Trypanosomiasis Gambia

TRYPANOSOMIASIS GAMBIA
LAMBOK SIAHAAN
Bagian Parasitologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Abstract :
The Gambian trypanosomiasis is transmitted by bitting flies of the
genus Glossina (commonly known as the tsetse fly). Transmission is
by cyclical method in which the parasite undergoes a complex
development in the fly before becoming infective. When an infected
fly bites a healthy man, it transmits the trypanosomes. At the site of
the bite, a skin nodule is produced dan inflammation of the regional
lymph nodes develops. The lessions called Winterbotton’s sign. If
the CNS has been invaded there would disturb sleep patterns
(diurnal somnolence, nocturnal insomnia), mental status changes,
cerebellar’s sign and finally coma.
Key
words
:
Trypanosoma
gambiense,

trypomastigot,
Winterbotton’s sign, sleeping disturbance.
Pendahuluan
Trypanosomiasis Gambia adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Trypanosoma
gambiense. Penyakit ini disebut juga West African Trypanosomiasis atau West
African Sleeping Sickness.1,2,3,4,5
Parasit ini pertama sekali ditemukan oleh Forde, pada tahun 1901, melalui
pemeriksaan darah tepi dari seorang pasien di Gambia, Afrika barat. Castellani,
1903, juga menemukan parasit jenis yang sama pada pemeriksaan cairan
serebrospinal pada pasien yang berbeda.Dan oleh Dutton, 1902, parasit tersebut
diberi nama Trypanosoma gambiense.1
Trypanosoma gambiense merupakan protozoa berflagella yang hidup dalam darah
(Haemoflagellates) dan dikelompokkan dalam family Trypanosomidae.1,4,5
Lalat tsetse, jantan dan betina, bertindak sebagai vektor pambawa parasit ini,
terutama Glossina palpalis. Lalat ini banyak terdapat di sepanjang tepi-tepi sungai
yang mengalir di bagian barat dan tengah Afrika. Lalat ini mempunyai jangkauan
terbang sampai mencapai 3 mil.2
Selain manusia, binatang peliharaan seperti babi, kambing dan sapi serta binatang
liar dapat menjadi hospes resevoir bagi parasit ini.
Penyakit ini dapat ditularkan dari hewan vertebrata ke manusia atau dari manusia ke

manusia.1,2,4
Mobilitas penduduk dunia saat ini sangatlah memungkinkan untuk penyebaran
parasit ini ke berbagai wilayah dunia. Khususnya bagi masyarakat yang mengunjungi
daerah endemik ataupun daerah di luar Afrika yang memiliki vektor pembawa
penyakit ini.

©2004 Digitized by USU digital library

1

Morfologi
Secara umum Trypanosomidae mempunyai 4 bentuk / morfologi yang berbeda, yaitu
:4,5
1. Bentuk Amastigot (Leismanial form)
Bentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan satu kinetoplas serta
tidak mempunyai flagela. Bersifat intraseluler. Besarnya 2-3 mikron.
2. Bentuk Promastigot (Leptomonas form)
Bentuk memanjang mempunyai satu inti di tengah dan satu flagela panjang
yang keluar dari bagian anterior tubuh tempat terletaknya kinetoplas, belum
mempunyai membran bergelombang, ukurannya 15 mikron.

