ANALISIS KEMAMPUAN BELANJA DAERAH YANG DIBIAYAI OLEH PAD DAN DANA BAGI HASIL DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN 2004-2010

ANALISIS KEMAMPUAN BELANJA DAERAH YANG
DIBIAYAI OLEH PAD DAN DANA BAGI HASIL DI
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN 2004-2010

Oleh
ZOBI HARIKA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2013

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

Halaman
.................................................................................... i
.................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................
B. Permasalahan ........................................................................................
C.Tujuan ....................................................................................................
D. Kerangka Pemikiran ..............................................................................

1
8
8
8

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah .....................................................................................

B. Keuangan Daerah ...................................................................................
1. Pendapatan Asli Daerah ....................................................................
2. Dana Perimbangan ............................................................................
C. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ..............
D. Pendekatan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah .............................
1. Pendekatan Permodalan (Capitalization Approach) ........................
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) ....................................
3. PendekatanPengeluaran(Expenditure Approach) .............................
4. PendekatanKonprehensif(Conprehensive Approach) .......................
E. Jenis-jenis Perimbangan Keuangan Pusat ke Daerah .............................
F. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) .............................
1. Pengertian APBD .............................................................................
2. Penyusunan dan Penetapan APBD ..................................................
3. Penyusunan APBD ...........................................................................
4. Perubahan APBD .............................................................................
5. Pelaksanaan APBD ..........................................................................
6. Pertanggungjawaban APBD ............................................................
G. Belanja Daerah .......................................................................................

13

15
16
16
19
24
25
26
27
28
31
32
32
33
35
36
36
36
37

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data ..........................................................................
B. Metode Pengumpulan Data ...................................................................
1. Penelitian Kepustakaan ..................................................................
2. Penelitian Lapangan ........................................................................
C. Alat Analisis ..........................................................................................
D. Gambaran Umum ...................................................................................
1. Aspek Geografi ...............................................................................

41
41
41
41
42
42
42

2. Aspek Demografi .............................................................................

43


IV. PEMBAHASAN
A. Ketergantungan Fiskal .............................................................................
1. Porsi PAD terhadap APBD ..............................................................
2. Transfer Dana Dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah ..........
B.Dampak Implementasi Perimbangan Keuangan .........................................
1. Kontribusi PAD dan DBH pajakterhadapBelanjaDaerah .................
2. Kontribusi PAD dan DBH SDA terhadapterhadapBelanjaDaerah ...
3. Proporsi PAD dan DAU terhadapBelanjaDaerah .............................

45
45
47
53
56
57
58

V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ..............................................................................................
B. Saran .....................................................................................................


59
59

DAFTAR PUSTAKA

i

DAFTAR TABEL

Tabel
1.

Halaman
Perkembangan PAD dan Transfer Pusat Kabupaten
Lampung Selatan Tahun 2004-2010 .................................................. 3

2.

Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Lampung Selatan

Tahun 2004-2010 .............................................................................. 5

3.

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lampung Selatan
Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2005-2008 (Rp.000.000)......................................................... 44

4.

Realisasi PAD Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004-2010 ....... 45

5.

Dana Bagi Hasil Pajak Kabupaten Lampung Selatan Tahun
2004 – 2010 ...................................................................................... 47

6.

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kabupaten

Lampung SelatanTahun 2006-2010...................................... ............. 48

7.

Transfer Pusat Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 2004-2010 ............................................................................... 49

8.

Perimbangan Keuangan (%) Menurut UU No.25/1999
dan UU No.33/2004 .......................................................................... 53

9.

Kontribusi PAD dan DBH PajakterhadapBelanjaDaerah
Kabupaten Lampung SelatanTahun 2004-2006................................. 56

10. Kontribusi PAD dan DBH Pajak terhadap Belanja Daerah
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2007-2010................................ 56
11. Kontribusi PAD dan DBH SDA terhadap Belanja Daerah

Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004-2010................................ 57
12. Proporsi PAD dan DAU terhadap Belanja Daerah
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004-2010................................ 58

Judul Skripsi

: KEMAMPUAN BELANJA DAERAH YANG
DIBIAYAI OLEH PAD DAN DANA BAGI
HASIL DI KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN 2004-2010

Nama Mahasiswa

: Zobi Harika

Nomor Pokok Mahasiswa

: 0741021095

Program Studi


: Ekonomi Pembangunan

Fakultas

: Ekonomi dan Bisnis

MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing

Yourni Atmadja, S.E., M.Si.
NIP 1951 0711 198303 1001

2. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Muhammad Husaini, S.E., M.Si.
NIP. 1960 1220 198903 1004

MOTTO


PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISM

“Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi ini telas ditulis
dengan sungguh-sungguh dan tidak murupakan penjiplakan hasil karya orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya
sanggup menerima hukuman / sanksi sesuai peraturan yang berlaku”.

Bandar Lampung, 14 Mei 2013
Penulis

Zobi Harika

PERSEMBAHAN

!

!

"

"
#
"

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekon Bakhu pada tanggal 27 Februari 1988, dan merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Djauhari dan Ibu Zuarni. Penulis mulai
memasuki dunia pendidikan formal di Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Bakhu Lampung
Barat yang selesai pada tahun 2000, kemudian melanjutkan di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 1 Belalau Lampung Barat yang selesai pada tahun 2003, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Belalau Lampung Barat yang selesai pada
tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung.

