EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

  

EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

DI INDONESIA

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI) Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan

  Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum U

  IN Alauddin Makassar Oleh

  

ABDUL WAHAB SUWAKIL

NIM. 10300108002

JURUSAN HUKUM PIDANA DAN KETATANEGARAAN

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

  

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2012

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  

ii

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : ABDUL WAHAB SUWAKIL NIM : 10300108002 Tempat/Tgl Lahir : Makassar/ 17 Agustus 1989 Fakultas/Jurusan : Syariah dan Hukum/ HPK Angkatan : 2008 Alamat : Jl. Perintis kemerdekaan Km.10, Kel. Tamalanrea

  Indah, Kec. Tamalanrea, Kota Makassar Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi yang berjudul Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah benar hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh batal demi hukum.

  Samata-Gowa, 10 Agustus 2012 Penyusun,

  Abdul Wahab Suwakil NIM: 10300108002

PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Pembimbing penulisan skripsi Saudara Abdul Wahab Suwakil, dengan NIM: 10300108002, mahasiswa Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksi skripsi yang bersangkutan dengan judul, “ EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA di INDONESIA ” memandang bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah.

  Demikian persertujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.

  Makassar, 06 Agustus 2012 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Darussalam, M.Ag. Dra. Hj. Halimah B.M.Ag.

  NIP. 19621016 199003 1 003 NIP. 19730710 200003 1 004

  

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang bejudul “ Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia ”

  yang disusun oleh saudari Abdul Wahab Suwakil, Nim: 10300108002, mahasiswa Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam Sidang Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari, Rabu tanggal 15 Agustus 2012 dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum, dengan beberapa perbaikan.

  Samata-Gowa, 31 Agustus 2012 M

  16 Syawal 1433 H

  DEWAN PENGUJI Ketua : Prof. Dr. H. Ali Parman, M.Ag. (…………………..…… ) Sekretaris : Dra. Nila Sastrawati, M.Si ( ……..…………… . …. ) Munaqisy I : Dr. H. Halim Talli, M. Ag. ( …………………… .... ) Munaqisy II : Dr. Kurniati, M.Ag. ( …………... ... .…...….. ) Pembimbing I : Prof. Dr. Darussalam, M. Ag. ( …………….…...…… ) Pembimbing II : Dra. Hj. Halimah B, M.Ag ( ……………...………. )

  Diketahui Oleh: Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Prof. Dr. H. Ali Parman, M.Ag.

  NIP: 19570414 198603 1 003

  

iv

  

DAFTAR TRANSLITERASI

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama ا Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ب Ba B -

  Ta T

  ت

  • ث Sa S s (dengan titik di atas) ج
  • Jim J

  ح Ha ’ H h (dengan titik di bawah) خ

  • Kha’ Kh - Dal D

  د ذ Zal Z z (dengan titik di atas) ر

  • Ra R - Za Z

  ز س

  • Sin S

  ش Syin Sy -

  Sad S s (dengan titik di bawah)

  ص ض Dad D d (dengan titik di bawah)

  Ta T t (dengan titik di bawah)

  ط ظ Za Z z (dengan titik di bawah) ع ‘ain ‘ Koma terbalik ke atas

  • Gain G

  غ ف

  • Fa F

  ق Qaf Q -

  Kaf K

  ك

  • ل
  • Lam L - Mim M

  م

  Nun N

  ن

  • و
  • Wawu W - Ha H

  ه ء Hamzah َ◌ - ي Ya’ Y Apostrof

v

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL..............................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iv DAFTAR ISI......................................................................................................... v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR TRANSLITRASI ................................................................................. x ABSTRAK ........................................................................................................... xii

  BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1 B Rumusan Masalah.................................................................................... 7 C Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian .............................. 8 D Kajian Pustaka................................................................................ ......... 9 E Metode Penelitian ................................................................................... 11 F Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 14 G Garis Besar Isi Skripsi ……………………………………. ................... 15 BAB II PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA A Pengertian dan Dasar hukum pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia .................................................................................................. 17

  1. Pengertian Pengadilan Hak Asasi Manusia ...................................... 17

  2. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia .......... 16 B Latar belakang terbentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia ............... 20 C Tempat Kedudukan Pengadilan Hak Asasi Manusia ............................. 25

  D. Susunan Struktur Dalam Pengadilan Hak Asasi Manusia .................... 27

  E. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia.................................. 31

  BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASASI MANUSIA A Pengertian Hak Asasi Manusia .............................................................. 39 B Sejarah lahirnya Hak Asasi Manusia ..................................................... 45

  D Kewajiban Asasi Manusia (KAM) dalam Islam .................................... 52

  BAB IV EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA A Pertimbangan profil pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia ................................................................................................ 61 B Pemberlakuan asas retroaktif dalam pengadilan Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran masa lalu. ............................................................ 65 C Eksistensi lembaga pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan hukum .................................................................................................... 75

  BAB V PENUTUP A Kesimpulan ............................................................................................ 83 B Saran ...................................................................................................... 84 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

KATA PENGANTAR

     Alhamdulillahi Rabbil alamin.