3. Bentuk Epimastigot (Critidial form)
Bentuknya memanjang dengan kinetoplas di depan inti yang letaknya di
tengah mempunyai membran bergelombang pendek yang menghubungkan
flagela dengan tubuh parasit, ukurannya 15-25 mikron.
4. Bentuk Tripomastigot (Trypanosome form)
Bentuk memanjang dan melengkung langsing, inti di tengah, kinetoplas dekat
ujung posterior, flagela membentuk dua sampai empat kurva membran
bergelombang, ukurannya 20-30 mikron
Pada penderita Trypanosomiasis gambia (juga pada hewan vertebrata yang
terinfeksi) umumnya ditemukan bentuk Trypomastigot. Trypomastigot ini memiliki
bentuk mirip bulan sabit dengan ukuran panjang 15-35 mikron dan lebar 1,5 – 3,5
mikron. Didalamnya terdapat organella antara lain :1,5,6
1. Inti besar berbentuk lonjong, terletak di tengah dan berfungsi untuk
menyediakan makanan. Disebut juga Troponukleus.
2. Kinetoplas, berbentuk bulat atau batang. Ukuran lebih kecil dari inti dan
terletak di depan atau di belakang inti. Kinetoplas terdiri dari 2 bagian yaitu
benda parabasal dan blefaroplas.
3. Flagela merupakan cambuk halus yang keluar dari blefaroplas dan berfungsi
untuk bergerak.
4. Undulating membrane (membran bergelombang), adalah selaput yang

terjadi karena flagela melingkari badan parasit, sehingga terbentuk kurvakurva. Terdapat 3-4 gelombang membran
Pada stadium akhir, di dalam darah penderita, Trypomastigot memiliki beberapa
bentuk yang berbeda, yaitu :1,3,6,7
• Bentuk panjang dan langsing, memiliki flagela
• Bentuk pendek dan lebih gemuk, sebagian tidak berflagela
• Bentuk intermediet dengan inti terkadang ditemukan di posterior.
Karena bentuknya
trypanosoma.

yang

bervariasi,

trypomastigot

ini

disebut

Dalam tahap perkembangannya di dalam vektor, Trypanosoma

memiliki bentuk Amastigot dan Promastigot.1,4,6

Pleomorphic

gambiense

tidak

Daur Hidup
Trypanosoma gambiense mengalami perubahan bentuk morfologi selama siklus
hidupnya. Pleomorfik trypanosoma, yang merupakan bentuk infektif, akan terhisap
bersama darah , saat lalat tsetse menggigit penderita. Parasit akan masuk ke dalam
saluran pencernaan vektor dan mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan
multiflikasi. Dalam waktu 3 minggu, parasit akan berubah menjadi bentuk
Epimastigot. Bentuk Epimastigot juga mengalami perubahan menjadi bentuk menjadi

©2004 Digitized by USU digital library

2


metacyclic form dan memenuhi kelenjar air liur lalat. Metacyclic form merupakan
bentuk infektif pada vektor dan siap untuk ditularkan ke korban selanjutnya.1,3,5,7,8
Waktu yang diperlukan parasit ini untuk berkembang menjadi bentuk infektif dalam
tubuh vektor adalah 20-30 hari. Lalat yang mengandung bentuk infektif ini akan
tetap infektif seumur hidupnya. 1,2,7,8
Lalat tsetse menggigit manusia / hewan vertebrata biasanya pada siang hari.
Penularan kepada penderita melalui gigitan vektor disebut anterior inoculation. Di
dalam jaringan tempat gigitan tersebut, parasit mengalami proses multiflikasa secara
belah pasang memanjang.
Proses multiflikasi, diawali dengan pembelahan
blepharoblast dan parabasal body. Kemudian diikuti pembelahan inti, membran
undulating dan terakhir pembelahan tubuh parasit. Flagella dan axonema tidak ikut
membelah, tetapi bentuk baru berasal dari blepharoblast yang baru terbentuk
tersebut.1
Dalam perkembangan selanjutnya, baik hewan vertebrata maupun manusia,
Trypanosoma gambiense hidup di dalam darah, kelenjar getah bening, limpa dan
bahkan sampai ke susunan saraf pusat.1,2,3,4,5,7,8
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala dan tanda penyakit ini dapat bervariasi dan umumnya dibagi atas 3 fase :
1. Fase awal (Initial stage)

