PEMURNIAN BIOETANOL DENGAN PROSES ADSORPSI- DISTILASI MENGGUNAKAN ADSORBENT BENTONITE

PEMURNIAN B I O E T A N O L DENGAN PROSES ADSORPSIDISTILASI MENGGUNAKAN ADSORBENT BENTONITE

Dibuat Untuk Mendapatkan Gclar Sarjana Pada Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Palembang

Disusun oleh:
Rikco Saputra
12.2010.021

PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2015

L E M B A R PENGESAHAN

PEMURNIAN BIOETANOL DENGAN PROSES ADSORPSIDISTILASI MENGGUNAKAN ADSORBENT BENTONITE

Nama


: Rikco Saputn

(12.2010.021)

Dosea PerabiinbiDg

: 1. Ir. Agussidi Najib, M,Si
2. AUkah, ST. MT

Palembang. Agustus201S

Icngetahui,
PembijtfNas 11

Pembimbing

(Atikah.ST.MT)"

Ir. Agug?i4i ISflijib. M>§i)


Mengetahui.
Ketua Prodi Teknik Kimia

(Dr. Eko Arivanto. ST. M.Chcm.Eng)

ii

L E M B A R PENGESAHAN

Judul Penelitian :

PEMURNIAN B I O E T A N O L DENGAN PROSES ADSORPSI-OISTILASI
MENGGUNAKAN ADSORBENT B E N T O N I T E

OLEH:
R I K C O SAPUTRA (12 2010 021)

DisetHjni dan Disahkan sekaligus telah Dbidangkan pada :
Hari


: Sabtu

Tanggal

: IS Agustus 2015

Tempat

: Di Ruang Aula Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Palembang

Disetujui Oleh:
1. ir* Agussidi Najib, M.St
2. Atikah,ST.MT
3. Ir. M. Arief Karim. M.Sc
4. I r . Ummi Katsum, M T

Menyetujui,
Dekan Fakultas Teknik UMP


^^^z^,
Mengetahui,
^ Ketua Prodi Teknik Kimia UMP

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya laporan penelitian ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya.

Laporan ini berjudul '^Pemurnian Bioetanol

Dengan

Proses

Adsorpsi-Distilasi Menggunakan Adsorbent Bentonite". Laporan ini disusun
berdasarkan hasi! penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium Penelitian
Kimia


Organik

Jurusan

Teknik

kimia

Fakultas

Teknik

Universitas

Muhammadiyah Palembang pada bulan April sampai Mei 2015.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa hasil dari tugas akhir ini tidak
terlepas dari ke kurangan, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun,
pcnulis sangat harapkan guna kesempumaan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih
penulis haturkan terutama kepada dosen pembimbing akhir, Bapak Ir. Agussidi
Najib,M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Atikah, ST. MT selaku pembimbing I I ,

yang telah banyak meluangkan waktu dan membantu membukakan cakrawala
berpikir penyusun melalui arahan, motivasi dan bimbingannya.
Pada kesempatan ini juga penyusun menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Kgs. A. Roni, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Bapak Dr. Eko Ariyanto, ST. M.ChemEng selaku ketua prodi Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang.

3. Ibu Netty Herawati, ST, M T selaku sekretaris jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang.
4. Bapak Ir. Agussidi Najib,M.Si selaku pembimbing I .
5. Ibu Atikah, ST.MT selaku pembimbing II.
6. Misparadita Putri selaku assistant Laboratorium Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang.
7. Bapak Abdullah, ST selaku staff jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Palembang.
8. Para Dosen dan staff administrasi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Palembang.
9. Rekan-rekan Mahasiswa di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia

Universitas Muhammadiyah Palembang angkatan 2008-2014 yang telah
membantu dan memberi dukungan yaitu Kak Sandy, Agung Firmansyah,
Okta Mahardika, Dimas Tommy Adinata, Afif, Ahmad Puad, M . Rizky
Sunardi, Arif Madi, Eko Pumama, Akhyar Agung, Elly Noviana, Agus
Fermana, Ema Luvita Sari, Arif Wahyu, Arman Aulia, Agie Kurniawan,
Krismanto, Sonia Wulandari, Rini Marindah, Shelina, Danang, Tri Widya
Sari, Lianto, Tri Anggraini, Irawan, Maryama, Tiara Putri, Nurdin Saputra,
Tela Pumama Sari, Ines Ngesti, Yeyen Jayanti, Nanda, Jaka Sanjaya, Asri
Novita Sari, Tiara Indah Agustina, M. Roy, Lia, Rahayu, Sahidah, Herty,
Tiara Ganti, Ragil, Rahmat, Haseni, Hendra, Husna, Rani, Alexander
Baharsa, Elpin, Fajar Ramadhan, Angraini Larasati, Diah, Erlin Erhani,
Ochi, Melani, Deni Maulana, Fachmdin, Reza Pratama, Mubin, Intan

iv

Permata Sari, Batariyah, Nena, Lena, Harris, Sri Kuswatun, Irawan, Sigit,
Subandri, I wan, Asok, Rizky Asri, Diah Purnama, Retno Mey Asti, Adi,
Randy, Gilang, Riki, dan Ikbal.
10. Terkhusus untuk kedua Orang tercinta Bapak Muhammad Juddin dan Ibu
Dewi Rina Martini, Scluruh Saudara dan Keluarga Riki dan Karin, Rekanrekan diluar kampus, Agus, Dwi Dianaulina, Apriliana Umi Lestari, Alfa

Rizky Cahya Septiadi, Mayong Prayogo, Arya Kuncara, Harly, Fatona,
Etchy, Monalisa Agustin, Devi Arlinda, Restu, Redy, Lutfi, Angga
Kusuma, Ridho, Selamet, Najib, Friyadi, Melly, Defri, Trendi, Venty
Lestari, Riki, Rangga, Tari, Michelle Arsyad, Ummi Muslimah, Agus
Yudi Arman, Angga Saputra, Yayan Rizky Putri, Agensia Ayu Melinda,
Muhammad Eko Wahyu Utama, Dini Fuadillah Sofyan, Isyana Dewi
Maya Lestari, dan semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu
persatu yang telah banyak berkonstribusi baik langsung maupun tidak
langsung.
11, Semua pihak yang telah membantu saya.
Terima kasih atas semua bantuannya, semoga tugas penelitian ini dapat
bermanfaat untuk kita semua, Amin

Palembang,

Juli 2015

Penyusun

DAFTAR ISI


HALAMAN
HALAMAN ,HIDUL

i

HALAMAN PENGESAHAN

ii

KATA PENGANTAR

Hi

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR T A B E L


viii

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

BAB I PENDAHULIIAN

1

1.1 Lalar Belakang

1

1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian
BAB n TINJAIIAN PI STAKA

3
3
4
5

2.1
2.2
2.3
2.4

Bioetanol
Etanol
Proses Produksi Bioetanol
GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry)

2.5 Proses Adsorpsi
2.6 Bentonite
2.7 Aktivasi Adsorben
2.8 Penelitian Dan Proses Terkait Yang Pemah Dilakukan
BAB m M E T O D O L O G I P E N E L I T I A N
3.1 Waktu Dan Tempat
3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1 Aiat-Alat Yang Digunakan
3.2.2 Bahan-Bahan Yang Digunakan
3.3 Rancangan Percobaan
3.3.1 Gambar Rangkaian Alat

vi

5
7
10
12
13
16
21
24
26
26
26
26
26
27
27

3.4 Prosedur Percobaan Pengamatan
3.4.1 Proses Pembuatan Bentonite
3.4.2 Proses Aktivasi Bentonite
3.4.3 Proses Adsorpsi Distilasi Dengan Bentonite Teraktivasi .
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAAN

28
29
29
30
31

4.1 Hasil Penelitian
4.4.1 Pengaruh Variabel Pada Proses Adsorpsi-Distilasi
4.2 Pengaruh Penurunan Kadar Air
4.2 Perbandingan Yang Mendekati Pada Penelitian Sebeiumnya ...

