Identifikasi Patogen Daun Bibit Jabon Menggunakan Citra Mikroskopis Digital Berdasarkan Ciri Morfologi Spora.

IDENTIFIKASI PATOGEN DAUN BIBIT JABON
MENGGUNAKAN CITRA MIKROSKOPIS DIGITAL
BERDASARKAN CIRI MORFOLOGI SPORA

MELLY BR BANGUN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Patogen Daun
Bibit Jabon menggunakan Citra Mikroskopis Digital berdasarkan Ciri Morfologi
Spora adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Melly Br Bangun
NIM G651130311

ii

RINGKASAN
MELLY BR BANGUN. Identifikasi Patogen Daun Bibit Jabon menggunakan Citra
Mikroskopis Digital berdasarkan Ciri Morfologi Spora. Dibimbing oleh YENI
HERDIYENI dan ELIS NINA HERLIYANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknik morfologi dalam
proses identifikasi patogen daun bibit Jabon menggunakan citra mikroskopis
digital. Identifikasi patogen dilakukan terhadap tiga jenis patogen yaitu
Colletotrichum sp., Curvularia sp., dan Fusarium sp.. Metode yang dilakukan
meliputi akuisisi data, praproses, ekstraksi ciri morfologi (area, perimeter, convex
area, convex perimeter, compactness, solidity, convexity dan roundness), klasifikasi
dengan Probabilistic Neural Network, analisis dan evaluasi hasil identifikasi.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa ciri compactness dan ciri roundness
dapat digunakan untuk mengidentifikasi ketiga jenis patogen dikarenakan pada ciriciri ini setiap kelas patogen terpisah. Ciri solidity kurang dapat merepresentasikan
jenis patogen, hal ini diakibatkan oleh jenis patogen Colletotrichum sp. dan
Curvularia sp. yang nilai cirinya sangat rapat sehingga akan sulit untuk
membedakan kedua patogen tersebut. Ciri convexity kurang dapat
merepresentasikan jenis patogen, hal ini diakibatkan karena ketiga jenis patogen
memiliki sebaran data yang hampir sama sehingga akan sulit membedakan ketiga
jenis patogen tersebut. Akurasi rata-rata yang diperoleh pada percobaan ini yaitu
sebesar 86.8%. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan identifikasi citra
mikroskopis digital tanpa cropping dan sistem yang dibuat dapat mengidentifikasi
dengan baik patogen dari citra yang mengumpul.
Kata kunci: identifikasi, Jabon, citra mikroskopis, ciri morfologi, patogen

SUMMARY
MELLY BR BANGUN. Pathogen Identification of Jabon’s Leaf Seedling using
Digital Microscopic Image based on Spore Morphological Feature. Supervised by
YENI HERDIYENI and ELIS NINA HERLIYANA.
The aim of this research is to develop a morphological techniques in pathogen
identification process of Jabon’s leaf seedling using digital microscopic image.
Three types of pathogen to be identified are Colletotrichum sp., Curvularia sp., and

Fusarium sp.. The methodologies used are data acquisition, preprocessing,
morphology feature extraction (area, perimeter, area convex, convex perimeter,
compactness, solidity, convexity and roundness), Probabilistic Neural Network
classification, analysis and evaluation of the identification result.
The experimental results showed that the two features, compactness and
roundness, could be used to identify three types of pathogen due to that the
characteristics of each pathogen class is separated. Solidity feature is less able to
represent the type of pathogen, this is caused by the feature value of pathogen
Colletotrichum sp. and Curvularia sp. so tightly that it gets difficult to distinguish
the two pathogens. Convexity feature is less able to represent the type of pathogen.
It is caused by three types of pathogen that have nearly the same data distribution
so that it will be difficult to distinguish three types of pathogen. Average accuracy
obtained in this experiment is equal to 86.8%. Further research could be done with
the identification of digital microscopic images without cropping and systems that
could identify a colony image of pathogens clearly.
Key words: identification, Jabon, microscopic image, morphological feature,
pathogen

iv


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI PATOGEN DAUN BIBIT JABON
MENGGUNAKAN CITRA MIKROSKOPIS DIGITAL
BERDASARKAN CIRI MORFOLOGI SPORA

MELLY BR BANGUN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Komputer
pada

Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Eng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis berjudul Identifikasi Patogen Daun Bibit Jabon
menggunakan Citra Mikroskopis Digital berdasarkan Ciri Morfologi Spora berhasil
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom dan
Ibu Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi atas ilmu, saran dan bimbingannya serta kepada

Bapak Dr Eng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT sebagai penguji luar komisi atas
masukan dan saran dalam penulisan hasil penelitian ini. Terima kasih penulis
ucapkan kepada Mba Ai Rosah Aisah, SHut MSi, Eti Artiningsih Octaviani, SHut
MSi, Mba Sri Hastuti, SHut MSi, dan Asep Hendra Supriatna, SHut yang telah
banyak membantu dan memberi saran dalam proses akuisisi data.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah (Rusli Bangun), Ibu (Nurmala
Dewi) yang telah menjadi inspirasi hidup, sumber kekuatan, yang selalu
memberikan motivasi dan doa. Terima kasih kepada adik-adik (Chaga, Agung,
Endayani) serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Ucapan terima kasih untuk teman-teman di Laboratorium Patologi, teman-teman
bimbingan Lab. Computer Intelligence (M. Rake Linggar Anggoro, SKomp, Fuzy
Yustika Manik, SKom, Wisard Kalengkongan, SPd, Zakhi Firmansyah, ST, Nino
Tannio, SKomp), Halimah Tus Sa’diah, MKom atas sharing dan telah membantu
dalam penyelesaian tugas akhir. Penulis mengucapkan terima kasih kepada temanteman RQ-2 IPB atas doa, semangat dan dukungannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen di Program Studi
Magister Ilmu Komputer atas ilmu dan bimbingannya semoga menjadi ilmu yang
berkah. Penulis ucapkan juga terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di
Program Studi Magister Ilmu Komputer angkatan 2013 dan Dinas Pendidikan
Perguruan Tinggi (DIKTI) atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam
Negeri (BPPDN) untuk penyelesaian penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Melly Br Bangun

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Jabon
Patogen
Citra Mikroskopis
Smoothing dengan Filter Median
Segmentasi dengan Metode Otsu
Operasi Region Filling
Dilate Operation

Ciri Morfologi
K-fold Cross Validation
Probabilistic Neural Network
Confusion Matrix

3
3
4
5
5
6
7
8
9
11
12
13

3 METODOLOGI PENELITIAN
Akuisisi Data

Praproses
Ekstraksi Ciri Morfologi
Klasifikasi
Analisis
Evaluasi Hasil Identifikasi

14
14
15
16
19
20
20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Akuisisi Data
Praproses
Ekstraksi Ciri Morfologi
Klasifikasi
Analisis