Ditandai dengan timbulnya reaksi inflamasi lokal pada daerah gigitan lalat
tsetse. Reaksi inflamasi dapat berkembang menjadi bentuk ulkus atau parut (
primary chancre). Reaksi inflamasi ini biasanya mereda dalam waktu 1-2
minggu. 3,4,7,8
2. Fase penyebaran (Haemoflagellates stage)
Setelah fase awal mereda, parasit masuk ke dalam darah dan kelenjar getah
bening (parasitemia). Gejala klinis yang sering muncul adalah demam yang
tidak teratur, sakit kepala, nyeri pada otot dan persendian. Tanda klinis yang
sering muncul antara lain : Lymphadenopati, lymphadenitis yang terjadi pada
bagian posterior kelenjar cervical (Winterbotton’s sign), papula dan rash
pada kulit.
Pada fase ini juga terjadi proses infiltrasi perivascular oleh sel-sel endotel, sel
limfoid dan sel plasma, hingga dapat menyebabkan terjadinya pelunakan
jaringan iskemik dan perdarahan di bawah kulit (ptechial haemorhagic).
Parasitemia yang berat (toksemia) dapat mengakibatkan kematian pada
penderita.1,3,4,7,8
3. Fase kronik (Meningoencephalitic stage)
Pada fase ini terjadi invasi parasit ke dalam susunan saraf pusat dan
mengakibatkan terjadinya meningoenchepalitis difusa dan meningomyelitis.
Demam dan sakit kepala menjadi lebih nyata. Terjadi gangguan pola tidur ,

insomnia pada malam hari dan mengantuk pada siang hari. Gangguan
ekstrapiramidal dan keseimbangan otak kecil menjadi nyata. Pada kondisi
yang lain dijumpai juga perubahan mental yang sangat nyata. Gangguan
gizi umumnya terjadi dan diikuti dengan infeksi sekunder oleh karena
immunosupresi. Jumlah lekosit normal atau sedikit meningkat. Bila tercapai
stadium tidur terakhir, penderita sukar dibangunkan. Kematian dapat terjadi
oleh karena penyakit itu sendiri atau diperberat oleh penyakit lain seperti
malaria, disentri, pneumonia atau juga kelemahan tubuh. 1,3,4,7,8

©2004 Digitized by USU digital library

3

Diagnosa
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosa adalah :3,4,7,8
1. Mengetahui riwayat tempat tinggal dan riwayat bepergian ke daerah endemik.
2. Menemukan tanda dan gejala klinis :
• Demam yang bersifat periodik
• Dijumpai reaksi inflamasi lokal (primary chancre) pada tempat inokulasi,
rash pada kulit, lympadenopati pada bagian cervical posterior

(Winterbotton’s sign)
• Gangguan neurologis, terutama pola tidur (diurnal somnolence, nocturnal
insomnia), gangguan status mental, gangguan keseimbangan otak kecil,
gangguan ekstrapiramidal.
3. Menemukan parasit pada pemeriksaan :
• Darah tepi dengan pewarnaan.
• Biopsi aspirasi pada ‘primary chancre’
• Cairan cerebrospinal
4. Pemeriksaan Serologi
• ELISA
• Immunofluorescent indirek
Prognosa menjadi baik bila segera dilakukan pengobatan sebelum mengenai susunan
saraf pusat. Bila parasit sampai ke dalam susunan saraf pusat , penyakit dapat
berkembang dan menjadi kronis atau bahkan mematikan. 1,2,7,8
Pengobatan
Pengobatan dapat bervariasi dan biasanya berhasil bila dimulai pada permulaan
penyakit. Bila susunan saraf pusat telah terlibat, biasanya pengobatan kurang baik
hasilnya. Obat-obat yang sering digunakan antara lain :
1. Eflornithine dengan dosis 400 mg/kg/hari IM atau IV dalam 4 dosis bagi, selama
14 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral 300 mg/kg/hari sampai 30 hari.8