31
31
39
48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

50

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

50
50
51

LAMPIRAN

54

vii

DAFTAR TABEL

Tanaman Sumber Bioetanol
Komposisi Bietanol
Spesifikasi Standar Bioetanol Terdenaturasi Gasohol
Konversi Biomasa Menjadi Bioetanol
Karakteristik Dari Berbagai Adsorbent
Komposisi Kimia Bentonite
Kandungan Mineral Monmorilonit
Kandungan Ca-Bentonite Jawa Barat
Pengaruh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi Pada
Kenaikan Kadar Etanol Dengan Berat Bentonite 30
Gram
Pengaruh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi Pada
Kenaikan Kadar Etanol Dengan Berat Bentonite 50
Gram
Pengaruh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi Pada
Kenaikan Kadar Etanol Dengan Beral Bentonite 70
Gram
Pengaruh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi Pada
Kenaikan Kadar Etanol Dengan Berat Bentonite 90
Gram
Pengaruh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi Pada
Kenaikan Kadar Etanol Dengan Berat Bentonite 110
Gram
Tabel Keseluruhan Pengaruh Waktu Proses AdsorpsiDistilasi Pada Kenaikan Kadar Etanol Dengan Berat
Bentonite 30 Gram, 50 Gram, 70 Gram, Dan 110
Gram
Pengaruh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi
Penurunan Kadar Air Dan Pengotomya Dengan
Bentonite 30 Gram
Pengaruh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi
Penurunan Kadar Air Dan Pengotomya Dengan
Bentonite 50 Gram
Pengaruh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi
Penurunan Kadar Air Dan Pengotomya Dengan

viii

Pada
Berat
Pada
Berat
Pada
Berat

Tabel 4.10

Tabel 4,11

Tabel 4.12

Bentonite 70 Gram
Pengaruh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi Pada
Penurunan Kadar Air Dan Pengotomya Dengan Berat
Bentonite 90 Gram
Pengamh Waktu Proses Adsorpsi-Distilasi Pada
Penurunan Kadar Air Dan Pengotomya Dengan Berat
Bentonite 110 Gram
Tabel Keseluruhan Pengamh Waktu Proses AdsorpsiDistilasi Pada Penurunan Kadar Air Dan Pengotomya
Dengan Berat Bentonite 30 Gram, 50 Gram, 70 Gram,
90 Gram, Dan 110 Gram

ix

43

44

46

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar

2.1
2.2
2.3
3.1
4.1

Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6

Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11

Gambar 4.12

Struktur Molekul Etanol
Bentonite
Struktur Bentonite
Rangkaian Alat Adsorpsi-Distilasi
Gratlk Hubungan Kadar Etanol (%) Dengan Waktu
(menit) Distilasi Bentonite 30 Gram
Grafik Hubungan Kadar Etanol (%) Dengan Waktu
(menit) Distilasi Bentonite 50 Gram
Grafik Hubungan Kadar Etanol (%) Dengan Waktu
(menit) Distilasi Bentonite 70 Gram
Grafik Hubungan Kadar Etanol (%) Dengan Waktu
(menit) Distilasi Bentonite 90 Gram
Grafik Hubungan Kadar Etanol (%) Dengan Waktu
(menit) Distilasi Bentonite 110 Gram
Grafik Kesel uruhan Kadar Etanol (%) Dengan
Waktu (menit) Distilasi Berat Bentonite 30 Gram,
50 Gram, 70 Gram, 90 Gram, Dan 110 Gram
Grafik Hubungan Kadar Air (%) Dan Pengotomya
Dengan Waktu (menit) Distilasi Bentonite 30 Gram
Grafik Hubungan Kadar Air (%) Dan Pengotomya
Dengan Waktu (menit) Distilasi Bentonite 50 Gram
Grafik Hubungan Kadar Air (%) Dan Pengotomya
Dengan Waktu (menit) Distilasi Bentonite 70 Gram
Grafik Hubungan Kadar Air (%) Dan Pengotomya
Dengan Waktu (menit) Distilasi Bentonite 90 Gram
Grafik Hubungan Kadar Air (%) Dan Pengotomya
Dengan Waktu (menit) Distilasi Bentonite 110
Gram
Grafik Keseluruhan Hubungan Kadar Air (%)Dan
Pengotomya Dengan Waktu (menit) Distilasi Berat
Bentonite 30 Gram, 50 Gram, 70 Gram, 90 Gram,
Dan 110 Gram

X

6
17
19
27
32
33
34
35
36
38

40
41
42
43
44

47

DAFTARLAMPIRAN

Halaman
Lampiran A Data Dan Perhitungan
Lampiran B Foto Penelitian

54
62

xi

Abstrak

Bioetanol merupakan senyawa alkohol yang diperoleh dengan proses fermentasi
biomassa dengan hantuan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae. Adsorpsi
(penyerapan) merupakan suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu
fuse fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorbent).
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mengkaji

proses

pemurnian

bioetanol

menggunakan proses adsorpsi-distilasi dengan pengaruh variasi variabelnya.
Pada proses distilasi menghasilkan kadar etanol yang tidak terlalu tinggi
sehingga perlu dikaji suatu proses yang dapat meningkatkan kemumian bioetanol
dengan yaitu dengan proses adsorpsi-distilasi. Pemurnian bioetanol dengan
proses

adsorpsi-distilasi

menggunakan adsorbent bentonite sebagai media

adsorbentnya dilakukan dengan 2 variabel yaitu: berdasarkan berat bentonite
dan waktu proses adsorpsi-distilasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
proses yang paling efektif untuk pemurnian etanol adalah dengan berat bentonite
50 gram, suhu proses 80°C, waktu proses II0 menit. Kadar etanol yang
dihasilkan

sebesar 93,292%. Penggunaan

metode adsorpsi-distilasi

dalam

pemurnian bioetanol merupakan hal yang ciikup efisien, metode dan peralatan
yang digunakan hanya menggunakan satu rangkaian alat yang sama sedangkan
dari sisi bahan baku penggunaan bentonite sebagai media adsorbentnya cukup
terjangkau di karenakan di Jindonesia ketersediaan bentonite cukup melimpah
dengan harga yang bahan baku yang relatif

lebih murah

dibandingkan

menggunakan adsorbent lain yang harganya lebih mahal dan ketersediaanya
harus diimport dari negara luar. Pada penelitian ini kadar etanol yang dihasilkan
belum mencapai target yang diinginkan sesuai dengan Standar Fuel Grade
Ftanol (FGF,) sebesar 99,6 %>, karena Etanol tertinggi yang dihasilkan hanya
93,292%. Hal ini dikarenakan faklor suhu yang kurang terjaga dan disebabkan
adanya bentonite yang terikut pada hasil distilat saat dilakukan proses adsorpsidistilasi sehingga menggotori hasil akhir sampei.