Evaluasi Hasil Identifikasi

21
21
21
22
26
28
36

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

37
37
37

vi

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN

41

RIWAYAT HIDUP

56

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Ciri morfologi patogen
Bentuk-bentuk spora patogen (Hanlin 1998)
Confusion matrix
Pembagian data dan akurasi
Contoh hasil praproses citra
Ekstraksi ciri turunan patogen
Pembagian data latih dan data uji setiap fold
Hasil klasifikasi PNN setiap fold
Analisis data berdasarkan ciri compactness
Analisis data berdasarkan ciri solidity
Analisis data berdasarkan ciri convexity
Analisis data berdasarkan ciri roundness
Hasil k-fold cross validation
Hasil akurasi setiap fold
Confusion matrix 4-fold
Confusion matrix data patogen

10
11
13
19
22
23
27
28
30
31
32
33
34
34
35
36

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17

Tanaman Jabon di persemaian
3
Konidia patogen (A) Curvularia sp. (B) Colletotrichum sp. (C)
Fusarium sp. Gambar direproduksi dari Watanabe (1994)
5
Ilustrasi proses median filter
6
Ilustrasi region filling (a) Citra A (b) komplemen dari A (c) elemen
struktur B (d) titik awal dalam boundary (e)-(h) langkah-langkah
8
Struktur PNN
12
Metodologi Penelitian
14
Contoh data citra mikroskopis patogen (a) Colletotrichum sp.
(b) Curvularia sp. (c) Fusarium sp.
15
Contoh ilustrasi cropping citra mikroskopis patogen
15
Tahapan praproses (a) sub image (b) grayscale (c) median smoothing
(d) Otsu thresholding (e) region filling (f) median smoothing
(g) dilate operation
16
Ilustrasi area
16
Ilustrasi perimeter
17
Ilustrasi convex hull dan convex area
17
Ilustrasi convex perimeter
17
Ilustrasi compactness
18
Ilustrasi solidity
18
Ilustrasi convexity
18
Ilustrasi roundness
19

viii

18 Kesalahan dalam akuisisi data (a) sub image dan hasil praproses data
ke-7 (b) sub image dan hasil praproses data ke-8 (c) sub image dan
hasil praproses data ke-14
19 Boxplot ciri compactness dari ketiga patogen
20 Boxplot ciri solidity dari ketiga patogen
21 Boxplot ciri convexity dari ketiga patogen
22 Boxplot ciri roundness dari ketiga patogen
23 Ciri compactness pada data patogen
24 Ciri solidity pada data patogen
25 Ciri convexity pada data patogen
26 Ciri roundness pada data patogen
27 Variansi setiap ciri turunan
28 Data kesalahan klasifikasi 4-fold (a) Colletotrichum sp. yang
terklasifikasi sebagai Curvularia sp. (b) Curvularia sp. yang
terklasifikasi sebagai Colletotrichum sp.
29 Kesalahan klasifikasi 4-fold pada data ke-11
30 Kesalahan klasifikasi 4-fold pada data ke-63 dan data ke-68

21
24
24
25
26
29
30
32
33
34

35
36
36

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Akuisisi Data
Nilai Ekstraksi Ciri Patogen
Demo Program

42
44
54

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) merupakan tanaman kehutanan
asli Indonesia yang mulai banyak dibudidayakan karena memiliki banyak
keunggulan dari tanaman lain. Keunggulan-keunggulan jabon yaitu pertumbuhan
yang cepat, dikenal dengan istilah fast-growing species (Krisnawati et al. 2011;
Mulyana et al. 2011; Warisno dan Dahana 2011), batang berbentuk silinder dengan
tingkat kelurusan batang bagus dan sedikit percabangan (Mulyana et al. 2011;
Warisno dan Dahana 2011; Duladi 2013), dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah,
membutuhkan perlakuan silvikultur yang mudah (Krisnawati et al. 2011), dan
beberapa tahun terakhir dikenal sebagai alternatif tanaman obat yang populer di
Indonesia (Warisno dan Dahana 2011). Usaha pembibitan jabon untuk memenuhi
kebutuhan pasar telah banyak dilakukan, namun usaha ini memiliki kendala dengan
adanya gangguan penyakit di areal persemaian. Hal ini dikarenakan bibit yang
tersedia di areal persemaian berpotensi menjadi inang bagi patogen dan kondisi
bibit yang masih sukulen relatif rentan terhadap gangguan penyakit (Aisah 2014).
Gangguan penyakit merupakan salah satu hambatan karena dapat mengurangi
kuantitas dan kualitas bibit. Sebagian besar penyakit jabon disebabkan oleh
cendawan (Warisno dan Dahana 2011). Jumlah cendawan sangat besar dan
signifikan, baru 5% dari total cendawan di dunia yang sudah diketahui, yaitu sekitar
98.998 spesies. Lebih dari 8.000 spesies bersifat parasit dan dapat menyebabkan
penyakit atau sebagai patogen (Herliyana 2014). Penyakit-penyakit dan patogen
yang pernah dilaporkan menyerang jabon di pembibitan di antaranya penyakit
bercak daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. (Herliyana et al. 2012) dan
Colletotrichum sp. (Anggraeni 2009), penyakit hawar daun yang disebabkan oleh
Fusarium sp. (Herliyana et al. 2012) serta penyakit mati pucuk yang disebabkan
Rhizoctonia solani Kuhn. (Rahman et al. 1997) dan Botryodiplodia sp. (Herliyana
et al. 2012; Aisah 2014). Patogen-patogen yang diamati pada penelitian ini
termasuk dalam kelas Deuteromycetes, sehingga dalam identifikasi jenis
patogennya dilihat dari karakteristik spora aseksual atau konidia.
Penelitian terkait dengan jabon dilakukan oleh Purba (2013) yang melakukan
identifikasi jenis fungi pada pembibitan jabon di Sampali Medan dan diperoleh lima
jenis fungi yang terdiri atas Aspergillus sp., Fusarium sp., Geotrichum sp.,
Penicillium sp., dan Curvularia sp.. Aisah (2014) melakukan identifikasi dan uji
patogenisitas cendawan penyebab primer penyakit mati pucuk pada bibit jabon, dari
penelitian diperoleh patogen Botryodiplodia spp., Fusarium spp., Colletrotichum
sp., Curvularia sp., dan Pestalotiopsis sp., dan hasil penelitian menjelaskan bahwa
Botryodiplodia sp. sebagai penyebab primer penyakit mati pucuk.
Beberapa penelitian yang mengembangkan teknik pengenalan pola dan
pengolahan citra dengan menggunakan citra mikroskopis digital dilakukan oleh
Ramos et al. (2013) yang melakukan identifikasi dan klasifikasi otomatis pada
agen-agen patogen Nosema dengan teknik segmentasi, ekstraksi fitur dengan scaleinvariant feature transform (SIFT) dan support vector machine (SVM) yang
menghasilkan laporan dengan klasifikasi spora yang dianalisa. Scotti (2005)
melakukan analisis morfologi otomatis pada identifikasi leukemia akut pada citra

