5.1.5. Hasil Analisa Statistik
Hasil uji stastisik dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Berolahraga Dengan Tingkat Stres
Kebiasaan
Berolahraga Tingkat Stres
Jumlah Ringan-sedang
Berat n
n n
Ada 39
50.6 1
33.3 40
50 Tidak ada
38 49.4
2 66.7
40 50
Jumlah 77
100 3
100 80
100
Dari hasil analisa dengan bantuan SPSS, p value adalah 0,500 α =
0,100. Didapati bahwa p value lebih besar dari tingkat kepercayaan. Artinya, peneliti percaya bahwa tidak terdapat hubungan kebiasaan berolahraga dengan
tingkat stres pada mahasiswa FK USU Tahun Masuk 2008.
5.2. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kebiasaan berolahraga dengan tingkat stres pada mahasiswa FK USU Tahun Masuk 2008.
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2011 dan data primer ini didapatkan dengan menggunakan kuesioner. Dari penelitian ini didapati separuh dari
responden yaitu 40 orang 50 mahasiswa FK USU Tahun Masuk 2008 mempunyai kebiasaaan berolahraga.
Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa mengalami tingkat stres sedang. Dimana pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa lebih banyak
laki-laki yang mengalami tingkat stres ringan dan sedang berbanding dengan perempuan. Sedangkan untuk tingkat stres berat, perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Sampai sekarang masih tidak ada penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
membuktikan faktor jenis kelamin mempengaruhi kejadian stres pada mahasiswa. Namun, kejadian stres pada kedua jenis kelamin dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Terutama pada mahasiswa yang berada di dunia perkuliahan yang kompleks dan ditambah dengan grafik usia para mahasiswa yang pada
umumnya berada dalam tahap remaja hingga dewasa muda menyebabkan mahasiswa masih labil dalam hal kepribadiannya, sehingga dalam menghadapi
masalah, mahasiswa cenderung terlihat kurang berpengalaman yang akhirnya memicu stres Santrock, 2003.
Di samping itu, berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat distribusi frekuensi tingkat stres berdasarkan umur. Didapat bahwa responden terbanyak untuk
stres berat adalah umur 20 tahun. Sedangkan responden terbanyak untuk stres sedang adalah umur 21 tahun. Responden terbanyak untuk stres ringan adalah
umur 23 tahun. Hasil ini menunjukkan usia yang lebih muda tersering mengalami stres berat dibanding dengan kelompok usia responden yang lebih
tua. Selain itu, dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa 75 responden dari laki-
laki dan 25 responden dari perempuan mempunyai kebiasaan berolahraga. Ini menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai frekuensi kebiasaan berolahraga
yang lebih tinggi daripada perempuan. Hal yang sejalan didapatkan pada penelitian sebelumnya oleh Mak et al mengenai prevalensi berolahraga dan
aktivitas fisik pada dewasa muda. Pada penelitian Mak et al 2011 didapatkan bahwa prevalensi berolahraga pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan tidak
kira setelah kegiatan belajar ataupun pada hari libur. Didapati bahwa 63,8 dari laki-laki dewasa muda berolahraga sedangkan hanya 39,6 dari
perempuan dewasa muda yang berolahraga setelah kegiatan belajar. Hal yang sama berlaku pada hari libur, yaitu 78,7 dari laki-laki dan 60 dari
perempuan berolahraga. Menurut Mak et al 2011, prevalensi kedua laki-laki dan perempuan berolahraga menurun dengan bertambahnya usia.
Berdasarkan tabel 5.8, kelompok tingkat stres ringan-sedang terdiri dari 50,6 responden yang mempunyai kebiasaan berolahraga dan 49,4
responden yang tidak mempunyai kebiasaan berolahraga. Dapat dilihat bahwa
Universitas Sumatera Utara
tidak banyak perbedaan antara kedua kelompok yang ada dan tidak ada kebiasaan berolahraga. Untuk tingkat stres berat, terdapat 33,3 responden
yang mempunyai kebiasaan berolahraga dan 66,7 responden yang tidak mempunyai kebiasaan berolahraga.
Hasil analisis yang didapat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan tingkat stres, hal ini sejalan didapatkan
pada penelitian sebelumnya oleh Tinker 2009. Hasil penelitian tersebut menggunakan independent-samples t-test untuk membandingkan skor rata-rata
tingkat stres pada kedua kelompok yang berolahraga dan tidak berolahraga. Ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan p0,05 dalam hasil penelitian
tersebut. Selain itu, penurunan rata-rata tingkat stres pada kelompok yang melakukan olahraga tidak berbeda secara signifikan dibanding dengan
kelompok yang tidak berolahraga. Akan tetapi hal tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang
dilakukan oleh Akandere Tekin 2002. Kesimpulan dari penelitian Akandere dan Tekin 2002, terdapat adanya hubungan yang bersifat inversi
antara olahraga dengan tingkat kecemasan yang bererti kebiasaan berolahraga bisa menurunkan tahap kecemasan pada mahasiswa.
Salah satu sebab terdapat perbedaan antara hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah setiap individu memberi respon yang berbeda
terhadap stres dan ini sangat tergantung kepada kepribadian individual tersebut Folkman Moskovitz, 2004. Kepribadian seseorang dapat berpengaruh
terhadap respon yang diberikan saat menanggulangi peristiwa yang stres. Selain daripada olahraga, terdapat metode untuk penanggulangan stres yang
lain seperti cara kognitif, emosional dan perilaku Bernstein Nash, 2006. Sebab kedua yang mungkin menyebabkan perbedaan penelitian ini dengan
sebelumnya adalah metode penelitian. Penelitian cohort yang bersifat prospektif dengan jumlah populasi yang lebih besar memungkinkan untuk
memperolehi hasil yang lebih akurat bagi penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan : a.
Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan berolahraga dan tingkat stres di kalangan mahasiswa FK USU Tahun Masuk 2008.
b. Kebanyakan mahasiswa mengalami tingkat stres yang sedang.
c. Frekuensi mahasiswa yang mempunyai kebiasaan berolahraga
dengan yang tidak mempunyai kebiasaan berolahraga adalah sama. d.
Lebih banyak laki-laki yang mengalami tingkat stres ringan dan sedang daripada perempuan. Sedangkan untuk tingkat stres berat,
perempuan lebih banyak mengalami stres tingkat berat dibanding dengan laki-laki.
6.2 Saran
a Peneliti merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti
faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres dan tidak hanya diukur dari segi kebiasaan berolahraga. Metode penelitian yang
disarankan adalah dengan metode penelitian cohort yang bersifat prospektif untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Selain itu,
penelitian ini lebih baik untuk dilakukan pada jumlah populasi yang lebih besar.
b Penelitian menyarankan agar pihak fakultas melaksanakan manajemen
stres secara efektif pada mahasiswa melalui motivasi dan konseling demi kepentingan pencegahan stres dan penyakit psikiatri seperti
depresi.
Universitas Sumatera Utara