Kata kunci; bioetanol; adsorpsi; adsorpsi-distilasi; bentonite

BAB I
PENDAHULIIAN

1.1 Latar Belakang
Seiring meningkatnya perkembangan

di berbagai bidang ilmu dan

meningkatnya populasi masyarakat dunia dalam beberapa dekade lerakhir.
Mengakibatkan

semakin

meningkat

dan

besar

pula

kebutuhan

akan

ketersediaannya sumber daya alam (energi dan mineral) yang ada. Hal ini tidak
terlepas dikarenakan energi merupakan faktor pendukung terpenting sebagai
sumber kehidupan, termasuk didalamnya energi yang berasal dari bahan tambang
salah satunya yaitu minyak bumi. Akan tetapi dibalik meningkatnya kebutuhan
akan konsumsi energi yang ada, mengakibatkan semakin berkurang pula
ketersediaannya yang ada didalam bumi. Karena minyak bumi merupakan salah
satu energi yang keberadaanya tidak dapat diperbarui {imrenewahle energy).
Melihat hal ini, sudah saatnya untuk mencari solusi dan menemukan
altematif

energi

lain

yang

keberadaanya

dapat

diperbaharui

sehingga

ketergantungan akan minyak bumi dapat diatasi. Pada dasamya sudah banyak
dikemukakan ide-ide dengan berbagai wacana untuk menganti minyak bumi
dengan bahan bakar energi altematif Iain diantaranya dengan pembuatan bahan
bakar dari biodiesel (bahan pencampur solar), bioetanol (bahan pencampur BBM
bensin/premium), dan biogas yang merupakan energi altematif penganti gas elpiji.
Dengan diberlakukannya energi altematif ini diharapkan kebutuhan akan energi
minyak bumi dapat diatasi dan biaya pengeluaran konsumsi masyarakat akan
harga bahan bakar semakin tinggi dapat dikurangi dengan ketersediannya yang
mencukupi.
Salah satu energi altematif yang menjanjikan pada saat ini yaitu bioetanol.
Bioetanol adalah senyawa etanol yang sumber utamanya berasal dari bahan alam
(Organik) dengan mengunakan proses fermentasi sebagai salah satu rangkaian
metodenya hingga menghasilkan bioetanol. Bioetanol (Etanol atau etil alkohol)
C3H5OH mempakan cairan bening tak berwama, yang temrai secara biologis
{biodegradable) memiliki toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi yang
besar apabila terkontaksi di udara. Akan tetapi untuk menghasilkan bioetanol saja

1

2

tidak cukup, diperlukan perlakuan khusus untuk menghasilkan bioetanol yang
tinggi hingga mencapai syarat Bioetanol FGE [Fuel Grade Etanol) dengan kadar
99,55-100% v/v sehingga bioetanol dapat aman dipergunakan. Karena keberadaan
air dalam bahan bakar walaupun dengan kadar sedikit sangat berpengaruh
terhadap performa mesin.
Metode konvensional yang umum digunakan dalam purifikasi bioetanol
adalah dengan destilasi. Proses destilasi dapat menghasilkan bioetanol hingga
kadar 95,6 % volume. Kadar bioetanol meningkat dengan semakin seringnya
didistilasi. Tetapi penggunaan metode distilasi juga memiliki kelemahan, yaitu
tidak dapat memurnikan bioetanol secara sempuma dan juga penggunaan energi
pada purifikasi bioetanol dengan metode destilasi ini sangat besar dan akan terjadi
kehilangan etanol berlebih {etanol lose) dalam proses ini.
Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu metode baru dengan nilai
ekonomis yang tinggi dan lebih baik dalam purifikasi bioetanol, salah satunya
adalah purifikasi bioetanol dengan menggunakan suatu adsorbent. Adsorbent
dapat memisahkan campuran bioetanol dan air dengan cara menyerap air tersebut,
sehingga kadar bioetanol yang dihasilkan dari proses adsorpsi yang dilanjutkan
dengan proses distilasi akan lebih tinggi dibandingkan purifikasi

dengan

menggunakan distilasi biasa. Dan penggunaan adsorbent dalam proses pemurnian
{purifikasi)

bioetanol ini adalah dengan menggunakan

adsorbent Bentonite

sebagai media penyerapnya. Bentonite mempunyai sifat mengadsorpsi karena ukuran
partike! koloidnya sangat kecil dan memiliki kapasitas pennukaan ion yang tinggi
(Teplitskiy, 2005).
Pada penelitian ini akan dilakukan purifikasi bioetanol
adsorbent Bentonite dengan metode Adsorpsi-Distilasi.

menggunakan

Penggunaan metode

Ad.sorpsi-Distdasi dilakukan karena pada metode ini bioetanol dapat kontak
secara langsung dengan adsorbent yang digunakan. Hal ini memungkinkan untuk
tidak terjadinya kehilangan bioetanol pada jumlah yang besar. Sehingga akan
lebih efektif dan efisien dari segi penggunaan energi untuk memisahkan bioetanol
yang dihasilkan dari senyawa-senyawa yang tidak di inginkan. Selain itu akan
diperoleh bioetanol yang memiliki kemumian yang tinggi dengan biaya produksi
dan penggunaan energi yang relatif rendah {low energy).

3

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka
perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut;
1.

Bagaimana proses pemurnian pada bioetanol dengan metode AdsorpsiDistilasi menggunakan adsorbent bentonite hingga diperoleh kadar bioetanol.

2.

Apakah metode Adsorpsi-Distilasi merupakan hal yang baik dalam purifikasi
bioetanol dibandingkan dengan menggunakan metode lain.

3.

Apakah penggunaan bentonite sebagai media adsorbent merupakan hal yang
efektif dalam segi niiai ekonomis dalam purifikasi bioetanol.

4.

Berapakah kadar bioetanol yang dihasilkan dan proses purifikasi dengan
menggunakan metode Adsorpsi-Distilasi

dengan menggunakan adsorbent

bentonite.
5.

Apakah metode
merupakan

purifikasi

bioetanol dengan

cara

Adsorpsi-Distilasi

metode yang etisien bita digunakan untuk mendapatkan

kemumian bioetanol maksimum.

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses Adsorpsi-Distilasi

dengan mengunakan adsorbent

bentonite pada purifikasi bioetanol hingga diperoleh kadar bioetanol yang
tinggi.
2. Untuk mengetahui apakah pemurnian bioetanol dengan proses AdsorpsiDistilasi merupakan metode yang efisien,
3. Mendapatkan hasil kemumian kadar bioetanol apakah telah memenuhi standar
Fuel Grade Etanol setelah dilakukan purifikasi dengan metode AdsorpsiDistilasi.