Pada bulan November 2010 penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Mata
Kuliah Ekonomi Keuangan Internasional (EKI) di Bank Indonesia (BI), OCBC NISP di
Jakarta sebagai mata kuliah pengganti Kuliah Kerja Nyata (KKN).

SANWACANA

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan karunianya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang
merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Ekonomi.

Skripsi ini yang berjudul “Analisis Kemampuan Belanja Daerah Yang
Dibiayai Oleh PAD Dan Dana Bagi Hasil Di Kabupaten Lampung Selatan
2004-2010”

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, baik
bimbingan, maupun saran dan kritik dari berbagai pihak dan sebagai rasa syukur
perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembanguan, yang telah banyak membantu penulisan dalam skripsi.
3. Bapak Yourni Atmadja, S.E., M.Si selaku Pembimbing Utama, yang telah
banyak memberikan bimbingan, pengarahan, masukan serta waktu luang

dan pikiran di dalam membimbing dan mengarahkan penyusunan materi
skripsi demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E selaku Seketaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
5. Bapak MA. Irsan Dalimunthe, S.E. selaku pembahas dan penguji yang
telah banyak memberikan saran dan kritiknya demi kesempurnaan skripsi
ini.
6. Bapak Heru Wahyudi, S.E., M.Si, selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak membantu selama kuliah di Jurusan IESP (Ilmu Ekonomi dan
Study Pembangunan) dan telah meluangkan waktunya memberikan tanda
tangan.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah banyak
memberikan bekal Ilmu Pengetahuan dengan segala ketulusannya.
8. Seluruh Staf dan Karyawan di Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung, Ibu Mardiana, S.Pd, Bang Herman, Mas Kuswara,
dan lain-lain yang tak bisa disebutkan satu persatu, telah banyak
membantu penulis.
9. Seluruh Pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung yang
telah melayani keperluan data penulis dengan senyum dan keramahtamahan.
10. Ayah ku dan Ibu ku tercinta, Dodo dan Adek Eca yang dengan penuh
kasih sayang memberikan dorongan moril maupun materil serta do’a yang
tak terhingga untuk keberhasilan penulis.

11. Kekasihku tercinta Ayu Eka Wulandari, terima kasih atas dukungan dan
do’a nya yang telah menciptakan semangat serta kemauan yang besar
dalam menyelesaikan tulisan ini.
12. Buat keluarga besar ku, yang tak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih
atas doanya dan dukungannya.
13. Terima kasihku untuk teman-teman seperjuangan di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis: Heriadi, S.E., Jumiati S.E., Eko Maryudi,S.E., Sony Maringan,
S.E., Slamet Riadi, S.E., Ferdi Setiawan, S.E., Muhammad Firdaus, Asva
Irawan, Frengki Jatmiko, Rully Agustianto, Niko Alsafinama, dan temanteman EP 07 yang tak bisa penulis disebutkan satu persatu.
14. Seluruh Karyawan dan Staf DPP ASPEKINDO, Bapak Deny Irawansyah,
S.P., Siti Junila, Rima Jevita, Eka Ahtobara, Bang Reza Pahlewi, Pak
Koncen, Subandi, terima kasih atas dukungan moril, materil, dan do’a nya
untuk keberhasilan penulis.
15. Para sahabat Ar-Rasyid Polda II, Mas Agus, Kak Pendi, Cang Heri, Mas
Suyut, Kak Yayan, Mas Andre, terima kasih untuk motivasi religi nya
kepada penulis.
16. Buat Almamater tercinta Unila yang telah mendewasakan baik dalam
berfikir maupun dalam berindak.

Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT membalas budi baik
bapak/ibu dan rekan-rekan semua. Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini
kurang dari kesempurnaan, hal ini karena kehilafan, keterbatasan dan

kemampuan penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat untuk kita semua. Amin.
Wassalamualaikum.Wr.Wb

Bandar Lampung, 14 Mei 2013
Penulis

Zobi Harika

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tekanan Reformasi di Indonesia berdampak pada kebijakan pemerintah pusat
dengan melibatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya
sendiri dan ini jelas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33
Tahun 2004 telah terjadi perubahan mendasar mengenai hubungan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Dalam pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
mengandung pengertian yang luas, artinya bahwa dalam pelaksanaan otonomi
daerahtujuan pemerintah pusat adalah ingin menerapkan bentuk keadilan serta
berusaha mewujudkan tatanan penyelenggaraan pemerintah yang lebih baik
menuju terwujudnya clean government dan good governance.

Adapun dalam perimbangan keuangan tersebut adalah dengan dilakukan melalui
desentralisasi fiskal, dengan pengertian bahwa untuk mendukung terlaksananya
otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, dan daerah diberikan

2

kewenangan untuk mendayagunakan sumber keuangannya sendiri dan didukung
dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Idealnya, desentralisasi ini diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata,
yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas
masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil
pembangunan (keadilan) diseluruh daerah dengan memanfaatkan sumberdaya dan
potensi yang tersedia di masing-masing daerah. Kedua, memperbaiki alokasi
sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke
tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling
lengkap. (Mardiasmo: 2002)

Sesungguhnya arah dari pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam
dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas
permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman integrasi bangsa,
kemiskinan,

ketidakmerataan

pembangunan,

rendahnya

kualitas

hidup

masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia. Kedua, otonomi
daerah dan desentralisasi merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk
menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian
daerah.