2

mikroskopis jaringan darah, dengan tahapan pemisahan leukosit pada jaringan
darah, mengevaluasi indeks morfologi (area, perimeter, momentum citra) dari sel
dan melakukan klasifikasi citranya. Putzu et al. (2014) melakukan klasifikasi
leukosit untuk mendeteksi leukemia dengan melakukan pemisahan nukleus dan
sitoplasma untuk menganalisis setiap detail komponen selnya. Kemudian dilakukan
ekstraksi berdasarkan bentuk, warna dan tekstur menggunakan classifier yang
berbeda-beda untuk menentukan yang paling sesuai dalam mendeteksi leukemia.
Ford et al. (2013) melakukan klasifikasi patogen dengan Probabilistic Neural
Network (PNN) multi kelas, hasil yang diperoleh sistem klasifikasi mampu secara
akurat mengklasifikasikan tiga dari empat spesies yang benar diklasifikasikan
dengan keyakinan yang lebih besar 95%, menggunakan polinomial enam koefisien
dengan kurva perbedaan.
Penelitian terkait identifikasi patogen pada daun bibit jabon masih sedikit
dilakukan terutama dari sisi ilmu komputer, hal ini merupakan peluang untuk
mengembangkan teknik pengenalan pola dan pengolahan citra pada identifikasi
patogen daun bibit jabon. Penelitian-penelitian sebelumnya di atas memiliki
kemiripan yaitu menggunakan citra mikroskopis, penerapan ciri morfologi
(geometri) dan classifier yang digunakan dalam identifikasi dan klasifikasinya.
Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan identifikasi patogen daun bibit jabon
menggunakan citra mikroskopis digital berdasarkan ciri morfologi spora dengan
classifier PNN.

Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi
patogen daun bibit jabon menggunakan citra mikroskopis digital berdasarkan ciri
morfologi spora. Ciri morfologi yang digunakan yaitu ciri morfologi dasar terdiri
atas area (luas), perimeter (keliling), convex area (kecembungan luas), convex
perimeter (kecembungan keliling), dan ciri morfologi turunan terdiri atas
compactness (kekompakan), solidity (kepadatan), convexity (kecembungan) dan
roundness (kebundaran).

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membuat suatu sistem identifikasi patogen daun
bibit jabon menggunakan citra mikroskopis digital berdasarkan ciri morfologi
spora.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dan
peneliti dalam mengidentifikasi patogen pada daun bibit jabon dengan cepat, dan
membantu petugas lapang dalam mengetahui penyebab penyakit sehingga dapat
melakukan tindakan penanganan penyakit dengan cepat dan tepat.

3

Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.

Ruang lingkup penelitian ini adalah:
Penelitian ini hanya mengindentifikasi patogen daun bibit jabon menggunakan
citra mikroskopis digital daun jabon yang terserang penyakit.
Jenis patogen yang akan diidentifikasi yaitu Colletrotichum sp., Curvularia sp.,
dan Fusarium sp..
Ciri yang digunakan yaitu ciri morfologi dari struktur spora (konidia) patogen.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Jabon
Jabon memiliki prospek tinggi untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) dan
tanaman reboisasi atau penghijauan di Indonesia karena pertumbuhannya yang
sangat cepat, kemampuan beradaptasinya pada berbagai kondisi tempat tumbuh,
dan perlakuan silvikulturnya yang relatif mudah (Krisnawati et al. 2011). Bila
dieksplorasi lebih jauh, bagian tanaman lain dari jabon selain kayu (bunga, buah,
daun, kulit kayu, dan akar) berpotensi untuk diolah karena produk olahannya sudah
dikenal di pasaran dunia.
Daun jabon berbentuk oval, panjang daun tanaman dewasa antara 15-50 cm
dengan lebar daun antara 8-25 cm. Batang berbentuk silindris, cenderung tumbuh
lurus dengan sedikit percabangan, diameter batang dapat mencapai 45 meter. Jabon
memiliki dua jenis akar yaitu akar tunggang yang berfungsi untuk memperkokoh
pohon dan akar samping yang berfungsi mencari hara dan air. Bunga jabon
memiliki bentuk bulat dengan pusat bunga yang ditumbuhi banyak kelopak bunga
berbentuk jarum. Biji berukuran sangat kecil dengan bentuk trigonal atau tidak
beraturan (Warisno dan Dahana 2011). Tanaman jabon di persemaian dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1 Tanaman Jabon di persemaian
Berdasarkan sistem klasifikasi, jabon digolongkan sebagai berikut (Gautam
et al. 2012; Soerianegara dan Lemmens 1994) :
Kingdom
: Plantae
Sub Kingdom
: Tracheobionta
Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales

4

Famili
Genus
Spesies
Sinonim

: Rubiaceae
: Neolamarckia F. Bosser
: Neolamarckia cadamba (Roxb.)
: Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq
Anthocephalus indicus A. Rich
Menurut Orwa et al. (2009), spesies A. cadamba tersebar di beberapa negara,
yaitu Australia, India, Cina, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina,
Singapura, dan Vietnam. Penyebaran jabon di Indonesia terjadi secara alami di
hutan hujan daratan rendah tropis yang selalu hijau (tropical evergreen lowland
rain forest). Lokasi yang banyak terdapat jabon di antaranya Pulau Sumatera
(Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Palembang, Jambi dan
Bengkulu), Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Pada tahun 1930, jabon diintroduksi ke Pulau Jawa (Mulyana et al. 2011).

Patogen
Penyakit terjadi disebabkan oleh interaksi antara aktivitas mikroorganisme
dan inangnya. Penyakit tumbuhan dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik.
Penyebab penyakit yang bersifat biotik umumnya parasitik pada tumbuhan, dapat
ditularkan dan disebut penyakit biogenik. Adapun penyakit yang bersifat abiotik
tidak parasitik, tidak menular dan biasa disebut fisiogenik. Penyebab penyakit yang
parasitik terdiri atas beberapa golongan seperti virus, viroid, fitoplasma bakteri,
cendawan/fungi, riketsia, protozoa, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi (Sinaga
2006). Penyebab penyakit yang tergolong ke dalam patogen atau dari faktor biotik
adalah organisme hidup yang mayoritas bersifat mikro dan mampu untuk dapat
menimbulkan penyakit pada tanaman atau tumbuhan (Yudiarti 2007). Penyebab
penyakit tumbuhan juga dapat berupa faktor lingkungan fisik atau kimia baik
tempat tumbuh maupun lingkungannya. Lebih dari satu penyebab seringkali
berinteraksi atau bersama-sama menyebabkan penyakit pada pohon penyusun hutan
(Widyastuti 2005).
Karakteristik fungi yang paling signifikan untuk diidentifikasi adalah spora
dan miselium (Agrios 2005). Spora merupakan salah satu bagian penting dalam
identifikasi karakteristik morfologi (Watanabe 1994). Fungi dapat tumbuh dan
bereproduksi secara cepat. Fungi dapat membentuk jutaan spora hanya dalam
beberapa hari (Sinaga 2006).
Patogen yang akan diteliti pada penelitian ini adalah Colletotrichum sp.,
Curvularia sp., dan Fusarium sp.. Patogen-patogen tersebut berasal dari kelas
Deuteromycetes yang merupakan imperfect fungi atau cendawan yang tidak
sempurna karena hanya diketahui fase anamorf atau fase aseksualnya, sehingga
dalam mengidentifikasinya dilihat berdasarkan karakteristik spora aseksual yang
disebut konidia (Herliyana 2014). Bentuk spora atau konidia patogen dapat dilihat
pada Gambar 2.