4

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Dapat memberi konstribusi untuk perkembangan teknologi dibidang purifikasi
bioetanol untuk digunakan sebagai metode altematif baru dalam produksi
bioetanol di Indonesia.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi
acuan untuk penelitian selanjulnya dalam pengembangan metode dan bahan
baku purifikasi pembuatan bioetanol.
3. Mengkaji lebih lanjut pemanfaatan bentonite sebagai media penyerapan
{adsorbent) dalam peningkatan kemumian bioetanol.
4. Penemuan yang didapatkan dapat diapiikasikan ke dalam dunia industri
produksi bioetanol berdasarkan efisiensi hasil kemumian bioetanol maksimum
dengan metode Adsorpsi-Distilasi yang dapat meningkatkan kualitas bioetanol
yang dihasilkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioetanol
Bioetanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari
pengolahan tumbuhan) di samping Biodiesel. Bioetanol adalah etanol yang
dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses distilasi.
Proses distilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk
digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimumikan lagi hingga
mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol (FGE). Proses pemurnian
dengan prinsip dehidrasi umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve,
untuk memisahkan air dari senyawa etanol. Bahan baku bioetanol yang dapat
digunakan antara lain Cassava'ubi kayu, sorgum, tebu, sagu dan lain-lain,
Bioetanol berasal dari dua kata yaitu "bio" dan "etanol" yang berarti
sejenis alkohol yang merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan baku
tanaman yang mengandung pati, misalnya cassava, ubi jalar, jagung dan sagu.
Etanol merupakan senyawa alkohol yang mempunyai dua atom karbon (C2H5OH).
Rumus kimia umumnya adalah CnH^n+lOH. Karena merupakan

senyawa

alkohol, etanol memiliki beberapa sifat yaitu larutan yang tidak berwama (jernih),
berfase cair pada temperatur kamar, mudah menguap, serta mudah terbakar.
Etanoi dapat diperoleh melalui proses fermentasi biomassa. Oleh karena berbahan
dasar biomassa, maka selanjutnya lebih dikenal dengan bioetanol.
Bioetanol adalah sebuah bahan altematif yang diolah dari tumbuhan,
dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO: hingga 18%. Ada 3
tanaman sumber bioetanol :

Table 2.1 Tanaman Sumber Bioetanol
No
1.

Jenis Kandungan
Pati

Jenis Tanaman
Cassava, kelapa sawit, tengkawang, kelapa,
kapuk, jarak pagar, rambutan, sirsak.

2.

Bergula

Tebu, nira aren, nira tebu,dan nira sorgum
manis.

5

6

3.

batang sorgum, batang pisang, jerami, kayu

Serat solulosa

dan bagas.

Tidak ada perbedaan antara etanol biasa

dengan

bioetanol yang

membedakan hanyalah bahan baku pembuatan dan proses pembuatan. Etanol
adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tidak berwama dan
merupakan alkoho! yang sering digunakan dalam kehidupan sehari hari. Senyawa
ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman yang
beralkohol. Etano! tennasuk kedalam alkohol rantai tunggal dengan rumus kimia
C3H5OH dan mmus empiris C3H6O ia merupakan isomer konstitusional dan
dimetil eter. (Hartono 2013)

H

H H
I
C

C

H

/
-

0

H H
Gambar 2.1. Struktur Molekul Etanol
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari hiomass yang mengandung
komponen pati atau selulosa, seperti cassava dan tetes tebu. Dalam dunia industri,
etanol umumnya dipergunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol,
campuran untuk minuman keras (seperti sake atau gin), serta bahan baku farmasi
dan kosmetika. Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bioetanol yang
digunakan dapat diperlihatkan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi Bioetanol
Senyawa Kimia

Persentase (%)

Etil Alkohol

70%

Benzalkonium Chloride

0,05 %

Aqua

29,95 %

(Sumber: PT.EII)

7

Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade sebagai
berikut:
1. Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%.
2. Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan untuk
minuman keras atau bahan baku obat dalam industri iaimasi.
3. Grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5%.
(Prihardana, R.,dkk. 2008).

Tabel 2.3 Spesifikasi Standar Bioetanol Terdenaturasi Gasohol
No.
1.

Sifat
Kadar etanol

Unit, Min/Maks

Spesifikasi

% V, min

99,5(sebelumdenaturasi)
94,0 (setelah denaturasi)

2.

Kadar metanol

3.
4.

Mg/L, maks

300

Kadar air

% V, maks

1

Kadar denaturan

% V, min

2

% V, maks

5

5.

Kadar tembaga (cu)

Mg/kg, maks

0,1

6.

Keasamaan sebagai

Mg/L, maks

30

CH3COOH
7.

Tampakan

Jernih dan terang, tidak
ada endapan dan kotoran

8.

Kadar ion klorida (CI)

Mg/L, maks

40

9.

Kandungan belerang (S)

Mg/L, maks

50

10.

Kadar getah (gum)

Mg/lOOml, maks

5,0

11.

pH

Mg/L, maks

6,5-9,0

(Sumber :SN1 7390: 2008)
Fuel grade etano! (FGE) atau etano! kering biasanya memiliki berat jenis
dalam rentang 0,7936-0,7961 (pada kondisi 15,56/15,56''C), atau berat jenis dalam
rentang 0.7871-0.7896 (pada kondisi 25/25"C), diukur dengan cara poknometri
atau hidrometri yang sudah lazim diterapkan dalam industri alkohol (Prihardana et
al., 2007)

8

2.2 Etanol
Etanoi atau bioetanol adalah alkohol yang paling banyak digunakan daiam
kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya tidak beracun, etanol banyak dipakai
sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol
tidak berwama dan tidak berasa tetapi memiliki bau yang khas dan memabukkan
jika diminum. Etanol sering ditulis dengan EtOH, dengan rumus molekul adalah
C2H5OH atau C2H6O dan mempunyai titik didih 78,3 °C (www,wikipedia.com).
Etanol adalah senyawa organik yang tcrdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai derivat senyawa hidrokarbon yang
mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH. Etanol merupakan zat cair,
tidak berwama, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur
dengan air dengan segala perbandingan.
a. Sifat-sifat fisis etanol
1) Rumus molekul

: C2H5OH

2) Berat molekul

: 46,07 gram / mol

3) Titik didih pada 1 atm

: 78,4°C

4) Titikbeku

: -112X

5) Bentuk dan wama

: cair tidak berwama
(Perry, 1984)

b. Sifat-sifat kimia etanol
1) Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air
2) Diperoleh dari fermentasi gula
Struktur pembentukan etanol :

C6H12O6

"^"^ >

glukosa

CH3CH2OH
etanol

3) Pembakaran etanol menghasilkan CO2 dan H2O
Struktur pembakaran etanol:
CH3CH2OH + 3O2

>

2CO2 + 3H2O - energi
(Fessenden & Fessenden, 1997)

Bahan baku etanol berasal dari karbonhidrat yang terdapat dalam makanan
pokok seperti beras, jagung, gandum, cassava dan sagu. Selain itu etanol juga

9

diperoleh dari hasil samping dari proses industri gula yaitu sugarcane. Urutan
reaksi pembuatan etanol adalah reaksi hidroiisa dengan memecahkan bagian
selulosa menjadi larutan gula yang kemudian difermentasikan menjadi etanol
dengan bantuan enzim zymase sebagai katalis.

