Simpulan SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari berbagai analisis dalam pembahasan “Bab IV” bisa disimpulkan bahwa diskursus tokoh Arjuna dalam legitimasi Raja-Raja Jawa adalah wacana yang dibangun oleh Sultan Agung menggunakan media tokoh wayang Arjuna bertujuan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat Jawa. Jawaban ketiga permasalahan sebagai sasaran dari tujuan penelitian berkaitan dengan dipilihnya tokoh Arjuna sebagai media diskursus, proses serta implikasinya dalam masyarakat Jawa sekarang, dalam pembahasan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama tujuan penelitian untuk mendapatkan kejelasan dipilihnya Arjuna sebagai media diskursus dijelaskan bahwa pemilihan itu dengan pertimbangan bahwa Arjuna adalah tokoh protogonis Wayang Purwa yang bernilai kultus, mitologis dan anutan. Sebagai tokoh yang dikultuskan Arjuna dipercaya membawa magi keberkahan, tolak bala dan kemenangan perang. Sebagai tokoh mitologi, Arjuna dianggap leluhur Raja-Raja Mataram yang akan mewariskan wahyu keraton kepada keturunannya raja- raja dinasti Mataram, dan sebagai tokoh anutan, Arjuna adalah representasi ideologi kekuasaan Sultan Agung. Kedua , tujuan penelitian untuk mengungkap proses terjadinya diskursus tokoh Arjuna yang diwacanakan oleh Sultan Agung, dijelaskan bahwa wacana itu dibangun dengan cara desentralisasi dan pluralisasi power knowledge kuasa pengetahuan bagi setiap individu di Mataram. Desentralisasi kuasa pengetahuan disebarluaskan melalui agen-agen utama wacana yaitu dalang, penanggap maupun penonton pada ivent-ivent yang telah mentradisi dalam masyarakat Jawa di berbagai lapisan baik lapisan atas di lingkungan keraton, rumah priyayi maupun masyarakat umum. Pluralisasi adalah sebuah proses di mana setiap individu dan kolektif dibiasakan, di latih dan dihimbau melalui wacana itu tentang arti penting pertunjukan wayang dan nilai-nilai ketokohan Arjuna terhadap kehidupan orang Jawa. Hasil dari diskursus Arjuna itu adalah tersosialisasinya pengetahuan tentang Arjuna dalam setiap pribadi dan kolektif di Jawa dengan lahirnya kesadaran setiap subyek dalam satu kesatuan episteme yang menghegemoni legitimasi kekuasaan Raja-Raja Mataram. Ketiga , tujuan penelitian untuk mengungkap implikasi diskursus Arjuna dalam kebudayaan Jawa, dijelaskan bahwa implikasi atau keterlibatan diskurus Arjuna dalam masyarakat Jawa adalah diterimanya secara totalitas pengetahuan tentang Arjuna baik secara individu-individu maupun inter-individu, melalui tahap sosialisasi kehidupan sejak balita hingga dewasa, oleh masing-masing pribadi dan kolektif masyarakat Jawa di lingkungan masyarakat tradisi Jawa tradisi yang mengkultuskan Arjuna, lewat ritual- ritual maupun pentas wayang. Dalam vase yang cukup panjang pengetahuan itu kemudian mempribadi menjadi sebuah pola pikir, perilaku, serta identitas yang disebut dengan istilah episteme era Mataram. Episteme itu dalam budaya Jawa sering disebut dengan budaya gagrag ragam mataraman , atau Mataram sultan-agungan . Terkonstruksinya episteme era Mataram itu menandakan bentuk hegemoni masyarakat Jawa terhadap legitimasi kekuasaan Sultan Agung dan dinasti keturunannya. Episteme budaya keraton yang telah mbalung sungsum mengakar dalam kebudayaan Jawa, di era globalisasi sekarang ini, mengalami pergeseran akibat isyu-isyu global seperti demokrasi, kapitalisme, budaya populer, simulacra, gender, emansipasi dan feminisme, sehingga akhirnya benturan budaya tersebut menimbulkan perubahan sosial budaya di masyarakat.

5.2. Saran