Hukum Adat Dalam Kosmologi Osing Banyuwangi – Jawa Timur

LAPORAN HASIL PENELITIAN
FUNDAMENTAL

Hukum Adat Dalam Kosmologi Osing Banyuwangi – Jawa Timur

Peneliti :
Dominikus Rato
Herowati Poesoko
Sugijono

(Sumber Dana : Penelitian Fundamental Tahun 2010, Kontrak No. SKP No.
424/H25.3.1/PL.6/2010, Tanggal 29 Juni 2010)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2010

Katalog Abstrak : A2010039
Hukum Adat Dalam Kosmologi Osing Banyuwangi – Jawa Timur
(Sumber Dana : Penelitian Fundamental Tahun 2010, Kontrak No. SKP No. 424/H25.3.1/PL.6/2010,
Tanggal 29 Juni 2010)

Peneliti : Dominikus Rato, Herowati Poesoko, Sugijono (Fakultas Hukum Universitas Jember)
ABSTRAK
Aktualisasi hukum dari seorang individu atau komunitas sosial suatu masyarakat selalu seiring dengan
pandangan hidup, falsafah hidup atau dalam pengertian antropologi disebut dengan kosmologi dan dalam
pengertian sosiologi disebut konteks sosial. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa hukum tidak dapat
dilepaskan dari konteks sosial budayanya. Pandangan ini memperkuat pandangan Von Savigny
sebelumnya yang mengatakan bahwa hubungan hukum dan masyarakat ibarat jiwa dan raga, hukum
adalah jiwa masyarakat itu. Jika pandangan ini benar, maka untuk memahami hukum adat masyarakat
Osing, perlu dipahami terlebih dahulu kosmologi masyarakat Osing itu sendiri.
Berangkat dari latar belakang di atas penelitian ini bertujuan untuk memahami hukum adat dalam
kosmologi Osing di Desa Kemiren, Banyuwangi. Bagaimana aktualisasi hukum adat di Desa Kemiren,
khususnya hukum harta perkawinan dan pewarisan itu dipengaruhi oleh kosmologi mereka; dan
bagaimana kosmologi memandu pola pikir masyarakat Osing dalam kaitannya dengan dinamika hukum di
Desa Kemiren, khususnya hukum harta perkawinan dan pewarisan dalam menghadapi perubahan,
menjadi pertanyaan utama penelitian ini. Untuk menjawab pertanyaan itu, penelitian ini bergerak dalam
paradigma Konstruktivisme. Konsekuensi ilmiah dari paradigma ini menuntut epistemologi yang tepat,
dan epistemologi itu adalah verstehen. Oleh karena itu, metode penelitian yang dilakukan adalah
kualitatif. Berdasarkan paradigma yang demikian itu, diasumsikan bahwa realitas itu berada pada tataran
gagasan individu. Karena realitas berada pada tataran gagasan individu atau konstruksi individu-individu
yang rentan dengan benturan, namun tetap dalam aras harmoni, maka simbol, ritual, dan mitos,

merupakan sarana yang tepat untuk objektivasi dan internalisasi. Oleh karena itu, secara metodelogis
diperlukan interpretasi.
Dengan demikian, dalam penelitian ini ditemukan bahwa berdasarkan kosmologi, gagasan individu dalam
masyarakat Osing dibagi menjadi tiga kategori yaitu kelompok yang menganut ”Kitab Basah” atau Kaum
Mistikus, kelompok penganut ”Kitab Kering” atau Kaum Normatif, dan kelompok yang tidak penganut
”Kitab Basah” maupun ”Kitab Kering” yaitu Kaum Nominal. Berdasarkan kategori ini ditemukan bahwa
aktualisasi hukum, dalam konteks yang sedang dibahas adalah hukum adat, khususnya hukum adat
perkawinan, kosmologi memandu pola pikir mereka berkenaan dengan keabsahan perkawinan. Bagi
penganut ”Kitab Basah” harta perkawinan itu merupakan milik bersama anggota keluarga, karena
keluarga merupakan suatu ketunggalan manusia yang hidup bersama. Bagi penganut ”Kitab Kering” harta
perkawinan merupakan hak milik bersama yang dapat dimiliki secara individu. Dan, bagi kaum Nominal
pengertian harta perkawinan merupakan hak milik bersama anggota keluarga seperti yang dipahami oleh
para penganut Kitab Basah. Terhadap pewarisan, kaum Normatif lebih condong pada hukum agama,
khususnya Hukum Islam walaupun tidak sepenuhnya, kaum Mistikus dan Nominal lebih cenderung
tunduk pada Hukum Adat. Namun demikian, dalam perkembangannya, ada kecenderungan perubahan
kearah Hukum Negara. Hal ini disebabkan oleh beberapan factor, a.l: a) Berkembangnya issue HAM; b)
Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan (issue gender); c) Campur tangan Negara melalui hokum
Negara.
Dengan pendekatan antropologis (emic – etic) dan dipandu oleh paradigma konstruktivisme, serta teoriteori kosmologi, antropologi, agama, dan hukum, menuntun penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa
hukum adat sebagai hukum yang hidup, khususnya hukum perkawinan adat pada masyarakat Osing selalu

bergerak dalam medan dan menurut ritme kosmologi mereka. Untuk menghadapi perubahan, individu
dituntut selalu menyesuaikan diri secara aktif (adaptif aktif), melakukan reinstitusionalisasi, reproduksi

dan rekonstruksi informasi yang datang dari luar. Di dalam hukum adat, secara khusus hukum adat
perkawinan, kosmologi berfungsi sebagai pemandu baik sebagai ius constitutum maupun ius
constituendum. Para pembuat hukum, pelaksana hukum, dan penegak hukum perlu memahami kosmologi
masyarakat lokal, jika mereka menghendaki hukum menjadi hukum yang hidup dalam masyarakat, ditaati
secara sadar, dan dipertahankan secara nyata.
Kata Kunci : hukum adat, kosmologi