Ci2H220n + H20

>

Sukrosa Air

G.H12O6 + QNi^Of,
Fruktosa Glukosa

/ymase

QHi20(,

>

2 C2H5OH + 2CO2

Sukrosa Air

Fruktosa Glukosa

Dalam perdagangan dikenal tingkat-tingkat kualitas etanol sebagai berikut
(Tjpkroadikoesoemo, 1996):
1.

Etanol Teknis (96,5 person)
Etanol ini digunakan untuk kepentingan indutri. Digunakan sebagai bahan

pelarut organik, bahan bakar, dan sebagai bahan baku atau bahan antara untuk
memproduksi senyawa organik lainnya.
2.

Spritus(88 Persen)
Nama lain diberikan kepada

etanol/alkohol 176 proof yang telah

didenaturasikan dan diberi wama. Etanol ini biasanya digunakan sebagai bahan
bakar untuk alat pemanas ruangan dan alat penerangan.
3.

Etanol Absolut atau Etanol Kering
Digunakan sebagai bahan pembuatan obat-obatan dan juga sebagai bahan

pelarut atau bahan antara di dalam pembuatan senyawa-senyawa organik lain
dalam skala laboratorium. Etanol ini dapat dicampur dengan premium/bensin
sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Kecenderungan pemakaian etanol ini
sebagai bahan pencampur bensin cenderung meningkat karena harga minyak
dunia cukup tinggi.
Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut untuk zat
organik maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, esier, spirtus,
asetaldehid, antiseptik dan sebagai bahan baku pembuatan efer dan etil ester,
Etanol juga untuk campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar
{ga.sohol).

10

Proses pembuatan etanol dalam industri lerdiri dari dua cara, yaitu :
1.

Cara non fermentasi
Suatu proses pembuatan alkohol yang sama sekali tidak menggunakan enzim

atau jasad renik.
2.

Cara fennentasi
Fermentasi merupakan proses metabolisme dimana terjadi perubahan kimia

dalam substrat/bahan oranik karena enzim yang dihasilkan jasad renik. (wahono,
2006).

2.3 Proses Produksi Bioetanol
Secara umum, proses pengolahan bahan berpati (Starch) seperti Cassava,
jagung dan sagu untuk menghasilkan bioetanol dilakukan dengan proses urutan.
Pertama adalah proses hidrolisis, yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Pati
merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan a-glikosidik. Pati terdiri dari dua
fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan
fraksi tidak terlarut disebut amilopeUin. Amilosa mempunyai struktur lurus
dengan ikatan a-(l,4)-D-glikosidik sedangkan amilopektin mempunyai struktur
bercabang dengan ikatan a-( l,6)-D-glikosidik sebanyak 4-5% dari berat total.
Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer
pati menjadi unit-unit dekstrosa (Cf,Hi206). Pemutusan rantai polimer tersebut
dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi
ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan
mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam ha! spesifitas
pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus
rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai
polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Enzim yang digunakan adalah
alfa-amilase pada tahap likuifikasi, sedangkan tahap sakarifikasi digunakan enzim
glukoamilase.

Berdasarkan

penelitian,

penggunaan

a-amilase

pada tahap

likuifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 50.83 pada konsentrasi a-amilase 1.75
U/g pati dan waktu likuifikasi 210 menit, dan glukoamilase pada tahap
sakarifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 98.99 pada konsentrasi enzim 0.3
U/g pati dengan waktu sakarifikasi 48 jam.

11

Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula)
menjadi etanoi dan CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi
2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan
memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan
reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Pamas,

sedangkan

asam piruvat yang

dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami
dehidrogenasi menjadi etanol (Amerine et al., 1987).
Khamir

yang sering digunakan

dalam

fermentasi

alkohol adalah

Saccharomyces cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran
terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap kadar gula yang
tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32°C.
Setelah proses fennentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan
etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya.
Titik didih etanol mumi adalah 78°C sedangkan air adalah 100°C (Kondisi
standar), Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100°C akan
mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan
bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diapiikasikan, yaitu
continuous-feed distillation column system dan pot-type distillation system. Selain
tipe tersebut, dikenal juga tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah
dan suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih
tinggi.
Tabel 2.4 Konversi Biomasa Menjadi Bioetanol
Biomassa

Jumlah

Kandungan

Jumlah hasil

Biomasa

Gula

bioetanol

(kg)

(kg)

(Liter)

Ubi kayu

1.000

250-300

166,6

6,5 : 1

Ubi jalar

1.000

150-200

125

8: 1

Jagung

1.000

600-700

400

2,5: 1

Sagu

1.000

120-160

90

12 : I

Tetes

1.000

500

250

4: 1

(Sumber: BPPT, 2005)

Biomassa : Bioetanol

12

Biotanol adaiah etanol (alkohol) yang diperoleh dan fermentasi bahanbahan yang mengandung gula. Bioetanol dapat diperoleh dari hasil fermentasi
bahan yang mengandung gula oleh ragi (yeasf) Sacchar amy cess cereviceae. Ragi
Saccharomycess cereviceae bersifat fakul tatif anaerobik. Pada kondisi aerobik
sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik adalah oksigen.
Pemanfaatan pada keadaan ini menghasilkan penambahan biomassa sel dengan
persamaan reaksi sebagai berikut:
Cf,Hi206

CO2 + H2O + biomassa sel

Pada kondisi anaerobik,

Saccharomycess cereviceae

menggunakan

senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik.
Dalam ha! ini yang digunakan adaiah monosakarida dari substrat dengan hasil
akhir perombakan berupa etanol, aldehid, asam organik, dan fusse! oil. Reaksi
yang berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah sebagai berikut:
C6H12O6
Bahan-bahan

2C2H5OH + 2CO2 + produk samping

yang

dapat

difermentasi

adalah

bahan-bahan

yang

mengandung glukosa dan bahan-bahan yang dapat dihidrolisa menjadi glukosa
seperti gula (sukrosa), bahan berpati dan bahan berselulosa.
Pembuatan bioetanol secara garis besar melalui tiga proses, yaitu :
1. Persiapan bahan baku
2. Fermentasi
3. Pemurnian (destilasi)

2.4 GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry)
GC-MS adaiah kombinasi instrumen analitik yang efektif untuk analisis
senyawa kimia dan telah dijadikan golden standard untuk identifikasi senyawa
dalam bidang forensik karena memberikan hasil tes yang spesifik. GC-MS
dipergunakan untuk mengidentifikasi senyawa voiatil dan semi-volatil dimana
seluruh senyawa dalam sampei yang diuji akan dipisahkan menjadi komponen
tunggal dan dianalisis sehingga memberikan hasil spektrum yang spesifik untuk
setiap komponen tersebut. Ukuran puncak absorbsi suatu komponen senyawa
pada spektrum GC sebanding dengan kuantitas atau kadamya dalam sampei.
Tinggi puncak absorbsi suatu komponen diukur dari garis dasar hingga ujung

13

puncak absorbsi. Sampei yang telah melalui instrumen GC diteruskan menuju
instrumen MS untuk diionisasi dengan menggunakan serangan elektron sehingga
terbentuk molekul atau fragmen molekul yang bermuatan dan kemudian diukur
rasio massa per muatan (mass-to-charge (m/z)) yang dimilikinya, melalui fragmen
yang terbentuk tersebut dapat di identifikasi senyawa penyusun sampei yang diuji.
Hasil analisis GC-MS adalah berupa data kuantitatif (GC) dan kualitatif (MS)
(Charles, N.,dkk., 1996).