Selama ini daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia sering merasakan adanya
ketidak adilan, yaitu berupa ketidakadilan dalam pembagian sumber-sumber
keuangan antara pusat dan daerah menyebabkan terjadinya peningkatan
kesejangan pertumbuhan ekonomi antar daerah, kurangnya kemandirian daerah

3

dan munculnya ketidakpuasan masyarakat di daerah. Pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa hampir disemua daerah prosentase Pendapatan Asli Daerah
(PAD) relatif kecil. Di setiap daerah yang dirasakan adalah bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) suatu daerah didominasi oleh transfer
pemerintahan pusat, keadaan ini menyebabkan daerah sangat tergantung kepada
pemerintah pusat, sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi
yang mereka miliki menjadi sangat terbatas.

Tabel 1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Transfer Pusat
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004 – 2010
Tahun

PAD (Rp)

Perkembangan

Transfer Pusat (Rp)

(%)

Pertumbuhan
(%)

2004

37.586.283.774,30

33,29

199.350.000.000

24,52

2005

41.500.797.961,47

12,39

240.050.000.000

20,42

2006

41.689.575.342,06

3,35

243.544.000.000

1,46

2007

52.073.499.722,70

25,58

268.151.000.000

10,10

2008

52.137.259.170,16

0,14

449.491.000.000

67,63

2009

59.714.914.761,96

16,42

498.467.000.000

10,90

2010

71.125.848.714,96

21,24

552.159.017.000

10,77

Rata-rata

16,06

20,83

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah Kab. Lampung Selatan 2011*.

Dari Tabel 1 tentang perkembangan PAD dan perkembangan penerimaan Transfer
Pusat Kabupaten Lampung Selatan dalam kurun waktu 7 tahun yaitu tahun 20042010. Perkembangan PAD dan Transfer Pusat Kabupaten Lampung Selatan
mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Perkembangan PAD dan transfer pusat
pada tahun 2004 masing-masing yaitu sebesar 33,29 persen dan 24,52 persen.
Pada tahun 2005 PAD dan transfer pusat mengalami perkembangan masingmasing sebesar 12,39 persen dan 20,42 persen. Sedangkan pada tahun 2006 PAD

4

dan transfer pusat mengalami perkembangan masing-masing sebesar 3,35 persen
dan 1,46 persen. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan perkembangan PAD
dan transfer pusat yaitu sebesar 25,58 persen dan 10,10 persen. Pada tahun 2008
perkembangan PAD mengalami penurunan menjadi sebesar 0,14 persen dan
terjadi peningkatan perkembangan transfer pusat sebesar 67,63 persen.

Pada

tahun 2009 perkembangan PAD dan transfer pusat masing-masing sebesar 16,42
persen dan 10,90 persen. Pada tahun 2010 perkembangan PAD dan transfer pusat
masing-masing sebesar 21,24 persen dan 10,77 persen.

Perkembangan PAD

tertinggi dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 25,58
persen dan perkembangan terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 0,14
persen dengan rata-rata perkembangan 16,06 persen.

Perkembangan transfer

pusat dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 67,63 persen
dan terendah tahun 2009 sebesar 1,46% dengan rata-rata 20,83 persen.

Menurut Mudrajad Kuncoro ( 2004 : 13-14), setidaknya ada lima penyebab utama
rendahnya PAD yang pada gilirannya menyebabkan tingginya ketergantungan
terhadap transfer dari pusat yaitu sebagai berikut :
a. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah
b. Tingginya derajat desentralisasi dalam bidang perpajakan, semua pajak
utama yang paling produktif dan buoyant, baik langsung dan tidak
langsung ditarik oleh pusat. Alasan sentralisasi perpajakan yang sering
dikemukakan adalah untuk mengurangi disparitas antar daerah, efisiensi
administrasi, dan keseragaman perpajakan.
c. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa
diandalkan sebagai sumber penerimaan.

5

d. Faktor penyebab ketergantungan yang keempat bersifat politis. Ada yang
khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan
mendorong terjadinya disintergrasi dan separitas
e. Faktor terakhir penyebab adanya ketergantungan tersebut adalah
kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.

Tekat yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Lampung Selatan
senantiasa berupaya meningkatkan penerimaan daerahnya sesuai dengan
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten
Lampung Selatan, pemerintah Provinsi Lampung, maupun oleh pemerintah pusat.
Kendala yang tengah dihadapi pemerintah daerah adalah masih lemahnya
kemampuan pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan
belanja pembangunan daerah yang setiap tahunnya semakin meningkat.

