BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan - KURNIA KARTIKA BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang problema sosial sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Duhita Hayuningsih (skripsi 2003). Penelitian tersebut berjudul Gaya Bahasa dalam Lirik Lagu Iwan Fals sebagai Cermin Deskripsi Problema Sosial Budaya . Pendekatan

  yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiopsikologis, dan metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui gaya bahasa apa saja yang sering digunakan oleh Iwan Fals. Pada penelitian Duhita Hayuningsih data yang digunakan berupa kutipan-kutipan lirik lagu dalam bentuk tulisan. Hasil penelitian tersebut berupa deskripsi ciri gaya bahasa simile, metafora, dan personifikasi ada 238. Sedangkan deskripsi problema sosial budaya ada 35.

  Tingkat keseringan munculnya ciri gaya bahasa pada gaya bahasa simile ada 10 atau 4, 20%, metafora ada 142 atau 59, 64%, personifikasi ada 86 atau 36, 13%.

  Tingkat keseringan munculnya problema sosial budaya pada gaya bahasa simile ada 4 buah atau 23, 53%, dan metafora ada 8 atau 47, 04%. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa yang sering digunakan oleh Iwan Fals yaitu gaya bahasa metafora dan pada problema sosial budaya.

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada data dan sumber data penelitian. Pada penelitian ini sumber data penelitian yang digunakan adalah para dai pada acara dakwah Damai Indonesiaku di TvOne. Sedangkan data

  7 yang digunakan berupa tuturan-tuturan para dai pada pengajian acara dakwah Damai

  Indonesiaku . Sumber landasan teori tentang problema sosial menggunakan buku yang

  sama yaitu Sosiologi Suatu Pengantar (Soekanto: 2002), namun tahun terbit yang berbeda, sehingga telah ada perubahan atau penambahan teori.

B. Bahasa

1. Hakikat Bahasa

  Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004: 1). Sedangkan menurut pendapat lain, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifiksi diri (Depdiknas, 2007: 88).

  Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem simbol/ lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifiksi diri.

  Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol- simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak- gerik badaniah yang nyata. Bahasa merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap panca indra (Keraf, 2004: 2).

  Dengan demikian bahasa mencakup dua bidang, yaitu bunyi vokal yang dihasilkan alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya itu.

2. Fungsi Bahasa

  Menurut Keraf (2004: 3), fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu sendiri. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya dapat berupa alat untuk menyatakan ekspresi diri, alat komunikasi, alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, alat mengadakan kontrol sosial.

  Sedangkan menurut Kinneavy (dalam Chaer, 2003: 33), bahasa memiliki lima fungsi dasar yaitu fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertainmen.

  Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki fungsi sebagai media komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk menyatatakan ekspresi diri, komunikasi, mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, untuk mengadakan kontrol sosial, untuk mengajak atau persuasi, dan untuk hiburan atau entertainmen.

C. Pengertian Semantik

  Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna (Djajasudarma, 2008: 1).

  Semantik berasal dari bahasa Yunani mengandung ciri makna to signified atau memaknai. Sebagai istilah teknis semantik mangandung pengertian “studi tentang makna” (Aminudin, 1988: 15). Sedangkan pengertian lain tentang semantik yakni studi ilmiah tentang makna. Makna dimaksud adalah makna unsur bahasa, baik dalam wujud morfem, kata, atau kalimat (Pateda, 2001: 25).

  Menurut Kridalaksana (2009: 216),semantik merupakan bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara; sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.

  Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian semantik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna atau arti tanda bahasa sebagai objek kajiannya.

D. Problema Sosial Pada dasarnya, problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral.

  Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak.

  Problema atau masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur- unsur kabudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial, atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial (Soekanto, 2002: 358).