2.5 Proses Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses pengikatan molekul dalam suatu fluida baik cair
maupun gas ke permukaan pori benda padat. Proses adsorpsi biasanya dilakukan
dengan mengkontakan larutan atau gas dengan padatan, sehingga sebagian
komponen larutan atau gas diserap pada pennukaan pori padatan, akibatnya akan
mengubah komposisi larutan tersebut. Bahan yang dipakai untuk melakukan
proses adsorpsi dinamakan adsorben, sedangkan bahan yang disebut adsorbat.
Adsorben yang baik harus memiliki kapasitas dan selektifitas adsorpsi terhadap
molekul adsorbat
perbandingan

(Kumar, K V, Et al., 2004). Tabel 2.5 memberikan

beberapa

adsorben

berdasarkan

karakteristik, aplikasi dan

kelemahannya.
Tabel 2.5 Karakteristik Dari Berbagai Adsorbent
Tipe
Arang Aktif

Zeolit

Silica Gel

Alumina
Aktif

Karakteristik
Hidrofobik,

favors

Manfaat

Kelemahan

Menghilangkan

Sulit diregenerasi

organics over water

polutan organik

Hidrofilik,

Pemisahan gas,

Kapasitas

channel

dehidrasi

rendah

Kapasitas besar, hidrofilik

Pengeringan

Penyerapan

aliran gas

kurang efektif

Pengeringan

Penyerapan

aliran gas

kurang efektif

polar, regular

Kapasitas besar, hidrofilik

total

14

Pada dasarnya adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu adsorpsi
fisis dan adsorpsi kimia (Amri, A. Et al., 2004). Kedua jenis adsorpsi ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
E

Adsorpsi Fisis
Adsorpsi ini sering disebut dengan adsorpsi Van Der Walls yang

disebabkan oleh gaya intermolekuler yang lemah. Adsorpsi ini bersifat reversible
penuh sehingga dapat terjadi desorpsi. Adsorpsi terjadi tidak pada site yang
spesifik dan molekul yang teradsorpsi menyelimuti seluruh permukaan. Panas
adsorpsi yang terjadi cukup rendah yaitu dibawah 20 kcal/mol
2.

Adsorpsi Kimia
Noll, et al., (1992) menjelaskan bahwa pada asorpsi ini terlibat ikatan

kimia antar molekul adsorbat dan pennukaan adsorben. Proses ini terjadi secara
irreversible. Adsorpsi terjadi pada sites spesifik dan panas adsorpsi yang
dihasilkan yaitu 20 sampai 100 kcal/mol (sukresni, 2002)
3.

Pertukaran Ion
Pertukaran ion merupakan bentuk khusus dari adsorpsi kimia. Pertukaran

ion adalah suatu fenomena atau suatu proses yang melibatkan pertukaran dapat
balik dari ion-ion di dalam larutan dengan ion terikat di dalam bahan bakar
penukar ion. Pada proses tersebut tidak ada perubahan permanen di dalam struktur
padatan. Mekanisme pertukaran ion ini didasarkan pada sifat sorptif dari tempat
yang bermuatan negatif dalam absorben terhadap ion positif yang terjadi karena
gaya coloumb.
Kebanyakan adsorben adalah bahan yang mempumyai porositas yang
tinggi untuk menempatkan adsorbat pada dinding pori. Pemilihan adsorben
berdasarkan pada kapasitas, selektifitas, kecepatan penyerapan, tidak mengandung
pencemar berbahaya, murah harganya dan mudah regenerasinya. Dalam proses
penyerapan, permukaan adsorben yang sifatnya polar akan mengikat molekul
yang sifatnya polar dan permukaan adsorben non-polar akan mengikat molekul
yang sifatnya non-polar (Sunamo, 2000).
Beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi pada permukaan zat padat
antara lain :
a.

Jenis Adsorben

15

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemilihan adsorben adalah
memiliki permukaan kontak yang luas, mempunyai pori-pori aktif dan murni serta
tidak bereaksi dengan adsorbat.
b.

Jenis Adsorbat

Syarat-syarat yang diperlukan agar adsorbat terjerap dengan baik adalah :
Ukuran Adsorbat
Molekul yang terjerap haruslah mempunyai ukuran partikel yang lebih
kecil dari ukuran diameter pori adsorben.
1. Jenis kepolaran adsorbat
Umumnya adsorbat bersifat ionik dengan polaritas tinggi, jika diametemya
sebanding maka molekul-moiekul polar terjerap lebih kuat dari pada
molekul non-polar.
2. Jenis ikatan
Senyawa tidak jenuh lebih baik dijerap bila dibandingkan dengan senyawa
jenuh.
3. Temperatur
Pada adsorpsi fisis kenaikan temperatur menyebabkan adsorpsi menurun.
Ha! ini disebabkan mobilitas dari atom-atom suatu zat yang diadsorpsi
bertambah dengan naiknya temperatur. Oleh karena itu, zat yang dijerap
cenderung meninggalkan zat penjerap, Sedangkan pada adsorpsi kimia,
adsorpsi bertambah dengan naiknya temperatur. Kenaikan temperatur juga
dapat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka karena unsur-unsur
pengotor pada permukaan akan teroksidasi.
4. pH
Adsorpsi antara fasa padat-cair sangat dipengaruhi oleh pH larutan.
Adsorpsi yang dilakukan pada pH tinggi cenderung memberikan hasil
yang kurang sempurna, karena pada kondisi basa terbentuk senyawa
oksida dari unsur pengotor lebih besar sehingga akan menutupi permukaan
adsorben.
5. Waktu Kontak
Kemampuan daya jerap meningkatkan dengan lamanya waktu kontak
antara adsorben dengan adsorbat hingga mencapai kesetimbangan.

16

2.6 BeDtonite
Bentonite

adalah istilah untuk

lempung {clay)

yang

mengandung

monmorilonit di daiam dunia perdagangan dan termasuk kelompok Jioktahedral
(Puslitbang Tekmira, 2005). Bentonite termasuk mineral lempung clay golongan
smektit diokiahedral yang mengandung sekitar 80% monmorilonit dan sisanya
antara lain kaolit, illit, feldspar, gypsum, abu vulkanik, kalsium karbonat, pasir
kuarsa dan mineral lainya (Gunister ei al., 2004),
Istilah bentonit pertama kali dikenaikan oleh W. C. Knight pada tahun
1989. Penamaan ini diberikan karena bentonit ditemukan di daerah Fort Benton,
Wyoming Amerika Serikat, sedangkan istilah monmorilonit berasal dari Prancis
yang ditemukan di Montmorillone Veinne. Bentonite adalah adsorben alluminio
phyllosilicate

yang

montmoritlonite

terdapat

dengan

pada

formula

clay

yang

(Na,Ca)o,33

mengandung

80

persen

(Al,Mg)2SiOi{)(OH)2(H20)n

(Sneanabrezovska, et a!., 2004).
Bentonite terbentuk dari proses mekanik dan kimiawi dari batuan yang
dipengaruhi cuaca (pada lingkungan alkali), batuan tersebut umumnya berasal dari
batuan ledakan gunung berapi, bisa juga berasal dari batuan andesit, riolit, basal,
dan lain-lain, kebanyakan adalah batuan tersier. Keberadaan bentonit sangat
melimpah di Indonesia, antara lain tersebar di pulau Jawa. pulau Sumatra,
sebagian pulau Kalimantan Timur dan pulau Sulawesi (Puslitbang Tekmira,
2005).
Karakteristik Bentonite berdasarkan yaitu :
Nama Umiah

: Bentonite

Kompisi Kimia

; (Mg, Ca)O.Al203.5Si02.nH:0

Nama Dagang

: Soap clay, taylorite, bleaching clay, fuller's earth.
konfolensit, safonit, atau smegmatit dan stolpenit.