Tabel 2. Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004
– 2010
Tahun

Belanja Rutin (Rp)

Pertumbuhan
(%)

Belanja Pembangunan
(Rp)

Pertumbuhan
(%)

2004

229.669.682.001,70

201,43

48.467.961.366

19,36

2005

260.029.855.983,13

13,22

99.367.762.616

105,01

2006

312.079.733.562,24

20,01

43.752.302.120

55,96

2007

344.123.828.186,15

10,26

52.819.410.444

20,72

2008

457.777.127.357,63

33,02

107.211.465.290

102,97

2009

546.565.703.807,13

19,39

111.875.364.541

4,35

2010

426.789.388.514,37

21,91

354.399.941.910

216,78

Rata-rata

39,34

59,03

Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Lampung Selatan 2011.

6

Dari Tabel 2 realisasi belanja daerah Kabupaten Lampung Selatan, tahun 20042010. menunjukkan pertumbuhan belanja rutin mempunyai hubungan negatif
dengan belanja pembangunan. Jika belanja rutin mengalami peningkatan maka
belanja pembangunan akan mengalami penurunan. Hal ini berarti pemerintah
Kabupaten Lampung Selatan masih bergantung kepada transfer pemerintah pusat
dalam hal pembiayaan daerah yang tercermin dari besarnya belanja rutin
dibandingkan belanja pembangunan.
Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah telah membawa dampak yang besar dan mendasar
dalam hubungan keuangan pusat dan daerah. UU ini menyatakan bahwa untuk
mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber
pembiayaan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan,
perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan,
tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan.

Sebagai dampak diberlakukannya UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan ini terhadap satu daerah dengan daerah lain akan berbeda, tergantung
pada sumber-sumber penerimaan (khusus nya dari sumber bagi hasil) yang
dimiliki oleh masing-masing daerah. Dengan demikian disamping akan memicu
pembangunan daerah juga mempunyai potensi untuk mendorong munculnya
disparitas. Namun sebenarnya keberadaannya memberikan perubahan ke arah
yang lebih baik khususnya pada sektor penerimaan keuangan daerah.

7

Pembangunan daerah merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dan menjadi
integral dari pembangunan nasional.

Pembangunan daerah dilaksanakan

berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang
memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan daerah
dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Daerah mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsipprinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada
masyarakat.

Menurut Suparmoko (2001 : 99), adalah tidak mudah untuk mengetahui potensi
ekonomi suatu daerah. Yang dimaksud dengan potensi ekonomi daerah adalah
kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mugkin dan layak untuk
dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan
rakyat setempat bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara
keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan.

UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 akan berpengaruh
terhadap pengelolaan keuangan daerah. Hal ini berkaitan dengan konsep otonomi
dan desentralisasi yang pada hakekatnya memberikan kekuasaan, kewenangan,
dan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menentukan
penggunaan dana untuk melaksanakan urusan-urusan daerahnya.

Sumber-sumber pokok keuangan daerah terdiri dari PAD dan Dana Perimbangan
yang terdiri dari DAU dan DAK. Besarnya dana perimbangan akan berimplikasi

8

pada struktur dan proporsi pengeluaran APBN dan penerimaan pada APBD.
Evaluasi terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan pembangunan
daerah yang tergambar melalui APBD mempunyai implikasi yang sangat luas.
Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah
daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.

B. Permasalahan
Dengan diberlakukannya UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah, diharapkan dapat menjadi pemacu bagi pemerintah
Kabupaten Lampung Selatan bagi upaya untuk meningkatkan kemandirian dalam
membiayai pembangunan di daerah. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis
merumuskan suatu permasalahan :
“Bagaimana kemampuan sumber pembiayaan dari PAD dan Dana Bagi
Hasil (DBH) Tahun 2004 - 2010 terhadap belanja daerah Kabupaten
Lampung Selatan? ”.

C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui bagaimana kemampuan PAD dan Dana Bagi Hasil (DBH)
terhadap Belanja Daerah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004 – 2010.

D. Kerangka Pemikiran
Ada tiga fungsi utama yang dapat diemban oleh pemerintah suatu negara, yaitu
fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Ketiga fungsi tersebut dilakukan dalam

9

rangka penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan.
Fungsi alokasi meliputi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa
pelayanan masyarakat.

Fungsi distribusi meliputi pendapatan dan kekayaan

masyarakat, pemerataan pembangunan, dan fungsi stabilasi meliputi pertahanankeamanan, ekonomi dan moneter.

Dari sisi keefektifan fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih
efektif jika dilaksanakan oleh pemerintah pusat sedangkan fungsi alokasi pada
umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pada umumnya
daerah lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat di
daerahnya sendiri. Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi sangat penting
sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah secara jelas dan tegas.

Dalam penyelenggaran otonomi daerah perlu ada dukungan berupa kewenangan
yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya
nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan
Daerah.

Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan

keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Desentralisasi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan bernegara, terutama
dalam pelaksanaan pelayanan umum yang lebih baik dan proses pengambilan
keputusan yang lebih demokratis. Dengan dilaksanakannya desentralisasi, maka
terjadi proses pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan dibawahnya

10

untuk melaksanakan pembelanjaan, memungut pajak (taxing power), membentuk
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), memilih Kepala Daerah, serta adanya
bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat kepada tingkat pemerintah
dibawahnya. Implikasi langsung pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah
kebutuhan dana yang cukup besar sehingga diperlukan pengaturan perimbangan
keuangan pusat dan daerah untuk membiayai tugas dan tanggung jawab daerah.

Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari pendapatan
asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang
sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang
digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak
daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian
Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, serta dana alokasi umum dan
dana alokasi khusus. Dana perimbangan tersebut tidak dapat dipisahkan satu
sama lain karena tujuan masing-masing jenis sumber tersebut saling mengisi dan
melengkapi.

Pembentukan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas
penyerahan urusan kepada Pemerintah daerah yang diatur dalam UU tentang
pemerintah daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function,

11

yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintah yang
menjadi kewajiban dan tanggungjawab masing-masing tingkat pemerintah.

Menurut Mardiasmo (2002 : 147), pada dasarnya pemerintah daerah dihadapkan
pada persoalan tingginya kebutuhan fiskal daerah sementara kapasitas fiskal
daerah tidak mencukupi. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan fiskal.
Transfer dari pemerintah ditingkat propinsi maupun kabupaten/kota merupakan
satu cara untuk mengoreksi kesenjangan fiskal tersebut.

Dalam menciptakan kemandirian daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu
menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui PAD sehingga
ketergantungan pada transfer dari pemerintah pusat akan semakin dibatasi setiap
tahunnya.

Oates (1995) memberikan alasan kenapa pemerintah daerah harus

mengurangi ketergantungan ini :
1. Transfer pusat biasanya disertai dengan persyaratan tertentu, sehingga
otomatis relatif bersifat kompromis, terlebih lagi dana transfer merupakan
sumber dominan penerimaan lokal.
2. Ketergantungan pada transfer justru mengurangi kreatifitas lokal untuk
mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih efisien.

Tujuan dari perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah agar daerah otonom
dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya. Namun karena
tidak semua sumber pembiayaan dapat diserahkan kepada daerah otonom, maka
kepada daerah otonom diwajibkan untuk menggali sumber keuangannya sendiri
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian
maka pemerintah daerah otonom dapat merencanakan APBD sendiri sesuai

12

dengan kebijaksanaan serta inisiatif sendiri dalam menyelenggarakan urusan
rumah tangganya/belanja daerah.

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Otonomi Daerah
Menurut Suparmoko (2001: 15), dalam rangka pengembangan otonomi daerah
telah muncul undang-undang tentang otonomi daerah yang mencakup dua macam
undang-undang yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan
UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Dengan UU otonomi daerah itu berarti bahwa ideologi politik
dan struktur pemerintah negara akan bersifat desentralisasi dibanding dengan
struktur pemerintahan sebelumnya yang bersifat sentralisasi.

Menurut Suparmoko (2001 : 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Tujuan dari pengembangan
otonomi adalah :
1. Memberdayakan masyarakat
2. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas
3. Meningkatkan peran serta masyarakat
4. Mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Menurut Suparmoko (2001 : 20) sistem pemerintahan dengan otonomi daerah
akan lebih mampu menyediakan jasa pelayanan publik yang bervariasi sesuai

14

dengan preferensi (keinginan) masing-masing masyarakat. Keuntungan yang lain
dengan adanya sistem otonomi daerah adalah bahwa pemerintah daerah lebih
tanggap terhadap kebutuhan masyarakatnya sendiri. Dengan pemerintahan yang
lebih dekat dengan masyarakatnya akan lebih sedikit kekurangan atau kesalahan
yang akan dibuat dalam mekanisme pengambilan keputusan. Selanjutnya dengan
otonomi daerah akan lebih banyak eksperimen dan inovasi dalam bidang
administrasi dan ekonomi yang dapat dilakukan.

Menurut Widjaja (2005 : 5), salah satu aspek penting otonomi daerah adalah
pemberdayaan masyarakat sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, penggerakan, dan pengawasan dalam pengelolaan
pemerintahan daerah dalam penggunaan sumber daya pengelolaan dan
memberikan pelayanan yang prima kepada publik.

Menurut Widjaja (2005 : 10), kita tidak boleh mengabaikan bahwa ada prasyarat
yang harus dipenuhi sebagai daerah otonom, yaitu sebagai berikut :
1. Adanya kesiapan SDM Aparatur yang berkeadilan
2. Adanya sumber dana yang pasti untuk membiayai berbagai urusan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat sesuai kebutuhan
dan karakteristik daerah
3. Tersedianya fasilitas pendukung pelaksanaan pemerintahan daerah
4. Bahwa otonomi daerah yang diterapkan adalah otonomi daerah dalam
koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.

15

Seiring dengan prinsip otonomi daerah tersebut maka penyelenggaraan otonomi
daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam
masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin
keserasian hubungan antar daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu
membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama
dan mencegah ketimpangan daerah.

Selain itu bahwa pelaksanaan otonomi

daerah juga harus mampu menjamin keserasian hubungan dengan pemerintah
pusat.

B. Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai
dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi
berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka
pelaksanaan

desentralisasi,

dekonsentrasi,

dan

tugas

pembantuan

yang

diwujudkan dalam APBD.