5

A

B

C

Gambar 2 Konidia patogen (A) Curvularia sp. (B) Colletotrichum sp. (C)
Fusarium sp. Gambar direproduksi dari Watanabe (1994)
Suatu patogen dapat dikatakan sebagai agen penyebab penyakit bila
memenuhi kaidah postulat Koch. Prosedur pembuktian postulat Koch yaitu (Agrios
2005; Widyastuti 2005) :
1. Membentuk asosiasi yang tetap antara patogen dan penyakit.
2. Patogen dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada media buatan.
3. Hasil isolasi apabila diinokulasikan dapat membentuk penyakit yang sama pada
tanaman baru.
4. Patogen dapat diisolasi kembali dari tanaman baru yang terserang.

Citra Mikroskopis
Citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y), di mana x dan y
adalah koordinat spasial, dan amplitudo dari f pada sembarang pasang koordinat
(x,y) disebut intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut (Gonzalez
dan Wood 2008). Pengolahan citra merupakan cara pemrosesan citra dengan
menggunakan perangkat komputer agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau
mesin. Teknik pengolahan citra banyak digunakan pada segmentasi citra
mikroskopis (Smochina et al. 2011).
Citra mikroskopis merupakan salah satu cara terbaik untuk mengamati
objek-objek mikro. Analisis morfologi citra mikroskopis saat ini banyak digunakan,
khususnya morfologi citra sel mikroskopis yang telah digunakan dalam bidang
biologi, kedokteran, agronomi, kimia industri dan lainnya (Yuan et al. 2008).

Smoothing dengan Filter Median
Filter smoothing digunakan untuk pengaburan (blurring) dan untuk
pengurangan noise (gangguan). Median filter biasanya menggunakan operator non
linier yang menggantikan tingkat keabuan asli suatu piksel dengan tingkat keabuan
median dari suatu piksel dalam ketetanggaan yang telah ditentukan (Gonzales dan
Wood 2008; Wu et al. 2008). Filter ini sangat berguna karena dapat mengurangi
noise suatu citra tanpa tepi yang blurring dan menghapus detail-detail kecil dari
sebuah citra yang objeknya berukuran besar dan menjembatani jarak kecil pada
garis atau kurva (Gonzales dan Wood 2008; Hermawati 2013).

6

Menurut Hermawati (2013) median filter efektif digunakan jika pola noise
berisi komponen yang kuat (impulse noise) seperti salt-and-pepper noise dan butuh
ketajaman tepi objek. Prinsip fungsi median filter adalah untuk memaksa titik
dengan gray-level yang berbeda menjadi seperti dengan tetangganya. Dengan kata
lain mengganti nilai sebuah piksel dengan nilai median dari gray-level dalam sub
image di bawah jendela ketetanggaan ukuran m x n sebagaimana tertera pada
persamaan (1).
̂ , = median{
, }
(1)
, ��

Median dari sekumpulan nilai adalah nilai yang berada di tengah dari
sekumpulan nilai yang diurutkan (Prasetyo 2011). Ilustrasi perhitungan median
filter disajikan pada Gambar 3. Untuk melakukan filter median pada sebuah titik
dalam citra maka prosedurnya adalah sebagai berikut (Gonzales dan Wood 2008;
Prasetyo 2011; Hermawati 2013):
1. Mengurutkan nilai piksel di bawah jendela ketetanggaan (termasuk titik
pusatnya).
2. Menentukan median dari piksel tersebut.
3. Mengganti titik tengah (pusat) daerah di bawah jendela ketetanggan dengan
mediannya, demikian seterusnya filter berpindah ke kanan dan ke bawah.

Gambar 3 Ilustrasi proses median filter

Segmentasi dengan Metode Otsu
Segmentasi merupakan proses membagi citra kedalam komponen-komponen
region atau objek (Gonzales dan Wood 2008). Algoritma segmentasi citra
umumnya didasarkan pada salah satu dari sifat dasar nilai intensitas yaitu
dikontinuitas (pendekatan dengan membagi citra berdasarkan perubahan besar pada
nilai intensitasnya seperti tepi citra) dan similaritas (pendekatan dengan membagi
citra ke dalam region-region yang serupa sesuai dengan kriteria awal yang
diberikan seperti thresholding, region growing dan region splitting and merging).
Metode Otsu bertujuan untuk mencari nilai optimal dari threshold global
(Hermawati 2013). Metode Otsu berbasis pada nilai variansi dalam kelas maksimal
(Otsu 1979; Burger dan Burge 2009). Pendekatan yang digunakan oleh metode
Otsu adalah dengan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang
dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami.

7

Analisis diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat membagi
objek latar depan dan latar belakang, membagi histogram citra gray level ke dalam
dua daerah yang berbeda secara otomatis tanpa membutuhkan bantuan user untuk
memasukkan nilai ambang (Cahyaningsih 2010).
Algoritma metode Otsu (Gonzales dan Wood 2008) adalah sebagai berikut :
1. Menghitung histogram ternormalisasi dari citra input. Komponen
histogram ditunjukkan dengan pi , i = 0,1,2,..,L-1.
2. Menentukan probabilitas kemunculan setiap nilai grey level (intensitas),
untuk k = 0, 1, 2,..,L-1 dengan menggunakan persamaan (2).

= ∑��= �
(2)
3. Menentukan mean kumulatif untuk k = 0, 1, 2,..,L-1 dengan menggunakan
persamaan (3).

