BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah diuraikan dan dibahas permasalahan dalam skripsi ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Perjanjian leasing sebagai suatu perjanjian jenis baru tidak ada diatur dalak
Kitab Undang-undang hukum Perdata yang mengatur tentang hukum perikatan. Akan tetapi ketentuan umum yang terdapat dalam buku Ketiga
Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut dapat diterapkan juga terhadap perjanjian-perjanjian yang sama sekali belum diatur dalam Undang-undang.
Asas kebebasan berkontrak yang dianut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini memungkinkan perkembangan dalam hukum perjanjian, karena
masyarakat maupun kebutuhannya dapat menciptakan sendiri bermacam- macam perjanjian disamping perjanjian-perjanjian khusus yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, atau kesusilaan mempunyai causa yang
halal menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 2.
Dalam perjanjian konsesuil, seperti yang telah dijelaskan, keabsahannya ditentukan oleh terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang, dalam hal ini Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jika suatu perjanjian yang dibuat tersebut tidak memenuhi salah satu
atau lebih persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang- undang Hukum Perdata, maka perjanjian tersebut adapat menjadi batal demi
Universitas Sumatera Utara
hukum jika tidak memenuhi syarat objektif dan dapat diminta pembatalannya kepada Hakim jika tidal memenuhi syarat subjektif, yang berarti perjanjian itu
terancam batal. Hal ini mengakibatkan nulitas atau kebatalan menjadi perlu untuk diketahui oleh tiap pihak yang mengadakan perjanjian. Oleh karena itu
masing-masing perjanjian memiliki karakteristik dan cirinya sendiri-sendiri. 3.
Salah satu tanggung jawab Pelaku Usaha menurut UUPK adalah memberi ganti rugi kepada Konsumen, bilamana Konsumen menderita kerugian atau
mengalami sakit akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa. Menuntut ganti rugi adalah salah satu hak Konsumen dan merupakan salah
satu kewajiban Pelaku Usaha. Menurut UUPK ganti rugi yang dimaksud dalam UUPK, adalah ganti rugi yang nyata yang dialami oleh Konsumen,
ganti rugi yang bersifat in-materil yang tidak nyata dialami oleh Konsumen tidak termasuk kedalam pengertian ganti rugi dalam UUPK, misalnya:
Konsumen kehilangan waktu akibat sakit, kehilangan waktu tersebut dianggap sebagai kerugian dan dinilai seratus juta rupiah atau Konsumen kehilangan
keuntungan akibat sakit. Gugatan Konsumen untuk menuntut ganti rugi ini materil tidak dapat diterima dan harus ditolak
4. Peranan BPSK dalam menyelenggarakan perlindungan Konsumen di Indonesi
adalah merupakan ujung tombak di lapangan untuk memberi perlindungan kepada Konsumen yang tekah dirugikan atau diderita sakit. Perlindungan yang
diberikan oleh lembaga BPSK tersebut kepada Konsumen adalah melalui penyelesaian sengketa antara Konsumen Debitur dan Pelaku Usaha Lessor
Kreditur dan juga melalui pengawasan terhadap setiap perjanjian atau
Universitas Sumatera Utara
dokumen yang mencantumkan Klausula Baku yang merugikan Konsumen. Dalam hal ini BPSK telah berfungsi ganda, disatu sisi UU No. 8 tahun 1999
telah memberikan kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan kepentingan
umum yaitu sengketa antara Konsumen dan Pelaku Usaha dan disisi lain UU
No. 8 tahun 1999 juga memberikan kewenangan eksekutif kepada BPSK
untuk memgawasi pencantuman Klausula Baku dalam setiap perjanjian atau dokumen yang merugikan Konsumen yang telah ditetapkan sepihak oleh
Pelaku Usaha. Selain tanggung jawab perdata, dimana Pelaku Usaha Lessor Kreditur wajib
memberikan ganti rugi kepada Konsumen Kreditur, maka pembayaran ganti rugi ini tidak menutup kemungkinan atau tidak menghilangkan adanya Sanksi
Admin istratif dan atau Sanksi Pidana, bilamana dalam pembuktian lebih lanjut terdapat unsur kesalahan dari Pelaku Usaha Lessor Kreditur, hal ini
,menjadi wewenang dari instansi penegak hukum, seperti Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Perlindungan Konsumen PPNS-PK, Polisi, Jaksa, dan
Hakim. 5.
Pemerintah yang telah melahirkan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berikut Peraturan Pelaksananya, harus
bertanggungjawab atas UUPK yang telah dilahirkannya, apakah UUPK tersebut ditaati atau dilanggar oleh Pelaku Usaha Lessor Kreditur. Untuk
mengawal dan mengamankan implemantasi Perlindungan Konsumen menurut UUPK, maka tugas pemerintah di dalam penyelenggaraan Konsumen di
Indonesia adalah sebagai Pembina dan Pengawas. Tugas pemerintah sebagai
Universitas Sumatera Utara
Pembina dan Pengawas sebagaimana yang diamantkan dalam Pasal 29 dan 30 UUPK, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2001
tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelengaraan Perlindungan Konsumen, selanjutnya berdasarkan SK Menteri Perdagangan No. 01M-DagPer32005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan bahwa pembinaan berada pada Direktorat Perlindungan Konsumen, sebagai penyusun
kebijakan di bidang Perlindungan Konsumen sedangkan tugas Pengawasan yang melakukan Pengawasan atas barang dan jasa yang beredar di pasar
dilaksanakan oleh Direktorat Pengawasan Barang dan Jasa.
B. Saran