Bentuk Fisik

: Padatan (Solid), butiran halus

Wama

: Kuning Muda, Putih, Abu-abu, coklat

Massa Jenis

: 2,2 - 2,7 g/L

Indeks Bias

: 1,547- 1,557

Titik Lebur

: 1330- 1430 °C

Massa molekul relative : 549,07 g/mol

17

Kadar keasaman (pH)

; Na-bentonite

= 8,5 - 9,8

Mg, Ca-bentonite
Struktur penyusun

=4-7

: H^ Na"", Ca^\ Al"", Mg^^, SiO:, O2',

Bahan mineral ini bersifat lunak dengan tingkat kekerasan satu pada skala
Mohs, berat jenisnya berkisar antara 1,7 sampai 2,7, mudah pecah, terasa
berlemak

bila

dipegang,

mempunyai

sifat

mengembang

bila

kena

air

(Sukandarrumidi, 1999). Bentonite Juga sering disebut sebagai soapclay, taylorite,
bleaching clay, fuller's earth, konfolensit, safonit, atau smegmatit dan stolpenit.

Bentonite

mempunyai

sifat

mengadsorbsi

karena

ukuran partikel

koloidnya sangat kecil dan memiliki kapasitas permukaan ion yang tinggi
(Teplitskiy, 2005). Pengembangan bentonite disebabkan oleh adanya penggantian
isomorphous pada lapisan oktohedral (Mg oleh Al) dalam menghadapi kelebihan
muatan di ujung kisi-kisinya.
Secara umum bentonite dapat dibedakan tergantung kepada sifat fisika dan
kimianya (kapasitas pertukaran basa, waktu pengendapan, kekuatan mengembang,
nilai pH , dan lainnya) serta komposisi bahannya. Terdapat 2 jenis bentonite :
1. Swelling (Sodium Bentonite): bentonite yang bisa mengembang
Bentonit jenis ini disebut juga bentonit tipe Wyoming (Na-bentonit Swelling bentonite) atau drilling bentonit mengandung ion Na+ relative lebih
t-

+

banyak jika dibandingkan dengan ion Ca^ dan in Mg^ . Na bentonit memiliki
daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air dan tetap
terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih
atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwama
mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi keloidal mempunyai pH

18

8,5-9,8 (bersifat basa), tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ionion sodium (Na+) Mineral ini sering dipergunakan untuk Lumpur pemboran,
penyumbat kebocoran bendungan, bahan pencampur pembuatan cat, bahan baku
farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam. Berdasarkan
kandungan bentonit yang digunakan peneliti, termasuk bentonit jenis Natrium.
2. Non-Swelling (Calcium bentonite): bentonite yang tidak bisa mengembang
Bentonit jenis ini disebut Mg, Ca-bentonit (Ca-hentonit-nonswelling
bentonite). Jenis ini mengandung kalsium (K^O) dan magnesium (MgO) lebih
banyak dibandingkan natriumnya dan mempunyai sifat sedikit menyerap air
sehingga apabiia didipersikan dalam air akan cepat mengendap (tidak membentuk
suspensi), tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap
yang baik. Perbandingan kalVdungan Na dan Ca rendah, suspensi keloidal
memiliki pH 4-7 (bersifat asam). Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh
ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking.
berwama abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan mineral ini
dipergunakan untuk bahan pemucat wama untuk minyak. Bentonite termasuk
mineral yang memiliki gugus aluminosilikat. Unsur-unsur kimia yang terkandung
dalam Na-bentonite dan Ca-Bentonite diperlihatkan pada tabel 2.6.

Tabel 2.6. Komposisi Kimia Bentonite
Senyawa

Na-Bentonite (%)

Ca-Bentonite (%)

S1O2

61,3-61,4

62,12

AI2O3

19,8

17,33

Fe203

3,9

5,30

CaO

0,6

3,68

MgO

1,3

3,30

Na20

2,2

0,50

K2O

0,4

0,55

H2O

7,2

7,22

(Sumber : Puslitbang Tekmira, 2002)

19

Partikel bentonite bermuatan negatif yang diimbangi dengan kation yang
dapat dipertukarkan dan terikat lemah (Na, Ca, Mg, atau K). Adanya kation yang
dapat dipertukarkan ini memungkinkan bentonite memisahkan logam berat dari
air, dan juga memisahkan

senyawa organik kationik melalui

mekanisme

pertukaran ion.
Adanya gaya elektostatis yang mengikat kristal pada jarak 4,5 A*^ dari
permukaan cukup kuat untuk mempertahankan unit-unitnya, an akan tetap terjaga
unit itu untuk tidak saling merapat. Pada pencampuran dengan air, adanya
pengembangan membuat jarak antara setiap unit makin melebar dan lapisannya
menjadi bentuk serpihan, serta mempunyai permukaan luas jika dalam zat
pengsuspensi (Sneanabrezovska, et a l , 2004).

Gambar 2.3. Struktur Bentonite

Monmorilonii

Yang

menyusun

sebagian

besar

bentonit

termasuk

kelompok mineral smektit yang memiliki struktur koloidal dengan ukuran partikel
sangat kecil sehingga untuk mengidentifikasinya hanya dapat dilakukan dengan
analisis difraksi sinar-X. Struktur monmorilonit yang dapat ditenma dikemukakan
pada tahun

1993 oleh Hofman, Endell, dan Wilm. Selanjutnya

struktur

monmorilonit dimodifikasi oleh Marshal, Maegdefrau, Hofman dan Hendricks.
Mereka menyatakan bahwa monmorilonit terbentuk dari satu lapisan aliunina
octahedral yang disisipkan diantara dua lapisan tetrahedral silica (Grim, 1968).
Tabel 2.7. menunjukkan kandungan mineral monmorilonit dan Gambar 2.3
menujukkan molekul monmorilonit menurut Hofman.