  Kepincangan-kepincangan yang dianggap penting sebagai masalah sosial oleh masyarakat tergantung dari sistem nilai sosial masyarakat tersebut. Akan tetapi, Soekanto (2002: 365- 391) menyebutkan ada 9 problema atau masalah yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya yaitu kemiskinan; kejahatan; disorganisasi keluarga; masalah generasi muda dalam masyarakat modern; peperangan; pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat di antaranya: pelacuran, delikuensi anak-anak, alkoholisme, homoseksualitas; masalah kependudukan; masalah lingkungan hidup; dan birokrasi.

1. Kemiskinan

  Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan ketika seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia, dan ditetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial, apabila perbedaan kedudukan ekonomis para warga masyarakat ditentukan secara tegas. Ciri-ciri orang yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah sebagai berikut:

  a. Mereka umumnya tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal, dan keterampilan.

  b. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan

kemampuan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan atau modal

usaha.

  c. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamai SD atau SLTP. Waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar.

  d. Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan.

  e. Kebanyakan mereka yang hidup di kota masih berusia muda, dan tidak mempunyai

keterampilan yang baik dan pendidikan yang layak untuk bersaing di kota. Banyak dari

mereka bekerja sebagai buruh kasar, pedagang musiman, tukang becak, pembantu rumah

tangga. Beberapa dari mereka bahkan menjadi pengangguran atau gelandangan.

  2. Kejahatan

  Kejahatan disebabkan karena kondisi-kondisi dan proses-proses sosial yang sama, yang menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya. Apabila seseorang menjadi jahat, maka hal itu disebabkan orang tadi mengadakan kontak dengan pola-pola perilaku jahat dan juga karena dia mengasingkan diri terhadap pola-pola perilaku yang tidak menyukai kejahatan tersebut. Seseorang dapat dikatakan melakukan tindak kejahatan apabila orang tersebut melakukan tindakan yang melanggar peraturan dan tindakan yang dilakukannya tersebut menimbulkan dampak negatif bagi individu maupun kelompok.

  3. Disorganisasi Keluarga

  Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya. Disorganisasi keluarga mungkin terjadi karena konflik perasaan sosial atas dasar perbedaan ras, agama, atau faktor sosial-ekonomis. Pada hakikatnya, disorganisasi keluarga pada masyarakat yang sedang dalam keadaan transisi menuju masyarakat yang modern dan kompleks, disebabkan keterlambatan untuk menyesuaikan diri dengan situasi sosial-ekonomis yang baru. Secara sosiologis, ciri- ciri disorganisasi keluarga antara lain:

a. Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar perkawinan. Walaupun

  dalam hal ini secara yuridis dan sosial belum terbentuk suatu keluarga, tetapi bentuk ini dapat digolongkan sebagai disorganisasi keluarga. Sebab ayah (biologis) gagal dalam mengisi peranan sosialnya dan demikian juga halnya dengan keluarga pihak ayah maupun keluarga pihak ibu.

  b.

  Putusnya perkawinan sebab perceraian, perpisahan meja dan tempat tidur, dan lainnya.

c. Adanya kekurangan dalam keluarga tersebut, yaitu dalam hal komunikasi antara anggota-anggotanya.

  d.

  Krisis keluarga, oleh karena salah satu yang bertindak sebagai kepala keluarga di luar kemampuannya sendiri meninggalkan rumah tangga, mungkin karena meninggal dunia, dihukum, atau karena peperangan.

  e.

  Krisis keluarga yang disebabkan oleh karena faktor intern, misalnya karena terganggu keseimbangan jiwa salah seorang anggota keluarga.

4. Masalah Generasi Muda dalam Masyarakat Modern

  Masalah generasi muda pada umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan, yakni keinginan untuk melawan (misalnya dalam bentuk radikalisme, delinkuensi) dan sikap yang apatis (misalnya penyesuaian yang membabi buta terhadap ukuran moral generasi tua).

  Pada masyarakat yang sedang mangalami transisi, generasi muda seolah-olah terjepit antara norma-norma lama dengan norma-norma baru (yang kadang-kadang belum terbentuk). Generasi tua seolah-olah tidak menyadari bahwa sekarang ukurannya bukan lagi segi usia akan tetapi kemampuan. Akan tetapi yang menjadi persoalannya adalah bahwa generasi muda sama sekali tidak diberi kesempatan untuk membuktikan kemampuannya.