Menurut A.Yani (2002 : 229), keuangan daerah merupakan semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Dalam hubungannya dengan pembiayaan pemerintah di daerah, perlu diketahui
sumber pendapatannya yang pasti agar terdapat kepastian pula mengenai

16

pelaksanaan dan kelangsungan kegiatan pemerintah di daerah. Sesuai dengan UU
Nomor 33 tahun 2004 Pasal 5 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat

dan

daerah,

bahwa

pada

prinsipnya

pendapatan

daerah

dapat

dikelompokkan menjadi:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu:
PAD merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan
otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Sumber-sumber PAD berasal dari:
a. Hasil pajak daerah
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang mencakup:
-

Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan

-

Jasa giro

-

Pendapatan bunga

-

Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

-

Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah.

2. Dana Perimbangan

17

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan
selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya,
juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintah
daerah. Dana perimbangan terdiri dari:
a. Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Sumber Dana Bagi Hasil berasal dari:
- Pajak, terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHPT), dan Pajak Penghasilan (PPh)
- Bukan pajak (sumber daya alam), terdiri atas hasil kehutanan, pertambangan
umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan
pertambangan panas bumi.
b. Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU merupakan dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah tertentu dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU
suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Alokasi
dasar ditentukan berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Celah
fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal
merupakan kebutuhan pendanaan daerah dalam melaksanakan fungsi layanan
dasar umum. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah

18

yang berasal dari PAD dan DBH diluar dana reboisasi. DAU atas dasar celah
fiskal dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah propinsi (kabupaten/kota)
dengan jumlah DAU seluruh daerah propinsi (kabupaten/kota). Bobot daerah
propinsi (kabupaten/kota) merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah
propinsi (kabupaten/kota) yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh
daerah propinsi (kabupaten/kota). Daerah yang memiliki celah fiskal sama
dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai
celah fiskal negatif dan nilai fiskal tersebut lebih kecil dari alokasi dasar akan
menerima DAU sebesar alokasi dasar dikurangi hasil celah fiskal. Daerah
yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai celah fiskal tersebut sama
atau lebih besar dari alokasi dasar maka tidak berhak menerima DAU.
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan
dialokasikan kepada daerah-daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu
atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.
d. Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga
daerah tersebut dibebani untuk membayar kembali, tidak semua kredit jangka
pendek yang lazim dalam perdagangan.

Pinjaman daerah bertujuan

19

memperoleh

sumber

pembiayaan

dalam

rangka

penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

e. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri atas pendapatan hibah dan
pendapatan Dana darurat.

Lain-lain pendapatan yang sah juga memberi

peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain ketiga jenis
pendapatan di atas.

C. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah adalah suatu sistem yang mencakup pembagian keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara proporsional, demokratis, adil,
transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan
dengan kewajiban, pembagian wewenang, dan tanggungjawab serta tata cara
penyelenggaraan kewenangan tersebut.

Menurut Ujang Bahar (2009 : 90) yaitu, yang dimaksud dengan hubungan
keuangan disini adalah saling keterkaitan, saling ketergantungan, dan saling
menentukan dalam hal pengelolaan keuangan antara pemerintah dan pemerintah
daerah. UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah mempergunakan terminologi “perimbangan keuangan” untuk
menggantikan kata “hubungan keuangan”.

20

Sementara menurut Ahmad Yani (2002 : 12) yaitu, hubungan keuangan antara
pusat dan daerah mencakup pengertian yang sangat luas dan dapat diwujudkan
dalam satu bentuk keadilan horizontal maupun vertikal. Salah satu dari implikasi
pelaksanaan otonomi adalah terdapatnya kebutuhan dana yang tidak sedikit untuk
membiayai masing-masing daerah. Karena adanya kebutuhan dana yang besar itu
timbul apa yang disebut dengan perimbangan keuangan.

Kenneth Davey dalam Ujang Bahar (2009 : 91) mengatakan, hubungan keuangan
pusat daerah menyangkut pembagian.

Hubungan ini menyangkut pembagian

tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat
pemerintah dan pembagian sumber penerimaan untuk menutup pengeluaran akibat
kegiatan-kegiatan itu. Hubungan keuangan pusat daerah mencerminkan tujuan
politik yang mendasar sekali karena perannya dalam menentukan bobot kekuasaan
yang dijalankan pemerintah daerah dalam keseluruhan sistem pemerintahan.

Menurut World Bank Institute, karakteristik sistem transfer yang baik yaitu:
mempertahankan otonomi anggaran daerah; mencukupi penerimaan daerah;
dijadikan insentif yang sesuai untuk daerah; mencapai pemerataan dan keadilan;
stabilisasi; transparansi dan sederhana.

Menurut M. Suparmoko (2001 : 38) tujuan dari alokasi keuangan tersebut adalah
agar daerah otonom dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaikbaiknya.

Namun karena tidak semua sumber pembiayaan dapat diserahkan

kepada daerah otonom, maka kepada pemerintah daerah diwajibkan untuk
menggali sumber-sumber keuangannya sendiri.

Dengan demikian maka

21

pemerintah daerah otonom dapat merencanakan APBD-nya sendiri sesuai dengan
kebijaksanaan serta inisiatif sendiri dalam menyelenggarakan urusan rumah
tangganya.

