yang jatuh meninggalkan korban, puing-puing, serta
debris dari pesawat. Debris merupakan ceceran atau sampah yang bersifat nonlogam dari jatuhnya pesawat dan densitasnya jauh lebih kecil dibandingkan
densitas air laut. Debris dan beberapa korban telah ditemukan jauh dari lokasi
jatuh pesawat, yaitu di sekitar perairan Teluk Mandar, Majene dan Pinrang,
Sulawesi. Berdasarkan perhitungan kepala BASARNAS wilayah Makassar,
penemuan debris di perairan sekitar Selat Makassar mencapai jarak 950 km dari
lokasi jatuhnya pesawat. Jauhnya penemuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
pergerakan massa air dan karatakteristik perairan di lokasi kejadian.
Trajektori yang dihasilkan diperolah dari hasil olahan model keluaran
ROMS menggunakan Ariane lagrangian off-line toolbox. Titik awal pergerakan
massa air disesuaikan dengan lokasi jatuhnya pesawat yang diambil secara
horizontal dari Pulau Belitung hingga Kalimantan Barat. Hasil model trajektori
yang diperoleh dapat memberikan informasi terkait arah pergerakan partikel
(debris) dari peristiwa tersebut serta dapat diketahui sejauh mana pergerakannya
berdasarkan waktu penemuan debris dan korban.

18

Simulasi model trajektori massa air didapatkan melalui analisis trajektori
Ariane pada wilayah pengamatan di sekitar lokasi jatuhnya pesawat AirAsia
QZ8501, Selat Karimata. Lagrangian partikel dalam model ini tidak
menggambarkan difusi horizontal atau pencampuran secara vertikal, namun
merepresentasikan adveksi horizontal serta keterkaitan massa air terhadap
persebaran debris pesawat. Berdasarkan model trajektori partikel, selang partikel
(dalam penelitian ini berupa debris pesawat) rilis setiap 6 jam sekali (21600 detik)
dimulai dari tanggal 1 Januari-30 April 2015 selama 120 hari pada kedalaman 5
meter dengan level kedalaman 20 (5 meter).
Pola trajektori dari kedua Gambar 13 dan 14 menunjukkan pola yang sama.
Pergerakan partikel (debris pesawat) terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar
13. Empat hari pertama pergerakan partikel masih berada di barat daya
Kalimantan dan sudah mencapai tenggara Kalimantan pada hari ke-64. Arah
pergerakan dari partikel terbagi menjadi 2, titik awal yang lebih dekat ke pulau
Kalimantan bergerak ke arah utara Selat Makassar dan berhenti di barat daya
pulau Sulawesi. Bagian lainnya dengan titik awal yang lebih dekat ke pulau
Belitung bergerak menyusuri Laut Jawa dan diteruskan ke arah timur (Laut
Flores). Perputaran sirkulasi massa air di Selat Makassar dekat Teluk Mandar dan
perairan Pinrang menyebabkan partikel yang berada di sekitar perairan tersebut
ikut bergerak mengikuti massa air seperti pola pada Gambar 13.
Suhu di perairan sekitar Selat Karimata lebih rendah, yaitu sekitar 29 oC
dibandingkan di Selat Makassar yang mencapai 30 oC (Gambar 15). Tetapi di
koordinat 180 oBT dan 3.3-3.7 oLS suhu perairan sangat berbeda dengan lokasi
lainnya yang mencapai nilai maksimum, yaitu 31.5 oC.

Gambar 13 Pola trajektori partikel pada hari ke-4 (a), 24 (b), 44 (c), 64 (d), 84
(e), 104 (f) yang dimulai pada tanggal 1 Januari-30 April 2015.
.

19

Gambar 14 Pola trajektori partikel dengan parameter suhu pada hari ke-4 (a),
24 (b), 44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada tanggal 1
Januari-30 April 2015.
Salinitas di perairan Selat Karimata memiliki nilai yang lebih rendah
(Gambar 15), yaitu sekitar 32.5 psu dan semakin tinggi ke arah Selat Makassar
mencapai 33-34 psu. Pola trajektori yang sama terlihat pada sebaran densitas di
lokasi domain model. Sigma-t lebih rendah dimiliki oleh perairan Selat Karimata
dengan kisaran nilai 24-24.2 kg/m3 (Gambar 16) dan sigma-t tinggi dimiliki oleh
perairan Selat Makassar dengan nilai mencapai 24.8 kg/m3. Adanya perputaran
sirkulasi massa air di Selat Makassar, tepatnya di sekitar Teluk Mandar, Majene
dan perairan Pinrang mengindikasikan terjadinya penenggelaman massa air,
dimana suhu permukaan laut yang rendah dan salinitas yang tinggi akan
menyebabkan peningkatan densitas di perairan tersebut. Salinitas memilliki
pengaruh yang dominan terhadap densitas pada lapisan permukaan (Nurjaya dan
Surbakti 2009). Hal tersebut terlihat pada gambar dimana sebaran salinitas dan
densitas di lokasi domain model memiliki pola yang sama

20

Gambar 15 Pola trajektori partikel dengan parameter salinitas pada hari ke-4
(a), 24 (b), 44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada
tanggal 1 Januari-30 April 2015.