  Dengan segala puji dan syukur kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan Inayah-nya kepada Penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Shalawat dan taslim penulis peruntukan kepada junjungan Nabiullah Muhammad saw. Yang di utus oleh Allah swt. sebagai pengemban misi dakwah dalam menyampaikan kebenaran kepada manusia, sehingga senantiasa berada di jalan yang haq.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya yang mwsih sederhana. Namun penulis persembahkan kehadapan para pembaca yang budiman, semoga setelah menelaah isinya berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan kritik dan saran konstruktif guna penyempurnaan skripsi ini.

  Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimah kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang dengan ikhlas telah memberikan bantuan dan partisipasi dalam usaha penyelesaian skripsi ini terutama ditujukan kepada.

  1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Usman Suwakil, S.Pdi dan Ibunda Cahaya yang mendidikku, menyekolahkanku hingga pendidikan tinggi, serta doa dan dukungan yang tiada henti dalam menyertai langkah dalam menapaki jenjang pendidikan hingga bisa menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Syariah & Hukum, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

  2. Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT, MS., selaku Rektor UIN Alauddin Makassar, dan pembantu Rektor I, II, III dan IV yang telah membina dan memimpin UIN Alauddin Makassar

  3. Bapak Prof. Dr. H. Ali Parman MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum. serta para pembantu dekan, dosen dan staf fakultas Syari’ah dan Hukum.

  4. Bapak Drs. Hamzah Hasan, M.HI, dan Dra. Nila Sastrawati, M.Si., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Pidana & Ketatanegaraan yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi,

  serta K’ Sri dan K’Hilma selaku Staf Jurusan.

  5. Bapak Prof. Dr. Darussalam, M.Ag dan Ibu Dra. Hj. Halimah B. M.Ag. selaku pembimbing yang telah banyak mengarahkan penulis dalam perampungan penulisan skripsi.

  6. Buat saudaraku yang tercinta dan kubanggakan, Arif Hasyim Suwakil jangan menyerah dalam menggapai cita-citamu adik-adiku dan buat Alm. Fitri Indah Lestari Suwakil semoga tenang di alam sana.

  7. Buat seluruh Pembina di Pesantren Moderen IMMIM Putra yang setiap saat memberikan dukungan dan motivasi.

  8. Saudara-saudariku tercinta Ahmad Fauzi, A.Rahmila Maulana, Hamdar Mita Sari, Ervin Masita Dewi , Fatmah, Evayanti ansar, Erni, Herlina, Syamsul Ilmi, Mustakim Mahmud, Chairil Anwar, Nurcholis Rafid yang selalu setia menemani, membantu penulis dan memberi semangat, dukungan serta telah

  9. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2008 baik dari jurusan Hukum Pidana & Ketatanegaraan maupun jurusan lainnya yang bersama-sama menjalani suka dan duka selama menempuh pendidikan di Fakultas Syariah & Hukum, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

  10. Teman-teman alumni Pondok Pesantren IMMIM putra, KKN ke-47 desa wanio dan seluruh teman-teman se-kecamatan Panca Lautang kabupaten Sidrap yang senang tiasa memberikan motivasi dan dukungan.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan koreksi yang membangun yang penulis sangat harapkan dari berbagai pihak untuk kesempurnaan pada karya ilmiah ini. Akhirnya kepada Allah swt. jualah tempat segala kesempurnaan, harapan penulis mudah-mudahan karya ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.

  Wassalamu’ alaikum wr. wb .

  Samata-Gowa,10Agustus 2012

ABDUL WAHAB SUWAKIL

  

ABSTRAK

Nama Penulis : Abdul Wahab Suwakil NIM : 10300108002 Jurusan : Hukum Pidana dan Ketatanegaraan

Judul Skripsi :Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

  Skripsi ini membahas tentang Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia dengan permasalahan pokok adalah Bagaimana Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam Penengakan Hukum di Indonesia, dan dari permasalahan pokok tersebut masih dirinci lagi ke dalam beberapa sub masalah.