  5. Peperangan

  Peperangan mungkin merupakan masalah sosial paling sulit dipecahkan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Masalah peperangan berbeda dengan masalah sosial lainnya karena menyangkut beberapa masyarakat sekaligus, sehingga memerlukan kerja sama internasional yang hingga kini belum berkembang dengan baik.

  Sosiologi menganggap peperangan sebagai suatu gejala yang disebabkan oleh berbagai faktor. Peperangan merupakan satu bentuk pertentangan dan juga suatu lembaga kemasyarakatan. Peperangan merupakan bentuk pertentangan yang setiap kali diakhiri dengan suatu akomodasi. Akomodasi mungkin menghasilkan kerja sama antara satu golongan agar sanggup mempertahankan diri terhadap golongan lain yang dianggap lawan.

  Peperangan mengakibatkan disorganisasi dalam berbagai aspek kemasyarakatan, baik bagi negara yang ke luar sebagai pemenang, apalagi bagi negara yang takluk sebagai si kalah. Peperangan pada dewasa ini biasanya merupakan perang total, yaitu tidak hanya angkatan bersenjata yang bersangkutan, akan tetapi seluruh lapisan masyarakat.

  6. Pelanggaran terhadap Norma-Norma Masyarakat

a. Pelacuran

  Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk kelakuan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat upah.

  Sebab-sebab terjadinya pelacuran haruslah dilihat pada faktor-faktor endogen dan eksogen. Di antara faktor-faktor endogen dapat disebutkan nafsu kelamin yang besar, sifat malas dan keinginan yang besar untuk hidup mewah. Di antara faktor- faktor eksogen yang utama adalah faktor ekonomis, urbanisasi yang tidak teratur, keadaan perumahan yang tidak memenuhi syarat, dan seterusnya. Sebab utama sebenarnya adalah konflik mental, situasi hidup yang tidak menguntungkan pada masa anak-anak dan pola kepribadian yang kurang dewasa, ditambah dengan intelegensia yang rendah tarafnya.

  b. Delinkuensi Anak-Anak

  Delinkuensi anak-anak yang terkenal di Indonesia adalah masalah cross boys dan cross girl yang merupakan sebutan bagi anak-anak muda yang tergabung dalam suatu ikatan organisasi formal atau semi formal dan yang mempunyai tingkah laku yang kurang atau tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya. Delinkuensi anak- anak meliputi pencurian, perampokan, pencopetan, penganiayaan, pelanggaran susila, penggunaan obat-obatan perangsang dan mengendarai mobil tanpa mengindahkan norma-norma lalu lintas.

  c. Alkoholisme

  Masalah alkoholisme dan pemabuk pada kebanyakan masyarakat umumnya tidak berkisar pada apakah alkohol boleh atau dilarang dipergunakan. Persoalan pokoknya adalah siapa yang boleh menggunakannya, di mana, bilamana dan dalam kondisi yang bagaimana. Umumnya orang awam berpendapat bahwa alkohol merupakan suatu stimulan, padahal sesungguhnya alkohol merupakan racun protoplasmik yang mempunyai efek depresan pada sistem syaraf. Akibatnya, seorang pemabuk semakin kurang kemampuannya untuk mengendalikan diri, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial.

  Dapatlah dikatakan bahwa pola minum minuman yang mengandung alkohol dalam batas-batas tertentu dianggap biasa. Akan tetapi kalau perbuatan tersebut mengakibatkan keadaan mabuk, maka hal itu dianggap sebagai penyimpangan yang tidak terlampau berat, apabila belum menjadi kebiasaan.

d. Homoseksualitas

  Homoseksual adalah seseorang yang cenderung mengutamakan orang yang sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual. Homoseksualitas merupakan sikap-tindak atau pola perilaku para homoseksual. Pria yang melakukan sikap-tindak demikian disebut dengan homoseksual, sedangkan lesbian merupakan sebutan bagi wanita yang berbuat demikian. Berbeda dengan homoseksual adalah yang disebut transseksual. Mereka menderita konflik batiniah yang menyangkut identitas diri yang bertentangan dengan identitas sosial sehingga ada kecenderungan untuk mengubah karakteristik seksualnya.