Gambar 16 Pola trajektori partikel dengan parameter densitas pada hari ke-4
(a), 24 (b), 44 (c), 64 (d), 84 (e), 104 (f) yang dimulai pada
tanggal 1 Januari-30 April 2015.

21

Berdasarkan hasil pencarian Badan SAR Nasional (Basarnas) pada peristiwa
jatuhnya AirAsia QZ8501, kotak hitam (black box) pesawat ditemukan di sekitar
perairan Pangkalanbun, Kalimantan pada koordinat 3o37’ ”
9o ’ 2”
BT (1.7 mil) dari lokasi ekor pesawat di hari ke-15, tepatnya tanggal 12 Januari
2015 (Ihsanuddin 2015). Sementara itu ada 3 korban yang ditemukan 97 mil dari
Pangkalanbun pada tanggal 30 Desember 2014, 2 korban ditemukan di sebelah
timur Pantai Luaor, Kecamatan Pamboang dan di perairan Dusun Batu Taku Desa
Onang Kecamatan Tubo Sendana, Kabupaten Majene, sekitar 50 km dari bibir
pantai pada tanggal 29 Januari 2015, dan 1 korban ditemukan di perairan Pinrang
Sulawesi Selatan.
Pergerakan massa air yang banyak dan sangat cepat dari Laut Cina Selatan
mengakibatkan partikel (debris pesawat) yang berada di Selat Karimata ikut
bergerak mengikuti massa air melewati Laut Jawa menuju Laut Flores dan
sebagian bergerak ke utara menuju Selat Makassar. Hal ini dipengaruhi oleh
sistem angin muson yang pada saat peristiwa jatuhnya pesawat sedang mengalami
musim barat (Desember-Februari). Selain itu percampuran massa air antara massa
air dari Samudera Pasifik yang masuk ke perairan Indonesia melalui pintu utama
Selat Makassar dan massa air dari Laut Jawa serta terjadi perputaran sirkulasi
massa air di wilayah barat Selat Makassar mengindikasikan terjadinya
penenggelaman partikel massa air, sehingga kemungkinan besar debris dan
korban dari jatuhnya pesawat tersangkut di perairan sekitar Selat Makassar seperti
Teluk Mandar, Majene, Sulawesi Barat dan perairan Pinrang, Sulawesi Selatan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Model trajektori serta parameter-parameter fisik yang dihasilkan
menunjukkan pola yang sama. Jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 pada tanggal 28
Desember 2014 tepat terjadi pada musim barat, dimana arus bergerak menuju ke
arah timur (zonal) dan dominan ke arah selatan (meridional). Nilai tinggi muka
laut (SSH) di Selat Karimata dominan lebih tinggi karena membawa massa air
dalam jumlah besar ke arah timur melewati Laut Jawa, sebagian ada yang
bergerak menuju Selat Makassar dan sebagian lagi bergerak ke arah timur (Laut
Flores dan Banda). Pergerakan massa air yang lebih dominan dari Laut Sulawesi
ke Selat Makassar yang berasal dari Samudera Pasifik serta terhalangnya aliran
massa air dari Laut Jawa oleh Kanal Selat Makassar menyebabkan terjadinya
perputaran sirkulasi dan penenggelaman partikel massa air di sekitar Selat
Makassar. Hal tersebut berkesinambungan dengan ditemukannya debris di sekitar
Teluk Mandar, Majene Sulawesi Barat dan perairan Pinrang, Sulawesi Selatan.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu ditambahkan komponenkomponen parameter yang di input dengan lebih detail, seperti nilai massa jenis
dari partikel (debris pesawat) meskipun secara umum, supaya informasi yang
diperoleh juga lebih banyak dan akurat serta dapat diketahui ketepatan waktunya.
Selain itu perlunya validasi data dari observasi lapang dengan parameter
kecepatan arus , tinggi muka laut, suhu dan salinitasnya.