  Bagaimana Profil Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia, Bagaimana pemberlakuan asas retroaktif dalam pengadilan Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia pada masa lalu, dan Bagaimana eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan hukum. Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penulisan deskriptif, dan dengan menggunakan metode teologi normatif, Pendekatan yuridis normatif, Pendekatan aspek historis, metode pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan (library research), dengan membaca, membahas dan menganalisa buku-buku referensi, serta dalam metode pengolahan dan analisa data menggunakan metode induktif dan deduktif.

  Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan lembaga yang mengadili, memutus setiap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Sesuai dengan UU No 26 Tahun 2000 dimana setiap adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi, maka semua diproses di pengadilan Hak Asasi Manusia di antaranya kejahatan Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Lahirnya pengadilan ini didasarkan oleh kemauan dunia internasional maupun Indonesia, dimana banyaknya terjadi kasus-kasus Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia sehingga Pengadilan Hak Asasi Manusia ini di bentuk.

  Lahirnya Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan tolak ukur bahwa Indonesia bisa mengadili kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia itu sendiri tanpa ada campur tangan dari luar.

  Banyak kasus yang sudah di adili di pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia ini masih sangat kurang efektif ,baik kepada semua korban dari kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang di lakukan oleh beberapa oknum yang melakukan pelanggaran baik pelanggaran yang terjadi pada masa lalu maupun sekarang. Pemberlakunya asas retroaktif di pengadilan Hak Asasi Manusia bertentang dengan Asas Legalitas yang dianut dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Sehingga keefektifitas pengadilan Hak Asasi Manusia ini masih perlu di pertanyakan dan diperbaiki lagi guna memberikan hal yang baik bagi masyarakat diIndonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak untuk hidup adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh

  manusia. Hak hidup merupakan bagian dari hak asasi yang memiliki sifat tidak

  1

  dapat ditawar lagi (non derogable rights). Artinya, hak ini mutlak harus dimiliki setiap orang, karena tanpa adanya hak untuk hidup, maka tidak ada hak-hak asasi lainnya. Hak tersebut juga menandakan setiap orang memiliki hak untuk hidup dan tidak ada orang lain yang berhak untuk mengambil hak hidupnya.

  Bangunan dasar Hak Asasi Manusia yang lekat di dalam episentrum otoritas individual yang merdeka, merupakan bawaan sejak lahir, sehingga tidak bisa di gugat dengan banalitas prgamatisme kepentingan kekuasaan, ambisi dan hasrat. Dengan dan atas nama apa pun, bahwa dasar-dasar kemanusiaan yang intim harus di lindungi, di pelihara, dan tidak di biarkan berada sama sekali dalam ruangan-ruangan sosial yang mengaliennasinya.

  Penelusuran historis dan pentakfiran (pemberitahuan) paham Hak Asasi Manusia itu harus di mulai dengan memfokuskan penelaahan terhadap satu periodisasi awal sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia itu sendiri. Sebagai sejarah dunia, Hak Asasi Manusia merupakan risalah kompleksitas dari proses 1 Sriyanto dan Desiree Zuraida, Modul Instrumen HAM Nasional: Hak Untuk Hidup, Hak

  

Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan Serta Hak Mengembangkan Diri (Jakarta: Departemen

  2 perjalanan akan kesadaraan diri, kebebasan manusia untuk memperjuangkan jati diri dan pemenuhan kemartabatannya. Pada periode 1215 kekuatan para bangsawan berhasil mendesak para raja-raja di inggris untuk segera memberikan Magna charta Libertatum sebagai wujud realisasi dari berbagai tuntutan-tuntutan rakyat, karena itu ia memiliki nilai postulat pokok dan merupakan dokumen pertama sejarah Hak Asasi Manusia yang relatif konstruktif, tertata dan pada prinsip-prinsipnya menghargai, sekaligus melindungi hak-hak individu.

  Di Indonesia pengakuan dan perlindungan serta penegakan Hak Asasi Manusia secara yuridis telah di jamin dalam berbagai aturan baik pada UUD 1945 sebagai sebuah perwujudan Negara yang berdasarkan atas hu kum “

  Rechtstaat ” tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.