= ∑��= � �
(3)

4. Menghitung mean intensitas global dengan menggunakan persamaan (4).
�� = ∑�−
(4)
�= � �

5. Menghitung variansi dari setiap kelas secara terpisah dengan
menggunakan persamaan (5).


=

[�� � � −� � ]

� � [ −� � ]

(5)

6. Memperoleh threshold optimal k* dari nilai variansi maksimal �
.
Jika maksimum tidak unik, k* yang diperoleh dirata-ratakan dengan nilai
k sesuai dengan berbagai maksimal nilai yang terdeteksi.
7. Diperoleh ukuran pemisah � ∗ , dengan mengevaluasi persamaan (6) pada
k=k*.
�=



(6)

��

Operasi Region Filling
Tujuan dari region filling adalah mengisi keseluruhan region di dalam
boundary, jika titik non-boundary maka diberi label 0. Prosedur region filling di
mulai dari titik p di dalam boundary, kemudian akan mengisi region dengan nilai
1. Operasi region filling dapat dilihat pada Persamaan (7).
Xk = (Xk-1 ⊕ B) ∩ Ac ,
k=1,2,3,..
(7)

Dengan X0 = p, dan B adalah eleman penstruktur simetris. Algoritma berhenti
pada iterasi ke k, jika Xk = Xk-1. Gabungan Xk dan A adalah himpunan isi region
dan boundary-nya (Sutoyo et al. 2009). Ilustrasi region filling dapat dilihat pada
Gambar 4.

8

Gambar 4 Ilustrasi region filling (a) Citra A (b) komplemen dari A (c) elemen
struktur B (d) titik awal dalam boundary (e)-(h) langkah-langkah
perhitungan (i) hasil akhir gabungan a dan h

Dilate Operation
Jika A dan B adalah anggota Z2, dilasi antara A dan B dinyatakan A ⊕ B dan
didefinisikan dengan
A ⊕ B = {z | (B), ∩ A ≠ ∅)
(8)
Persamaan ini didasarkan pada perefleksian B terhadap originnya, dan
pergeseran refleksi oleh z. Dilasi A oleh B kemudian adalah himpunan semua
displacement z, sebagaimana B dan A overlap dengan sedikit satu elemen.
Berdasarkan interpretasi tersebut, persamaan di atas dapat ditulis kembali dengan
ekivalen sebagai persamaan (9).
A ⊕ B = {z | [(B), ∩ A] ⊆ A}
(9)

Himpunan B adalah strel, sedangkan A himpunan (objek citra) yang terdilasi
(Gonzalez dan Wood 2008; Prasetyo 2011). Dilasi merupakan proses
penggabungan titik-titik latar (0) menjadi bagian dari objek (1), berdasarkan
structuring element S yang digunakan. Dilasi sangat berguna ketika diterapkan
dalam objek-objek yang terputus dikarenakan hasil pengambilan citra yang
terganggu oleh noise, kerusakan objek fisik yang dijadikan citra digital, atau
disebabkan resolusi yang jelek. Dengan melakukan dilasi maka objek atau tepi citra
dapat disambung kembali (Sutoyo et al. 2009).

9

Ciri Morfologi
Ciri atau fitur yang menonjol dari suatu objek biasanya digunakan untuk
mengklasifikasikan objek tersebut. Ciri yang digunakan pada penelitian ini adalah
ciri morfologi spora dari suatu patogen. Ciri-ciri yang akan dihitung adalah sebagai
berikut:
1. Area: luas daerah pada objek yang diwakili oleh jumlah piksel tak nol dalam
batas objek (Saraswat dan Arya 2014). Luas wilayah biner R dapat ditemukan
dengan menghitung piksel gambar yang membentuk daerah (Burger dan Burge
2009).
2. Perimeter: keliling atau batas-batas pada objek. Perimeter dari daerah R
didefinisikan sebagai panjang kontur luarnya, di mana R harus terhubung
(Burger dan Burge 2009). Perimeter dihitung dengan mengukur jumlah jarak
antara piksel batas berturut-turut (Putzu et al. 2014). Dalam hal ini ukuran
sederhana perimeter diperoleh dengan menghitung jumlah piksel batas yang
dimiliki oleh sebuah objek (Wu et al. 2008).
3. Convex area: daerah dalam convex hull di mana daerah yang kosong antara
boundary convex hull dan boundary object diisikan nilai piksel objek dan
termasuk dalam object area.
Menurut Burger dan Burge (2009), convex hull adalah poligon cembung
terkecil yang berisi semua titik dari wilayah R. Himpunan A dikatakan convex
jika garis lurus yang menghubungkan sembarang dua titik di dalam A terletak
seluruhnya di A. Convex hull H dari sembarang himpunan S adalah himpunan
convex terkecil yang berisi S (Sutoyo et al. 2009).
4. Convex perimeter: keliling atau batas-batas pada convex hull.
5. Compactness: rasio antara area dari sebuah objek dan area dari lingkaran
dengan perimeter yang sama (Putzu et al. 2014). Nilai maksimum 1 untuk
bentuk lingkaran. Perhitungan compactness dirumuskan pada Persamaan (10).
Compactness dipahami sebagai hubungan antara daerah area dan perimeter
(Burger dan Burge 2009).
x π x area


= eri eter
(10)
6.

7.

8.

Solidity: rasio dari area suatu objek dengan area convex hull suatu objek.
Solidity menghitung kepadatan suatu objek (Putzu et al. 2014). Perhitungan
solidity dirumuskan pada Persamaan (11).
� �

=

c

area

vex_area

(11)

Convexity: jumlah relatif pada sebuah objek yang berbeda dari cembungnya
objek, dan nilainya direpresentasikan dengan rasio dari perimeter sebuah
convex hull ke perimeter objek itu sendiri. Menurut Yang et al. (2008)
convexity didefinisikan sebagai rasio perimeter dari convex hull dengan kontur
aslinya. Perhitungan convexity dirumuskan pada Persamaan (12).
�� ��� � � ��

� =
(12)
�� ��� �
Roundness: rasio dari area suatu objek ke area suatu lingkaran dengan
perimeter sama dari convex hull objek (Putzu et al. 2014). Perhitungan
roundness dirumuskan pada Persamaan (13).
x π x area
=
(13)
c