20

Tabel 2.7. Kandungan Mineral Monmorilonit
Senyawa Kimia
SlUz
Al/Ui

rersentase (To)
O1

— 06

/o

Z 1 - Z4 70
1 — Z 70

Xa\J

Z

MgO

3- 4%

K20

< 0,05 %

Na20

0- 1 %

H20

10-11 %



J /O

(Sumber : PD. Agribisnis dan Pertambangan, 2007)

Faklor terpenting dan utama daiam pengunaan adsorbent adalah adanya
ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah di wilayah lokal. Hal ini penting
bertujuan untuk meminimalisir atau mengurangi besarnya biaya pengeluaran akan
biaya operasional. Pada penelitian ini digunakan absorbent Ca-Bentonite sebagai
media penyerapan, pemilihan penggunaan Ca-bentonite sebagai bahan penyerapan
pada proses pemurnian bioetanol didasarkan pada pertimbangan ketersediaan
bentonite yang melimpah di Indonesia termasuk dari jenis Na-Bentonite dan Cabentonite yang ada didalamnya.
Di Indonesia sendiri harga bentonite relatif lebih murah dibandingkan
harga bentonite yang berasal dari luar negeri yang ketersediaanya harus terlebih
dahulu di impor keberadaanya. Di pasaran sendiri Ca-bentonite di jual dengan
kisaran harga 15.000/kg dengan asal galian yang diambil berasal dari daerah
Tasikmalaya, Jawa Barat. Karakteristik Ca-bentonite asal Tasikmaiaya, Jawa
Barat dengan bentuk fisik berwama cream atau kuning ke coklatan, bersifat lunak,
dengan ukuran partikel dapat disesuaikan antara 50 > 300 mesh. Untuk jenis Cabentonit umumnya dipergunakan dalam industri penyaringan lilin, minyak kelapa
sawit, dalam industri besi baja sebagai zat perekat pasir cetak dalam proses
pengecoran baja, dalam industry kimia sebagai katalisator, zat pemutih. zat
penyerap lateks, zat penyerap tinta cetak dan sebagainya. Unsur-unsur kimia yang
terkandung dalam Ca-bentonite asal Jawa Barat diperlihatkan pada tabel 2.8.

21

Tabel 2.8. Kandungan Ca-Bentonite Jawa Barat

65 07 %
15,86 %
3 73 %

Cadangan

XaKJ

7 OA 0/

IVIuO
lyigo

1 QO %

K2O

1,32%

Na20

1,34%

H2O

0,71 %

TiO:

0,29 %

Cu

0,00 %

mineral

bentonite

banyak

diketemukan di Indonesia,

diperkirakan cadangan mineral bentonite mencapai 8 juta ton (khusus di Jawa
Barat). Beberapa daerah di Indonesia telah diteliti cadangan mineral bentonitenya
seperti : Seurela (Sumatera Utara), Desa Petai, Nia, Lembu (Riau), Kabupaten
Tanjungenim (Sumatera Selatan), Kabupaten Bengkulu Utara (Bengkulu), Jasinga
kabupaten Bogor, Kabupaten Kawalu Tasikmalaya, Kabupaten Subang (Jawa
Barat), Sumber Lawang Sragen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Grobogan (Jawa
Tengah), Patuk, Sepat, Kabupaten Gunung Kidul (D.I. Yogyakarta), Sokokidul
Trenggalek, Jatipokoh Ponorogo, Donorejo Pacitan, Sumber Lawang Ngawi,
Pandangan Lamongan, kampung Jabon, Sumber Agung Malang (Jawa Timur).
(Sukandarrumidi, 1998)

2.7 Aktivasi Adsorben
Untuk dapat digunakan sebagai adsorben yang dapat menjerap dengan
baik, adsorben harus diaktivasi terlebih dahulu. Aktivasi adsorben dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu secara fisika atau secara kimia. Cara fisika dilakukan
dengan cara pemanasan, Aktivasi secara kimia dilakukan dengan cara asam atau
basa, bahan-bahan pengaktif tersebut antara lain HNO3, H2SO4, NaOH dan HCl

22

(Rosita,et

al., 2004). Selain

itu bentonite juga bisa

diaktifkan

dengan

menggunakan uap air dengan suhu yang tinggi (Setyanto, 2008).
Proses aktivasi bentonite dapat dilakukan dalam 2 cara yaitu secara fisika
dan Kimia :
a. Aktivasi Fisika
Aktivasi fisika biasanya dilakukan dengan pemanasan yang bertujuan
untuk menguapkan air yang terperangkap tinggi dalam pori-pori kristal bentonite,
sehingga luas permukaan pori-pori bertambah. Bentonite yang dipanaskan pada
temperatur tinggi menyebabkan molekul air yang ada dalam bentonite mengalami
dehidrasi. Sifat dehidrasi bentonite ini berpengaruh terhadap sifat adsorbsinya.
Pemanasan dilakukan dalam oven biasa pada suhu 300-400°C (untuk skala
laboratorium), atau mengumpulkan tungku putar dengan pemanasan secara
penghamparan selama 3 jam atau tanpa penghamparan selama 5-6 jam (skala
besar). Pemanasan modemit pada suhu 300-1000°C menyebabkan destruksi
struktur kristal, kandungan modemit berkurang hampir 25 % pada suhu 700°C.
b. Aktivasi Kimiawi
Pada aktivasi kimia, dealuminasi adalah yang paling penting dan dominan.
Dealuminasi dapat digunakan untuk mengontrol aktivasi keasaman dan untuk
mengontrol ukuran pori-pori

bentonite.

Hal ini sangat penting terutama

berhubungan dengan fungsi bentonite sebagai adsorben.
Aktivasi secara kimia dilakukan dengan lamtan asam atau basa, dengan
tujuan untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor, dan
mengatur kembali letak atom yang dapat dipertukarkan. Aktivasi bentonite
dengan asam menyebabkan temetralisasinya muatan negatif pada permukaan
bentonite. Asam-asam yang dapat digunakan untuk aktivasi adalah HCl, HNO3,

H2SO4, dan H3PO4. Diantara asam-asam tersebut yang paling efektif untuk
dealuminasi adalah HCl. Aktivasi bentonite dilakukan untuk menaikan kapasitas
adsorpsi dan mendapatkan sifat bentonite yang diinginkan. Dalam keadaan awal,
bentonite memiliki kemampuan

adsorpsi

yang rendah

tetapi melalui aktivasi

(penambahan asam dan pemanasan) daya adsorpsinya akan meningkat.
Dalam hal ini, montmorilionit mempunyai struktur bertingkat dan
kapasitas pertukran ion yang aktif di bagian dasar. Oleh karena itu, struktumya

23

dapat diganti seperti struktur bagian dasar dengan cara penambahan asam. Asam
tersebut akan menyebabkan penggantian ion-ion K"*",

dan Ca^ dengan

dalam

ruang interlamelar, serta akan meiepaskan ion-ion Al^"*, Fe^^ dan Mg^^ dan kisi
strukturnya sehingga menjadikan bentonite lebih aktif.
Aktivasi bentonite dipengaruhi oleh konsentrasi asam yang digunakan.
Selain itu, perlu diperhatikan sifat dasar, distribusi ukuran pori, keasaman dan
nilai SiO:, atau AI2O3 dalam bentonite. Faktor-faktor tersebut bergantung juga
kepada komposisi mineral serta metoda aktivasinya. Aktivasi yang dilakukan
dengan asam menimbulkan 3 tahap proses ;
1. Mula-mula asam melarutkan komponen Fe203, ALO^, CaO dan MgO yang
mengisi pori-pori adsorben. Hal ini menyebabkan terbukanya pori-pori yang
tertutup sehingga menambah luas permukaan adsorben.
2. Selanjutnya ion-ion Ca^" dengan Mg^^ yang berada permukaan adsorben
diganti oleh ion-ion dan asam.
3. Sebagian ion H^ yang telah menggantikan ion Ca^" dan Mg^' akan di