  Dalam sejarah panjang Indonesia sebagai suatu bangsa merdeka masalah Hak Asasi Manusia selalu menjadi kisah yang mengerikan. Dari satu resim ke rezim yang lain, masalah Hak Asasi Manusia menjadi isu yang perlu mendapatkan apresiasi. Masalah Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun dengan otoritas kekuasaan yang hampir sempurna kediktatorannya, pelanggaran Hak Asasi Manusia telah menjadi dosa kolektif aparat Negara pada era itu Negara yang angker di bawah kendali rezim saat itu telah melakukan serangkaian tindakan kejahatan kemanusiaan secara sistematis, dan tindakan itu telah memakan ratusan ribu bahkan jutaan korban jiwa yang tidak berdosa sama sekali. Namun setelah Orde Baru hengkang dari panggung politik, teriakan-teriakan kekuatan penopang demokrasi untuk menegakkan

  3 Hak Asasi Manusia menjadi semarak diberitakan di mana-mana, serta riset dan advokasi atas pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu justru mendapatkan posisi yang spesial.

  Penegakan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia di Indonesia mencapai kemajuan ketika pada tanggal 6 November 2000 di sahkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia oleh DPR RI dan kemudian di undangkannya tanggal 23 November 2000.

  Undang-undang ini merupakan undang-undang yang secara tegas menyatakan sebagai undang-undang yang mendasari adanya pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia yang akan berwenang untuk mengadili para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia berat. Undang-undang ini juga mengatur tentang adanya pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc yang akan berwenang untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang terjadi masa lalu.

  Di Indonesia telah memiliki yuridiksi pengadilan internasional dan

  

yuridiksi inilah yang menjadi dasar bagi upaya “ pe n ghukuman” bagi

  pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia. Yuridiksi pengadilan Hak Asasi Manusia ini meliputi :

1. Material jurisdiction (rationae materiae), yakni jenis pelanggaran

  Hak Asasi Manusia yang berat yang bisa di adili oleh pengadilan Hak Asasi Manusia,meliputi : kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (

  Pasal 4 jo. Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000). Secara lebih terang di dalam pasal , yang di maksud kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang di lakukan denagn maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau

  4 sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: (a) membunuh anggota kelompok; (b) mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; (c) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; (d) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di salah kelompok atau (e) memindahkan secara

  2

  paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Defenisi kejahatan genosida di dalam pasal 8 UU No. 26 Tahun 2000 tersebut sesuai dengan kerangka normatif hokum internasional, khusus pasal 6 dari Rome Statue 1998

of internasional Criminal Court dan Article II Genocide Converntion 1948.

  Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagimana di tegaskan di dalam pasal 9 adalah salah satu perbuatan yang di lakukan sebagai bagian dari serangan sistematik atau meluas yang di ketahuinya bahwa serangan tersebut di tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : (a) pembunuhan (b) pemusnahan (c) perbudakan (d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa ( e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hokum internasional (f) penyiksaan (g) perkosaaan, perbudakan seksual, pelancuran secara paksa, pemaksaan kehamilan (h) penganiyaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan etnis, budaya, agama, kelamin atau alas an lain yang telah diakui

2 Prinst. Darwan, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia (Bandung:

  5 secara universal sebagai hal yang di larang menurut hokum internasional

  3 (i)penghilangan orang secara paksa atau (j) kejahatan apartheid.

  2. Temporal jurisdiction ( rationae temporis ). Berlakunya UU No.

  26 Tahun 2000 adalah sejak undang-undang ini di undangkan, atau pada 23 November 2000. Meskipun demikian, berdasarkan pasal 43 ayat (1), di nyatakan bahwa : pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum di undangkannya undang-undang ini, di periksa dan di putus oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc. Ini berarti di berlakukanya pula asas retroaktif atas penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat sebelum 23 November 2000, seperti kasus pembumi hangusan di timor-timur dan lain-lain.

  3. Pesonal jurisdiction (rationae personae). Berdasarkan pasal 6

  Undang-Undang No.26 Tahun 2000, pengadilan Hak Asasi Manusia di tujukan pada individu ( seseorang ), dan tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang di lakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 Tahun pada saat kejahatn di lakukan.

  4. Territorial jurisdiction (rationae loci). Pasal 5 UU No. 26 Tahun

  2005 menyatakan bahwa pengadilan Hak Asasi Manusia berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang di lakukan di luar batas teritorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh warga Negara Indonesia.