vex_ eri eter

10

Area, perimeter, convex area dan convex perimeter merupakan ciri dasar.
Ciri-ciri dasar ini kemudian dapat diperoleh ciri turunan yaitu compactness,
solidity, convexity dan roundness. Pada penelitian ini diidentifikasi tiga jenis
patogen dari kelas Deuteromycetes yaitu Colletrotichum sp., Curvularia sp., dan
Fusarium sp.. Ciri morfologi masing-masing patogen dalam Watanabe (1994),
Barnett et al. (1998) dan Aisah (2014) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Ciri morfologi patogen
Patogen
Ciri morfologi
Colletrotichum Konidia Warna hyaline (transparan)a,b,
sp.
Bentuk ovoid (berbentuk seperti telur)b,
oblong (berbentuk silinder pendek) b,c,
cylindrical (memiliki sisi paralel seperti
silinder) a,b
bersel satua,b
Ukuran 13-17.5 × 4.7-5.3 µma
Curvularia sp. Konidia Warna Hitam kecoklatana, coklat pucatb ,coklatc
Bentuk inequilateral (memiliki sisi yang tidak
sama)c,
ellipsoidal (berbentuk elips)a
Terdiri dari 3-5 selb, 2-4 sekatc
umumnya 4 sel lokasi septumnya di pusata
Ukuran (17.5-)18.7–23(-30) x 8.7-12.5(-14) µma
Fusarium sp. Makro Warna hyaline (transparan) a,b
konidia Bentuk boat/canoe-shape(berbentuk seperti
perahu/kano) a,b,
lunate (berbentuk seperti bulan sabit) a,c,
fusiform (berbentuk poros)c,
allantoid (sedikit melengkung dengan
dinding paralel dan ujung bulat, berbentuk
sosis)c,
cylindrical (memiliki sisi paralel seperti
silinder)c
Bersekat, terdiri dari empat sela
Ukuran (17.5-) 29.1-45 x 2.9-4.7 µma
Mikro
Warna hyaline (transparan)a,b
konidia Bentuk ellipsiodal (berbentuk elips) a,c,
oblong (berbentuk silinder pendek)b,c,
ovoid (berbentuk seperti telur) b,c,
cylindrical (memiliki sisi paralel silinder)c,
oval (berbentuk oval)c,
fusiform (berbentuk poros)c,
reniform (berbentuk ginjal/lonjong)c,
obovoid (berbentuk seperti telur terbalik)c
Tidak bersekat, terdiri dari satu sel a,b,c
Ukuran 6-15.8 x 1.9-3.7(-5) µma
a

Sumber: Watanabe(1994). bSumber: Barnett et al.(1998). cSumber: Aisah (2014).

11

Bentuk-bentuk spora (konidia) patogen disajikan dalam Tabel 2. Bentukbentuk spora yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu pada patogen
Colletotrichum sp. ditemukan bentuk oblong dan cylindrical, pada patogen
Curvularia sp. ditemukan bentuk inequilateral dan pada patogen Fusarium sp.
ditemukan bentuk boat/canoe shape.
Tabel 2 Bentuk-bentuk spora patogen (Hanlin 1998)
Patogen
Bentuk-bentuk spora patogen
Colletotrichum sp.

oblong

cylindrical ovoid

Curvularia sp.

inequilateral ellipsoidal
Macroconidia
Fusarium sp.
boat/canoe
shape

lunate

fusiform

allantoid

cylindrical

Ellipsoidal

oblong

ovoid

cylindrical oval

Microconidia
Fusarium sp.

fusiform

reniform

obovoid

K-fold Cross Validation
Pembagian data dilakukan dengan teknik k-fold cross validation. Menurut
Tan et al. (2005), pada pendekatan metode ini setiap record menggunakan jumlah
yang sama untuk pelatihan dan tepat sekali untuk pengujian. Prosedur ini diulang k
kali sehingga setiap partisi yang digunakan untuk pengujian tepat satu kali.
Menurut Duda et al. (2000), cross validation merupakan teknik yang membagi data
menjadi dua bagian. Satu bagian digunakan sebagai kelompok pelatihan data untuk
membuat parameter model dalam classifier. Bagian lain merupakan data validasi
yang digunakan untuk memperkirakan error.
Cara mendapatkan nilai akurasi ataupun ukuran penilaian lainnya dari hasil
eksperimen yang kita lakukan, dapat diambil nilai rataan dari seluruh eksperimen

12

tersebut. Perkiraan akurasi cross validation merupakan jumlah seluruh hasil
klasifikasi yang benar dibagi dengan jumlah seluruh data.

Probabilistic Neural Network
Probabilistic Neural Network (PNN) merupakan Artificial Neural Network
(ANN) yang menggunakan teorema probabilitas klasik. PNN merupakan jaringan
syaraf tiruan yang menggunakan radial basis function (RBF). RBF adalah fungsi
yang berbentuk seperti bel yang menskalakan variabel nonlinear. Keuntungan
utama menggunakan arsitektur PNN adalah training data mudah dan cepat (Wu et
al. 2007) dikarenakan proses training hanya butuh satu kali iterasi (tidak ada
pengulangan). PNN memiliki struktur yang terdiri atas empat lapisan. Contoh
struktur PNN dapat dilihat pada Gambar 5 (Wu et al. 2007).

Gambar 5 Struktur PNN
Lapisan masukan merupakan nilai yang kelasnya akan diprediksi. Pada
lapisan pola, nilai dot product antara masukan dan bobot xit, (Zi = x.xit,) dilakukan
dan hasilnya dibagi dengan besarnya bias. Nilai ini kemudian dimasukkan dalam
fungsi radial basis radbas(n) = exp(-n).
Proses ini dapat dituliskan pada Persamaan (14), dengan xit adalah vektor
kelas latih ke-i dengan orde t:
=



�−��� � �−���

(14)



Pada lapisan penjumlahan, setiap pola di setiap kelas dijumlahkan untuk
menghasilkan fungsi kepekatan populasi (population density function) untuk kelas
tersebut. Perhitungan yang digunakan dapat dilihat pada Persamaan (15)
=



� ��

∑�=



�−� � � �−� �


(15)

13

keterangan :
xAi : vektor latih kelas A ke-i
k : dimensi vector
σ : parameter pemulus
Nilai σ menentukan besarnya interpolasi antara data yang ada. Semakin besar
nilai σ, semakin tinggi derajat interpolasi yang terjadi. Parameter ini adalah satusatunya parameter yang harus diatur pada PNN. Akan tetapi, Specht (1990)
memperlihatkan bahwa perbedaan nilai σ yang dipilih tidak memiliki pengaruh
yang besar terhadap akurasi yang dihasilkan. Pada lapisan keluaran, masukan x
akan diklasifikasikan ke dalam kelas Y jika nilai py(x) lebih besar dibanding kelas
lainnya.

Confusion Matrix
Confusion matrix merupakan sebuah tabel yang terdiri atas banyaknya baris
data uji yang diprediksi benar dan tidak benar oleh model klasifikasi, digunakan
untuk menentukan kinerja suatu model klasifikasi (Tan et al. 2005). Ada empat
istilah yang digunakan dalam confusion matrix yaitu:
• True positive (TP) : jumlah data positif yang benar diklasifikasi oleh classifier
• True negative (TN) : jumlah data negatif yang benar diklasifikasi oleh
classifier.
• False positive (FP) : jumlah data negatif yang salah diklasifikasi sebagai data
positif.
• False negative (FN) : jumlah data positif yang salah diklasifikasi sebagai data
negatif.
TP dan TN digunakan ketika classifier mendapatkan klasifikasi yang benar.
FP dan FN digunakan ketika classifier salah melakukan klasifikasi. Tabel 3
merupakan tabel confusion matrix. Berdasarkan tabel confusion matrix, dapat
dihitung nilai akurasi dengan Persamaan (16).
Tabel 3 Confusion matrix

Aktual



Positif
Negatif

� �=∑

Prediksi
Positif
A: True Positive
C: False Positive

∑ +∑
+∑ + ∑ +∑



%

Negatif
B: False Negative
D: True Negative

(16)

14

3 METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini. Secara garis
besar metode penelitian terdiri atas akuisisi data, praproses, ekstraksi ciri morfologi,
klasifikasi, analisis dan evaluasi hasil identifikasi.