2. Suramin dengan dosis 1 gr IV pada hari ke 1,3,7,14,21 dimulai dengan 200 mg
untuk test secara IV. Dosis diharapkan memcapai 10 gram. Obat ini tidak
menembus blood-brain barrier dan bersifat toksis pada ginjal.1,2,3,4,5,8
3. Pentamadine, dengan dosis 4 mg/kg/hari/hari IM selama 10 hari.4,7,8
4. Melarsoprol, dengan dosis 20 mg/kg IV dengan pemberian pada hari ke
1,2,3,10,11,12,19,20,21 dan dosis perharinya tidak lebih dari 180 mg.
Enchephalopati dapat muncul sebagai efek pemberian obat ini . Hai ini terjadi
oleh karena efek langsung dari arsenical (kandungan dari melarsoprol) dan juga
oleh karena reaksi penghancuran dari Trypanosma (reactive enchepalopathy).
Bila efek tersebut muncul, pengobatan harus dihentikan.3,7,8
Eflornithine, Suramin dan Pentamine digunakan pada pasien pada fase awal dan
penyebaran. Sementara Melarsoprol dapat digunakan pada ketiga fase tersebut.
Pencegahan
Pencegahan penyakit ini meliputi :1,2,5,8
1. mengurangi sumber infeksi
2. melindungi manusia terhadap infeksi
3. mengendalikan vektor
Pengurangan sumber infeksi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengobatan
secara tuntas pada penderita, bahkan memusnahkan hewan vertebrata yang
terinfeksi .


©2004 Digitized by USU digital library

4

Kontak terhadap vektor dapat dihindari dengan menjauhi habitat vektor, memakai
pelindung kepala dan tubuh, menggunakan kelambu serta memakai reppellent. Dan
oleh karena bahayanya penyakit ini, beberapa ahli menyarankan untuk dilakukan
skrining serologi pada semua orang yang beresiko dan yang berasal/keluar dari
daerah endemik.
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan mengurangi tempat hidup dan
perindukan vektor. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan
insektisida untuk mengurangi jumlah lalat dewasa.
Profilaksis secara umum tidaklah direkomendasikan oleh para ahli dan sampai saat
ini belum ditemukan vaksin bagi penyakit ini.8
Kesimpulan
Trypanosomiasis gambia adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Trypanosoma gambiense.Lalat tsetse bertindak sebagai vektor pembawa parasit dan
menularkannya dari manusia-manusia atau hewan vertebrata-manusia. Parasit ini
bersifat ekstraselluler (hidup diluar sel penderita/host). Gejala dan tanda klinis yang
muncul antara lain : reaksi inflamasi lokal (prymary chancre), Winterbotton’s sign,
demam, nyeri otot dan persendian, rash pada kulit, bahkan gejala-gejala yang
timbul akibat gangguan
sistem susunan saraf pusat. Prognosa penyakit ini
umumnya baik, terutama bila cepat ditangani dan juga belum menyebar ke dalam
susunan saraf pusat. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari vektor
(cegah kontak vektor) dan pengendalian vektor.

Kepustakaan
1.
Faust, E, Russell, P, Clinical Parasitology, 7th ed, Philadelphia, 1964 : 133-143.
2.
Brown, H, Dasar Parasitologi Klinis, Ed 3, Jakarta, 1964 : 78-86 ; 441-444
3.
Zaman, V, Keong, L,A, Handbook of Medical Parasitology, 3rd ed, Singapore,
1995: 45-48.
4.
E, Chan, Trypanosomiasis dan Leismaniasis, Dept of Parasitology & Med
Entomol/Faculty of Medicine – UKM
5.
Napitupulu, T, Protozoologi Kedokteran, Bagian Parasitologi FK USU, Diktat
Kuliah: 21-24.
6.
Prasetyo, H, Protozoologi Kedokteran, Ed 1, Airlangga University Press, 1997 :
35-38
7.
Salfelder,K, Protozoan Infectios in Man, English Ed, Stuttgart, 1988 : 43-47.
8.
Wilson,W, Sande, M, Diagnosis and Treatment in Infectious Diseases, Current,
United State of America, 2001 : 849-852.

©2004 Digitized by USU digital library

5