  6 Sejak tahun 2000, dengan diundangkannya UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, Indonesia mempunyai mekanisme untuk melakukan penuntutan terhadap kasus-kasus kejahatan kemanusiaan dan kejahatan genosida. Hadirnya mekanisme ini membuka peluang dihadapkannya para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang sebelumnya menikmati impunitas ke depan pengadilan. Pengadilan ini juga memberikan mekanisme untuk pemenuhan hak-hak korban yakni pengaturan tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Sejak saat itu, serangkaian upaya penyelidikan atas kasus-kasus yang diduga mengandung unsur muatan pelanggaran Hak Asasi Manusia berat mulai dilakukan. Salah satunya adalah kasus Abepura yang

  4 diajukan ke Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc di Makassar.

  Hasil dari putusan pengadilan tersebut ternyata membebaskan hampir semua terdakwa. Dengan hasil ini, banyak kalangan menyatakan bahwa pengadilan ini telah gagal, bahkan selama proses pengadilan berjalan, kritik telah muncul berkaitan dengan kinerja pengadilan yang berada dibawah standar

  5

  pengadilan internasional. Pandangan yang lain menyatakan bahwa pengadilan

  6 ini memang sejak awal sengaja diupayakan untuk mengalami kegagalan.

  Beberapa kasus dalam Pengadilan Hak Asasi Manusia memang secara prosedural belum selesai karena masih ada proses selanjutnya yaitu ada tingkat 4 Bandingkan dengan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum Pasal 8 Ayat 1 jo.

  

UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Pasal 2. Dimana dalam UU

tersebut diatur eksistensi pengadilan HAM yang tidak lagi bersifat ad. hoc, namun permanen tetapi

pengadilan HAM tetap Iinklud dalam pengadilan negeri. 5 Progress Report ELSAM IV, “Pengadilan HAM dibawah Standar: Preliminary Conclusive Report ”, http://www.elsam.co.id (Diakses 25 November 2011). 6 David Cohen, Intended to Fail, The Trial Before the Ad Hoc Human Rights Court in

  7 banding maupun kasasi, sehingga penilaian atas proses peradilan yang terjadi belum bisa dikatakan lengkap.

  Ketidakberhasilan pengadilan Hak Asasi Manusia ini, selain bebasnya para terdakwa, juga tidak mampu memenuhi hak-hak korban pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Hak-hak korban yang meliputi hak atas kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sampai saat ini tidak satupun yang diterima oleh korban. Padahal secara jelas bahwa para korban pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat berhak mendapat kompensasi, restitusi dan rehabilitasi berdasarkan pasal 35 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

  Berdasarkan dari hal tersebut,menarik perhatian penulis untuk

   EKSISTENSI PENGADILAN HAK ASASI

  mengangkat judul tentang

  DI INDONESIA” MANUSIA

B. Rumusan Masalah

  Untuk memperoleh hasil penelitian yang kualitatif dan memenuhi syarat-syarat ilmiah serta dapat memberikan kesimpulan yang sesuai dengan judul, maka perlu adanya pembatasan dan rumusan masalah. Hal ini sangat penting agar dalam pelaksanaan pengumpulan data dan analisis data tidak akan terjadi kekaburan dan menyimpang dari tujuan semula. Adapun permasalahan yang dimaksud dalam proses pengadilan Hak Asasi Manusia dalam skripsi ini adalah bagaimana eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan hukum di Indonesia.

  8 Dari pokok masalah tersebut, maka akan digambarkan sub masalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana profil pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia?

  2. Bagaimana pemberlakukan asas Retroaktif dalam pengadilan Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu?

  3. Bagaimana eksistensi lembaga pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan hukum?

C. Defenisi operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

  Judul skripsi ini adalah “e ksistensi pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia” bertitik tolak dari kerangka judul tersebut, maka penulis akan

  mencoba memberikan gambaran dan pengertian dari kata yang merangkai judul tersebut : Eksistensi adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

  (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi eksistensinya.

  Pengadilan adalah Dewan/ badan yang berkewajiban untuk mengadili perkara-perkara dengan memeriksa dan memberikan keputusan megenai pesengketaan hukum, pelanggaran hukum atau Undang-Undang dan

  7 sebagainya.

  9 Hak artinya kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah di tentukan

  8 oleh Undang-undang, aturan-aturan dan sebagainya.

  Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagian makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib di hormati, di junjung tinggi, dan di lindungi oleh Negara,hokum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan

  9 serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

  Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya di sebut Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah pengadilan

  10 khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.

D. Kajian Pustaka

  Sepanjang pengamatan yang penulis lakukan terhadap beberapa referensi yang ada baik berupa tulisan para pakar dan para ahli sebagian yang baru mengangkat masalah eksistensi pengadilan Hak Asasi Manusia. Hal inilah yang kemudian penulis memotivasi untuk mengkaji wacana secara teoritik.