Akuisisi Data
Akuisisi data terbagi dalam 2 tahap. Tahapan pertama untuk memperoleh
patogen yaitu dengan proses isolasi dari tanaman yang bergejala, dimurnikan dan
dibuat preparat yang dilakukan di Laboratorium Patologi Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan IPB. Tahapan proses isolasi dapat dilihat pada lampiran 1a,
pemurnian patogen pada lampiran 1b dan pembuatan preparat pada lampiran 1c.
Tahapan kedua yaitu pengambilan data yang dilakukan di Laboratorium
Entomologi Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Data citra
mikroskopis diambil dengan menggunakan mikroskop kamera optilab dan
disimpan dalam format JPG. Perbesaran mikroskop yang digunakan untuk setiap
proses akuisisi citra bernilai sama yaitu 400x. Dokumentasi akuisisi data
menggunakan mikroskop kamera optilab dapat dilihat pada lampiran 1d.
Akuisisi data
(menggunakan mikroskop kamera optilab)
Data citra mikroskopis
digital

Praproses
(grayscale, median smoothing, thresholding
Otsu, region filling, median smoothing, dilate)
Ekstraksi ciri morfologi
(area, perimeter, convex area, convex perimeter,
compactness, solidity, convexity dan roundness)
Klasifikasi
Analisis
Evaluasi hasil identifikasi
Gambar 6 Metodologi Penelitian

15

Pengambilan data citra yang digunakan yaitu berdasarkan data primer. Data
citra terdiri dari 3 jenis patogen yaitu Colletotrichum sp., Curvularia sp., dan
Fusarium sp.. Data citra mikroskopis ketiga patogen dapat dilihat pada Gambar 7.

a

b

c

Gambar 7 Contoh data citra mikroskopis patogen (a) Colletotrichum sp.
(b) Curvularia sp. (c) Fusarium sp.
Data mikroskopis patogen umumnya mengumpul dan tidak terpisah sehingga
akan sulit untuk mengidentifikasi bentuk patogennya. Oleh karena itu, untuk
memudahkan identifikasi awal maka data yang diperoleh dipotong (crop) secara
manual sehingga diperoleh data citra patogen tunggal yang dalam hal ini disebut
dengan sub image. Berdasarkan proses akuisisi ini diperoleh sebanyak 150 sub
image, dengan masing-masing patogen berjumlah 50 citra. Contoh ilustrasi
cropping untuk memperoleh sub image data citra patogen dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 8 Contoh ilustrasi cropping citra mikroskopis patogen

Praproses
Praproses yang dilakukan dari 150 sub image patogen yaitu mengubah sub
image menjadi bentuk grayscale image, selanjutnya dilakukan proses smoothing
dengan median filter untuk menghilangkan noise dan blurring, kemudian dilakukan
segmentasi menggunakan thresholding metode Otsu, kemudian dilakukan proses
region filling untuk citra yang memiliki lubang (hole) dan dilakukan kembali proses

16

smoothing dengan median filter yang mana dalam hal ini dapat menghapus detail
kecil pada tepi citra dan menghaluskan citra, terakhir dilakukan operasi morfologi
yaitu dilate sehingga diperoleh citra yang sesuai kebutuhan untuk diproses ke tahap
selanjutnya. Contoh tahapan praproses dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Tahapan praproses (a) sub image (b) grayscale (c) median smoothing
(d) Otsu thresholding (e) region filling (f) median smoothing (g) dilate
operation

Ekstraksi Ciri Morfologi
Pada praproses telah diperoleh citra tersegmentasi yang selanjutnya akan
diekstraksi. Ekstraksi ciri adalah langkah dalam proses pengenalan pola di mana
pengukuran dari suatu objek dihitung (Wu et al. 2008). Ekstraksi ciri
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu low level, middle level dan high level. Low
level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan isi visual seperti warna dan
tekstur, middle level feature merupakan ekstraksi berdasarkan wilayah citra yang
ditentukan dengan segmentasi dan high level feature merupakan ekstraksi ciri
berdasarkan informasi semantik yang terkandung dalam citra (Marques dan Furht
2002). Ciri bentuk dalam suatu citra sangat esensial untuk segmentasi citra karena
dapat mendeteksi objek atau batas wilayah (Acharya dan Ray 2005).
Informasi yang akan diekstraksi adalah morfologi atau bentuk spora dari
patogen. Ekstraksi morfologi yang dilakukan yaitu dengan menghitung nilai area,
perimeter, convex area, convex perimeter, compactness, solidity, convexity dan
roundness dari data citra yang tersegmentasi. Ciri morfologi terdiri dari ciri dasar
dan ciri turunan. Dalam perhitungan ekstraksi ciri morfologi ini digunakan standar
poligon dan standar lingkaran. Ciri dasar yaitu area, perimeter, convex area, dan
convex perimeter.
1. Area: luas daerah pada objek yang diwakili oleh jumlah piksel tak nol dalam
batas objek (Saraswat dan Arya 2014). Luas wilayah biner R dapat ditemukan
dengan menghitung piksel gambar yang membentuk daerah (Burger dan Burge
2009). Ilustrasi area dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Ilustrasi area

17

2.

Perimeter: keliling atau batas-batas pada objek. Perimeter dari daerah R
didefinisikan sebagai panjang kontur luarnya, di mana R harus terhubung
(Burger dan Burge 2009). Perimeter dihitung dengan mengukur jumlah jarak
antara piksel batas berturut-turut (Putzu et al. 2014). Dalam hal ini ukuran
sederhana perimeter diperoleh dengan menghitung jumlah piksel batas yang
dimiliki oleh sebuah objek (Wu et al. 2008). Ilustrasi perimeter dapat dilihat
pada Gambar 11.

Gambar 11 Ilustrasi perimeter
3.

Convex area: menghitung daerah dalam convex hull di mana daerah yang
kosong antara boundary convex hull dan boundary object diisikan nilai piksel
objek dan termasuk dalam object area. Menurut Burger dan Burge (2009),
convex hull adalah poligon cembung terkecil yang berisi semua titik dari
wilayah R. Ilustrasi convex hull dan convex area dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Ilustrasi convex hull dan convex area
4.