Setiap ada penyerahan urusan pemerintah oleh pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah otonom baik pada saat pembentukan daerah otonom itu
maupun pada saat ada penambahan urusan harus disertai dengan penyerahan
sumber pembiayaannya.

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai
konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan
kesinambungan fiskal.

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah merupakan sistem yang menyeluruh mengenai pendanaan
dalam pelaksanaan Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas pembantuan.

Menurut Suparmoko (2002 : 47) mengenai alokasi dana dalam perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahwa terdapat
berbagai kemungkinan dalam kaitannya dengan keuangan daerah di masingmasing pemerintah daerah. Ada daerah yang memiliki sumberdaya alam yang
cukup dan ada daerah yang mempunyai potensi ekonomi yang cukup, tetapi ada
pula daerah yang memiliki sumberdaya alam yang cukup tetapi potensi
ekonominya lemah, ada pula daerah yang memiliki potensi ekonomi baik tetapi
tidak memiliki sumberdaya alam yang memadai, tetapi ada pula yang tidak

22

memiliki kedua-duanya. Oleh karena itu kebijakan otonomi daerah yang akan
dilaksanakan mulai tahun anggaran 2000/2001 akan mempunyai konsekuensi
terhadap keuangan daerah yang berbeda-beda pula.

Dengan diberlakukannya UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah memberikan kerangka bagi
terlaksananya

desentralisasi

fiskal.

Implementasi

desentralisasi

fiskal

memberikan kewenangan kabupaten/kota untuk menggali dan mengolah sumber
keuangannya sendiri, sehingga berdampak pada munculnya berbagai kebijakan
yang mengarah upaya peningkatan penerimaan daerah. Maka diperlukan analisis
pembiayaan desentralisasi sebagai bentuk hubungan keuangan pusat dan daerah.

Menurut Yuswar Basri (2003 : 85), Tujuan hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah adalah:
1. Adanya pembagian wewenang yang rasional antara tingkat pemerintah
mengenai peningkatan sumber-sumber pendapatan dan penggunaannya.
2. Pemerintah daerah mendapatkan bagian yang cukup dari sumber-sumber
dana sehingga dapat menjalankan tugas dan fungsi lebih baik (penyediaan
dana untuk menutupi kebutuhan rutin dan pembangunan).
3. Pembagian yang adil antara pembelanjaan daerah yang satu dengan yang
lain.
4. Pemerintahan daerah mengusahakan pendapatan (pajak dan retribusi)
sesuai dengan pembagian yang adil terhadap keseluruhan beban
pemerintah.

23

Dalam Kesit B.P (2004: 102) yaitu, beberapa alasan ekonomi perlunya dilakukan
perimbangan/transfer keuangan antara pusat dan daerah :
1. Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal vertikal
2. Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal horinzontal
3. Adanya kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum
di setiap daerah
4. Untuk mengatasi persoalan yang timbul dari melimpahnya efek pelayanan
publik.

Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak
pada kemampuan keuangan daerah.

Artinya daerah otonom harus mampu

memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangannya
sendiri, mengolah dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.

Ketergantungan

kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah
(PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh
kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar
dalam sistem pemerintahan negara.

Bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan
antar Pemerintah Daerah perlu diatur secara adil dan selaras.

Bahwa untuk

mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber
pendanaan

berdasarkan

kewenangan

Pemerintah

Pusat,

Desentralisasi,

Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara

24

pemerintah pusat dan pemerintah daerah berupa sistem keuangan yang diatur
berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas
antarsusunan pemerintah.

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
merupakan bagian pengaturan yang tidak terpisahkan dari Sistem Keuangan
Negara, dan dimaksudkan untuk mengatur sistem pendanaan atas kewenangan
pemerintahan yang diserahkan, dilimpahkan, dan ditugasbantukan kepada daerah.
Perimbangan keuangan dilaksanakan sejalan dengan pembagian kewenangan
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Dengan demikian, pengaturan

perimbangan keuangan tidak hanya mencakup aspek pendapatan daerah tetapi
juga mengatur aspek pengelolaan dan pertanggungjawabannya.

Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, ditetapkan dengan jelas mengenai sumbersumber pendapatan pemerintah daerah dan tujuannya.

PAD bertujuan

memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan
otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah
dan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah. Pinjaman daerah bertujuan
memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah.

Lain-lain pendapatan bertujuan memberi peluang kepada

daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan PAD, dana perimbangan,
dan pinjaman daerah.

D. Pendekatan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

25

Menurut Ujang Bahar (2009 : 99-104), secara teoritik pendekatan yang dapat
digunakan untuk merumuskan hubungan antara keuangan pusat dan daerah dapat
dibagi sebagai berikut :

1. Pendekatan permodalan (Capitalization Approach)
2. Pendekatan pendapatan (Income Approach)
3. Pendekatan pengeluaran (Expenditures Approach)
4. Pendekatan menyeluruh (Conprehenshive Approach)

1. Pendekatan permodalan (Capitalization Approach)
Dalam pendekatan permodalan ini kepada pemerintah daerah diberi modal
permulaan yang dapat diinvestasikan, kemudian dikembangkan dan kemudian
menghasilkan pendapatan kembali untuk menutup pengeluaran.