  Adapun referensi buku yang penulis anggap sebagai rujukan pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut : Abdul Rozak dan A.Ubaedillah. dalam bukunya Demokrasi, Hak Asasi

  Manusia dan Masyarkat Madani (edisi ke-3) , dimana dalam buku ini 8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 334. 9 Ubaedillah.A,Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarkat Madani (Edisi. III, Jakarta: Kencana 2008), h. 141. 10 Republik Indonesi, UU Hak Asasi Manusia (Jakarta selatan: Indonesia Legal Center

  10 membahas Hak Asasi Manusia dan masyarakat madani dimana perkembangan Hak Asasi Manusia dalam sejarah tergantung dinamika model dan sistem pemerintahan yang ada. Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dapat dilakukan baik oleh aparatur Negara maupun warga Negara. Untuk menjaga pelaksanaan Hak Asasi Manusia, penindakan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia di lakukan melalui proses peradilan Hak Asasi Manusia melalui tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Dalam buku ini belum membahas secara detail mengenai eksistensi pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

  Harifin A. Tumpa. Dalam bukunya Peluang dan tantangan eksistensi

  

pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia , dimana dalam bukunya

  membahas pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia karena pelaksanaan peradilan HAM menurut UU No,26 tahun 2000 tidak lagi murni proses hukum, karena adanya keharusan meminta persetujuan dari dewan perwakilan rakyat untuk menuntut dan mengadili suatu pelanggarn Hak Asasi Manusia berat. Dalam buku ini sudah banyak memberikan masukan tapi masih ada kekurangan dari segi penegakan hukumnya dalam pembahasan mengenai penanganan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia.

  Darwan Prinst. Dalam bukunya Sosialisasi dan deseminasi penegakan

  

Hak Asasi Manusi, dimana dalam bukunya membahas perkara yang di adili di

  pengadilan Hak Asasi Manusia bukan merupakan tindak pidana yang di atur dalam KUHP sehingga menimbulkan kerugian materil maupun inmateriel. Oleh karena itu perlu segera di pulihkan supremasi hukum untuk mencapai

  11 kedamaian, ketertiban, ketenteraman, keadilan,dan kesejahteraan bagi seluruh masyarkat Indonesia.

  Abdullah Rozali. Dalam bukunya Perkembangan Hak Asasi Manusia

  dan Keberadaan Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, di mana dalam

  bukunya membahas setiap orang berhak mendapatkan peradilan yang adil dan tidak memihak (fair and impertial court). Ini merupakan hak dasar setiap manusia. Hak ini bersifat universal, berlaku di mana pun, kapan pun dan pada siapa pun tanpa ada diskriminasi. Hak ini merupakan tugas dan kewajiban Negara.

  Dalam kajian pustaka yang saya masukan sebagai referensi dalam skripsi ini masih belum memberikan solusi yang menyeluruh baik dari segi hukum sehingga pelaku kejahatan Pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat dihukum dengan semestinya.

E. Metode Penelitian

  Dalam penyusunan skripsi ini, menggunakan beberapa metode penelitian baik dalam pengumpulan data maupun pada saat pengolahan data.

  Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian deskriptif, penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk

  12 menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap obyek yang menjadi pokok permasalahan.

  B. Pendekatan penelitian Dalam pelaksanaan penelitian, untuk mendapatkan suatu data yang sesuai dengan pokok pembahasan, maka pendekatan yang digunakan yaitu: a. Pendekatan teologi normatif ( syar’i ) yaitu pendekatan yang

  • berdasarkan dan bertolak dari dalil- dalil syari’at yang bersumber dari al qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw., Yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas.

  b. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang digunakan untuk menghubungkan masalah-masalah yang di bahas dengan pendekatan hukum, baik dengan undang-undang atau peraturan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah tersebut.

  c. Pendekatan aspek historis yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah lembaga hukum, memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu, dan untuk memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut.

  C. Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, maka yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan data dan bahan-bahan pemikiran yang bersumber dari sejumlah literatur, baik mengubah redaksi kalimatnya ataupun tidak.

  13

  1. Jenis data Dalam penulisan skripsi ini jenis data yang digunakan yaitu jenis data kualitatif. Kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan temuan data tanpa menggunakan prosedur statistik atau dengan cara lain dari pengukuran (kuantifikasi).