Convex perimeter: suatu skalar yang menentukan keliling atau batas-batas pada
convex hull. Ilustrasi convex perimeter dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Ilustrasi convex perimeter

18

Ciri turunan yaitu compactness, solidity, convexity dan roundness.
Perhitungan ciri turunan sebagaimana tertera pada Persamaan (10) – (13). Nilai ciri
turunan tersebut yang akan menjadi penciri untuk diklasifikasi dengan classifier
PNN dalam mencirikan suatu jenis patogen.
5.

Compactness: rasio antara area dari sebuah objek dan area dari lingkaran
dengan perimeter yang sama (Putzu et al. 2014). Ilustrasi compactness dapat
dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Ilustrasi compactness
6.

Solidity: rasio dari area suatu objek dengan area convex hull suatu objek.
Solidity menghitung kepadatan suatu objek (Putzu et al. 2014). Ilustrasi solidity
dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Ilustrasi solidity
7.

Convexity: rasio dari perimeter sebuah convex hull ke perimeter objek itu
sendiri (Putzu et al. 2014). Menurut Yang et al. (2008) convexity didefinisikan
sebagai rasio perimeter dari convex hull dengan kontur aslinya. Ilustrasi
convexity dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Ilustrasi convexity

19

8.

Roundness: rasio dari area suatu objek ke area suatu lingkaran dengan
perimeter sama dari convex hull objek (Putzu et al. 2014). Ilustrasi roundness
dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Ilustrasi roundness

Klasifikasi
Setelah proses ekstraksi ciri morfologi, diperoleh nilai-nilai ciri yang menjadi
masukan untuk proses klasifikasi patogen. Klasifikasi adalah prosedur untuk
mengelompokkan pola masukan ke dalam kelas yang serupa. Klasifikasi data pada
penelitian ini menggunakan classifier PNN. Sebelum tahap klasifikasi dilakukan
proses pembagian data menggunakan metode k-fold cross validation. Data yang
terdiri dari data latih dan data uji dibagi dalam 5-fold dengan persentase 80% data
latih dan 20% data uji seperti tertera pada Tabel 4. Perhitungan nilai akurasi diambil
nilai rataan dari seluruh nilai yang diperoleh dari penerapan k-fold cross validation.
sebagaimana tertera pada persamaan (17).
Tabel 4 Pembagian data dan akurasi
Akurasi (%)
Data
Sub Data

Fold
1-fold

Data Latih
Data Uji
Data Latih
Data Uji
Data Latih
Data Uji
Data Latih
Data Uji
Data Latih
Data Uji

2-fold
3-fold
4-fold
5-fold



� �=

+

+

+

+

S1, S2, S3, S4
S5
S1, S2, S3, S5
S4
S1, S2, S4, S5
S3
S1, S3, S4, S5
S2
S2, S3, S4, S5
S1



%

A1
A2
A3
A4
A5

(17)

20

Analisis
Pada tahap ini terbagi atas tiga tahapan analisis yaitu analisis hasil segmentasi
atau praproses, analisis hasil ekstraksi ciri morfologi dan analisis hasil identifikasi
patogen. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui seberapa baik hasil
segmentasi atau praproses, hasil ekstraksi ciri suatu penciri dan hasil klasifikasi
yang mengidentifikasikan suatu jenis patogen. Jika terjadi kesalahan atau hasil yang
kurang baik maka dapat dianalisis juga penyebab kesalahan dari hasil masingmasing tahapan.

Evaluasi Hasil Identifikasi
Evaluasi dilakukan dengan confusion matrix, kinerja model klasifikasi dapat
diketahui dengan banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan salah. Pada
penelitian ini data terbagi dalam tiga kelas. Apabila terdapat m kelas (m ≥ 2),
confusion matrix merupakan sebuah tabel berukuran m × m. Baris pertama dengan
kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh
classifier sebagai kelas i. Baris pertama dengan kolom kedua mengindikasikan
jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas j. Baris
pertama kolom ketiga mengidentifikasikan jumlah atribut dari kelas i yang
diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas k. Baris kedua kolom pertama
mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier
sebagai kelas i. Baris kedua kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut dari kelas
j yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas j. Baris kedua kolom ketiga
mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier
sebagai kelas k. Baris ketiga kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari
kelas k yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas i. Baris ketiga kolom kedua
mengindikasikan jumlah atribut dari kelas k yang diklasifikasi oleh classifier
sebagai kelas j. Baris ketiga kolom ketiga mengindikasikan jumlah atribut dari kelas
k yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas k.
Classifier dengan nilai akurasi yang baik memiliki atribut terbanyak yang
ditunjukkan melalui kolom diagonal dari tabel confusion matrix dan kolom lain
bernilai nol atau mendekati nilai nol. Tahapan metodologi yang dilakukan
kemudian dievaluasi apakah hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan atau
masih perlu dilakukan perbaikan-perbaikan pada metode dan pemilihan fitur
ekstrasinya.

21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Akuisisi Data
Akuisisi data telah dilakukan di Laboratorium Patologi dan Laboratorium
Entomologi Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB mulai bulan Januari –
Mei 2015. Data citra terdiri dari 3 jenis patogen yaitu Colletotrichum sp.,
Curvularia sp., dan Fusarium sp..
Kesalahan dalam akuisisi data yang terjadi dikarenakan kurang fokus pada
saat pengambilan data. Berikut disajikan data yang mengalami kesalahan dalam
akuisisi data (Gambar 18).

Gambar 18 Kesalahan dalam akuisisi data (a) sub image dan hasil praproses data
ke-7 (b) sub image dan hasil praproses data ke-8 (c) sub image dan
hasil praproses data ke-14

Praproses
Praproses yang dilakukan yaitu convert sub image menjadi bentuk grayscale
image, selanjutnya dilakukan proses smoothing dengan median filter, kemudian
segmentasi menggunakan thresholding metode Otsu, kemudian dilakukan region
filling dan dilakukan kembali proses smoothing dengan median filter dan operasi
morfologi yaitu dilate.
Contoh hasil praproses citra dapat dilihat pada Tabel 5, ditampilkan beberapa
contoh data yang kurang baik pada saat pengambilan data. Pada contoh data
Colletotrichum sp. dan Fusarium sp. terlihat bahwa data citra blurring dan pada
saat proses thresholding dengan metode Otsu data citra menjadi lebih tebal dari
aslinya dikarenakan tepi gambar dianggap sebagai objek gambar juga dan demikian
dilanjutkan ke tahap berikutnya sehingga terlihat bahwa data citra kurang precise
dari data aslinya. Namun pada contoh data Curvularia sp. walaupun data blurring
namun hasil akhir segmentasi tetap bagus dikarenakan smoothing dengan median
filter yang dapat mengatasi blurring, noise, dan mengurangi detail-detail kecil pada
data citra.

22

Tabel 5 Contoh hasil praproses citra
Colletot