Modal yang

diberikan pusat dapat berbentuk hibah (grant) sehingga tidak ada kewajiban untuk
membayar kembali.

Pendekatan permodalan tentunya memiliki tujuan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dengan tujuan tersebut diharapkan daerah dapat mandiri sambil
menyelaraskan dan menyerasikan hubungan antara pusat dan daerah.

Dalam

mengelola investasi yang diperoleh dari pemerintah pusat harus berorientasi pada
hasil yang diperoleh guna memperbesar dan mengembangkan modal dasar yang
diterima. Namun, dalam praktik kenyataannya tidak selalu demikian. Karena
sekalipun daerah otonom, tetapi tetap merupakan satu kesatuan atau sub ordinasi
dari pusat, sehingga sering terjadi intervensi pusat atau daerah yang lebih tinggi
sebagai pemilik modal.

26

Dari sudut pandang keuangan pendekatan ini mempunyai beberapa kelemahan,
diantaranya; Pertama, sebagian besar rencana disusun dengan suatu optimisme
akan mendapatkan hasil yang optimal, apalagi dengan modal yang diberikan oleh
pusat. Kedua, sebagai dasar kegiatan, modal diharapkan modal memperoleh hasil
dan keuntungan yang tepat. Hal ini dilakukan dengan menutup biaya operasional
dengan pinjaman.

Ketiga, mencukupi kebutuhan sendiri, dan seluruh biaya

operasional dari perputaran modal akan terencana jika ada intervensi keputusan
yang diambil pihak luar. Meskipun terdapat kelemahan-kelemahan pendekatan
ini juga mempunyai nilai positif, karena pendekatan permodalan benar-banar atas
dasar kemampuan sendiri, tanpa ada pungutan kepada wajib pajak.

2. Pendekatan pendapatan (Income Approach)
Dalam pendekatan pendapatan kepada daerah diberikan wewenang untuk
mengelola sejumlah urusan yang dijadikan sumber pendapatan daerah. Sumbersumber potensial diserahkan kepada daerah, oleh karena itu besar kecilnya
pendapatan daerah sangat tergantung kepada sumber pendapatan yang diberikan
itu. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan daya saing
daerah untuk meningkatkan pembangunan di daerah. Daya saing itu sebenarnya
sangat dipengaruhi oleh SDA yang dimiliki daerah. Daerah yang kaya SDA tentu
akan memperoleh penghasilan yang besar.

Pendekatan pendapatan ini memperoleh dua keuntungan yang besar. Pertama,
pendekatan ini sangat baik bagi otonomi daerah. Karena alokasi pendapatan tidak
diarahkan sesuai dengan pola-pola pengeluaran maka daerah bebas menentukan
penggunaan

hasil

pendapatan

tersebut.

Kedua,

pendekatan

tersebut

27

memungkinkan

pemerintah

daerah

untuk

mengoptimalkan

pemungutan

pendapatannya, sehingga dapat memberikan sumbangan sepenuhnya terhadap
perpajakan nasional.

Namun dalam praktiknya pendekatan ini juga memiliki

beberapa kelemahan. Karena sumber-sumber pendapatan pusat biasanya jauh
lebih besar dari pada sumber pendaptan daerah. Akibatnya daerah dihadapkan
pada salah satu dari dua pilihan. Pertama, tanggung jawab fungsional yang luas
disertai ketergantungan yang besar terhadap pemberian pusat. Atau yang kedua,
lingkup tugas yang sempit disertai usaha tingkat pemenuhan kebutuhan sendiri
yang tinggi. Salah satunya tekanan bagi pemerintah daerah untuk membiayai
berbagai kewajiban dengan PAD.

Hal ini dapat memaksa daerah untuk

memungut pajak dan retribusi yang tidak sesuai dengan rasa keadilan di
masyarakat.

3. Pendekatan pengeluaran (Expenditure Approach)
Dengan pendekatan ini pusat memberikan sejumlah dana pinjaman, bantuan atau
bagi hasil kepada daerah untuk menutup pengeluarannya.

Dengan demikian

daerah memiliki sejumlah dana untuk membiayai kegiatan sesuai dengan target
nasional.

Pendekatan ini memungkinkan terciptanya suatu mekanisme yang

menjamin uang cukup tersedia bagi pemerintah daerah, baik yang berasal dari
pusat atau daerah itu sendiri untuk memberikan pelayanan ma

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

3 91 94

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal Dengan Dana Alokasi Khusus Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

2 91 90

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil Terhadap Kemandirian Daerah Melalui PDRB Per Kapita (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara)

1 55 108

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Bagi Hasil (Dbh), Dana Alokasi Umum (Dau), Dan Dana Alokasi Khusus (Dak) Terhadap Pengalokasian Belanja Modal (Studi Em

0 3 17

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), DANA BAGI HASIL Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Pengalokasian Belanja Mod

0 3 20

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA BAGI HASIL (DBH) TERHADAP BELANJA DAERAH (STUDI PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA.

0 3 21

ANALISIS PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Boyolali.

0 0 13

“ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH) DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL KABUPATEN NGAWI TAHUN 2001-2013”.

0 0 16