  2. Sumber data Dalam penulisan skripsi ini sumber data yang digunakan yaitu data kepustakaan (library research). Data kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan data dan bahan-bahan pemikiran yang bersumber dari sejumlah literatur, baik mengubah redaksi kalimatnya maupun tidak.

  D. Pengolahan dan Analisis Data

  a). Pengolahan Data

  1. Identifikasi Data yaitu dengan mengumpulkan beberapa literatur, kemudian memilah-milah dan memisahkan data yang akan dibahas.

  2. Editing data adalah pemeriksaan data hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui relevansi (hubungan) dan keabsahan data yang akan dideskripsikan dalam menemukan jawaban pokok permasalahan. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keragu-raguan atas data yang diperoleh.

  b). Analisis Data Teknik analisis data bertujuan menguraikan dan memecahkan masalah yang berdasarkan data yang diperoleh. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif yang menghendaki penegasan teknik analisis mencakup

  14 reduksi dan kategorisasi dan selanjutnya di interpretasi dengan cara induktif dan deduktif.

  F.Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

  1. Tujuan Penelitian

  a. Untuk mengetahui bagaimana profil pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

  b. Untuk mengetahui pemberlakukan asas Retroaktif dalam pengadilan Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu.

  c. Untuk mengetahui eksistensi lembaga pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan hukum.

  2. Kegunaan

  a. Secara Teoritis Sebagai salah satu bentuk sumbangsih dalam memperluas cakrawala dan memperkaya khazanah berfikir kita.

  b. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan hukum pidana, khususnya mengenai perdebatan kinerja

  Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam menangani kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberi masukan kepada Lembaga yudikatif agar dapat lebih memperhatikan hak-hak korban pelanggaran Hak Asasi Manusia.

  15

  3. Publik Diharapkan seteleh penulisan skripsi ini dapat dijadikan rekomendasi oleh pengambil kebijakan khususnya pemerintah dalam mengatasi pelanggaran

  Hak Asasi Manusia yang berat di indonesia.

G. Garis Besar Isi Skripsi

  Penulisan skrips ini disusun dalam 4 (empat) bab, setiap bab menguraikan tentang pokok bahasan dari materi yang sedang dikaji. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

  Bab I adalah bab pendahuluan yang uraiannya meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, pengertian judul, ruang lingkup pembahasan, tinjauan pustaka, serta metode penelitian, yang paling terakhir adalah garis- garis besar isi Skripsi. Dimana dalam Bab I membahas dasar Hak Asasi Manusia secara umum sehingga melahirkan sub masalah dalam rumusan masalah yang ingin diteliti.

  Pada bab II, penulis mengemukakan tinjauan umum tentang pengadilan Hak Asasi Manusia yang beisikan pengertian dan dasar hukum pengadilan Hak Asasi Manusia, latar belakang terbentuknya pengadilan Hak Asasi Manusia, bentuk-bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia dan tempat dan kedudukan dan susunan pengadilan Hak Asasi Manusia. Dimana dalam Bab II membahas mengenai terbentunya lembaga yang mengadili Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat sebagai perwujudan adanya kemauan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia.

  16 Pada bab III, mengemukakan tinjauan umum tentang Hak Asasi

  Manusia, yang berisikan pengertian Hak Asasi Manusia, sejarah lahirnya Hak Asasi manusia, pembagian Hak Asasi Manusia, serta membahas Kewajiban Asasi Manusia dalam Islam. Dimana dalam Bab III membahas mengenai Hak dasar manusia sebagai mahluk tuhan baik dilihat dari segi agama,sosial maupun secara umum.

  Pada bab IV, membahas mengenai pertimbangan pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, pemberlakuan asas retroaktif dalam pengadilan Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran masa lalu dan eksistensi lembaga pengadilan Hak Asasi Manusia dalam penegakan hukum.

  Dimana dalam Bab IV membahas mengenai rumusan masalah yang ingin dikaji dimana pembentukan dari pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan perwujudan dari dunia internasional maupun nasional dalam mengadili pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat sebagai penegakan hukum diIndonesia.

  Pada bab V Adalah penutup akhir penulisan ini memuat kesimpulan dan saran. Bab ini menyimpulkan hasil pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya serta masukan berupa saran.

  17

BAB II PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA A. Pengertian dan Dasar Hukum pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia

1. Pengertian Pengadilan Hak Asasi Manusia

  Menurut Undang-Undang RI. No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dijelaskan bahwa :

  Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya di sebut Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi

1 Manusia yang berat.

  Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan pengadilan yang khusus yang berada dilingkungan pengadilan umum yang terkhusus mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.

2. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia

  Dengan diadakannya perubahan (amademen) kedua atas Undang- Undang Dasar 1945, terutama dengan menambah Bab X A tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri 10 (sepuluh) pasal, yaitu Pasal 28 a sampai dengan 28 j, hal ini lebih mempertegaskan komitmen bangsa Indonesia terhadap upaya perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia.

  Berdasarkan landansan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana telah di kemukakan sebelumya majelis permusyawaratan Rakyat Indonesia, sebagai pemegang kedaulatan rakyat tertinggi, melalui ketetapan 1 Republik Indonesi, UU Hak Asasi Manusia (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing,

  18 Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, menugaskan kepada semua lembaga tinggi Negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai Hak Asasi Manusia kepada seluruh masyarakat.

  Berdasarkan penugasan dari mejelis permusyawaratan rakyat ini, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai badan legislatif menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165). Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999, melalui pasal 104 memerintahkan pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia, dengan rumusan sebagai berikut.

  Ayat (1) : “ Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang

berat di bentuk pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan peradilan

umum.”

  Ayat (2) : “ Pengadilan sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di bentuk dengan undang-undang dalam jangka waktu paling lama (4) tahun. ” Ayat (3) : “ Sebelum terbentuknya pengadilan Hak Asasi Manusia

sebagaimana di maksud dalam ayat (2) maka kasus-kasus pelanggaran Hak

  

Asasi Manusia sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di adili oleh pengadilan

yang berwenang.”

  Menurut ketentuan pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tersebut di atas, pengadilan Hak Asasi Manusia tersebut harus sudah di bentuk selambat-lambatnya 4 (empat) tahun sesudah Undang-Undang ini di undang-undangkan. Satu tahun sesudah di undangkannya Undang-Undang

  19 Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Dewan Perwakilan Rakyat sudah berhasil pula menetapkan Undang-Undanng Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208 ).

  Berarti masih tersisa waktu selama 3(tiga) tahun lagi untuk membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia. Walapun waktu yang tersisa relatif masih belum cukup panjang, tetapi sebaiknya pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia di usahakan secepat mungkin, karena untuk bisa menjalankan tugasnya Pengadilan Hak Asasi Manusia tersebut membutuhkan persiapan dan sosialisasi kepada masyarakat. Di samping itu, tidak kalah pentingnya, dengan semakin cepatnya di bentuknya Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc, semakin cepat pula perkara-perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat bisa di selesaikan. Dengan demikian bangsa kita bisa bekerja dengan tenang dalam menyelesaikan berbagai krisis yang sedang melanda bangsa kita dewasa ini.

  Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, menyatakan seabagai berikut. Ayat (1) :” pengadilan Hak Asasi Manusia berkedudukan di daerah

  

kabupaten, atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum

pengadilan negeri yang bersangkutan.”

  Ayat (2) :” Untuk daerah Khusus Ibukota Jakarta, pengadilan Hak

Asasi Manusia berkedudukan di setiap wilayah pengadilan negeri yang

bersangkutan.”

  20 Berhubung Pengadilan Hak Asasi Manusia ini berada di lingkungan peradilan umum, maka dasar hukum pembentukannya tidak terlepas dari

  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (Lembaran Negara Republic Indonesia Tahun 1970

  Nomor 74 ) sebagaimana telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 35

  Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (Lembaran Negara

  republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147 ) dan Undang-Undang Nomor 2

  Tahun 1986 tentang Pengadilan Umum(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20 ).

B. Latar belakang terbentuknya pengadilan Hak Asasi Manusia

  Pada hakikanya, Hak Asasi Manusia tersebut adalah merupakan hak dasar yang di miliki oleh setiap manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari tuhan yang maha esa. Dengan demikian, Hak Asasi Manusia bukanlah merupakan hak bersumber dari Negara dan hukum. Oleh karena itu, sebagaimana telah di kemukakan sebelumnya yang di perlukan dari Negara dan hukum hanyalah pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia tersebut.

  Dalam masyrakat internasional Hak Asasi Manusia tersebut telah diakui secara resmi, dengan di deklarasikannya suatu piagam oleh perserikatan bangsa-bangsa (PBB ) yang di kenal dengan “ Universal Declaratio n of Human

  Right” (pernyataan sejagat tentang Hak Asasi Manusia), pada tanggal 10

  Desember 1948. Lebih lanjut, Hak-Hak Asasi Manusia tersebut di jabarkan