  Seseorang menjadi homoseksual oleh karena pengaruh orang-orang sekitarnya. Sikap-tindakannya yang kemudian menjadi pola seksualnya, dianggap sebagai sesuatu yang dominan, sehingga menentukan segi-segi kehidupan lainnya.

7. Masalah Kependudukan

  Penduduk suatu negara pada hakikatnya merupakan sumber yang sangat penting bagi pembangunan, sebab penduduk merupakan subjek serta objek pembangunan. Salah satu tanggung jawab utama negara adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk serta mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan kesejahteraan.

  Tujuan utama dari suatu proses pembangunan adalah untuk secara bertahap meningkatkan produktivitas dan kemakmuran penduduk secara menyeluruh. Masalah tingginya angka kelahiran akan dapat diatasi dengan melaksanakan program keluarga berencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu-ibu dan anak-anak maupun keluarga serta bangsa secara menyeluruh. Tujuan lain adalah untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dengan mengurangi angka kelahiran, sehingga pertumbuhan penduduk tidak melebihi kapasitas produksi.

8. Masalah Lingkungan Hidup

  Apabila seseorang membicarakan lingkungan hidup, maka biasanya yang dipikirkan adalah hal-hal atau apa-apa yang berada di sekitar manusia, baik sebagai individu maupun dalam pergaulan hidup. Lingkungan hidup tersebut biasanya dibedakan dalam kategori-kategori sebagai berikut: a. lingkungan fisik, yakni semua benda mati yang ada di sekeliling manusia,

  b. lingkungan biologis, yaitu segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa organisme yang hidup (di samping manusia itu sendiri), c. lingkungan sosial, yang terdiri dari orang-orang baik individual maupun kelompok yang berada di sekitar manusia.

  Lingkungan-lingkungan tersebut senantiasa mengalami perubahan- perubahan. Agar dapat mempertahankan hidup, maka manusia melakukan penyesuaian-penyesuaian atau adaptasi.

9. Birokrasi

  Pengertian birokrasi menunjuk pada suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengerahkan tenaga dengan teratur dan terus-menerus, untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain, birokrasi adalah organisasi yang bersifat hirarkis, yang ditetapkan secara rasional untuk mengkordinasi pekerjaan orang-orang untuk kepentingan pelaksanaan tugas-tugas administratif. Makna pokok pengertian birokrasi terletak pada kenyataan bahwa organisasi tersebut menghimpun tenaga-tenaga demi jalannya organisasi tanpa terlalu menekankan pada tujuan-tujuan pokok yang hendak dicapai.

E. Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dan Nilai-Nilainya

1. Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

  Kepedulian masyarakat mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa telah pula menjadi kepedulian pemerintah. Berbagai upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah dilakukan di berbagai direktorat dan bagian di berbagai lembaga pemerintah, terutama di berbagai unit Kementrian Pendidikan Nasional. Hasan, dkk. (2010: 3-10) menyebutkan pengertian pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah sebagai berikut: Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya.

  Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan bangsa.

  Berdasarkan pengertian pendidikan, budaya, dan karakter bangsa yang telah dikemukakan tersebut, maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.

2. Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

  Menurut Hasan, dkk, nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari berbagai sumber, di antaranya agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.

a. Agama

  Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan

  budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

  b. Pancasila

  Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan masyarakat menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.

  c. Budaya

  Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

  d. Tujuan Pendidikan Nasional

  Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

  Berdasarkan keempat sumber yang telah disebutkan, teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah sebagai berikut.

  Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

  Nilai Deskripsi

  1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

  2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

  3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

  4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

  5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

  6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

  7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas

  8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

  9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

  10.Semangat Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas Kebangsaan kepentingan diri dan kelompoknya.