22

DAFTAR PUSTAKA
Amri, Khairul. 2002. Hubungan Kondisi Oseanograi (Suhu Permukaan Laut
Klorofil-a dan Arus) dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil Di
Perairan Selat Sunda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Atmadipoera AS, Molcard R, Madec G, Wijffels S, Sprintall J, Koch- Larrouy A,
Jaya I, Supangat A. 2009. Characteristics and variability of the
Indonesian throughflow water at the outflow straits. Deep-Sea Res. I. 56:
1942-1954. doi: 10.1016/j.dsr.2009.06.004.
Atmadipoera AS, Priska W. 2014. A numerical modeling study on upwelling
mechanism in Southern Makassar Strait. Jurnal ITKT. 6(2): 355-371.
Blanke B and S Raynaud. 1997. Kinematics of The Pacific Equatorial
Undercurrent: a Eulerian and Lagrangian approach from GCM results.
J. Phys. Oceanogr. 27: 1038-1053.
Blanke B, M Arhan, G Madec, dan SRoche. 1999. Warm Water Paths in The
Equatorial Atlantic as Diagnosed with a General Circulation Model. J.
Phys. Oceanogr. 29: 2753-2768.
Emery WJ dan Thomson RE. 1998. Data Analysis Methods in Physical
Oceanography. Pergamon Press.
Fang Guohong, Susanto R. Dwi, Wirasantosa Sugiarta, Qiao Fangli, Supangat
Agus, Fan Bin, Wei Zexun, Sulistiyo Budi, and Li Shujiang. 2010.
Volume, heat and freshwater transports from the South China Sea to
Indonesian seas in the boreal winter of 2007-2008. Journal of
Geophysical Research. 115(C12020).
Hadi S. 2006. Diktat kuliah: Oseanografi fisis. Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Ihsanuddin. 2015 Januari 13. Kronologi penemuan kotak hitam AirAsia QZ8501
yang jatuh di perairan Selat Karimata. National Geographic Indonesia.
Rubrik Sains & Teknologi. [Internet]. [diunduh 2015 Oktober 28].
Tersedia pada: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/01/empatpenyelam-berhasil-evakuasi-perekam-data-penerbangan-qz8501.
Jasmine AS. 2015. Pola Sirkulasi Permukaan dan Analisis Trajektori Tahun 20092010 di Laut Timor [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Kompas. 2015. Detik – Detik Jatuhnya AirAsia QZ 8501 Versi Kemenhub.
[massmedia]
[terhubung
berkala]
http://www.tekno.kompas.com/read/2015/01/26/1555216216/Kronologi.
detik-detik.Jatuhnya.AirAsia.QZ8501.Versi.Kemenhub (25 Februari
2015)
Lubis E, Pane AB, Kurniawan Y, Chaussade J, Lamberts C, Potier P. 2005. Buku
Atlas Perikanan Tangkap dan Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa Suatu
Pendekatan Geografi Perikanan Tangkap Indonesia. Bogor : Program
Kahian Kepelabuhan Perikanan dan Transportasi Maritim Lembaga
Penelitian Institut Pertanian Bogor. 120 hlm.
Masrikat JAN. 2002. Karakteristik Oseanografi Fisik dan Distribusi Ikan di
Perairan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka pada Musim Timur. Thesis.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

23

Nurjaya IW dan Surbakti H. 2009. Studi pendahuluan kondisi oseanografi fisik
pada musim barat di Timur Kalimantan antara Balikpapan dan Delta
Mahakam. Jurnal Kelautan Nasional. 1: 140-150.
Potier M. 1998. Pecherie de Layang et Senneurs Semi-Industrialis Jaanais :
Perspective Historique et Approche Systeme. Disertasi. Montepllier
I’
c
U
M
II 3
Purmadi RM. 2015. Formasi dan Karakteristik Eddies yang Dibangkitkan oleh
Arlindo Lombok dari Model INDESO [Skripsi]. Bogor(ID): Institut
Pertanian Bogor.
Romimohtarto K dan Sumiyati S. 1998. Kondisi lingkungan pesisir dan laut di
Indonesia. Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. 246 hlm.
Sala I, Caldeira RMA, N Shella, Froufe E, Couverland X.2013. Lagrangian
transport pathways in the Northeast Atlantic and their environmental
impact. Limnology and Oceanography: Fluids and Environment 3:4060.doi 10.1215/21573689-2156211.
Safitri M., Cahyarini SY., Putri MR. 2012. Variasi arus ARLINDO dan parameter
oseanografi di Laut Timor sebagai indikasi kejadian ENSO. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(2): 369-377.
Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of Shoutheast Asean Water. Naga Rep
Vol.2. The University of California L Jolla. California. 195 p.
Yulihastin E. 2011. Penentuan indeks monsun Indonesia berdasarkan angin zonal.
LI

Dokumen yang terkait

Rute Dan Jadwal Pesawat Untuk Memenuhi Permintaan Penumpang : Kasus Airasia

0 13 67

QZ8501 AirAsia Nama Penumpang dan Anak K (1)

0 0 1

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501 2.1. Dasar Hukum Pengangkutan Udara - TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA TERHADAP JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 19

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN TENTANG JATUHNYA PESAWAT AIRASIA QZ8501 PADA SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN JAWA POS SKRIPSI

0 0 18

Objektivitas pemberitaan tentang jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 pada surat kabar harian Kompas dan Jawa Pos - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 11

Penggambaran Basarnas dalam foto jurnalistik jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di headline harian Kompas - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Penggambaran Basarnas dalam foto jurnalistik jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di headline harian Kompas - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 12

AIRASIA INDONESIA YANG DIMUAT DALAM SITUS WWW.QZ8501.AIRASIA.COM

0 0 18

1 BAB I PENDAHULUAN - Bingkai krisis QZ8501 pada press release AirAsia Indonesia yang dimuat dalam situs website www.qz8501.airasia.com - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 1 15

V.1. Kesimpulan - Bingkai krisis QZ8501 pada press release AirAsia Indonesia yang dimuat dalam situs website www.qz8501.airasia.com - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 9