  11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

  12.Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

  13. Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, Komuniktif bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

  14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

  15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

  16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

  17. Peduli Sosial yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan utuhkan.

  18. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

  F. Konteks Tuturan

  Menurut Sperber dan Wilson (dalam Wijana, 1996: 10), sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya. Konteks telah diberi berbagai arti yaitu antara lain diartikan sebagai aspek-aspek yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Konteks diartikan sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh n (penutur) dan t (petutur) dan yang membantu t (petutur) menafsirkan makna tuturan (Leech, 1993: 20).

  G. Dakwah Damai Indonesiaku di TvOne

1. Dakwah

  Secara etimologis, dakwah berasal dari bahsa Arab, yaitu doa, yad’u, da’wan,

  du’a yang diartikan sebagai mengajak atau menyeru, memanggil, seruan,

  permohonan, dan permintaan. Istilah-istilah ini sering diberi arti sama dengan istilah- istilah tabligh, amr ma’ruf, khotbah, dan tarbiyah (Munir dan Ilahi, 2009: 17).

  Sedangkan secara terminologis, dakwah dimaknai dari aspek positif ajakan tersebut, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat.

  Menurut Latif (dalam Munir dan Ilahi, 2009: 20) dakwah adalah setiap usaha aktivitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis akidah dan syariat serta akhlak islamiah.

  Menurut Arifin (2004: 6), dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, suatu kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur- unsur pemaksaan.

  Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mengajak, menyeru, dan memanggil manusia supaya berbuat kebaikan dan beriman kepada Allah SWT untuk keselamatan dunia dan akhirat tanpa adanya unsur-unsur pemaksaan.

2. Damai Indonesiaku

  Damai Indonesiaku merupakan sebuah acara religi yang mengajak para

  pendengar atau pemirsanya untuk selalu menjalani dan mengamalkan norma-norma agama di dalam setiap langkah kehidupannya. Acara Damai Indonesiaku ditayangkan di TvOne setiap hari Minggu pukul 13. 00 WIB hingga pukul 14. 30 WIB. Dalam setiap episodenya selalu menghadirkan dua orang dai atau lebih untuk mengisi acara dakwah tersebut dan membahas satu tema secara bergantian. Setiap minggu atau setiap episodenya, acara dakwah Damai Indonesiaku ini memberikan materi yang berbeda, yang sudah tentu akan menambah pengetahuan para pendengar atau pemirsanya.

3. TvOne

  TvOne (sebelumnya bernama Lativi) adalah sebuah stasiun televisi swasta

  Indonesia. Stasiun televisi ini didirikan pada 9 Agustus 2002 oleh pengusaha Abdul Latief. Pada saat itu konsep penyusunan acaranya adalah banyak menonjolkan masalah yang berbau klenik, erotisme, berita kriminalitas dan beberapa hiburan ringan lainnya.

  Pada 14 Februari 2008, Lativi secara resmi berganti nama menjadi TvOne, dengan komposisi 70 persen berita, sisanya gabungan program olahraga dan hiburan.

  Tanggal tersebut menjadi tanggal yang sangat bersejarah karena untuk pertama kalinya TvOne mengudara. Peresmian dilakukan oleh presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono, TvOne menjadi stasiun televisi pertama di Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk diresmikan dari Istana Presiden Republik Indonesia.

  TvOne mengklasifikasikan program-programnya dalam kategori News One, Sport One, Info One, dan Reality One. Dengan ini, TvOne membuktikan

  keseriusannya dalam menerapkan strategi tersebut dengan menampilkan format- format yang inovatif dalam hal pemberitaan dan penyajian program.

  Pada awal tahun ini, TvOne memiliki 26 stasiun pemancar dan pada akhir tahun 2012 akan menjadi 37 stasiun pemancar diberbagai daerah dengan jumlah potensi pemirsa 162 juta pemirsa. Melalui perkembangan tersebut, diharapkan penyebaran semangat TvOne untuk mendorong kemajuan bangsa dapat terealisasi dengan baik (wikipedia, 2012: 1).